Anda di halaman 1dari 16

PENANGANAN KEJANG PADA

BBL
D
I
S
U
S
U
N

OLEH KELOMPOK II

Dosen pembimbing :ibu Novi Ramini SST, M. Keb

AKADEMI KEBIDANAN HELVETIA MEDAN


TAHUN .AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha esa, karena berkat
kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini
kami membahas “PENANGANAN KEJANG PADA BBL.
Dan dalam penyusunan makalah kami ini kami sadar ada banyak kesalahan baik dari
penulisan kata maupun dalam Ejaan, untuk itu tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
Dosen pengajar Ibu Novi Ramini SST, M. Keb. Dan terima kasih juga kepada tim kelompok
atas kerja samanya.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna oleh karena itu, segala
kritik dan saran yang dapat membangun harapan demi kebaikan dalam membuat makalah kami
ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita Semua.atas perhatian dan partisipasinya
kami mengucapkan terima kasih

Medan, 08 juli 2019

Penulis kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

Abstrak

Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrol yang sering ditemukan pada
neonatus. Kejang yang terjadi pada neonatus dapat mengakibatkan kerusakan otak
permanen. Penyebab kejang pada neonatus sangat bervariasi di antaranya adalah
hypoxic-ischaemic encehepalophaty (HIE), infeksi susunan saraf pusat, perdarahan
intrakranial, dan gangguan metabolisme. Pengkajian terhadap tanda dan gejala
kejang serta faktor pencetus kejang sangat penting dalam pemberian intervensi
keperawatan yang tepat pada neonatus. Dampak lanjut dari kejang pada neonatus
dapat menimbulkan kematian dan gejala sisa. Mengingat dampak tersebut,
penatalaksanaan perawatan terkini dan berkualitas menjadi bagian penting untuk
neonatus penderita kejang.
Kata kunci: kerusakan otak, kekakuan, masalah neurologis, perilaku tidak
terkontrol
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Kejang pada neonatus ialah suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti tingkah laku,
motorik, atau fungsi otonom. Periode bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai hari ke-28
kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi prematur, batasan ini biasanya digunakan
sampai usia gestasi 42 minggu.Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari.
Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya kelak.
Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang bervariasi.
Timbulnya sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan
pada kognitif dan perkembangan jangka panjang.
Kejang pada Bayi Baru Lahir adalah:
a)Kejang yang terjadi pada bayi sampai dengan usia 28 hari
b)Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan suatu tanda adanya
penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain.
c) Sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak
d) Kejang umum tonik klonik jarang terjadi pada BBL
e) Kejang berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak

Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28 hari
sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak) Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma
serebral. Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun
fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan Obstetric
Neonatal Emergensi Dasar). Kejang bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari
gangguan saraf pusat, lokal atau sistemik. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf dan
tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat
mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui
harus segera di obati.
Hal yang paling penting dari kejang pada bayi baru lahir adalah mengenal kejangnya,
mendiagnosis penyakit penyebabnya dan memberikan pertolongan terarah, bukan hanya
mencoba menanggulangi kejang tersebut dengan obat antikonvulsan.
Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali karena bentuknya berbeda dengan kejang pada
anak atau orang dewasa.Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks pada bayi
baru lahir.Kejang umum tonikklonik jarang pada bayi baru lahir.Manifestasi kejang pada bayi
baru lahir dapat berupa tremor ,hiperaktif,kejang-kejang,tiba-tiba menangis melengking,tonus
otot hilang disertai aatau tidak dengan hilangnya kesadaran,gerakannya tidak
menentu,i(nvoluntary movement),nistagmus,(fenomena oral dan bukal),bahkan apnu oleh karena
manifestasi klinik yang berbeda-beda dan bervariasi,seringkali kejang pada bayi baru lahir tidak
dikenali oleh yang belum berpengalaman.Dalam prinsip ,setiap gerakan yang tidak biasa pada
bayi baru lahir apabila berlangsung berulang-ulang dan periodic ,harus dipikirkan kemungkinan
merupakan manifestasi kejang.
Perbedaan Kejang dan Spasme
Masalah Temuan Khusus
Kejang Umum - Gerakan wajah dan ekstermitas yang
teratur dan berulang
- Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau
tangkai,baik sinkron maupun tidak
sinkron
- Perubahan status kesadaran (bayi
mungkin tidak sadar atau tetap bangun
tetapi tidak responsive/apatis)
- Apnea(nafas spontan berhenti lebih 20
detik)
Kejang Suble - Gerakan mata berkedip,berpudar dan
dan juling yang berulang
- Gerakan mulut dan lidang berulang
- Gerakan tangkai tidak terkendali,
gerakan seperti mengayuh sepeda
- Bayi bias masih sadar
Spasme - Kontraksi otot tidak terkendali paling
tidak beberapa detik sampai beberapa
menit
- Dipicu oleh sentuhan, suara maupun
cahaya
- Bayi tetap sadar,sering menangis
kesakitan
- Trismus (rahang kaku,mulut tidak dapat
di buka,bibir mencuci seperti mulut ikan
- Opitotonus
- Gerakan tangan seperti meninju dan
mengepal

2.2 Klasifikasi Kejang


Volpe membagi kejang pada bayi lahir sebagai berikut :
A. Bentuk kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak diketahui sebagai kejang.
Terbanyak di neonatus berupa :
1) Deviasi horizontal bola mata.
2) Getaran dari kelopak mata/berkedip-kedip
3) Gerakan dari pipi dan mulut, seperti menghisap-hisap,mengunyah, mengecap, dan menguap
4) Apnea berulang
5) Gerakan tonik tungkai
6) Gerakan mengunyah , salivasi berlebihan, perubahan pola pernafasan termasuk apneu,
berkedip, nistagmus, gerakan bersepeda atau mengayuh pedal , dan perubahan warna.Setiap
gerakan yang tidak biasa pada neonatus, bila berlangsung beurlang-ulang dan periodic perlu
dipikirkan kemungkinan dari kejang.
B. Kejang klonik multifocal (migratory)
Gerakan klonik berpindah-pindah dari satu anggota gerak ke anggota gerak lainnya secara
tidak teratur. Kadang-kdang kejang yang satu dengan yang lainnya bersambungan, dapat
menyerupai kejang umum.
C. Kejang tonik
1)Ekstensi kedua tungkai, kadang-kadangan disertai fleksi kedua lengan menyerupai
keadaan dekortikasi.
2)Ditandai dengan postur tungkai dan badan yang kaku, dan kadang disertai dengan
deviasi mata yang tetap.
D. Kejang mioklonik
1)Berupa gerakan fleksi seketika seluruh tubuh, jarang terlihat pada neonatus.
2) Jingkatan jingkatan setempat atau menyeluruh tungkai atau badan sebentar yang cenderung
melibatkan kelompok otot distal.
Menurut Doenges kejang (konvulsion) adalah aktifitas motorik dan gangguan fenomena sensorik
akibat dari pelepasan muatan listrik secara tiba-tiba yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks
serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba dan disertai gangguan kesadaran.Dalam bahasa
lain, kejang merupakan pergerakan abnormal akibat perubahan tonus otot yang distimulasi oleh
pelepasan muatan listrik yang tidak terkontrol.
Berdasarkan gambaran klinisnya, kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu
kejang tonik, kejang klonik dan kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.
Bentuk klinis kejang tonik yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai desebrasi, atau ekstensi tungkai dan
fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortifikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
desebrasi harus dibedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat
karena infeksi selaput otak atau kernikterus.
2. Kejang Klonik
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinik kejang fokal berlangsung antara 1 - 3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini disebabkan oleh kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar
dan cukup bulan atau oleh ensefalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota
gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai gerakan refleks moro.
Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran
EEG kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
EPIDEMIOLOGI
1. Frekuensi
a. Amerika Serikat
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke 5.Sekitar 1/3
dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
b. Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain berkisar antara 5
sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong Kong, dan 0.5-1.5% di
China.
2. Mortalitas dan Morbiditas
a)Kejang demam biasanya tidak berbahaya.
b) Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit lebih tinggi dibandingkan yang
tidak (2% : 1%).
c) Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya meliputi kejang demam kompleks,
riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga, dan hambatan pertumbuhan. Pasien
dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai kemungkinan 10% mendapatkan kejang demam.
3. RAS
Kejang demam terjadi pada semua ras.
4. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
5. Usia
Kejang demam terjadi pada anak usia Awal,3 bulan sampai 5 tahun.

 ETIOLOGI
1. Metabolik
a. Hipoglikemia
Bila kadar darah gula kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg
% pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Hipoglikemia dapat dengan/tanpa gejala. Gejala
dapat berupa serangan apnea, kejang sianosis, minum lemah, biasanya terdapat pada bayi berat
badan lahir rendah, bayi kembar yang kecil, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, asfiksia.
b. Hipokalsemia
Yaitu: keadaan kadar kalsium pada plasma kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 8 mg/100
ml atau kurang dari 4 MEq/L.
Gejala: tangis dengan nada tinggi, tonus berkurang, kejang dan diantara dua serangan bayi dalam
keadaan baik.
c. Hipomagnesemia
Yaitu kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2 mEg/l. biasanya terdapat bersama-sama
dengan hipokalsemia, hipoglikemia dan lain-lain.
Gejala kejang yang tidak dapat di atasi atau hipokalsemia yang tidak dapat sembuh dengan
pengobatan yang adekuat.
d. Hiponatremia dan hipernatremia
Hiponatremia adalah kadar Na dalam serum kurang dari 130 mEg/l. gejalanya adalah kejang,
tremor. Hipertremia, kadar Na dalam darah lebih dari 145 mEg/l. Kejang yang biasanya
disebabkan oleh karena trombosis vena atau adanya petekis dalam otak.
e. Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksisn
Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. gejalanya adalah kejang yang hebat dan tidak hilang
dengan pemberian obat anti kejang, kalsium, glukosa, dan lain-lain. Pengobatan dengan
memberikan 50 mg pirodiksin
f. Asfiksia
Suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir etiologi karena
adanya gangguan pertukaran gas dan transfer O2 dari ibu ke janin.
2. Perdarahan Intrakranial
Dapat disebabkan oleh trauma lahir seperti asfiksia atau hipoksia, defisiensi vitamin K,
trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi sub dural, dub aroknoid, intraventrikulus dan
intraserebral. Biasanya disertai hipoglikemia, hipokalsemia. Diagnosis yang tepat sukar
ditetapkan, fungsi lumbal dan offalmoskopi mungkin dapat membantu diagnosis. Terapi :
pemberian obat anti kejang dan perbaikan gangguan metabolism bila ada.
3. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kejang, seperti : tetanus dan meningitis.
4. Genetik dan Kelainan Bawaan
5. Penyebab Lain
a. Polisikemia: Biasanya terdapat pada bayi berat lahir rendah, infufisiensi placenta, transfuse
dari bayi kembar yang satunya ke bayi kembar yang lain dengan kadar hemoktrokit di atas 65%.
b.Kejang idiopatik
Tidak memerlukan pengobatan yang spesifik, bila tidak diketahui penyebabnya berikan oksigen
untuk sianosisnya.
c. Toksin estrogen
Misalnya : hexachlorophene.

 PENYEBAB

Tak jarang bayi Indonesia mengalami kejang dan hal ini sangat mengkhawatirkan bagi para
orangtua. Sebenarnya apa yang menjadi penyebab bayi kejang? Kejang demam atau kejang yang
disertai demam biasanya terjadi karena bayi memang mengalami suatu penyakit. Contohnya,
bayi terkena infeksi pada saluran pencernaannya yang menyebabkan dia demam dan kemudian
kejang. Penyakit lainnya yang bisa menyebabkan kejang pada bayi adalah penyakit radang
telinga, infeksi pada paru dan infeksi lainnya.
Penyakit diabetes mellitus yang diderita oleh ibu bisa juga menjadi penyebab bayi kejang.
Ibu yang terkena penyakit kencing manis ini bisa menyebabkan bayi mengalami kekurangan
kadar gula darah. Selain itu, baybbi yang pada saat lahir memiliki berat badan lebih dari 4 kg
memiliki resiko terkena kejang hingga hari ke-28 dia dilahirkan. Kejang yang timbul karena dua
hal di atas biasanya tidak disertai demam.
Kejang yang tidak disertai demam biasanya juga terjadi karena kelainan di otak. Penyakit
yang mengganggu fungsi otak bayi bisa membangkitkan kejang. Misalnya perdarahan, tumor
dan radang yang terjadi di otak. Dalam hal ini kejang berkaitan dengan otak karena di dalam otak
terdapat pusat syaraf tubuh.
Kondisi pada saat hamil juga bisa menyebabkan kejang pada bayi jika ibu terinfeksi salah
satu dari virus TORCH. Selain itu, proses kelahiran juga bisa mempengaruhi kejang pada bayi
Indonesia. Seperti misalnya pada saat menjelang kelahiran, bayi mengalami infeksi atau cedera.
Demikian pula dengan proses kelahiran yang sulit dan bayi yang lahir kuning. Hal-hal ini
membuat asupan oksigen ke otak berkurang sehingga bayi mengalami kejang.
Kejang pada bayi juga bisa disebabkan karena bayi memang menderita penyakit epilepsi.
Biasanya kejang karena epilepsi lama. Penyebab lain seperti terjadinya gangguan pada peredaran
darah dan gangguan metabolisme. Demikian pula karena keracunan makanan, alergi terhadap
sesuatu serta cacat bawaan bisa membuat bayi kejang.
Memang ada banyak kemungkinan yang bisa menyebabkan bayi kejang. Bisa juga karena
bayi demam. Tingginya suhu tubuh bayi bisa menyebabkan dia menjadi kejang. Sebaiknya bila
anak pernah mengalami kejang, konsultasikan ke dokter untuk mengetahui penyebab pastinya.
 Kejang neonatal bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1.Bayi yang tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering.timbul pada 24
jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
2.Perdarahan otak dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada kepala.
perdarahan ini biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan kejang.
3.Kekurangan gula darah (hipoglikemia) sering timbul dengan gangguan pertumbuhan dalam
kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita DM (Diabetes Mellitus). jarak waktu antara
hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu timbulnya
kejang. kejang lebih jarang timbul pada ibu pendeita diabetes, kemungkinan karena waktu
hipoglikemia yang pendek.
4.Infeksi sekunder akibat bakteri dan nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam kandungan,
selama persalinan, atau pada periode perinatal. seperti bakteri meningitis, toksoplasmosis, sifilis,
atau rubella (campak). resiko kejang adalah lebih tinggi jika bayi prematur atau BBLR.
5. Adanya cedera jika persalinan
6.Bayi kuning disebut sebagai resiko bila terjadi pada hari pertama kelahiran. bayi kuning akan
normal bila terjadi dalam tiga hari.
7.Infeksi saat kehamilan (TORCH). terutama pada trimester pertama dikatakan sebagai penyebab
kejang.

2.3 FAKTOR RESIKO


Faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah:
1. Umur
a) 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
b) Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada
anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c) Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan
bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki.
3. Suhu badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada
saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap
anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan
mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi
sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu
tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih
sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.
4. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa
penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota
keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-
kurangnya sekali.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.6 Kejang demam
cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu
demam tinggi.
Faktor –faktor lain diantaranya:
a. riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
b. perkembangan terlambat,
c. problem pada masa neonatus,
d. anak dalam perawatan khusus, dan
e. Kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur
yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.Sekitar
1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren.
Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:
a. Usia muda saat kejang demam pertama
b. Suhu yang rendah saat kejang pertama
c. Riwayat kejang demam dalam keluarga
d. Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang
e. Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien tanpa
faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren.

 DIAGNOSIS

 Anamnesa
1. Riwayat Kehamilan:
Bayi kecil untuk masa kehamilan
a) Bayi kurang bulan
b) Ibu tidak disuntik TT
c) Ibu menderita DM

2. Riwayat persalinan
a) Persalinan dengan tindakan
b) Persalinan presipitatus
c) Gawat janin

3. Riwayat kelahiran
a)Trauma lahir
b) Lahir asfiksia
c) Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril

 Pemeriksaan Kelainan Fisik


1. Kesadaran
2. Suhu tubuh
3. Tanda-tanda infeksi lain
Penilaian kejang
1.Bentuk kejang : gerakan bola mata abnormal, nistagmus, gerakan mengunyah, gerakan otot-
otot muka, timbulnya episode apnea, adanya kelemahan umum yang periodik, tremor, gerakan
klonik sebagian ekstremitas, tubuh kaku,Lama kejang.
 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan gula darah, elektrolit darah, AGD, darah tepi, lumbal pungsi
EKG,EEG,Biakan darah,Titer untuk toksoplasmosis, rubela, citomegalovirus, herpes,Foto
rontgen kepala,USG kepala.

2.4 PENATALAKSAANNYA

Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang


1. Menjaga jalan nafas tetap bebas
2. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang
3. Mengobati penyebab kejang

Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
1. Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan perlahan-lahan sampai kejang hilang atau berhenti. Dapat
diulangi pada kejang beruang, tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan pada dosis pemeliharaan
2. Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan perlahan-lahan, jika kejang berlanjut lagi dalam 5-10
menit. Fenitoin diberikan apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7 mg/kg BB IV pada hari
pertama di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg BB atau oral dalam 2 dosis.

Penanganan kejang pada bbl


1.Bayi diletakan dalam tempat yang hangat.pastikan bahwa bayi tidak kedinginan.suhu bayi
dipertahankan 36,50C-370C.
2. Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut hidung
sampai nasofaring.
3. Bila bayi apnea,dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat bantu balon dan
sungkup,diberi oksigen dengan kecepatan 2L/menit
4. Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah
perifer,diangan,kaki atau kepala.bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes
mellitus,dilakukan pemasangan infuse melalui vena umbilikalis.
5.Bila infus sudah terpasang diberi obat anti kejang diazevam 0,5 Mg/Kg supositoria/Im setiap 2
menit sampai kejang teratasi.kemudian ditambahkan luminal (fenobarbital)30Mg I.M/I.V
6. Nilai kondisi bayi selama 15 menit.perhatikan kelainan fisik yang ada.
7. Bila kejang sudah teratasi diberi cairan infuse dextrose 10% dengan kecepatan 60 Ml/Kg
bb/hari.
8.Dlakukan anamesis mengenai keadaan bayi untuk mencari factor penyebab kejang(perhatikan
riwayat kehamilan,persalinan dan kelahiran)
- Apakah kemungkinan bayi di lahirkan oleh ibu berpenyakit DM
- Apakah kemungkianan bayi premature
- Apakah kemungkinan bayi mengalami aspeksia
- Apakah kemingkinan ibu bayi pengidap atau menggunakan bahan narkotika.
- Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor
penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia darah, kultur darah,
pemeriksaan TORCH
- Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
 Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
 Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis 20 mg iv setiap
12 jam
 Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
 Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas 10% 2 ml/kg dalam
waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-50 mg
 Untuk Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus dextrose 10%
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28 hari sesudah
lahir (Buku Kesehatan Anak) Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma serebral.
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun fungsi
otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan Obstetric Neonatal
Emergensi Dasar).

 Klasifikasi kejang
Bentuk kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak diketahui sebagai
kejang,Kejang klonik multifocal (migratory),Kejang tonik,Kejang mioklonik,Kejang mioklonik
 Faktor Resiko
Umur,Jenis kelamin,Faktor keturunan,Suhu badan
 Penatalaksanaan
(Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang)
Menjaga jalan nafas tetap bebas,Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti
kejang,Mengobati penyebab kejang
Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
1. Diazepam
2. Fenobarbital

3.2 Saran
Setiap bayi baru lahir beresiko mengalami kejam untuk itu diharapkan kepada bidan dan ibu
hamil untuk mengetahui gejala dari kejang dan pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Markum, A. H. dkk. 1981. Kegawatan Anak. Jakarta: Nuha Medika


Price, S. 1995. Patofisiologi. Jakarta:EGC
Saifudin,abdul bari.2002.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sudarti,Afroh Fauziah.2012.Asuhan Kebidanan Neonatus,Bayi dan Anak Balita.Yogyakarta :
Nuha Medika.
Staf pengajar IKA FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:bagian IKA FKUI

http://dianhusadafenomenasofistica.blogspot.com/p/kejang.html

http://hamidahsity.blogspot.com/2013/05/askeb-kejang-pada-bayi.html
Tata Laksana Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,
• Mencegah kejang demam berulang
• Mencegah status epilepsi
• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.

Pengobatan Fase Akut Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka.
Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar
kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan
lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi.2,3,9
Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat
diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik2,3,9,10 (asetaminofen
oral 10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari).11 Saat ini
diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena diazepam
mempunyai masa kerja yang singkat.12 Diazepam dapat diberikan secara intravena atau
rektal,2,3 jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat.13 Dosis diazepam pada anak adalah
0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut,14 tetapi pemberian
tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil.15 Jika jalur intravena belum terpasang,
diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg pada berat badan lebih dari 10 kg.2,3,16 Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif
serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah.2,3,9,15 Bila diazepam tidak tersedia, dapat
diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk
usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.2 Midazolam intranasal (0,2
mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak.12
Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup
baik;17 Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.
Mencari dan Mengobati Penyebab Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena
faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal
diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala
rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan
pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra indikasinya.1-3 Pemeriksaan laboratorium lain
dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula
darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak
diprovokasi oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post
iktal menunjukkan abnormalitas fokal.19

Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan keluarga dan bila
berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.2 Terdapat 2 cara
profilaksis, yaitu,
• Profilaksis intermittent pada waktu demam
• Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.

Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti
konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam

Anda mungkin juga menyukai