Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN RUANG 7B RSSA MENINGOKEL A.

Pengertian meningokel Pengertian meningocele atau dikenal juga dengan sebutan meningokel (Latin: tulang belakang terbuka) adalah sebuah jenis perkembangan kelainan

bawaan.Proses kelainan ini biasanya terjadi selama empat minggu pertama kehamilan dan terdiri dari abnormal atau tidak lengkap penutupan tabung saraf (masa depan sistem saraf pusat) (Nuzulul, 2011). Dalam sumber lain meningokel diartikan sebagai kelainan kongenital SSP (sistem syaraf pusat) yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136 dalam Rizki, 2012).

B. Etiologi Penyebab spesifik dari meningokel atau belum diketahui. Beberapa faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal- hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab, yaitu : 1. Kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: 2. mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: 3. hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat. (Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002 dalam Rizki, 2012). 4. Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau bagian bawahnya. .

D. Gejala Klinis Gejalanya yang muncul pada pasien biasanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis atau akar saraf yang terkena. Gejala pada umumnya berupa penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinesia uri maupun inkontinensia tinja. Korda spinalis yang tekena rentan terhadap infeksi (meningitis). Secara umum gangguan tersebut dikategorikan sebagai berikut : Gangguan persarafan : letak gangguan berdasar pada letak kantung meningokel muncul, bila terdapat di tl. Punggung bagian bawah biasanya pasien akan mengalami inkontinensia dalam BAB atau BAK. Gangguan mental :gangguan ini muncul sebagai akibat tidak normalnya pertumbuhan SSP atau telah terjadi injuri akibat meningokel pecah atau ruptur. Gangguan tingkat kesadaran : gejala parah ini terjadi bila terdapat perparahan gejala rupturnya kantung meningokel atau memang telah terjadi defek akibat gangguan pertumbuhan SSP.

E. Patofisiologi
Faktor-faktor etiologi meningokel Kekurangan nutrisi maternal : as. Folat n nutrisi umum : kalori dan protein Gangguan proses pertumbuhan sel syaraf sehingga tulang tidak menutup sempurna Kekurangan nutrisi diatas juga mengakibatkan gangguan pertumbuhan sel syaraf pusat Kemungkinan peningkatan TIK dan atau gangguan pengaturan keseimbangan tubuh

Sebagian korda syaraf ada yang masuk ke kantung meningokel

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Meningkatnya sensitisasi syaraf thd nyeri Nyeri akut

Resiko cedera

F. Tes diagnosa Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :

1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion. 2. Pada evaluasi anak dengan meningokel, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk meningokel, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar. 3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya. 4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis. 5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf. 6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan meningokel atau defek neural tube, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya meningokel. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut: 1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan. 2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra
3

3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan. G. Pengobatan Penatalaksanaan pada penderita meningokel memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi dan lain-lain. a. Urologi Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah : Mengontrol inkotinensia Mencegah dan mengontrol infeksi Mempertahankan fungsi ginjal Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic vesicostomy. b. Orthopedi Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya. Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.

c. Sistem Muskuloskeletal Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer. d. Perkembangan Motorik Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis. e. Ambulasi Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi. f. Bowel training Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil. g. Pembedahan Pembedahan dilakukan secepatnya pada meningokel yang tidak tertutup kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat

terjadi; terminology meningokel digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata. Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah. Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat. Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi. Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan 2. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal 3. Risiko inkontinensia RENPRA 1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan Tujuan : Anak mendapat stimulasi perkembangan Kriteria hasil : Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan Bayi / anak tidak menangis berlebihan Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya Intervensi : a. Kaji gangguan tumbuh kembang yang terjadi ( area : motorik kasar, motorik halus, dsb). Rasional : gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi dapat diminimalkan dengan memberikan rangsang atau stimulus yang sesuai dengan area hambatan. b. Beri stimulus yang sesuai usia anak. Rasional : memberikan bantuan pada tumbuh kembang anak akan memperkecil kejadian delayed tumbuh kembang. c. Ajarkan kebiasaan dan ADL yang sesuai sebagai latihan mengisi tugas tumbuh kembang (langkah aplikatif). Rasional : membuatkan jadwal ADL dapat meningkatkan kesempatan berkembang dan pemenuhan terhadap tugas tumbuh-kembang. 2. Resiko trauma Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial dan tidak terjadi cedera Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK tidak ada laporan cedera

intervensi a. observasi munculnya tanda-tanda TIK. Rasional : kemunculan peningkatan TIK menjadi etiologi cedera akibta gangguan keseimbangan tubuh. b. Observasi tanda-tanda gangguan keseimbangan tubuh, misal gangguan berjalan, atau gangguan kestabilan saat berdiri dengan satu kaki. Rasional : langkah awal diperlukan sebagai deteksi awal gangguan keseimbangan yang dapat menjadi etiologi cedera. 3. Risiko inkontinensia Tujuan : tidak terjadi inkontinensia dalam BAK maupun BAB Kriteria hasil : Tidak ada laporan inkontinensia BAK dan BAB Kemampuan mengontrol otot detruser dengan bowel training meningkat.

Intervensi a. Kaji kejadian inkontinensia yang terjadi. Rasional : menentukan ketepatan tindakan akan mempermudah pelaksanaan intervensi. b. Kaji riwayat toileting sehari-hari pasien. Pembuatan jadwal toileting dapat membantu pelaksanaan program bowel training. c. Ajarkan orang tua dan pasien untuk melakukan bowel training bertingkat. Rasional : penguatan otot detrusor dapat menuurunkan kejadian inkontinensia.

DAFTAR PUSTAKA

Kuniadi,

rizki.

2011.

Asuhan

keperatan

meningokel.

http//

www.profesi_nurseblogstudent.unair.ac.id, diakses 29 Juni 2013. Zulkarnain, Nuzulul. 2012. Meningokel :askep dan penanganan http//:

www.nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id, diakses 29 Juni 2013.

Anda mungkin juga menyukai