Anda di halaman 1dari 25

KONSENSUS

Rekomendasi Penatalaksanaan
Kejang pada Neonatus

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA


2019
KONSENSUS
Rekomendasi Penatalaksanaan
Kejang pada Neonatus

Penyunting:
Sofyan Ismael
Setyo Handryastuti
Rizalya Dewi

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA


2019
KONSENSUS IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang pada Neonatus

Penyunting: Sofyan Ismael, Setyo Handryastuti, Rizalya Dewi


Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Unit Kerja Koordinasi Neonatologi

Ikatan Dokter Anak Indonesia


2019

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh


isi buku ini dengan cara dan bentuk apa pun juga tanpa seizin penulis dan
penerbit

Disusun oleh:
Ikatan Dokter Anak Indonesia

Diterbitkan pertama kali tahun 2019


Cetakan pertama
Kontributor Konsensus
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Kejang Neonatus

1. Prof. Dr. Sofyan Ismael, SpA(K) Jakarta


2. DR. Dr. Setyo Handryastuti, SpA(K) Jakarta
3. DR. Dr. Rina Rohsiswatmo, Sp.A(K) Jakarta
4. Dr. Ana Tjandrajani, SpA(K) Jakarta
5. Dr. Dewi Hawani, SpA(K) Bandung
6. Dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K) Jakarta
7. Dr. Rizalya Dewi, SpA(K) Pekanbaru
8. Dr. Ivan R. Wijaya, Sp.A Jakarta

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia iii


Kata Sambutan
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan
Dokter Anak Indonesia

iv Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


Kata Pengantar

Kejang neonatus merupakan problem yang kerap dijumpai dalam praktek


sehari-hari, terutama sejawat dokter anak yang berkecimpung di bidang
neonatologi. Sebagian problem kejang neonatus akan dikonsultasikan
ke konsultan neurologi anak, terutama jika kejang tidak teratasi, mencari
etiologi, menentukan prognosis maupun interpretasi pemeriksaan
elektroensefalografi (EEG) neonatus. Tatalaksana kejang neonatus sendiri
merupakan kompetensi semua dokter anak.
Pedoman ini ditujukan bagi seluruh teman sejawat dokter spesialis
anak sehingga diharapkan terdapat suatu keseragaman pengetahuan dan
wawasan mengenai diagnosis dan tatalaksana kejang neonatus. Pedoman
ini adalah hasil diskusi dan kesepakatan antara UKK Neurologi dan UKK
Neonatologi, sehingga diharapkan tidak terdapat lagi kontroversi mengenai
diagnosis dan tatalaksana kejang neonatus.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
anggota UKK Neurologi dan UKK Neonatologi, yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberikan sumbang saran untuk
penyusunan
Harapan kami semoga pedoman ini bermanfaat bagi kita semua dalam
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak Indonesia.

Setyo Handryastuti, DR. dr. SpA(K)


Ketua UKK Neurologi PP-IDAI 2017

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia v


Daftar Isi

Kontributor......................................................................................... iii
Kata Sambutan Ketua Umum PP.IDAI.................................................iv
Kata Pengantar......................................................................................v

Konsensus Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus ...... 1


Definisi kejang......................................................................................1
Epidemiologi .......................................................................................1
Etiologi.................................................................................................2
Manifestasi klinis..................................................................................2
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................6
Pemeriksaan laboratorium............................................................6
Elektroensefalografi (EEG)...................................................................6
EEG konvensional.......................................................................6
Amplitude integrated EEG (aEEG).............................................7
Pencitraan.............................................................................................8
Penatalaksanaan....................................................................................8
Lama pemberian obat anti konvulsan..................................................13
Penghentian obat kejang.....................................................................13
Prognosis............................................................................................15

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia vii


viii Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus
Konsensus Rekomendasi
Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus

Definisi kejang
Kejang klinis: Kejang yang tampak secara klinis, yaitu perubahan fungsi
neurologis (perilaku, motor, atau autonomik) yang bersifat paroksismal.
Kejang elektrografik: Kejang yang hanya tampak dari gambaran
elektroensefalografi (EEG), yaitu :(1) Perubahan mendadak pada gambaran
elektroensefalografi (EEG); (2) pola gelombang berulang yang berevolusi
dalam morfologi, frekuensi, dan/atau lokasi; (3) Amplitudo ≥2 μV; (4)
durasi ≥10 detik, atau durasi < 10 detik tetapi timbul berulang-ulang (5)
kejang disebut terpisah jika berjarak minimal 10 detik, (6) tanpa atau disertai
kejang klinis.
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 6th ed. 2018.
Tsuchida TN, et al. J Clin Neurophysiol. 2013;30:161-73.

Epidemiologi
Angka kejadian adalah 58 per 100 kelahiran hidup pada neonatus berat lahir
sangat rendah, 1 hingga 3-5 per 100 kelahiran hidup pada bayi cukup bulan
Glass HC, et al. J Pediatr Neurol. 2009;7:13-7.
Lawrence R, et al. Semin Pediatr Neurol. 2010;17:163-8..

Tipe kejang neonatal


•• Kejang Elektroklinikal
Kejang elektrografik berupa abnormalitas aktifitas listrik korteks
paroksismal yang berevolusi dari waktu ke waktu dan diikuti dengan
tanda klinis yang berhubungan
•• Kejang EEG saja (subklinis, non-konvulsif, occult)
Kejang elektrografik tanpa tanda klinis

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 1


•• Kejang klinis saja
Kejang yang tampak secara klinis namun abnormalitas aktifitas listrik saat
itu tidak terdeteksi dengan EEG permukaan. Perlu diambil kesimpulan
dengan hati-hati mengingat adanya kemungkinan gerakan tersebut
bukan kejang (jitteriness, tremor, Nonepileptic myoclonus, Hiperekpleksia).
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 6th ed. 2018.
Tsuchida TN, et al. J Clin Neurophysiol. 2013;30:161-73.

Etiologi
•• Ensefalopati hipoksik iskemik (EHI)
Merupakan penyebab kejang pada neonatus yang paling sering dengan
median prevalensi 38-48%
•• Hipoglikemia
Prevalensi 3-7,5% dan dapat berhubungan dengan gejala lanjutan
termasuk didalamnya epilepsi.
•• Hipokalsemia
Prevalensi 2,3-9% dengan kecenderungan menurun dengan manajemen
nutrisi yang baik pada neonatus. Hal ini terlihat dari tingginya angka
kejadian pada studi tahun 1970an.
•• Infeksi susunan saraf pusat
Prevalensi 5,5-10,3%
•• Lainnya
Epilepsi dependen piridoksin merupakan penyakit yang jarang dengan
angka kejadian 1:396 000. Angka ini sangat rendah dibandingkan
dengan angka kejadian kejang pada neonatus yang mencapai 1:71 s/d
1:1000
*Tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi 4 penyebab
tersering kejang neonatus pada kelompok bayi prematur maupun matur
WHO. Guidelines on Neonatal Seizure.2011.

Manifestasi klinis
Karena sebagian besar fasilitas neonatologi di Indonesia tidak memiliki alat
amplitude EEG (aEEG ) maupun EEG maka pengamatan secara klinis sangat

2 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


diperlukan untuk membedakan serangan yang tampak kejang atau bukan,
serta menentukan tipe kejang neonatus. Perekaman dengan video pada saat
serangan juga sangat membantu ketika ada gerakan-gerakan tidak biasa yang
dicurigai sebagai kejang, terutama pada neonatus yang berisiko tinggi kejang
seperti asfiksia sedang-berat, prematur dan sepsis. Kejang biasanya timbul
secara repetitif dan stereotipi, sehingga pengamatan klinis atau rekaman
video dalam waktu yang cukup sangat membantu diagnosis klinis.
Manifestasi klinis kejang pada bayi baru lahir seringkali berbeda
dibandingkan dengan anak yang lebih besar sehingga terkadang tidak
disadari. Gambaran klinis kejang pada neonatus adalah:

•• Kejang subtle
Manifestasi klinis yang sering terlewatkan bahkan oleh tenaga kesehatan
yang terlatih. Kejang jenis ini lebih sering ditemukan pada bayi prematur
dibandingkan dengan bayi matur. Pada bayi prematur, kejang subtle
sering disertai kelainan EEG. Tampilan klinis yang terlihat:
− Fenomena Okular
»» Deviasi mata horizontal bersifat tonik dengan atau tanpa kedutan
mata (pada bayi matur).
»» Mata yang terus terbuka dengan fiksasi okular (pada bayi prematur)
− Gerakan oral-buccal-lingual
»» Mengunyah
− Manifestasi lain
»» Gerakan tungkai (pedaling, rowing, boxing)
»» Fenomena otonom
»» Episode apnea (Terutama bila berhubungan dengan aktivitas
kejang pada EEG dan jarang berhubungan dengan bradikardia).
Episode apnea biasanya juga disertai manifestasi kejang subtle
yang lain

•• Kejang klonik
Kejang dengan karakteristik gerakan ritmis dari suatu kelompok
otot dengan distribusi fokal yang terdiri dari suatu fase cepat diikuti
dengan gerakan kembali yang lambat. Bentuk kejang ini paling sering
berhubungan dengan kejang pada aktivitas EEG. Tampilan klinis yang
terlihat:
− Kejang klonik fokal

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 3


»» Kedutan klonik yang terlokalisasi
»» Umumnya tidak terjadi gangguan kesadaran
»» Kerap berhubungan dengan kejang pada EEG
− Kejang konik multifokal
»» Kedutan klinik yang terjadi secara simultan atau berurutan pada
beberapa lokasi multipel
»» Migrasi tidak beraturan (non-jacksonian)
»» Kerap berhubungan dengan kejang pada EEG
− Kejang klonik umum
»» Menyebar secara bilateral dengan gerakan yang simetris dan
sinkron
»» Jarang ditemukan pada neonatus

•• Kejang Tonik
Kejang tonik merupakan bentuk kejang dengan fleksi atau ekstensi yang
menetap baik aksial atau apendikular pada sekelompok otot. Kejang
tonik terbagi menjadi 2 kelompok:
− Kejang tonik fokal
Kejang berupa kekakuan postur salah satu ekstremitas atau kekakuan
asimetris batang tubuh atau leher. Kejang tonik fokal berhubungan
erat dengan kejang EEG
− Kejang tonik umum
Kejang berupa ekstensi tonik maupun fleksi ekstremitas superior dan
inferior. Sekitar 85% kejang tipe ini tidak diikuti aktivitas kejang
pada EEG karena gejala klinis ini sering ditemukan pada postur
deserebrasi atau dekortikasi yang berhubungan dengan perdarahan
intraventrikel.

•• Kejang Mioklonik
Mioklonus adalah gerakan menyentak yang cepat dan terisolasi yang
dapat memengaruhi satu atau beberapa kelompok otot dengan etiologi
iktal maupun non-iktal dan dapat timbul akibat cedera pada berbagai
level sistem saraf pusat. Kejang mioklonik umumnya tidak berhubungan
dengan kejang EEG.
− Kejang mioklonik fokal dan multifokal
Gerakan yang terlokalisasi, tunggal atau multipel, umumnya pada

4 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


ekstremitas, dan kerap kali tidak diikuti dengan gambaran kejang
pada EEG
− Kejang mioklonik umum
Sentakan bilateral, ditunjukkan dengan fleksi ektremitas atas dan
terkadang ekstremitas bawah. Tipe kejang ini dapat menunjukkan
spasme infantile jika diikuti dengan pola EEG suppression burst dan
hypsarrhytmia. Tipe kejang ini sering berhubungan dengan kejang
pada EEG
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 6th ed. 2018.

Terdapat gerak pada neonatus yang bukan kejang yang kerap sulit
dibedakan tanpa pemeriksaan EEG. Gerak tersebut adalah jitteriness, tremor,
mioklonus non epileptik dan hiperekpleksia.

•• Jitteriness
Gerakan seperti gemetar yang kadang-kadang mirip klonik. Perbedaan
jitteriness dengan kejang : (1) tidak terdapat gerak mata atau gaze yang
abnormal, pada kejang ada. (2) dapat distimulasi, pada kejang tidak, (3)
gerak dominan tremor, sedangkan pada kejang clonic jerking, (4) gerak
menghilang dengan fleksi pasif, kejang tidak dapat menghilang dengan
maneuver apapun, (5) jitteriness tidak disertai perubahan otonom, kejang
disertai perubahan otonom.

•• Tremor
Kerap sulit dibedakan dengan kejang klonik. Tremor adalah gerak ritmik
dua fase dengan amplitudo rendah dan kecepatan tinggi yang sama di
kedua fase. Sedangkan klonik adalah gerak cepat diikuti gerak fase lambat.
Gerak pada klonik beramplitudo tinggi dengan kecepatan lambat.

•• Hiperekpleksia
Reaksi abnormal berupa startle yang berlebihan disertai tonik spasm
sebagai respons terhadap rangsang auditori, visual dan taktil.
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 6th ed. 2018.

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 5


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bertujuan mencari penyebab kejang pada
neonatus.
•• Gula darah
Mengingat angka kejadian hipoglikemia sangat besar, keadaan ini perlu
diekslusi dan diatasi terlebih dahulu sebelum diberikan obat anti kejang.
Jika pemeriksaan gula darah tidak tersedia dapat dipertimbangkan
pemberian glukosa secara empiris.
•• Pungsi lumbal
Pungsi lumbal perlu dilakukan jika ada kecurigaan meningitis atau pada
sepsis, terutama late-onset sepsis dengan defisit neurologis seperti kejang
dan ubun-ubun besar membonjol (tanda peningkatan tekanan intra
kranial). Pemeriksaan ini sangat penting untuk diagnosis pasti infeksi
SSP serta memberikan antibiotik yang tepat. Jika tidak memungkinkan
dapat dipertimbangkan pemberian terapi empirik pada neonatus dengan
tanda klinis meningitis
•• Kalsium serum
Perlu dilakukan pemeriksaan kalsium serum (lebih ideal kalsium ion)
bila memungkinkan pada semua neonatus dengan kejang. Tatalaksana
harus dilakukan bila terdapat hipokalsemia.
Pemeriksaan lain seperti USG/MRI kepala, metabolik, kromosom,
neurotransmiter dilakukan sesuai dengan indikasi
WHO. Guidelines on Neonatal Seizure.2011.

Elektroensefalografi (EEG)
EEG konvensional
EEG konvensional hingga saat ini merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling penting dalam menegakkan diagnosis kejang dan mengetahui lokasi
dimulainya kejang. Saat ini monitor EEG kontinu yang kerap dilengkapi
dengan rekaman video mulai digunakan di NICU. EEG perlu dilakukan
karena:

6 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


•• Memastikan diagnosis kejang karena banyaknya gerakan serupa kejang
sehingga ketepatan klinisi mendiagnosis kejang tidak baik dan akan
menimbulkan penggunaan obat anti kejang yang tidak tepat.
•• Terdapat banyak neonatus yang tidak menunjukkan gejala kejang secara
klinis (kejang EEG saja). Suatu studi terhadap 526 episode kejang pada
EEG yang terdeteksi pada populasi 51 bayi cukup bulan, hanya 34%
yang menunjukkan adanya manifestasi klinis pada rekaman video. Studi
lain dengan populasi bayi dengan ensefalopati hipoksik iskemik (EHI)
yang mendapat terapi hipotermia, 43% kejang tidak bermanifestasi
klinis.
•• Pada pasien dengan kejang neonatus, meskipun dalam terapi obat anti
kejang masih dapat terjadi kejang EEG saja. Peran EEG pada keadaan ini
sangat penting untuk evaluasi tata laksana kejang
•• Gambaran irama dasar (background) EEG bermanfaat untuk memberikan
informasi prognostik yang penting.
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 6th ed. 2018.
Pisani F, Pavlidis E. The role of electroencephalogram in neonatal seizure detection. Expert Rev.
Neurother. 2018;18(2):95–100.

Amplitude integrated EEG (aEEG)


Pada fasilitas yang tidak dapat menggunakan EEG kontinu di NICU
mulai digunakan aEEG untuk memonitor aktivitas otak bayi. Alat ini
menggunakan elektroda yang jauh lebih sedikit dari EEG konvensional
dan menghasilkan rekaman single channel (2 elektroda) atau dual-channel(4
elektroda). Sinyal EEG ini kemudian akan dimodifikasi dan dikompresi
menggunakan algoritma yang sedikit berbeda antar perusahaan pembuat.
Alat aEEG ini mudah digunakan dan diinterpretasi untuk membantu
menegakkan diagnosis status epileptikus dengan sangat baik namun
akan melewatkan kejang yang singkat, fokal, atau beramplitudo rendah.
Sensitifitas yang didapatkan adalah 33,7% pada kejang tunggal dan 86%
pada beberapa episode kejang yang terjadi pada neonatus.
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 6th ed. 2018.
Pisani F, Pavlidis E. The role of electroencephalogram in neonatal seizure detection. Expert Rev.
Neurother. 2018;18(2):95–100.

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 7


Pencitraan
Investigasi radiologi kepala (ultrasound, dan magnetic resonance imaging) tidak
dianjurkan digunakan untuk mendeteksi terjadinya kejang klinis atau untuk
mengevaluasi efikasi tatalaksana obat antiepilepsi pada neonatus. Pemeriksaan
radiologi dapat dilakukan untuk mencari etologi kejang dan menentukan
kemungkinan luaran neonatus dengan kejang. Pemilihan jenis pemeriksaan
disesuaikan dengan keadaan setempat dan kemungkinan etiologi mengingat
masing-masing modalitas memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemeriksaan
USG kepala dapat dilakukan bedsite, tidak memerlukan persiapan khusus,
tidak invasif dan dapat dilakukan kapanpun, sehingga menjadi pilihan
utama pada neonatus yang belum stabil atau kondisi emerjensi.
Pemeriksaan USG kepala dapat mendekteksi:
1. Kondisi emerjensi seperti neonatus dengan HIE berat atau prematur
(dapat mendeteksi perdarahan intraventrikel/periventrikel/intraparenkim,
edema otak)
2. Infeksi (meningitis, kalsifikasi, vaskulitis)
3. Lesi kistik
4. Beberapa kelainan kongenital seperti hidrosefalus

Pemeriksaan MRI kepala mempunyai resolusi yang sangat baik, tanpa


radiasi, akan tetapi memerlukan persiapan khusus serta tidak tersedia
disemua fasilitas kesehatan. Pemeriksaan MRI dapat mendeteksi kelainan
kongenital yang tidak terlihat dengan USG kepala, kematangan mielin,
kerusakan jaringan seperti ensefalomalasia, lesi kistik, dan lesi patologis lain.
Pemeriksaan CT Scan kepala tidak dianjurkan pada neonatus, selain radiasi
resolusinya juga tidak sebaik MRI.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang neonatus masing-masing negara maupun rumah
sakit dapat berbeda satu sama lain. Hal ini tentu mengingat ketersediaan
obat dan fasilitas yang ada.
Algoritme di bawah ini mencoba untuk memfasilitasi berbagai macam
tipe rumah sakit di Indonesia, oleh karena itu penerapan algoritme tentu
disesuaikan dengan PPK masing-masing RS.

8 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


Gambar 1. Algoritma tatalaksana kejang neonatus pada fasilitas lengkap

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 9


Gambar 1. Algoritma tatalaksana kejang neonatus pada fasilitas lengkap (lanjutan)

10 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


Keterangan gambar 1.
Protokol tatalaksana kejang pada fasilitas yang lengkap. Jika tidak terdapat fasilitas
aEEG/EEG bedside, maka diagnosis kejang ditegakkan secara klinis, dibantu perekaman
video. Jika terdapat pemeriksaan aEEG, maka harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
EEG konvensional bedside minimal 2 kali yaitu hari pertama perawatan dan untuk
evaluasi pemberian obat.
Perekaman dapat dilakukan dengan gawai atau yang lebih baik dengan video yang
terpasang di inkubator neonatus.

* Bayi dengan klinis kejang : sesuai dengan manifestasi kejang neonatus secara
klinis dengan/tanpa bantuan rekaman video.
** Bayi risiko tinggi kejang : bayi dengan asfiksia sedang dan berat, bayi prematur,
sepsis, jika terdapat kejang atau gerakan-gerakan berulang dan stereotipi yang
menyerupai kejang diobservasi, jika memungkinkan lakukan perekaman video
untuk observasi lebih lama. Observasi juga dilakukan pada neonatus dengan
kecurigaan kejang seperti apneu/desaturasi berulang tanpa penyebab yang
jelas.
*** Neonatus kerap mengalami hipoglikemia maupun gangguan keseimbangan
elektrolit yang dapat menyebabkan kejang, oleh karena itu secara rutin diperiksa
dan dikoreksi jika terdapat kelainan.
**** Kecurigaan infeksi SSP jika ditemukan : (1) bayi dengan kejang disertai tanda-
tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti UUB membonjol, (2) bayi
dengan sepsis disertai kejang. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal.
***** Pemeriksaan kadar obat dalam darah dilakukan jika hasil pemeriksaan dapat
diperoleh dalam waktu kurang dari 24 jam.
****** Pemeriksaan gula darah, kalsium ion, dan magnesium dikerjakan secara rutin
jika fasilitas laboratorium memadai. Jika tidak dapat dilakukan pemeriksaan
yang lengkap maka diberikan dekstrose dan koreksi kalsium. Jika setelah koreksi
kalsium masih terdapat kejang, maka dapat diberikan koreksi magnesium

Lini pertama Fenobarbital masih dipergunakan sebagai obat lini pertama


Lini kedua Ada 2 pilihan yaitu fenitoin dan lidokain IV. Jika fenitoin tidak tersedia/
terdapat kontraindikasi/mudah menggumpal/akses vena yang sulit
maka dapat diberikan lidokain IV. Jika lidokain IV juga tidak tersedia
maka obat kejang bisa langsung obat lini ketiga yaitu midazolam
drip.
Lini ketiga Midazolam dan piridoksin. Piridoksin dapat dipertimbangkan pada
kejang neonatus yang tidak teratasi dengan obat antikonvulsan
standar. Monitoring EEG diperlukan pada saat pemberian piridoksin
IV untuk melihat apakah aktifitas epileptiform berhenti dengan
pemberian injeksi piridoksin.

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 11


Bayi klinis kejang: Definisi fasilitas terbatas:
• Lakukan pemeriksaan penyebab kejang yang dapat segera • Tidak tersedia pilihan obat yang lengkap
dikoreksi (gula darah/elektrolit) • Kesulitan memasang akses intravena
• Mulai pemberian antibiotik jika ada kecurigaan infeksi SSP • Fasilitas untuk melakukan intubasi tidak tersedia
• Pastikan ventilasi dan perfusi adekuat (ABC) • Tenaga medis tidak kompeten melakukan intubasi

PEMBERIAN M IDAZOLAM DAN DIAZEPAM


Jika tidak ada penyebab yang dapat dikoreksi secepatnya, harus BILA DILANJUTKAN DENGAN PEMBERIAN
segera memberikan obat antikejang akut FENOBARBITAL DAPAT MENYEBABKAN
DEPRESI SSP DAN KARDIORESPIRASI

Tersedia Tidak tersedia


fenobarbital fenobarbital

PILIHAN UTAMA
L FENOBARBITAL ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3
I Dosis inisial: MIDAZOLAM
FENITOIN
N IV: 20 mg/kgBB selama 10-15 menit Dosis inisial:
Dosis inisial:
I IM: 30 mg/kgBB Atau 0,15 mg/kgBB IV
20 mg/kgBB IV
Dilanjutkan rumatan 24 jam setelah
dengan kecepatan
S dosis inisial, dosis 4-6 mg/kgBB/hari
1 mg/kgBB/menit Kemudian
A dibagi 2 dosis IV/PO dilanjutkan infus
T 1 mcg.kg/menit
Pem berian dosis
U
ulangan tidak
Jika masih kejang: dianjurkan apabila
Pemberian fenobarbital dapat DIAZEPAM IV kontinu*
kadar fenitoin dalam
diulang selang waktu minimal 15 darah tidak dapat dalam dekstrosa 5% dosis 0,3 mg/kgBB/jam
menit diperiksa (dosis maksimal 2,75 mg/jam)

Bila IV: ditambahkan 10-20 mg/kgBB DIAZEPAM rektal**


hingga dosis maks 24 jam 50 mg/kgBB dosis 0,5 mg/kgBB
Bila IM: dapat diulang hanya 1 kali
L dengan dosis 30 mg/kgBB
I
N Monitor napas dan nadi
I selama pemberian
Masih kejang ?
D
U
A
FENITOIN RUJUK
Bila kejang belum teratasi

Masih kejang?

MIDAZOLAM

BILA MASIH KEJANG, RUJUK SECEPATNYA


• Bila tidak memungkinkan untuk dirujuk, optimalisasi dosis midazolam
• Dosis dapat dinaikkan 0,5-1 mcg/kg/menit tiap 2 menit hingga dosis maksimal 18 mcg/kg/menit

* Diazepam merupakan pilihan terakhir bila tidak tersedia pilihan apapun.Pilihan utama adalah infus diazepam kontinyu
**Diazepam rektal diberikan bila sediaan IV tidak tersedia atau sulit memperoleh akses IV

Gambar 2. Algoritma tatalaksana kejang neonatus pada fasilitas terbatas

Keterangan gambar 2.
Protokol tatalaksana kejang pada fasilitas yang terbatas.
Lini pertama tetap memakai fenobarbital, jika tidak tersedia terdapat beberapa
alternatif :
1. Langsung ke obat lini kedua yaitu fenitoin
2. Langsung ke obat lini ketiga yaitu midazolam
3. Jika semua obat antikonvulsan standar seperti fenobarbital, fenitoin, midazolam
tidak ada, dapat dipakai diazepam IV.

12 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


Lama pemberian obat anti konvulsan
Pertimbangkan penghentian obat anti kejang setelah 72 jam jika pemeriksaan
neurologi dan atau pemeriksaan EEG normal.
WHO. Guidelines on Neonatal Seizure.2011.

Pemberian diazepam IV
Pemberian IV merupakan alternatif terakhir ketika tidak ada obat anti
konvulsan lain. Perlu diingat bahwa diazepam umumnya mengandung
sodium benzoat yang dapat melepas ikatan albumin-bilirubin sehingga
meningkatkan risiko terjadinya kern ikterus. Monitoring tanda vital terutama
pernapasan dilakukan lebih ketat. Campuran diazepam dan dekstrose 5%
dibuat ulang setiap 4 jam dalam spuit yang ditutup dengan kertas/plastik
berwarna gelap. Dosis diazepam infus kontinyu adalah 0,3 mg/kgBB/jam.
Dosis dapat dinaikkan bertahap hingga tercapai rata-rata dosis diazepam
sebesar 0,7-2,75 mg/jam. Apabila kejang telah teratasi selama 12 sampai 24
jam, dosis diazepam dapat diturunkan dalam 12 sampai 24 jam sebanyak
0,1-0,25 mg/jam.
Gamastorp I, Sedin G. Ups J Med Sci. 1982;87:143-49.
Buku PNPK Afiksia. UKK Neonatologi. 2018

Pemberian diazepam rektal


Diazepam per rektal (sediaan bentuk supositoria 5 mg/2,5 ml) dengan
menggunakan spuit 1 mL yang disambungkan pada pipa orogastrik yang
dipotong pendek dengan dosis 0,5 mg/kgBB

Committee on Drugs. Drugs for pediatric emergencies. Pediatrics. 1998;101:1-11


Buku PNPK Afiksia. UKK Neonatologi. 2018

Lama pemberian obat anti konvulsan


Pertimbangkan penghentian obat anti kejang setelah 72 jam jika pemeriksaan
neurologi dan atau pemeriksaan EEG normal.

WHO. Guidelines on Neonatal Seizure.2011

Penghentian obat kejang


Pada praktek sehari-hari di perawatan neonatologi, sejawat dokter anak

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 13


menemui masalah untuk menghentikan obat anti kejang karena tidak
terdapat pemeriksaan aEEG atau EEG bed-side dan bayi secara klinis belum
stabil untuk dibawa ke ruang pemeriksaan EEG biasa, sehingga rekomendasi
WHO di atas tidak dapat diterapkan. Faktor penentu penghentian obat : (1)
Pemeriksaan neurologi, (2) Etiologi kejang, (3) Gambaran EEG.
Hal yang perlu diingat mayoritas etiologi kejang neonatus adalah
simtomatik akut seperti ensefalopati hipoksik-iskemik (EHI), kelainan
elektrolit, hipoglikemia dan infeksi SSP sehingga jika etiologi dapat diatasi
maka tidak ada alasan untuk memperpanjang pemberian obat anti konvulsan.
Secara ideal, obat kejang dihentikan jika secara klinis bayi tidak kejang dan
dari pemeriksaan aEEG maupun EEG bed-side tidak ditemukan aktivitas
epileptiform, sehingga obat anti kejang dapat dihentikan karena obat anti
kejang yang berkepanjangan berefek negatif terhadap perkembangan otak.
Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan aEEG maupun EEG bed-side
maka panduan penghentian obat kejang adalah sebagai berikut :

Pemeriksaan neurologi

Ya Tidak
Normal

Etiologi dan
OAE Stop Etiologi
hasil EEG
Bayi masih
dirawat dan
kondisi stabil
ATAU akan EEG Normal atau Etiologi
dipulangkan
Ya
OAE Stop kelainan metabolik/
EEG Normal
simtomatik akut

Tidak

OAE Lanjutkan

Evaluasi ulang usia 1 bulan atau 1 bulan


setelah dipulangkan

Gambar 3. Algoritma penghentian obat anti epilepsi pada kejang neonatus di fasilitas
yang tidak memiliki aEEG atau EEG bedside

14 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus


Pemeriksaan neurologi

Ya Tidak
Normal

Usia 1
Usia 1 bulan
bulan atau OAE Stop Pemeriksaan EEG
atau setelah
1 bulan
dipulangkan
pasca rawat
Ya
OAE Stop EEG Normal

Tidak

OAE Lanjutkan

Evaluasi ulang pada saat usia 3 bulan dengan cara yang sama dengan saat usia 1 bulan.
Pemberian obat kejang rumatan pasca kejang neonatus direkomendasikan tidak lebih dari
usia 3 bulan

Gambar 4. Algoritma evaluasi penghentian obat anti epilepsi pada kejang neonatus
usia 1 bulan atau setelah dipulangkan
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 5th ed. 2008.

Prognosis
Faktor penentu utama prognosis kejang pada neonatus adalah proses patologi
di susunan saraf pusat yang mendasari. Sebagai contoh, kejang akibat EHI
menghasilkan luaran 50% bayi memiliki perkembangan yang normal, akan
tetapi bayi dengan perdarahan intraventrikular hanya 10% yang memiliki
perkembangan normal.

Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia 15


Prognosis kejang pada neonatus sudah cukup membaik dari tahun
ke tahun dalam hal mortalitas akan tetapi sekuelae neurologis masih kerap
terjadi. Suatu studi yang mengamati lebih dari 2000 kasus kejang neonatus
menunjukkan kematian sebelum dan sesudah tahun 1969 adalah 45% vs
15% dengan angka kejadian sekuelae neurologis adalah 20% vs 35%.
Gambaran gelombang irama dasar (background) EEG dapat membantu
memperkirakan prognosis kejang pada neonatus. Sekuele neurologis pada
kejang dengan gambaran latar EEG normal terjadi pada ≤ 10% kasus
sedangkan pada gambaran latar EEG burst suppression, interburst interval
yang memanjang (>20 detik), voltase yang rendah, dan electrocerebral silence
dapat terjadi pada ≥ 90% kasus.
Abend NS, et al. Neonatal seizures. In: Volpe’s Neurology of the Newborn, 6th ed. 2018.

16 Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Pada Neonatus

Anda mungkin juga menyukai