DISUSUN OLEH:
Adapaun penyebab dari kejang demam ini diantaranya adalah adanya gangguan
vascular, ekstra cranial, infeksi, kelainan congenital, intra cranial, dan idiopatik.
Penggolongan dari kejang demam dibedakan menjadi dua, yaitu kejang demam
komplek dan kejang demam fokal, hal ini didasarkan pada frekuensi dan lama
terjadinya kejang selama 24 jam.
Terjadinya suatu kejang pada anak tergantung pada ambang kejang anak terhadap
suhu badannya. Pada anak yang memiliki ambang kejang yang renadah, akan
mengalami kejang pada suhu 38 0C dan pada anak dengan ambang kejnag tinggi akan
mengalami kejang pada suhu 40 0C, hal ini akan berbeda pada masing-masing anak.
Kejang demam akan menyebabkan beberapa komplikasi pada pertumbuhan anak,
seperti adanya kerusakan pada otak maupun retardasi mental, untuk itu penanganan
yang baik dan efektif harus dilakukan jika menjumpai anak dengan kejang demam.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Setelah praktek klinik kebidanan diharapkan mahasiswa mampu melakukan
perawatan dan asuhan kebidanan secara komprehensif pada anak dengan kejang demam
1.3 Manfaat
a. Bagi penulis : penulis dapat menambah pengetahuan tentang dan keterampilan dalam
melakukan perawatan dan asuhan kebidanan pada kasus anak dengan kejang demam
b. Bagi pelayanan kesehatan: dapat memberikan pelayanan dan penanganan yang tepat
pada anak dengan kejang demam
1.4 Metode Pengumpulan Data
Menejemen kebidanan komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Wawancara : tanya jawab secara langsung (anamnesa) kepada pasien dan suami
b. Observasi : melakukan pemeriksaan, baik dengan inspeksi, palpasi, perkusi maupun
auskultasi.
c. Studi dokumentasi : dengan melihat data dan riwayat ibu direkam medik.
d. Studi kepustakaan: menggunakan buku untuk sumber teori dan browsing internet.
e. Pemeriksaan : pemeriksaan umum (tanda- tanda vital), pemeriksaan fisik, pemeriksaan
khusus, pemeriksaan penunjang.
2.1.2 Etiologi
Penyebab paling sering terjadinya kejang pada neonatus (80-85%) adalah :
a. Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE)
Menurut Ronen, dkk, kasus kejang pada neonatus dengan HIE merupakan
kejang yang terbanyak pada bayi baru lahir, yaitu terjadsi sekitar 40%.
Kejang terjadi dalam 24 jam pertama. HIE terjadi sekunder akibat asfiksia
perinatal. Asfiksia menyebabkan kerusakan langsung susunan syaraf pusat.
Semua tipe kejang dapat dijumpai pada HIE.
b. Gangguan Metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, gangguan metabolic
lainnya)
Kejang pada neonatus sering disebabkan oleh gangguan metabolism
glukosa, kalsium, magnesium, dan gangguan metabolic lainnya. Beberapa
gangguan metabolic tersebut adalah :
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan masalah metabolic yang bersifat sementara
akibat kekurangan produksi glukosa karena kurangnya depot glikogen
di hati atau menurunnya glukoneogenesis lemak dan asam amino.
Hipoglikemia sering terjadi pada neonatus kurang bulan (NKB),
neonatus kecil masa kehamilan (KMK), neonatus besar masa
kehamilan (BMK), dan neonatus dengan ibu penderita diabetes mellitus
yang tidak terkontrol. Pada bayi baru lahir dikatakan hipoglikemia
apabila kadar gula darahnya kurang dari 40 mg/dl (ada beberapa unit
yang membatasi kurang dari 47 mg/dl). Kelainan neurologis berupa
kejang sering dijumpai pada neonatus yang kecil masa kehamilan
(KMK). Kejang biasanya pada hari kedua setelah lahir.
2) Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kadar kalsium darah kurang dari 7 mg%.
Hipokalsemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kejang sekitar
3%, yang dapat terjadi bersamaan dengan gangguan metabolic lainnya.
Hipokalsemia dapat terjadi pada neonatus kecil masa kehamilan,
neonatus kurang bulan, neonatus yang lahir dari ibu penderita DM, dan
neonatus dengan ensefalopati hipoksik-iskemik (HIE), yang biasanya
terjadi pada hari kedua atau ketiga setelah lahir. Ini disebut
hipokalsemia awitan dini. Apabila hipokalsemia terjadi pada minggu
pertama atau minggu kedua dikatakan bayi mengalami hipokalsemia
awitan lambat, yang dapat terjadi pada neonatus besar masa kehamilan,
neonatus cukup bulan, neonatus yang mendapat susu sapi dengan kadar
fosfat, kalsium dan magnesium yang tidak tepat.
3) Hipomagnesemia
Hipomagnesemia adalah kadar magnesium kurang dari 1,2 mg/dl, yang
sering terjadi bersamaan dengan hipokalsemia
c. Perdarahan Intrakranial (subaraknoid primer, subdural, intraventrikuler-
periventrikuler)
- Perdarahan intrakranial yang dapat menyebabkan kejang dapat terjadi
pada daerah subaraknoid, subdural, intraventrikuler-periventrikuler.
- Perdarahan subaraknoid dapat terjadi akibat trauma langsung, misalnya
partus lama yang menyebabkan robekan vena superficial. Kejang
biasanya timbul pada hari kedua setelah lahir.
- Perdarahan subdural, dapat terjadi akibat trauma langsung karena
tindakan ekstraksi forsep pada neonatus cukup bulan dan neonatus
besar masa kehamilan atau akibat presentasi bokong dan partus
precipitatus. Perdarahan terjadi karena adanya robekan tentorium dekat
false serebri yang menyebabkan penekanan batang otak sehingga
terjadi kejang. Kejang biasanya timbul pada hari pertama setelah lahir.
- Perdarahan intraventrikuler-periventrikuler, dapat terjadi akibat adanya
perdarahan dari pembuluh darah kecil pada subependimal matriks
germinalis atau akibat adanya lesi pada daerah tersebut. Perdarahan ini
sering terjadi pada neonatus kurang bulan. Kejang biasanya terjadi
dalam beberapa jam setelah lahir.
d. Infeksi Intrakranial
Infeksi pada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan kejang dapat terjadi
di dalam rahim/intrauterine atau sebelum lahir, seperti disebabkan karena
toksoplasma, rubella, herpes, sitomegalovirus. Sementara itu, infeksi pada
bayi baru lahir yang terjadi selama persalinan atau segera setelah lahir
disebabkan oleh infeksi bakteri atau non-bakteri.
e. Kelainan Bawaan
Kejang pada bayi baru lahir dapat terjadi pada bayi yang mengalami
gangguan perkembangan otak, seperti mikrogria, pakigria, atau heteropia.
Kejang dapat timbul setiap saat.
f. Hiperbilirubinemia (Kern-ikterus)
Hiperbilirubinemia sebagai penyebab kejang saat ini jarang ditemukan
setelah keberhasilan tindakan transfusi tukar terhadap hiperbilirubinemia.
g. Idiopatik
Kejang idiopatik merupakan kejang yang tidak diketahui penyebabnya,
yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga atau adanya status
epileptikus pada bayi (Maryunani, Anik : 2009).
2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah akibat dari loncatan muatan
listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang
mengakibatkan gerakan yang berulang.Terjadinya depolarisasi pada syaraf
akibat masuknya Natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya Kalium
melalui membrane sel. Untuk mempertahankan potensial membrane
memerlukan energy yang berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme
pompa yaitu keluarnya Natrium dan masuknya Kalium.
Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam kadar
glukosa otak dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat
disertai peningkatan laktat. Keadaan ini menunjukkan mekanisme transportasi
pada otak tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan yang
ada.Kebutuhan oksigen dan aliran darah otak juga meningkat untuk mencukupi
kebutuhan oksigen dan glukosa.Laktat terakumulasi selama terjadi kejang dan
pH arteri sangat menurun.Tekanan darah otak naik.Efek dramatis jangka
pendek terjadi perubahan struktur sel dan hubungan sinaptik.
2.1.4 Klasifikasi
Menurut Volpe (1989), kejang pada bayi baru lahir yang diklasifikasikan
berdasarkan gambaran klinis adalah sebagai berikut :
a. Kejang “Subtle”
Kejang “subtle” meliputi :
1) Gerakan stereotip berulang pada ekstermitas seperti gerakan mengayuh
sepeda atau berenang.
2) Deviasi atau kejut pada bola mata secara horizontal (mata seperti
matahari setengah terbenam dimana pupil masih terlihat pada waktu bayi
tidur) tanpa gerakan cepat; mata mengedip berulang; kelopak mata
bergetar berulang-ulang.
3) Gerakan pada wajah berulang seperti ngiler, gerakan mengisap atau
mengunyah atau gerakan lain pada pipi dan lidah.
4) Apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernafasan (bila apnea saja
terutama pada bayi kurang bulan bukan kejang, tetapi bila apnea disertai
gerakan lainnya, misalnya gerakan kelopak mata atau lainnya
kemungkinan adalah kejang).
5) Bisa terjadi pada bayi yang lahir cukup bulan atau bayi kurang bulan
(prematur).
b. Kejang Tonik
Kejang tonik meliputi kejang tonik fokal atau umum.
1) Kejang tonik fokal, gambarannya adalah :
a) Kejang yang tampak dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh
atau deviasi tonik kepala atau mata.
b) Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan penyakit sistem
syaraf pusat yang difus dan perdarahan intraventrikuler.
c) Tampak lebih sering pada bayi premature.
2) Kejang tonik umum, gambarannya adalah :
a) Fleksi atau ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau
batang tubuh dan berkaitan dengan eksistensi tonus pada ekstremitas
bagian bawah.
b) Pada 85% kasus kejang tonik tidak berkaitan dengan perubahan
otonomis seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah atau
kulit memerah.
c) Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan (prematur).
c. Kejang Klonik
Kejang klonik meliputi :
1) Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan dan berirama
(1-5 detik/menit).
2) Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan
menghambat gerakan tersebut.
3) Penyebabnya bisa focal maupun multi-focal.
4) Tidak terjadi hilang kesadaran dan berkaitan dengan trauma focal, infark
metabolism atau gangguan.
5) Biasanya terjadi pada bayi baru lahir cukup bulan.
d. Kejang Myoklonik
Kejang myoklonik meliputi :
1) Kejang mioklonik focal, multi-focal atau umum.
2) Kejang mioklonik focal tampak melibatkan otot fleksor pada ekstremitas.
3) Kejang mioklonik multi-focal tampak sebagai gerakan kejutan yang
tidak sinkron pada beberapa bagian tubuh.
4) Kejang mioklonik umum tampak sangat jelas berupa fleksi masif pada
kepala dan batang tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas.
5) Sering mengindikasikan etiologi metabolic.
6) Kejang mioklonik paling jarang terjadi bila dibandingkan dengan kejang
lainnya. (Maryunani, Anik : 2009).
2.1.5 Diagnosis
Evaluasi dan diagnosis dini terhadap kejang adalah hal yang penting
dilakukan dan memerlukan observasi yang akurat oleh petugas yang terlatih.
Hal-hal utama yang perlu diperhatikan adalah tempat dan sifatnya (sesuai
dengan klasifikasi). Informasi klinis penting lainnya juga perlu diperhatikan,
yaitu penyebab yang mendasari, seperti peristiwa perinatal, riwayat antenatal,
riwayat keluarga, dan waktu terjadinya kejang.
Pemeriksaan darah yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan darah
rutin, yang meliputi hematokrit, gula darah, kalsium, magnesium, natrium,
ammonia, asam amino dan kultur darah. Pemeriksaan EEG sebaiknya dibuat
segera karena dapat menentukan diagnosis pengobatan dan prognosis. Pada
kasus sulit, pemeriksaan CT Scan atau MRI akan sangat membantu untuk
diagnosis kelainan intracranial bayi baru lahir yang kejang.
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Sebelum menghentikan maka lakukan : semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah asripasi isi lambung.
b. Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat agar bayi tidak kedinginan.
Suhu dipertahankan 36,5-37°.
c. Usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur
e. Berikan oksigen dengan kecepatan 2 liter/menit.
f. Segera berikan diazepam intravena : dosis rata-rata 0,5 mg/kg BB, jika
kejang tidak berhenti tunggu 15 menit, dapat diulang dengan dosis ulang
dengan dosis yang sama. Setelah kejang berhenti, maka diberikan dosis
awal fenobarbital yakni : pada neonatus dosis 30 mg secara
intramuscular, pada bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun dosis 50 mg
Intramuscular, pada anak lebih dari satu tahun dosis 75 mg secara
intramuscular.
g. Nilai kondisi bayi selama 15 menit, dan perhatikan kelainan fisik yang
ada/
h. Pada pengobatan pemeliharaan : 4 jam kemudian (setelah kejang
berhenti) hari pertama dan kedua berikan fenobarbital dosis 9-10mg/
kgBB, dibagi dalam dua dosis. Hari berikutnya fenobarbital 4-5mg/
kgBB dibagi dalam dua dosis.
i. Jika diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital dengan dosis
awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan pemeliharaan.
j. Bidan boleh memberikan anti kejang jika sudah dilakukan kolaborasi
dengan dokter (Rukiyah, Ai Yeyeh : 2012).
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus dengan kejang yaitu :
a. Kronik seizures
b. Cedera neurologis ireversible
c. Mental retardation
d. Cerebral palsy (Kasim, Sholeh.dkk : 2008).
2.1.9 Prognosis
Prognosis pada neonatus dengan kejang tergantung penyebab primer dan
beratnya serangan.
a. Akhir-akhir ini prognosis bayi kejang lebih baik.
b. Prognosisnya buruk bila :
1) Nilai apgar menit ke 5 dibawah 6
2) Resusitasi yang tidak berhasil baik
3) Kejang yang berkepanjangan (prolonged seizures)
4) Kejang yang timbul <12 jam setelah lahir
5) Bayi berat badan lahir rendah
6) Adanya kelainan neurologik sampai bayi berumur 10 hari
7) Adanya problematika minum yang terus berlanjut
c. Best prognosis : hipocalcemia, defisiensi piridoksin, dan perdarahan
subarachnoid
d. Worse prognosis : hipoglikemia, anoxia, brain malformation (Queensland
Health : 2011).
2.1.10 Gambar Kasus
b. Data Obyektif
Untuk mengetahui keadaan setiap bagian tubuh bayi yang
berhubungan dengan ciri-ciri kejang pada neonatus.
1) Keadaan umum
Untuk mengetahui apakah bayi dalam kondisi baik,buruk, atau lemah.
Pada kasus kejang biasanya keadaan umum bayi lemah namun bayi
terlihat hiperaktif karena badan bayi bergerak terus menerus selama
periode kejang.
- Kesadaran : Untuk mengetahui tingkat kesadaran bayi
composmentis, apatis, somnolen, delirium, sopor, atau
koma. Dalam kasus kejang biasanya kesadaran bayi
Apatis (keadaan kesadaran sedang untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh).
- Suhu : Untuk mengetahui temperatur suhu bayi. Normal 36,5
– 37,5 0C, (Hipotermi <36°C, Sub febris 37,5-38 °C,
Febris 38-40 °C, Hipertermi >40°C). Dalam kasus ini,
kejang dengan demam dan tanpa demam dapat
menyebabkan epilepsy, namun kejang tanpa demam
menyebabkan komplikasi yang semakin banyak yaitu
hipo/hiperglikemia, gangguan elektrolit tanpa demam,
keracunan, trauma dan hipoksia.
- Nadi : Untuk mengetahui frekuensi detak
jantung/menit, normalnya yaitu 100 - 160 x/menit.
Dalam kasus ini biasanya nadi semakin meningkat, >
160x/ menit.
- Pernapasan : Untuk mengetahui frekuensi/menit, irama
regular/tidak, normalnya yaitu 30-60 x/menit ). Dalam
kasus ini biasanya pernapasan semakin cepat, > 60x/
menit.
2) Pemeriksaan Fisik
Secara inspeksi
Yaitu pemeriksaan pandang yang di mulai dari kepala sampai kaki yang
di nilai adalah kemungkinan bentuk tubuh yang normal.
- Kepala : Untuk mengetahui adanya kelainan berupa fraktur
dan depresi yang berlebihan karena trauma, UUB
sudah menutup/ belum dan apakah UUB tampak
menonjol (UUB menonjol menunjukkan adanya
peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan oleh
perdarahan), untuk mengetahui adanya perdarahan
otak/ tidak karena perdarahan otak merupakan salah
satu penyebab terjadinya kejang.
- Muka : Untuk mengetahui pucat/tidak (bayi memiliki indikasi
anemia/tidak, muka yang pucat menandakan terjadi
penurunan aliran darah ke perifer), untuk mengetahui
pada muka terdapat gerakan menyeringai/ tidak.
- Mata : Untuk mengetahui sklera putih / kuning (untuk
mengetahui bayi ikterus/tidak), konjungtiva merah
muda / putih (untuk mengetahui bayi memiliki indikasi
anemia/tidak), kelopak mata berkedip-kedip atau tidak.
- Mulut : Untuk mengetahui tingkat kelembaban sehubungan
dengan tingkat dehidrasi, bibir lembab / kering (untuk
mengetahui bayi dehidrasi/tidak), pada lidah
menunjukkan gerakan menyeringai atau tidak, terdapat
gerakan terkejut-kejut pada mulut atau tidak, dan pada
pipi terdapat tanda menghisap, mengunyah, menelan,
menguap atau tidak.
- Abdomen : Untuk mengetahui apakah pada
abdomen tampak kaku.
-Ekstremitas : Untuk mengetahui apakah pada ekstremitas terdapat
pergerakan seperti berenang, terdapat tanda mengayuh
pada anggota gerak atas dan bawah atau tidak.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan penyebab dari
kejang yang dialami oleh anak, agar segera memperoleh penanganan
sesuai dengan penyebab kejang tersebut
a) Pemeriksaan darah dapat berupa :
- Gula darah : Untuk mengetahui kadar gula darah bayi. Dalam
kasus ini, biasanya kadar gula darah kurang dari 30 mg
% pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg%
pada bayi dengan BBLR. Normalnya kadar gula darah
BBL adalah 30-80 mg%.
- Elektrolit darah
Kalsium : Untuk mengetahui kadar kalsium pada plasma pada
bayi. Dalam kasus ini biasanya kurang dari 8 mg/ 100
ml.
Magnesium : Untuk mengetahui kadar magnesium pada bayi.
Dalam kasus ini biasanya kekurangan kadar
magnesium pada bayi yaitu < 7,5 mg/dL.
b) USG kepala
USG kepala digunakan untuk mendeteksi adanya perdarahan
subderma, pervertikular, dan vertikular
c) EEG
EEG atau a-EEG (amplitudo integrated EEG, EEG yang diintegrasi
dengan amplitude, pemantauan fungsi serebral) yang dapat
dikombinasikan dengan observasi video-berguna untuk
mengidentifikasi kejang.
c. Analisis Data
1) Diagnosa :
An. …… anak dari Ny. ….. usia (0-28) hari dengan kejang neonatorium
2) Masalah Aktual
Bayi kejang-kejang, badannya gemetar, hiperaktif, tiba-tiba menangis
melengking, pergerakannya tidak terkendali/gerakan yang tidak
menentu, mata berkedip-kedip dan gerakan seperti mengunyah dan
menelan.
3) Diagnosa Potensial
a) Hipoksia Serebral Progresif
b) Perubahan Aliran Darah Otak
c) Edema Serebral
d) Asidosis Laktat
e) Kronik Seizures
f) Cedera Neurologis Ireversible
g) Mental Retardation
h) Cerebal Palsy
d. Penatalaksanaan
1) Mandiri
a) Beritahu orang tua mengenai kondisi bayi
b) Sebelum menghentikan maka lakukan : semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat agar bayi tidak kedinginan.
Suhu dipertahankan 36,5-37o
d) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
e) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
2) Kolaborasi
a) Segera berikan diazepam intravena : dosis rata-rata 0,5 mg/kgBB, jika
kejang tidak berhenti tunggu 15 menit, dapat diulang dengan dosis
ulang dengan dosis yang sama. Setelah kejang berhenti, maka
diberikan dosis awal fenobarbital yakni : pada neonatus dosis 30 mg
secara intramuscular, pada bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun dosis 50
mg intramuscular, pada anak lebih dari 1 tahun dosis 75 mg secara
intramuscular.
b) Pada pengobatan pemeliharaan : 4 jam kemudian (setelah kejang
berhenti) hari pertama dan kedua berikan fenobarbital dosis 9-10 mg/
kgBB, dibagi dalam dua dosis. Hari berikutnya fenobarbital 4-5mg/
kgBB dibagi dalam dua dosis.
c) Jika diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital dengan
dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan
pemeliharaan.
3) Rujukan
a) Rujuk ke rumah sakit terutama yang memiliki fasilitas NICU
b) Melakukan rujukan dengan BAKSOKU
e. Evaluasi
Setelah dilakukannya asuhan kebidanan kegawatdaruratan neonatus
pada kejang, maka diharapkan bayi mendapatkan penanganan dengan cepat
dan tepat sehingga kondisi bayi menjadi lebih baik.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 – 772833
Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340
Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id Kediri 64114
Biodata
Nama : By. Ny. S
Umur : 1 Hari
Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama ayah : Tn. G
No reg :-
Tempat : BPM Lesti
Tanggal MBPM : 12-02-2020 / 05.43 wib
Tanggal KBPM : 12-02-2020 / 06.25 wib
Diagnosis Medis : Neonatus usia 1 hari dengan Asfiksia+Kejang
Cara masuk :
Datang Sendiri Rujukan dari :-
Diagnose MRS :-
1. Keluhan utama :
Ibu mengatakan anaknya tiba-tiba kaku dan bergetar.
2. Kronologi MRS : (Sebelum dirujuk/datang ke RS (IGD) hingga sampai ke ruangan
(Bersalin/ Nifas/ Bayi))
Ibu datang ke BPM tanggal 12-02-2020 jam 05.10 wib, Ibu mengatakan hamil anak ke
empat, dan tidak pernah keguguran. Ibu mengatakan keluar air sedikit-sedikit sejak
kemarin sekitar jam 10.00 wib, dan saat ini perutnya kencang-kencang dan seperti
ingin BAB. Saat diperiksa dalam, ketuban sudah tidak ada. Pukul 05.43 wib ibu
melahirkan secara spontan, anak tidak langsung menangis, jenis kelamin laki-laki,
berat badan 2500 gram, anak diberikan penanganan oleh bidan karena tidak menangis
dan setelah anak mulai merintih dan menangis anak diberi baju dan dibungkus kain
dan tetap diletakkan diatas meja yang terdapat lampunya untuk dihangatkan.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Ibu mengatakan anaknya tidak langsung menangis saat lahir.
4. Jenis Persalinan : Spontan
5. APGAR Score : 5-7
6. Berat Badan : 2500 gram
7. Panjang Badan : 47 cm
8. Usia Kehamilan : 38 minggu
9. Ketuban
Pecah dini jam : 10.00 wib ( 11-02-2020) warna :jernih
Tidak pecah dini
Lain lain
DM √ HIPERTENSI √ Lain-
lai
n
Kronologi natal bayi dan sebelum terjadi kejang : Bayi lahir pukul 05.43 wib secara
spontan, tidak langsung menangis, jk laki-laki, bb : 2500 gram, ketuban : jernih, A-S :
5-7. Setelah itu bayi langsung diletakkan diatas infantwarm dan dilakukan HAIKAP
kurang lebih 5 menit dan bayi mulai merintih, kemudia dicek HR dan RR bayi. HR =
120 x/menit RR = 38 x/menit, dan kemudian bayi dibungkus dengan kain dan tetap
diletakkan diatas infantwarm untuk dievaluasi (selama ibu mendapatkan
penatalaksanaan kala III dan kala IV), pukul 06.00 tiba-tiba badan bayi bergetar dan
tampak kaku sekitar ± 5 detik.
1. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Suhu : Suhu aksilar 365°C
Nadi : 124 x/menit
Pernafasan : 40 x/menit
Berat badan : 2500 gram
Panjang badan : 47 cm
Lingkar kepala : 31 cm
b. Kesadaran
( ) Gerak aktif ( ) Menangis Kuat ( )Lethargi ( ) Merintih
( ) Koma ( √ ) lain-lain : Kejang
c. Kepala
I. Rambut
Tipis Ya/tidak kering Ya/tidak
Kotor Ya/tidak Jarang Ya/tidak
II. Mata
Konjungtiva Anemis Ya/tidak Merah Ya/tidak
Sklera Ikterus Ya/tidak Lain-lain Ya/tidak
III. Wajah
Ikterus Ya/tidak Geimace Ya/tidak
Pucat Ya/tidak Cyanosis Ya/tidak
Lain-lain
IV. Telinga
Simetris Ya/tidak Radang Ya/tidak
Sekret Ada/tidak Perdarahan Ya/tidak
Tulang rawan : (+)
V. Hidung
Pernafasan cuping hidung Ya/tidak
VI. Mulut
Bibir kering Ya/tidak Trismus Ya/tidak
Lidah kotor Ya/tidak Lain-lain : Terdapat sedikit lendir
VII. Leher
Pembesaran Ada/tidak Kaku kuduk Ada/tidak
d. Thorak
Gerak Nafas : relaksi otot dada normal/tidak
Bentuk : Normal chest Barel chest
Irama nafas : reguler Irreguler
Stridor
Dada : Ronchi Ada/tidak Whezing Ada/tidak
Jantung : Reguler Irreguler
Murmur Irama galop
Badan : Kaku dan tremor
e. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : buncit/ tegang/ normal
Acites : ada/tidak
Tali pusar : ....................................
Palpasi : Massa : Ada/tidak
Fecalit : Ada/tidak
Distensi : Ada/tidak
Pembesaran Hepar : Ada/tidak
Perkusi : Thyampany Hypertimpany
Dulnes Lain-lain.................
Auskultasi : Peristaltik usus 3 x/menit
f. Genetalia
Scrotum : Oedem : Ya/tidak
Sudah turun : Ya/Tidak
g. Anus
Berlubang : Ya/tidak
Pendarahan : Ya/tidak
h. Extermitas
Atas : Polidactili Ya/tidak
Syndaktili Ya/tidak
Fratur Ya/tidak
Tremor Ya/tidak
Lain-lain : Tangan kaku dan tremor
YA TIDAK YA TIDAK
KAKU
√ KEJANG √
KUDUK
MUNTAH √ PANAS √
2. Pemeriksaan Penunjang
Laborat :-
Foto :
Lain-lain :
C. ANALISIS/INTERPRETASI DATA
Neonatus usia 1 hari dengan Asfiksia+Kejang
D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 12-02-202 Jam : 06.01 wib
Jam 06.01 wib Memposisikan bayi miring dan kepala sedikit ekstensi saat terjadi kejang
agar tidak terjadi aspirasi dan membebaskan jalan nafas bayi. Bayi dalam
posisi miring dan kepala sedikit ekstensi
Jam 06.01 wib Mengendorkan bedong bayi dengan dan dibuka sedikit. Bedong sudah
longgar
Jam 06.02 wib Menghisap lendir didalam mulut bayi memakai slem seher. Lendir
sudah dibersihkan
Jam 06.05 wib Memberikan oksigen kepada bayi sebanyak 2 ltr secara nasal. Oksigen
telah terpasang
Jam 06.06 wib Memasang infus D10% pada bayi. Infus telah terpasang
Jam 06.11 wib Memberitahu ibu dan keluarga jika bayinya perlu dirujuk ke RS untuk
mendapatkan perawatan intensif dan lebih lengkap. Ibu dan Keluarga
setuju
Jam 06.25 wib Melakukan rujukan ke RS Aura Syifa. Bayi telah dirujuk
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi Ny. S usia 1 hari dengan Kejang
dibandingkan dengan Bab 2 ( Tinjauan Pustaka ) tidak terdapat kesenjangan, karena
penyebab kejang disebabkan oleh asfiksia. Hal ini sesuai dengan Ronen, dkk, yang
menyebutkan kasus kejang pada neonatus dengan Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE).
HIE merupakan kejang yang terbanyak pada bayi baru lahir, yaitu terjadi sekitar 40%.
Kejang terjadi dalam 24 jam pertama. HIE terjadi sekunder akibat asfiksia perinatal.
Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan langsung susunan syaraf pusat. Walaupun untuk
menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan penunjang untuk dapat memberikan
pengobatan yang tepat.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Bayi tersebut di atas, bayi mengalami
kejang diakibatkan riwayat asfiksia sedang, saat setelah bayi dilahirkan. Dimana asfiksia
terjadi mungkin didapatkan karena cairan ketuban yang telah merembes sejak 1 hari
sebelumnya, sehingga kesejahteraan bayi didalam berkurang sehingga menyebabkan bayi
mengalami asfiksia saat lahir. Selain itu riwayat ANC ibu yang sedikit dan kurang dari
standar yaitu hanya sebanyak 3 kali selama kehamilan, sehingga ibu tidak tanggap ketika
bayinya sedang berkurang kesejahteraannya jika air ketuban merembes dan dapat habis
jika ibu tidak mempunyai pengetahuan yang cukup. Dari hasil pengkajian yang
didapatkan, tidak terdapat kesenjangan teori dengan kasus yang ada.
Pada Pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi usia 1 hari dengan Kejang sudah
sesuai dengan tinjauan pustaka pada bab 2. Identifikasi masalah, perencanaan, sudah
disesuaikan dengan masalah, serta implementasinya sesuai atau relevan dengan masalah
yang terjadi.Yaitu melakukan pembebasan jalan nafas terlebih dahulu, dengan
memposisikan bayi miring agar tidak terjadi aspirasi lalu menghisap sisa lendir yang ada
menggunakan slem seher, kemudian melonggarkan kain penutup bayi dan pastikan bayi
tetap berada ditempat yang hangat walaupun kain atau baju dibuka. Setelah itu berikan
oksigen kepada bayi 2 ltr melalui nasal, dan segera memasang infus. Untuk pemberian
diazepam dan fenobarbital harus sesuai dengan advice dokter, karena bidan tidak boleh
memberikan obat golongan napza jika tidak dengan advice dokter. Hal ini sesuai dengan
yang ditulis Rukiyah (2012) Bidan hanya boleh memberikan anti kejang jika sudah
dilakukan kolaborasi dengan dokter. jika di BPM segera lakukan rujukan ke RS dengan
pedoman BAKSOKU agar mendapat penanganan yang segera dan tepat.
4.1 Kesimpulan
Kejang pada neonatus secara klinis adalah perubahan proximal dari fungsi
neurologic (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom system syaraf
yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28 hari.Kejang dapat timbul sebagai
suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan
berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik diotak, yaitu
terjadi loncatan-loncatan listrik di dalam sel otak. Manifestasi klinik kejang sangat
bervariasi bahkan sangat sulit membedakan dengan gerakan bayi itu sendiri.
Meskipun demikian diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat merupakan hal
yang penting, karena pengenalan kondisi yang terlambat meskipun tertangani akan
dapat meninggalkan sekurl pada system syaraf.
Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang yaitu :
1) Menjaga jalan napas tetap bebas
2) Memberikan obat kejang berkolaborasi dengan dokter
3) Mengobati penyebab kejang.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis baik.Dari penelitian
yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama setelah lahir.
4.2 Saran
Mengingat kejang merupakan tanda bahaya yang sering terjadi pada neonatus
dan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan
hidup bayi maka diperlukan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang baik
agar sebagai bidan kita dapat menangani masalah kejang pada neonatus dalam praktik
kebidanan kelak.
Diharapkan pula kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan
lainnya khususnya dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam
menunjukkan keberhasilan perawatan dan pengobatan. Sangat penting bagi para
orangtua untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin dimulai dari antenatal care
sampai anak sudah dilahirkan agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat diketahui
secara dini sehingga kejang dapat dicegah sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Kosim, Sholeh. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
Stringht, R. Barbara. 2008. Keperawatan Ibu – Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.
Rukiyah, Ai Yeyeh.dkk. 2012. Asuhan Neonatus (Bayi dan Anak Balita). Jakarta : TIM.