Anda di halaman 1dari 2

LATAR BELAKANG

Masalah rujukan bayi baru lahir (neonatus) merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian,
mengingat masalah kesehatan yang dihadapi antara lain masih tingginya AKB, yaitu 35 bayi per
1000 kelahiran hidup. Dalam hal ini pemerintah telah lama mengaturnya sesuai SK Menkes RI
No.032/BIRHUB/1972, yaitu apabila suatu unit pelayanan kesehatan belum mampu untuk
melaksanankan pelayanan kesehatan sesuai dengan keperluan bayi baru lahir, maka yang
bersangkutan harus merujuknya ke unit pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

Sistem rujukan di Indonesia berdasarkan pada Sistem Kesehatan Nasional. Sistem rujukan
kesehatan terdapat 2 arah, yaitu dari masyarakat atau unit kesehatan yang merujuk ke unit
kesehatan yang dirujuk (Rumah Sakit Rujukan) atau sebaliknya.

Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ribuan desa yang terpencil, dimana komunikasi, jarak,
fasilitas transportasi untuk BBL yang sakit dan kurangnya fasilitas untuk perawatan bayi baru
lahir (Neonatus) yang sakit di rumah sakit rujukan di lapangan merupakan masalah merupakan
merujuk BBL.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997, sekitar 54%
persalinan masih dibantu oleh dukun di rumah. Meskipun angka kematian telah sedikit menurun
akhir-akhir ini, namun persalainan di rumah oleh dukun mempunyai resiko lebih tinggi kematian
BBL daripada persalinan yang dibantu oleh petugas kesehatan profesional (Dokter, Bidan,
Perawat). Disamping itu kematian BBL (Neonatus) di Indonesia, antara lain disebabkan karena:

1. Kurangnya pengenalan dini tanda gawat atau komplikasi.


2. Kurangnya tatalaksanan pertolongan oleh bidan, perawat, atau dokter.
3. Kurangnya sistem rujukan yang baik.

Pelayanan kesehatan perinatal, termasuk BBL (neonatus) belum dapat merata sampai ke pelosok-
pelosok desa. Fasilitas kesehatan perinatal (neonatus), baik gedung, alat dan ahlinya masih
berpusat di kota besar. Disamping itu mekanisme merujuk juga perlu mendapat perhatian agar
tidak terjadi keterlambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Keterlambatan ini dapat
disebabkan karena banyaknya faktor teknis dan nonteknis yang berada diluar batas kemampuan
petugas kesehatan atau kurangnya sarana dan sumber daya manusia di fasilitas kesehatan
terdekat, kurang “aware/kesadaran” orang tua, jarak rumah ke fasilitas kesehatan yang jauh
apabila bayi resiko tinggi lahir di rumah.

Faktor teknis dan nonteknis lainnya yang menyebabkan keterlambatan dalam merujuk adalah :

1. Pengelolaan BBL yang kurang tepat, sering menimbulkan kematian BBL.


2. Keterlambatan dalam mengirim BBL yang sakit ke unit kesehatan yang lebih mampu.
3. Kemungkinan karena salah diagnosa di unit kesehatan yag lebih kecil atau mungkin
orang tua keluarga memang tidak bersedia bayinya dikirim ke unit kesehatan yang lebih
mampu.
4. Seringkali juga terjadi orang tua bayi atau keluarga tidak mengetahui bahwa unit
kesehatan yang ada di wilayahnya sebenarnya mampu untuk melayani dan mengatasi
persoalan kesehatan bayi yang dihadapinya tetapi atas kemauan orang tua/keluarga
sendiri lebih suka mendatangi unit kesehatan yang jauh letaknya sehingga terjadi
keterlambatan dalam penanganan bayi disamping juga pemborosan.

Anda mungkin juga menyukai