Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN PRAKTEK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK NIFAS DAN

MENYUSUI DI PUSKESMAS NGALIYAN KOTA SEMARANG

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Praktek Kebidanan Fisiologis Holistik


Nifas Dan Menyusui Yang Diampu Oleh Agustin Setianingsih, S.Si.T, M.Kes.

Disusun Oleh:
NGADIRAH
P1337424818071

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS
PADA NY. S UMUR 29 TAHUN P2 A0 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NGALIYAN KABUPATEN SEMARANG

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Praktek Kebidanan Fisiologis Holistik


Nifas Dan Menyusui Yang Diampu Oleh Agustin Setianingsih, S.Si.T, M.Kes.

Disusun Oleh:
NGADIRAH
P1337424818071

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Nifas dan Menyusui


telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 2019

PembSbing Klinik PembSbing Institusi

Sri Setyowati, A.Md.Keb Agustin Setianingsih, S.Si.T, M.Kes.


NIP. 19731110 199001 2 005 NIP. 19790820 200212 2 003
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
laporan dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Fisiologis Pada Ny. S Umur
29 Tahun P2 A0 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliyan, Kabupaten Semarang
yang disusun guna memenuhi tugas praktek kebidanan holistik kehamilan nifas dan
menyusui.
Penulis ucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada yang terhormat Agustin
Setianingsih, S.Si.T, M. Kes., dan Sri Setyowati, A.Md.Keb. sehingga atas bimbingan
dan arahannya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Laporan ini masih banyak kekurangan Oleh kerena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Semarang, Januari 2019
Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan .................................................................................... 4
E. Ruang Lingkup .......................................................................................... 5
F. Metode Memperoleh Data ....................................................................... 5

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................... 7


A. Tinjauan Teori Medis ......................................................................... 7
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan ......................................................... 28
C. Masalah Etika ..................................................................................... 44
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………....…...... 46
BAB V PENUTUP……………………………………………………………… 53
A. Kesimpulan…………………………………………………………... 53
B. Saran…………………………………………………………………. 53
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Latihan Sirkulasi…………………………………….………………….16
Gambar 2.2 Latihan Otot Transversus…………………………………………….…18
Gambar 2.3 Latihan Mengangkat Panggul……………………………………..……19
Gambar 2.4 a. Rectus Abdominis Normal …………………………………….…… 20
Gambar 2.4 b. Diastasis Rectus Abdominis………………………………………....20
Gambar 2.5 Posisi Batuk Pada Ibu Pasca Oprerasi Sesar……………………...…….21
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masa nifas merupakan hal penting untuk menurunkan angka kematian ibu
dan bayi di Indonesia . Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Asuhan masa
nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu
maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama (Saifuddin, 2009).
Dalam upaya pencapaian target SDGs yaitu AKI (Angka Kematian Ibu)
pada tahun 2030 adalah 70 per 100.000 kelahiran hidup, upaya yang dilakukan
bidan adalah melakukan Asuhan Masa Nifas secara komprehesif. Adapun
kunjungan masa nifas menurut program pemerintah dilakukan minimal sebanyak
3 kali kunjungan. Kunjungan I (6 jam post patum sampai 3 hari), kunjungan 2 (4-
28 hari post partum), kunjungan 3 (29-42 hari post partum) (Kemenkes RI,
2013).
Selama masa pemulihan berlangsung ibu akan mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Pada msa nifas ibu masih
potensial mengalami komplikasi, lebih-lebih ibu yang memiliki sosio ekonomi
dan pendidikan kurang sering tidak mengerti potensi bahaya pada masa nifas ini
(Prawirohardjo, 2010).
Dalam masa nifas alat-alat genetalia interna dan eksterna akan berangsur-
angsur pulih seperti ke keadaan seperti sebelum hamil. Untuk membantu
mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas
membutuhkan diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang
cukup, ambulasi dini, kebersihan diri dan perineum, kebutuhan seksual,
eliminasi, latihan atau senam nifas (Wahyuni, 2018).
Perubahan pada masa nifas tersebut sebenarnya sebagian besar bersifat
fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan,
tidak menutup kemungkinan akan menjadi keadaan patologis . Bidan sudah
seharusnya melaksanakan pemantauan dengan maksimal agar tidak timbul
berbagai masalah, yang mungkin saja akan berlanjut pada komplikasi masa nifas

1
2

Kebutuhan masa nifas yaitu nutrisi dan cairan. Pada mereka yang
melahirkan secara fisiologis, tidak ada pantangan diet. Dua jam setelah
melahirkan perempuan boleh minum dan makan, Namun perlu diperhatikan
jumlah kalori dan protein ibu menyusui harus lebih besar dari pada ibu hamil,
kecuali apabila ibu tidak menyusui bayinya (Wahyuni, 2018).
Pelayanan kunjungan nifas didefinisikan sebagai kontak ibu nifas dengan
tenaga kesehatan (termasuk bidan di desa/polindes/poskesdes) dan kunjungan
rumah (Kemenkes RI, 2013). Adapun tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu
dan bayinya baik fisik maupun psikologik, melaksanakan skrining yang
komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian Sunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat, dan memberikan pelayanan keluarga
berencana (Saifuddin, 2009).
Berdasarkan laporan dari kabupaten atau kota Angka Kematian Ibu di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 sebanyak 619 111,16/100.000 KH menurun
menjadi 475 kasus atau 88,05/100.000 KH pada tahun 2017, dari 475 kasus
kematian sebesar 60 persen kematian maternal terjadi pada waktu nifas, sebesar
26,32 persen pada waktu hamil, dan sebesar 13.68 persen pada waktu persalinan
(Kesehatan, 2017). Berdasarkan laporan rutin kabupaten/kota tahun 2017
diketahui bahwa cakupan pelayanan nifas Provinsi Jawa Tengah sebesar 96,29
persen, mengalami sedikit peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2016
yaitu 95,54 persen. Trend cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan
nifas dari tahun 2013 -2017 terlihat bahwa sejak tahun 2013 cenderung
meningkat meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan.
Data pada Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan cakupan
kunjungan nifas III pada tahun 2015 sebesar 86,91% dari target 95%, tahun 2016
sebesar 88,23% dari target 95%, dan pada tahun 2017 sebesar 90,04% dari target
100%. Hal ini menunjukkan cakupan kunjungan nifas di kota Semarang
mengalami kenaikan sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 namun masih
di bawah target., Kenaikan cakupan kunjungan nifas ini karena semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan pemeriksaan
pada masa nifas. Selain itu, adanya peningkatan cakupan KF karena adanya
kunjungan petugas Puskesmas dengan menggunakan dana BOK dan
pendampingan ibu hamil oleh Gasurkes dan kader kesehatan (Kesehatan, 2012)
3

Berdasarkan data di Puskesmas Ngaliyan tahun 2018 , diperoleh data,


pelayanan kunjungan nifas I sebanyak 837 kunjungan ( 91,28 %) , kunjungan
nifas II sebanyak 837 kunjungan ( 91,28 %) dan kunjungan nifas III sebanyak
837 kunjungan ( 91,28 %) artinya pelayanan nifas di Puskesmas Ngaliyan
kurang 8,72 % dari target 100 %.
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan ibu nifas fisiologis di Puskesmas
Ngaliyan , SOP yang dilakukan sudah sesuai dengan kewenangan dan
kompetensi bidan dalam pemberian asuhan nifas fisiologis, yaitu ibu nifas
dilakukan pengawasan selama 2 jam post partum, kemudian melihat kondisi ibu,
apabila kondisi ibu baik bisa langsung pulang minimal 24 jam postpartum,
kemudian dilakukan kunjungan rumah minimal 3 kali sesuai program atau lebih
bila ada ibu nifas dengan komplikasi. Kunjungan rumah ini dilakukan oleh
seorang tenaga Gasurkes KIA. ( Tenaga Surveilans Kesehatan Ibu dan Anak ).
Tenaga Gasurkes KIA adalah seorang bidan sehingga kompetensinya sesuai
untuk penatalaksanaan nifas fisiologis di masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik mengambil kasus dengan
judul “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Fisiologis Pada Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0
Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliyan Kabupaten Semarang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam studi kasus
ini adalah “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Fisiologis Pada Ny.S Umur 33 Tahun
P2 A0 Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliyan”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis di wilayah
kerja Puskesmas Ngaliyan Kabupaten Semarang dengan pendekatan
manajemen kebidanan menurut Helen Varney.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari Asuhan Kebidanan ibu nifas fisiologis mahasiswa
mampu :
a. Melakukan pengkajian secara lengkap terhadap ibu nifas fisiologis pada
Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0 di wilayah kerja Puskesmas Ngaliyan
Kabupaten Semarang.
4

b. Menentukan interpretasi data yang meliputi diagnosa kebidanan, masalah,


dan kebutuhan ibu nifas fisiologis pada Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0 di
wilayah kerja Puskesmas Ngaliyan Kabupaten Semarang.
c. Menentukan diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada ibu nifas
fisiologis pada Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0 di wilayah kerja Puskesmas
Ngaliyan Kabupaten Semarang
d. Menentukan tindakan segera atau kolaborasi kebidanan terhadap ibu nifas
fisiologis pada Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0 di wilayah kerja Puskesmas
Ngaliyan Kabupaten Semarang.
e. Merencanakan tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh terhadap ibu
nifas fisiologis pada Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0 di wilayah kerja
Puskesmas Ngaliyan Kabupaten Semarang.
f. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh terhadap ibu
nifas fisiologis pada Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0 di wilayah kerja
Puskesmas Ngaliyan Kabupaten Semarang.
g. Melakukan evaluasi terhadap hasil maupun proses dari asuhan kebidanan
terhadap ibu nifas fisiologis pada Ny.S Umur 29 Tahun P2 A0 di
Puskesmas Ngaliyan Kabupaten Semarang.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat untuk penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan tentang teori ibu nifas fisiologis dan dapat
memberikan asuhan pada ibu nifas fisiologis menggunakan 7 langkah
manajemen kebidanan Hellen Varney sesuai kewenangan bidan.
2. Manfaat untuk institusi pendidikan
a. Dapat digunakan sebagai studi kepustakaan dan untuk mengevaluasi
sejauh mana mahasiswa dapat menerapkan asuhan kebidanan pada ibu
nifas fisiologis.
b. Dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Semarang dalam menerapkan ilmu dan sebagai acuan untuk
karya tulis ilmiah berikutnya.
c. Memberikan masukan dalam hal pembelajaran mengenai asuhan
kebidanan ibu nifas fisiologis.
5

3. Manfaat untuk lahan praktik


Untuk meningkatkan kualitas asuhan terhadap ibu nifas fisiologis dan
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) yang sesuai dengan tahapan ibu nifas
berdasarkan evidence base practice.
4. Manfaat untuk ibu nifas
Menambah pengetahuan pada ibu nifas sehingga dapat melakukan perawatan
masa nifas, deteksi dini, dan dapat segera mengambil tindakan untuk
memeriksakan ke tenaga kesehatan jika terjadi kelainan atau masalah pada
masa nifas.
E. Ruang Lingkup
1. Lingkup Keilmuan
Lingkup keilmuan dalam studi kasus ini adalah ilmu kebidanan khususnya
tentang ibu nifas fisiologis.
2. Lingkup sasaran
Sasaran dalam studi kasus ini adalah pada Ny. S dengan nifas fisiologis.
3. Lingkup Tempat
Tempat untuk mengambil studi kasus ini yaitu di Wilayah Kerja Puskesmas
Ngaliyan Kabupaten Semarang.
4. Lingkup Waktu
Asuhan ini dilakukan pada tanggal 19 Januari 2019, 28 Januari 2019 dan 7
Februari 2019.
F. Metode Memperoleh Data
Metode perolehan data yang digunakan penulis dalam karya tulis ilmiah
ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Wawancara
Wawancara adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang
direncanakan. Untuk itu kemampuan komunikasi kepada klien sangat
dibutuhkan dalam memperoleh data klien yang diperlukan (Nursalam,
2009).
2. Metode Observasi
Observasi adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh
perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Mula-mula rangsangan dari
luar mengenai indra, dan terjadilah pengindraan, kemudian apabila
6

rangsangan tersebut menarik perhatian akan dilanjutkan dengan adanya


pengamatan (Notoatmodjo, 2012).
3. Pemeriksaan Fisik
Merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah
kesehatan yang dialami pasien, bertujuan untuk mengumpulkan datatentang
kesehatan pasien. Teknik ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi (Maryuni, 2011).
Teknik pemeriksaan fisik terdiri dari:
a. Inspeksi
Inspeksi adalah mengamati dengan seksama dengan
menggunakan “sense of sign”, termasuk melihat dengan mata telanjang
dan menggunakan alat penerang (Maryuni, 2011).
b. Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan tubuh dengan menggunakan
“sense of touch”, yang biasanya untuk menentukan tekstur, temperatur,
vibrasi, posisi, ukuran, konsistensi, mobilitas organ, distensi, rate atau
nadi perifer, tenderness, tumor, oedema, krepitasi dan lain-lain
(Maryuni, 2011).
c. Perkusi
Pemeriksaan secara perkusi merupakan pemeriksaan klien
dengan cara mengetuk-ngetukkan tangan atau memakai alat (misalnya
Perkusi Hammer) pada bagian tubuh tertentu untuk mendengarkan suara
(bunyi) atau gerakan refleks (Maryuni, 2011).
d. Auskultasi
Pemeriksaan secara auskultasi merupakan pemeriksaan klien
dengan cara mendengarkan bunyi pada bagian tubuh tertentu dengan
menggunakan alat (misalnya Stetoskop, leanec) (Maryuni, 2011).
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk
menegakkan diagnosa misalnya pemeriksaan USG dan pemeriksaan
laborat
4. Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti dalam rangka mencari landasan teoretis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis


1. Pengertian Nifas
a. Masa nifas (puerperium) adalah dSulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. masa nifas berlangsung kira- kira 6 minggu, akan tetapi, seluruh
alat genital baru pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil dalam
waktu 3 bulan (Prawirohardjo, 2009).
b. Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu.
selama masa ini, fisiologi saluran reproduktif kembali pada keadaan
yang normal (Cunningham, 2013).
c. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil.
Lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 2012).
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut (Wahyuni, 2018) tahapan masa nifas terbagi menjadi :
a. Periode Smediate postpartum. Masa segera setelah plasenta lahir sampai
dengan 24 jam.
b. Periode early postpartum (>24 jam-1 minggu)
c. Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)
d. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau
komplikasi(Wahyuni, 2018).
Sedangkan menurut (Bahiyatun, 2009), tahapan nifas normal meliputi :
a. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yaitu kepulihan ketika ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
b. Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia.
c. Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama
berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.
3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Menurut (Sulistyawati, 2010), pada masa nifas terjadi perubahan-
perubahan anatomi dan fisiologi pada ibu, yaitu:
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus
a) Pengerutan rahim (involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi
sebelum hamil. Pada 6 minggu post partum, fundus uteri
mengecil (tak teraba) dengan berat 50 gram.
b) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
yang berbau dan tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya
proses involusi.
Lokhea dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya:
(1) Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa
post partum. Cairan berwarna merah karena terisi darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
(2) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir,
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
(3) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi
plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14
(4) Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.
Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu post
partum.
2) Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak
menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Pada minggu ke-
6 post partum, serviks sudah menutup kembali.
3) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami peregangan yang sangat besar, pada
minggu ke-3 post partum vulva dan vagina dapat kembali seperti
keadaan tidak hamil.
4) Perineum
Pada hari ke-5 sebagian tonus perineum sudah kembali, meskipun
tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.
Berdasarkan penelitian (Ernawati & Rejeki, 2010) bahwa
penyembuhan luka perineum tidak dipengaruhi oleh faktor umur,
penyakit yang diderita, status obstetri, kondisi luka jahitan, lingkar
lengan atas, besar luka, jenis luka dan lama hari rawat. Namun, nilai
kadar Hb ibu pasca persalinan berpengaruh terhadap penyembuhan
luka perineum.
b. Perubahan sistem pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan, dapat
diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi
awal.
Berdasarkan penelitian (Putro & Hidayanti, 2009) mengatakan bahwa
terdapat perbedaan pola BAB antara ibu nifas yang mengikuti senam
nifas dan yang tidak mengikuti senam nifas. Pada kelompok yang
melaksanakan senam nifas, 12 dari 17 ibu (80%) dapat BAB 1 hari PP.
pada kelompok yang tidak melaksanakan senam nifas, 2 dari 17 ibu
(40%) BAB 1 hari PP.
c. Perubahan sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil dalam 24 jam pertama. Urine dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam 12-36 jam post partum. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam 6 minggu.
d. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit.
Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
e. Perubahan sistem endokrin
Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan HPL secara
berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari post partum.
f. Perubahan sistem kardiovaskuler
Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai
kala III ketika volume darah terus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada
beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal akhir
minggu ke-3 postpartum.
g. Perubahan sistem hematologi
Pada masa nifas terjadi perubahan komponen darah, namun dalam 1
minggu pasca persalinan biasanya semuanya akan kembali pada
keadaan semula.
h. Perubahan tanda vital
Tekanan darah harus dalam keadaan stabil. Suhu turun secara perlahan
dan stabil pada 24 jam postpartum. Nadi biasanya akan lebih cepat dan
keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan nadi.
4. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Masa Nifas
a. Perubahan Emosi Masa Nifas
1) Perasaan yang kontradiktif dan bertentangan mulai dari kepuasan,
kegembiraan, kebahagiaan hingga kelelahan, ketidakberdayaan dan
kekecewaan karena pada beberapa minggu pertama tampak
didominasi oleh hal yang baru dan asing yang tidak terduga.
2) Kelegaan, ‘syukurlah semua telah berakhir’, mungkin diungkapkan
oleh kebanyakan.
3) Ibu segera setelah kelahiran, kadang-kadang ibu menanggapi secara
dingin terhadap peristiwa yang baru terjadi, terutama bila ibu
mengalami persalinan lama dengan komplikasi yang sulit.
4) Ketidaknyamanan karena nyeri (misalnya nyeri perineum, nyeri
puting susu, dll)
5) Peningkatan kerentanan, tidak mampu memutuskan (misalnya
menyusui), rasa kehilangan, libido, gangguan tidur, kecemasan dll.
6) Beberapa ibu mungkin merasa dekat dengan pasangan dan bayi,
beberapa ibu ingin segera merasakan adanya kontak kulit-ke-kulit
(skin to skin contact) dan segera menyusui.
7) Tidak tertarik atau sangat perhatian terhadap bayi.
8) Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan terhadap
tanggungjawab yang sangat berat dan mendadak.
9) Kelelahan dan peningkatan emosi.
10) Postnatal blues atau Postpartum blues
Postnatal blues atau istilah lain postpartum blues merupakan suatu
fenomena.
perubahan psikologis yang dialami oleh ibu. Postpartum blues
biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 post partum, tetapi
kadang dapat juga berlangsung seminggu atau lebih, meskipun
jarang. Gambaran kondisi ini bersifat ringan dan sementara.
Kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan ditandai dengan
gejala-gejala sedih, cemas tanpa sebab, mudah menangis tanpa
sebab, euforia, kadang tertawa, tidak sabar, tidak percaya diri,
sensitive, mudah tersinggung, merasa kurang menyayangi bayinya
(Wahyuni, 2018).
b. Penyimpangan Dari Kondisi Psikologis Yang Normal (Psikopatologi).
1) Depresi postpartum ringan hingga sedang.
Lebih kurang 10-15% ibu akan mengalami depresi postpartum
ringan hingga sedang untuk pertama kalinya (Cox et al., 1993 dalam
(Wahyuni, 2018). Depresi postpartum dapat terjadi pada bulan
pertama postpartum, biasanya pada saat bidan sudah mulai
menghentikan asuhan, dan dapat berlangsung hingga setahun (Fraser
& Cooper, 2009 dalam (Wahyuni, 2018). Tanda-tanda awal depresi
postpartum meliputi kecemasan dan kekhawatiran terhadap bayi.
perasaan tidak mampu melakukan koping dan perasaan tertekan
dengan tuntutan menjadi ibu dan memiliki bayi baru lahir, hal ini
dapat menyebabkan gangguan tidur. Biasanya muncul perasaan
sedih, tidak mampu, tidak berharga, kehilangan nafsu makan, harga
diri rendah, serta menurunnya suasana hati secara terus-menerus,
serta hilangnya kegembiraan dan spontanitas. Gambaran tersebut
tidak sulit untuk dideteksi, tetapi mungkin terabaikan oleh para
bidan atau tenaga kesehatan yang lain yang menangani ibu
postpartum. Ada masalah lain yang menyebabkan depresi masih
menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan di kalangan masyarakat,
yang membuat banyak ibu memilih untuk diam. Ibu mungkin
merasa bersalah, terisolasi, dan merasa gagal ketika seharusnya
mereka merasakan kemenangan dan puas memperoleh peran ibu
yang kuat. Beberapa ibu dan pasangannya mungkin tidak tahu secara
jelas mengenai tanda dan gejala depresi postpartum. Bidan harus
cermat dalam melakukan pengkajian, sehingga dapat
mengidentifikasi adanya tanda dan gejala depresi postpartum.
2) Gangguan depresi berat dapat terjadi pada periode postpartum awal
atau lanjut. Ibu yang mengalami depresi berat tampak mengalami
kesedihan yang mendalam dan sakit. Etiologi yang sesuangguhnya
belum jelas, namun dugaan yang paling kuat adalah riwayat
gangguan depresi, baik pada postpartum maupun waktu lainnya
3) Distress emosi akibat pengalaman persalinan yang traumatic
4) Duka cita dan kehilangan
Hal ini terkait. bentuk kehilangan ini adalah kematian bayi lahir,
abortus, kematian janin dalam kandungan, kematian
perinatal/neonatal dan kematian anak. Kehilangan janin dapat
menSbulkan duka cita dan kehilangan yang mendalam bagi ibu.
Kehilangan ini berarti juga kehilangan hubungan istimewa ibu
dengan janinnya atau bayinya, atau kehilangan harapan atas
kehadiran seorang bayi yang sempurna.
5) Psikosis Post Partum
Gejala psikosis bervariasi, muncul secara dramatis dan sangat dini,
serta berubah dengan cepat, yang berubah dari hari ke hari selama
fase akut penyakit. (Wahyuni, 2018). Gejala ini dari biasanya
meliputi perubahan suasana hati, perilaku yang tidak rasional dan
gangguan agitasi, ketakutan dan kebingungan, karena ibu kehilangan
kontak dengan realitas secara cepat. Biasanya terjadi dalam minggu
pertama postpartum dan jarang terjadi sebelum 3 hari postpartum,
dengan mayoritas kejadian terjadi sebelum 16 hari postpartum.
c. Adaptasi Psikologi Masa Nifas
Menurut Reva Rubin (1991) dalam terdapat tiga fase dalam masa
adaptasi peran pada masa nifas, yaitu:
1) Fase Taking In ( Periode tingkah laku ketergantungan )
Perhatian klien terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif
dan tergantung berlangsung selama 1-2 hari. Klien tidak
menginginkan kontak dg bayinya tetapi bukan berarti tidak
memperhatikan. Dalam fase ini yg diperlukan klien adalah informasi
tentang bayinya, bukan cara merawat bayi.
2) Fase Taking Hold ( Periode antara tingkah laku mandiri dan
ketergantungan )
Klien berusaha mandiri dan berinisiatif, perhatian lebih kepada
kemampuan mengtasi fungdi tubuhnya, misalnya kelancaran BAK,
BAB, melakukan berbagai aktifitas ; duduk, jalan, dan keinginan
untuk belajar tentang perawatan dirinya sendiri dan bayinya
3) Fase Letting Go
Pada fase ini klien sudah mampu merawat dirinya sendiri dan mulai
disibukkan tanggung jawabnya sebagai ibu. Secara umum fase ini
terjadi ketika ibu kembali kerumah.
5. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
a. Kebutuhan nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada masa postpartum dan menyusui
meningkat 25%, karena berguna untuk proses penyembuhan setelah
melahirkan dan untuk produksi ASI untuk pemenuhan kebutuhan bayi.
Kebutuhan nutrisi akan meningkat tiga kali dari kebutuhan biasa
menjadi sekitar 3000-3800 kalori. Nutrisi yang dikonsumsi berguna
untuk melakukan aktifitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses
memproduksi ASI yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Ibu nifas dan menyusui memerlukan makan
makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, protein
hewani, protein nabati, sayur, dan buah-buahan. Menu makanan
seSbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak
terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin
serta bahan pengawet atau pewarna (Wahyuni, 2018).
Jenis–jenis vitamin yang dibutuhkan oleh ibu nifas dan
menyusui adalah:
1) Vitamin A, digunakan untuk pertumbuhan sel, jaringan, gigi dan
tulang, perkembangan saraf penglihatan, meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Sumber vitamin A adalah kuning telur, hati,
mentega, sayuran berwarna hijau, dan kuning. Selain sumber-
sumber tersebut ibu menyusui juga mendapat tambahan kapsul
vitamin A (200.000 IU).
2) Vitamin B1 (Thiamin)
3) Vitamin B2 juga diperlukan untuk metabolisme dan kerja syaraf
(Wahyuni, 2018).
Jenis–jenis mineral penting dan dibutuhkan pada ibu nifas dan
menyusui adalah :
1) Zat kapur atau calcium berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi
anak
2) Fosfor diperlukan untuk pembentukan kerangka tubuh, sumber
makananya adalah susu, keju dan daging
3) Zat besi, tambahan zat besi sangat penting dalam masa menyusui
karena dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah dan sel, serta
penambahan sel darah merah sehingga daya angkut oksigen
mencukupi kebutuhan. Sumber zat besi adalah kuning telur, hati,
daging, kerang, ikan, kacang-kacangan dan sayuran hijau.
4) Yodium, sangat penting untuk mencegah timbulnya kelemahan
mental dan kekerdilan fisik, sumber makanannya adalah minyak
ikan, ikan laut, dan garam beryodium (Wahyuni, 2018).
Sedangkan kebutuhan cairan ibu menyusui sedikitnya minum 3-
4 liter setiap hari (anjurkan ibu minum setiap kali selesai menyusui).
Kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan pertama minimal
adalah 14 gelas (setara 3-4 liter) perhari, dan pada 6 bulan kedua adalah
minimal 12 gelas (setara 3 liter) (Wahyuni, 2018).
b. Kebutuhan Eliminasi
1) Miksi
Seorang ibu nifas dalam keadaan normal dapat buang air kecil
spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan buang air kecil sendiri, bila
tidak dapat dilakukan tindakan: dirangsang dengan mengalirkan air
kran di dekat klien, mengompres air hangat di atas kelima. Apabila
tindakan di atas tidak berhasil, yaitu selama selang waktu 6 jam
tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi. Namun dari tindakan ini
perlu diperhatikan risiko infeksi saluran kencing (Wahyuni, 2018).
2) Defekasi
Agar buang air besar dapat dilakukan secara teratur dapat dilakukan
dengan diit teratur, pemberian cairan banyak, makanan yang cukup
serat dan olah raga. Jika sampai hari ke 3 post partum ibu belum bisa
buang air besar, maka perlu Diberikan Supositoria Dan Minum Air
Hangat (Wahyuni, 2018).
c. Kebutuhan Ambulasi, Istirahat, Dan Exercise Atau Senam Nifas
Mobilisasi dini pada ibu postpartum disebut juga early
ambulation, yaitu upaya sesegera mungkin membimbing klien keluar
dari tempat tidurnya dan membSbing berjalan. Klien diperbolehkan
bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum (Wahyuni, 2018).
Senam nifas menurut (Runjati dkk, 2017) terdiri dari latihan sirkulasi,
latihan dasar pelvis, latihan abdomen dan latihan fisik paska operasi
sesar.
Latihan Sirkulasi Latihan ini bertujuan untuk mempertahankan dan
atau meningkatkan sirkulasi sehingga dapat mencegah terjadinya risiko
trombosis vena atau komplikasi sirkulasi lainnya. Latihan ini sangat
tepat dilakukan pada ibu dengan pasca pemberian anestesi epidural,
karena memiliki risiko mengalami edema pergelangan kaki dan
perlambatan sirkulasi. Ambulasi dini dapat mencegah trombosis vena
profunda. Latihan dilakukan sesering mungkin segera setelah persalinan.
Latihan dapat dilakukan di tempat tidur beberapa kali setiap bangun
tidur dan dilanjutkan sampai ibu mampu mobilisasi total dan tidak ada
edema pergelangan kaki.
Gerakan meliputi:
1) Senam kaki: Duduk atau berbaring dengan posisi lutut lurus. Tekuk
ke arah dorsofleksi lalu regangkan secara perlahan, ulangi minimal
12 kali. Pertahankan posisi lutut dan paha, putar kedua pergelangan
sebesar mungkin putarannya sedikitnya 12 kali untuk satu arah.
2) Mengencangkan kaki: Duduk atau berbaring dengan kaki lurus.
Tarik kedua kaki pada pergelangan kaki dan tekankan bagian
belakang lutut ke tempat tidur. Pertahankan posisi ini dalam
hitungan 5, bernapas normal, lalu relaks. Ulangi sebanyak 10 kali.
3) Napas dalam: Pernapasan diafragma membantu mengembalikan
aliran vena dan harus diulangi beberapa kali sehari sampai ibu dapat
mobilisasi. Dalam posisi apapun, tarik napas dalam sebanyak 3-4
kali (tidak boleh lebih) untuk memungkinkan ventilasi penuh paru.
Gambar 2.1 Latihan Sirkulasi
(Sumber Runjati dkk, 2017)

Latihan Dasar Pelvis


Prinsip latihan ini adalah menguatkan otot dasar panggul pasca
persalinan dengan tujuan mengembalikan fungsi otot dasar panggul
sesegera mungkin yaitu dalam hal mengontrol kandung kemih,
mencegah masalah prolapse dan mengembalikan fungsi kepuasan
seksual untuk kedua pasangan.
Kontraksi dan relaksasi pada Otot-Otot ini juga akan membantu
mengurangi ketidaknyamanan pada perineum, meningkatkan sirkulasi
lokal dan mengurangi edema. Latihan dasar panggul harus dSulai
sesegera mungkin setelah persalinan. Beberapa ibu yang mungkin
mengalami kesulitan dalam melakukan latihan karena mengalami
ketidaknyaman nyeri pada perineum akibat episiotomi atau memar dan
cemas karena takut jahitan rusak, harus tetap dSetivasi untuk
menggerakkan otot dasar panggul sedikit dan sering serta perlahan dan
cepat. Prosedur dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas yang lain
seperti saat menyusui bayi, memandikan bayi, mengganti popok, selesai
berkemih dan lain sebagainya. Gerakan:
1) Kontraksikan atau kencangkan anus seperti menahan buang air
besar (BAB), kerutkan uretra dan vagina seperti menahan buang air
kecil (BAK), tahan dengan kuat selama mungkin sampai 10 detik.
Kemudian relakskan dengan melepaskan ketiganya (anus, uretra
dan vagina) bernapas secara normal selama 3 detik. Ulangi dcngan
perlahan sebanyak mungkin atau maksimal 10 kali setiap sesi.
2) Jika latihan sudah dikuasai, ibu dapat dianjurkan untuk melakukan
pola 10 kontraksi lambat kemudian dilanjutkan dengan 10 kontraksi
cepat tanpa menahan kontraksi.
3) Latihan ini dapat dilakukan, posisi duduk (sambil duduk di kamar
mandi setiap habis berkemih), posisi telungkup atau berbaring
miring dengan bantal diletakkan antara dua kaki atau posisi berdiri
dengan kedua kaki sedikit dibuka.
Menguji kekuatan otot dasar pelvis:
1) Dibutuhkan waktu 2-3 bulan untuk memperoleh fungsi penuh Otot
dasar panggul dan pada kondisi-kondisi tertentu seperti ketika
batuk, tertawa, mengangkat beban atau jongkok ibu sebaiknya
dianjurkan untuk membebat area dasar panggulnya.
2) Setelah 8-12 minggu pascapcrsalinan lakukan tes untuk menguji
kekuatan fungsi Otot-otot dasar panggul. Caranya melompat pada
saat kandung kemih penuh dan batuk kuat, lakukan tindakan
tersebut 2-3 kali. Jika tidak ada urine yang keluar menetes berarti
kekuatan dan fungsi Otot sudah normal.
3) Jika masih ada urine yang menetes, ulangi tes 4 minggu setelah
melakukan latihan Otot dasar panggul secara rutin. Jika masih tetap
ada penetesan urine perlu dilakukan tujukan ke ahli fisioterapi atau
konsultasikan ke dokter ginekologi untuk mendapatkan tetapi.
Latihan Abdomen
Tujuan latihan untuk mengembalikan tonus atm abdomen sesegera
mungkin setelah persalinan mengingat pentingnya fungsi Otot tersebut
dalam menjaga kestabilan panggul, melindungi sendi panggul dan
tulang belakang, mencegah nyeri punggung, dan membantu
mengembalikan bentuk tubuh ibu.
Latihan dapat dSulai saat ibu sudah merasa kuat dan dilakukan sesering
mungkin. Jika terjadi diastasis rekti yang berlebihan tidak dianjurkan
untuk melakukan latihan atau mtasi Otot abdomen karena dapat
menyebabkan stres pada linea alba yang dapat memperlebar celah
diastasis tersebut.
Gerakan meliputi:
1) Latihan otot transversus
a) Posisi berbaring dengan kedua lutut ditekuk dan kaki menapak
datar di tempat tidur. Kedua tangan diletakkan di abdomen
bawah. Tarik napas dan keluarkan dengan perlahan sambil
mengencangkan otot abdomen bagian bawah (daerah di bawah
umbilikus). Tahan posisi ini selama 10 detik, lanjutkan bernapas
secara normal, kemudian relakskan secara perlahan. Ulangi
gerakan ini sebanyak 10 kali.
b) Latihan dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas lain dan
dalam berbagai posisi (miring, duduk atau berdiri), gerakan
dapat dilihat seperti latihan pada senam hamil. Pemilihan posisi
berlututtelungkup harus dihindari selama 4-6 minggu
pascapersalinan.
c) Latihan transversus dapat dikombinasikan dengan latihan dasar
panggul dengan cara mengkontraksi transvesus terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan dengan dasar panggul atau sebaliknya.

Gambar 2.2 Latihan Otot Transvesus


(Sumber : Runjati, dkk, 2017)
2) Latihan mengangkat panggul
a) Dapat dilakukan pada awal pasca-persalinan tel utama pada ibu
yang memiliki riwayat nye; punggung postural.
b) Posisi berbaring telentang dengan kedua lutu ditekuk dan kaki
ditapakkan di lantai, kencangkai Otot abdomen dan otot panggul
dengan menekar sedikit area belakang ke arah lantai. Tahan
posisi ini sampai 5 hitungan, bernapas normal dan relaks.
Ulangi gerakan ini 10 kali. Di setiap pengulangan tingkatkan
sampai 10 hitungan pada setiap sesi pada minggu-minggu
berikutnya.
c) Latihan ini dapat dilakukan dengan berbagai posisi misalnya
berbaring miring, duduk atau berdiri. (Gerakannya dapat dilihat
pada latihan senam hamil).

Gambar 3.3 Latihan mengangkat panggul


(Sumber : Runjati,dkk, 2017)
3) Knee rolling
a) Latihan bertujuan untuk memperkuat Otot oblik abdomen,
dilakukan apabila tidak terdapat diastasis rekti yang berlebihan.
b) Posisi tidur telentang dengan lutut ditekuk dan kaki menapak
pada lantai, kontraksikan abdomen bagian dalam dan kedua
lutut dimiringkan sejauh mungkin ke samping, pertahankan
posisi bahu tetap rata. Kembalikan lutut posisi semula dan
relakskan abdomen. Ulangi gerakan ke arah sisi yang lain.
Latihan ini dapat dilakukan sampai 10 kali.
Menurut Noble (1995) diastasis rekti merupakan pemisahan otot
rektus abdominis lebih dari 2,5 cm (seukuran 2 jari yang kecil) pada
tepat setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap
linea alba serta peregangan dinding abdomen. Untuk mengetahui
diastasis yang berlebihan, pemeriksaan otot rektus biasanya
dilakukan pada hari lcd dengan cara ibu berbaring telentang dengan
satu bantal di kepala, lutut ditekuk dengan kaki menapak di tempat
tidur, palpasi dengan satu atau dua jari menekan melintang di
abdomen sambil meminta ibu mengangkat kepala dan bahunya,
Otot rektus akan teraba tegang di antara kedua sisi jari. Tentukan
lebar atau celah otot rektus, celah selebar dua jari dianggap normal
dan ibu dapat meneruskan latihan om! oblik abdomen. Jika
celahnya lebih dari dua jari maka ibu hanya boleh melakukan
latihan transversus dan latihan mengangkat panggul dan dilakukan
latihan beberapa hari. setelah itu lakukan pemeriksaan ulang jika
masih terdapat diastasis dan tidak berkurang ibu sebaiknya dirujuk
ke ahli fisioterapi.

Gambar 3.4 a. Rectus Abdominus normal b. Diastasis Rectus Abdominis


(Sumber : Runjati, dkk, 2017)
Latihan Fisik Pasca-operasi Sesar
Latihan fisik pasca-operasi sesar akan membantu proses pemulihan
pascanatal. Latihan fisik dapat dikenalkan dengan kegiatan yang
sederhana seperti cara naik-turun dari tempat tidur yaitu ibu
dianjurkan terlebih dahulu menekuk kedua lutut, tarik otot abdomen
dengan dorongan tangan dan kaki miringkan badan ke samping dan
untuk bangun dari tempat tidur kencangkan bagian transversus dan
dorong ke posisi duduk.
4) Latihan sirkulasi
Pada penggunaan anestesi epidural (lumbal anestesi) latihan
sirkulasi pada kaki dan tungkai dapat dilakukan sesegera mungkin
dan diikuti dengan melakukan napas dalam 3-4 kali juga akan
membantu meningkatkan sirkulasi. Sedangkan pada anestesis
umum ibu harus diajarkan juga cara untuk mengeluarkan sekret dari
paru yaitu dengan napas dalarn diikuti dengan bufng (ekspirasi yang
dipaksa dan singkat). Jika teknik batuk diperlukan maka lutut ibu
ditekuk dan luka ditahan dengan tangan atau bantal untuk mencegah
tegangan yang berlebihan dan mengurangi nyeri pada daerah
operasi.

L
Gambar 2.5 Posisi batuk pada ibu pasca operasi sesar
(Sumber : Runjati dkk, 2017)
a) Latihan otot transversus, dilakukan sedini mungkin ketika ibu
sudah merasa siap dan nyaman dengan berbagai posisi kecuali
merangkak Ibu juga dapat dianjurkan untuk melakukan latihan
ini sebelum melakukan aktivitas dengan bayinya atau jika ingin
batuk. Kejadian flatulensi pada ibu pasca-operasi
sesar dapat dikurangi dengan latihan menengadahkan lutut dan
knee rolling. Pemeriksaan celah diastasis rekti dapat dilakukan
setelah 5-6 hari sehingga latihan untuk otot oblik harus ditunda
dan setelah ibu merasa cukup kuat.
b) Latihan dasar pelvik
Meskipun sebuah penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan
persalinan sesar cenderung jarang mengalami inkontinensia
urine (Wilson et al, 1996), latihan dasar panggul tetap penting
dilakukan karena saat kehamilan terjadi peregangan yang hebat
pada Otot-otot panggul.
Istirahat yang cukup sangat diperlukan pada ibu
pascapersalinan untuk membantu proses pemulihan dan fungsi
jaringan tubuh ke kondisi normal sebelum hamil. Anggota
keluarga dapat dianjurkan untuk membantu ibu melakukan
pekerjaan sehari-hari dan memastikan ibu dapat beristirahat
d. Kebutuhan Seksual
Hubungan seksual dapat dilakukan apabila darah sudah berhenti dan
luka episiotomy sudah sembuh. Koitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu
post partum. Libido menurun pada bulan pertama postpartum, dalam hal
kecepatan maupun lamanya, begitu pula orgasmenya. Ibu perlu
melakukan fase pemanasan (exittement) yang membutuhkan waktu yang
lebih lama, hal ini harus diinformasikan pada pasangan suami isteri.
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat melakukan sSulasi dengan memasukkan
satu atau dua jari ke dalam vagina, apabila sudah tidak terdapat rasa
nyeri, maka aman untuk melakukan hubungan suami istri. Meskipun
secara psikologis ibu perlu beradaptasi terhadap berbagai perubahan
postpartum, mungkin ada rasa ragu, takut dan ketidaknyamanan yang
perlu difasilitasi pada ibu. Bidan bisa memfasilitasi proses konseling
yang efektif, terjaga privasi ibu dan nyaman tentang seksual sesuai
kebutuhan dan kekhawatiran ibu.
6. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas
Menurut (Runjati dkk, 2017) deteksi dini komplikasi ibu nifas meliputi :
a. Perdarahan Pasca Persalinan
Perdarahan pascapersalinan atau perdarahan popstpartum adalah
perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dengan jumlah perdarahan
2500 ml atau jumlah perdarahan yang keluar melebihi normal berp0tensi
memengaruhi perubahan tanda-tanda vital (sistolik <90 mmHg, nadi
>100 denyutl mcnit), pasien lcmah, kesadaran menurun, berkeringat
dingin, menggigil, hiperkapnia dan kadar Hb <8 g%. Perdarahan
posrpartum dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan prSer yang terjadi pada
24 jam pertama postpartum dan perdarahan sekunder yang terjadi
setelah 24 jam postpartum (Saifuddin, 2009).
b. Infeksi Masa Nifas
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi
setelah persalinan ditandai dengan adanya kenaikan suhu sampai 38°C
atau lebih yang terjadi antara hari kedua sampai kesepuluh postpartum,
suhu diukur peroral scdildtnya 4 kali sehari (Saifuddin, 2009).
c. Keadaan Abnormal Pada Payudara
Pada masa nifas dapat terjadi keaadaan abnormal payudara karena
beberapa sebab : putting susu lecet atau luka, payudara bengkak dan
putting susu datar atau terbenam.
d. Eklampsia dan Preeklampsia
Eklampsia dano merupakan keadaan serangan kejang tiba-tiba pada
pada wanita hamil, bersalin, atau masa nifas yang telah menunjukkan
gejala preeklampsia sebelumnya. Eklampsia dibedakan menjadi 3
berdasarkan timbulnya serangan yaitu eklampsia gravidarum
(antepartum) eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia
puerperale (postpartum). Eklampsia postpartum adalah kondisi serangan
kejang tiba-tiba pada ibu postpartum. LSa puluh persen serangan ini
terjadi pada hari kedua postpartum dan dapat timbul setelah 6 minggu
postpartum. Preeklampsia berat adalah kondisi dengan tekanan darah
>160 mmHg, proteinuria ..>2+, dan edema pada daerah ekstremitas
(Prawirohardjo, 20102 dan (Cunningham, 2005).
e. Disfungsi sSfisis pubis atau disfungsi otot dasar panggul adalah kelainan
yang mengenai dasar panggul mulai dari sSfisis ossis pubis menuju ke
os coccygeus yang merupakan jaringan kompleks yang terdiri dari
jaringan ikat dan jaringan otot. Kehamilan dan persalinan menyebabkan
otot dasar panggul melemah atau rusak sehingga menurunkan fungsi
otot dasar panggul (Barber, 2002) .
f. Diastasis Rekti Diastasis Rectus Abdominis
Diastasis Rekti Diastasis Rectus Abdominis adalah pemisahan otot
rectus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus sebagai
akibat pengaruh hormon terhadap Ymea alba serta akibat perenggangan
mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi-paritas,
bayi besar, polihidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang
salah.
g. Nyeri Perineum
Setiap ibu yang telah menjalani proses persalinan dengan mendapatkan
luka perineum akan merasakan nyeri. Nyeri yang dirasakan pada setiap
ibu dengan luka perineum menSbulkan dampak yang tidak
menyenangkan seperti kesa' kitan dan rasa takut untuk bergerak
sehingga banyak ibu dengan luka perineum jarang mau bergerak pasca-
persalinan sehingga dapat mengakibatkan banyak masalah di antaranya
subinvolusi uterus, pengeluaran lokea yang tidak lancar, dan perdarahan
pascapartum.
TIMbulnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dSaksud adalah nociceptor. Reseptor nyeri dapat
memberi respons akibat adanya rangsangan. Rangsangan tersebut dapat
berupa kSiawi, termal, atau mekanis. Stimulasi oleh zat kSiawi misalnya
histamin dan prostaglandin, atau stimulasi yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan.
Nyeri akibat luka perineum yang dirasakan oleh setiap ibu nifas
berbeda-beda apalagi dalam 2 jam postpartum, itu merupakan beban
yang dialami ibu. Oleh sebab itu, sebagai tenaga kesehatan kita dapat
membedakan atau mengklasifikasikan tiap nyeri yang dirasakan ibu
sehingga mempermudah dalam memberikan asuhan yang tepat pada ibu
nifas (Potter, 2005).
Penanganan nyeri perineum dapat dilakukan secara farmakologi maupun
non-farmakologi (Olivierra Sonia, 2012). Penanganan nyeri secara
farmakologi yaitu dengan memberikan analgesik oral (parasetamol 500
mg tiap 4 jam atau jika perlu), sedangkan penanganan secara non-
farmakologi antara lain: mandi dengan air es, teknik acupressure dan
cold therapy dengan kompres dingin dengan ice pack atau cooling gel
pads dan pijat es dan aromaterapi. Menurut penelitian (Rahmawati,
2013) pemberian kompres dingin merupakan alternatif lain mengurangi
nyeri selain dengan memakai obat-obatan karena menSbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga
Spuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit dan menurut (Widayani,
2016) saat ini penanganan nyeri perineum yang sering digunakan yaitu
terapi komplementer aromaterapi dengan minyak essensial lavender,
karena lavender mempunyai sifat antikonvulsan, antidepresi, anxiolytic,
dan menenangkan. Aromaterapi akan menstimulasi hipotalamus untuk
mengeluarkan mediator kSia yang berfungsi sebagai penghilang rasa
sakit dan menSbulkan perasaan bahagia.
h. Inkontinensia Urine Inkontinensia urine (IU)
Inkontinensia Urine Inkontinensia urine (IU) oleh International
Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urine yang
tidak dapat dikendalikan atau dikontrol; secara objektif dapat
diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis.
i. Nyeri Punggung
Nyeri punggung (Vamey, 2004; Agustina, 2014) merupakan gejala
pascapartum jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini disebabkan
adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
7. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Menurut (Kemenkes RI, 2013) kebijakan program nasional masa
nifas adalah sebagai berikut :
a. Kunjungan I (6-8 jam post partum)
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Mendeteksi dan merawat pennyebab lain perdarahan; rujuk jika
perdarahan berlanjut
3) Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara
pencegahan perdarahan yang disebabkan karena atonia uteri
4) Pemberian ASI awal
5) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi yang
baru lahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi
7) Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi yang baru lahir selama 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
3) Memastikan ibu mendapatkan istirahat cukup
4) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan bergizi dan cukup
cairan.
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar, serta tidak ada
tanda-tanda kesulitan menyusui. Ibu perlu diberikan pendidikan
kesehatan tentang cara menyusui yang baik dan benar.
Menurut (Angsuko, Supadmi, & Sumiyarsi, 2009) semakin tinggi
tingkat pengetahuan tentang cara menyusui, maka semakin baik
perilaku menyusui bayinya. Untuk memperlancar ASI , ibu dapat
diberi tindakan pijat oksitosin.
Berdasarkankan penelitian (Isnaini & Diyanti, 2015) diketahui dari
15 responden yang dilakukan pijat oksitosin sebanyak 9 ibu nifas
(60%) yang pengeluaran asinya cepat, 5 ibu nifas (33 % ) yang
pengeluaran asinya normal dan ibu yang mengalami pengeluaran
asinya lambat sebesar 1 ibu nifas (7 % ) dan kelompok yang tidak
dilakukan pijat oksitosin 15 responden sebanyak 12 ibu nifas (80%)
yang pengeluaran asinya lambat, 3 ibu nifas (20 % ) yang
pengluaran asinya normal dan tidak ada ibu yang mengalami
pengeluaran asinya cepat, perhitungan menggunakan SPSS
ditemukan p value 0,000 <p α 0,05 atau (5%). artinya adanya
hubungan pijat oksitosin pada ibu nifas dengan pengeluaran ASI.
(1) Cara Menyusui Yang Benar
(a) Ibu duduk dengan santai dan nyaman
(b) Persilakan pasien membuka pakaian bagian atas
(c) Oleskan sedikit ASI pada putting susu dan areola
(d) Pegang bayi dengan satu lengan, kepala bayi terletak
pada lengkung siku dan bokong bayi terletak pada lengan.
(e) Tempelkan perut bayi pada perut ibu, satu tangan bayi di
belakang badan ibu dan yang satu di depan, kepala bayi
menghadap payudara ibu
(f) Posisikan telinga dan lengan bayi pada satu garis lurus
(g) Pegang payudara dengan ibu jari ibu jari di atas dan ibu
jari menopang di bawah serta jangan menekan putting
susu atau areolanya saja
(h) Rangsang bayi agar membuka mulut dengan
menyentuhkan putting susu ke pipi atau sudut mulut bayi
(i) Setelah mulut bayi terbuka, dekatkan kepala bayi dengan
cepat ke payudara, kemudian masukkan putting susu dan
sebagian besar areola ke mulut bayi.
(j) Setelah bayi menghisap, lepaskan tangan ibu dari
payudara
(k) Perhatikan bayi selama menyusui
(l) Lepaskan isapan bayi dengan cara masukkan jari
kelingkin ke sudut mulut bayi dagu bayi ditekan ke
bawah.
(m) Setelah selesai menyusui oleskan sedikit ASI pada
putting susu dan areola dan biarkan kering sendiri
(n) Sendawakan bayi setelah menyusu dengan cara : bayi
digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, tepuk
punggung ibu pelahan-lahan sampai bayi bersendawa (
bila tidak bersendawa 10-15 menit ).
(o) Susukan bayi pada kedua payudara secara bergantian
(p) Susukan bayi setiap menginginkan ( on demand )
(Ariyanti dkk, 2019)
(2) Pijat Oksitosin
(a) Ibu berada dalam posisi duduk bersandar ke depan
sambil memeluk bantal agar lebih nyaman. Taruh meja
di depan Anda sebagai tempat untuk bersandar.
(b) Pijat kedua sisi tulang belakang menggunakan kepalan
tangan dengan ibu jari menunjuk ke depan. Pijat kuat
dengan gerakan melingkar.
(c) Pijat sisi tulang belakang ke arah bawah sampai sebatas
dada, dari leher sampai ke tulang belikat.
(d) Lakukan pijatan ini selama 2-3 menit (Veratamala,
2019).
6) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)
Sama seperti kunjungan II.
d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)
1) Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang yang
dialami ibu selama masa nifas.
2) Memberikan konseling KB secara dini.
Sedangkan menurut (Runjati dkk, 2017) , pelayanan kesehatan pada ibu
nifas dilakukan minimal 3 kali :
a. Kunjungan I yaitu satu kali pada periode 6 jam sampai dengan 3 hari
pasca-persalinan
b. Kunjungan II yaitu satu kali pada periode 4 hari sampai dengan 28 hari
pasca-persalinan
c. Kunjungan III yaitu satu kali pada periode 29 hari sampai dengan 42
hari pasca-persalinan.
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
a. Dimensi Model Asuhan Puzzle Jigsaw
Asuhan kebidanan pada ibu nifas dalam praktik pelayanan kebidanan
mempertimbangkan asuhan ibu dan bayi dari sudut pandang holistik, bahwa
asuhan kebidanan mempertimbangkan asuhan dari konteks fisik, emosional,
psikologis, spiritual, sosial, dan budaya. Bagian dari Jigsaw secara nyata
berhubungan satu sama lain dan setiap bagian diperlukan bagi penyediaan
asuhan kebidanan yang aman dan holistik. Jika salah satu bagian hilang,
gambaran menjadi tidak lengkap dan tujuan asuhan potensial tidak akan
tercapai.
DSensi model asuhan puzzle jigsaw meliputi :
1) Women Centered ( Asuhan Kebidanan Berpusat Pada Ibu )
Pengambilan keputusan asuhan kebidanan berpusat pada ibu,
mempertimbangkan hak-hak dan pilihan ibu tentang asuhan yang akan
dilakukan pada dirinya.
2) Menggunakan Bukti Terbaik (Evidence Based)
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan nifas, kita harus berdasarkan
bukti yang terbaik (evidence based practice), pelaksanaan praktik
asuhan kebidanan bukan sekedar berdasarkan kebiasaan rutinitas praktik
atau pengalaman klinis saja, namun berdasarkan bukti yang terbaik.
Adapun yang dSaksud bukti yang terbaik (evidence based) adalah hasil
hasil riset yang terbukti terpilih dan direkomendasikan untuk
memperbaiki kualitas asuhan kebidanan.
3) Isu Profesional Dan Legal
Ibu nifas perlu merasa yakin bahwa bidan yang memberikan asuhan
kebidanan pada mereka, bekerja dalam kerangka kerja yang mendukung
praktik asuhan yang aman. Adapun yang dimaksud praktik asuhan yang
aman adalah praktik menggunakan bukti yang terbaik, mengutamakan
keselamatan ibu (patient safety) dan utamanya ditujukan pada
kesejahteraan ibu dan anak (wellbeing mother and child). Bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan nifas harus menaati pedoman, protap dan
aturan-aturan mengenai kewenangan serta dasar hukum yang berlaku
(legal aspect) dalam menjalankan praktik kebidanan. Sebagai seorang
profesional, bidan harus bertanggung gugat terhadap tindakan dan
kelalaian dalam praktik kebidanan dan harus selalu menggunakan bukti
yang terbaik sebagai dasar tindakan atau keputusan klinik dalam praktik.
Bidan harus selalu bertindak berdasarkan hukum yang berlaku, baik
hukum tersebut berhubungan dengan praktik professional sebagai bidan,
maupun kehidupan pribadi. Hukum yang berhubungan dengan praktik
profesional misalnya tentang Undang-undang tentang Kesehatan,
Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan, maupun aturan-aturan
hukum lain yang mendasari praktik bidan, kewenangan serta otonomi
dalam praktik kebidanan.
4) Kerja Tim Dan Kolaborasi Dalam Asuhan
Meskipun bidan adalah profesi yang mandiri dan profesional dalam
asuhan kebidanan nifas terutama adalah kasus nifas fisiologis maupun
risiko rendah, namun bidan perlu tetap berkewajiban kerja dalam tim
maupun kolaburasi dalam memberikan asuhan kebidanan, untuk
memberikan asuhan yang komprehensif dan aman. Bidan bekerja
sebagai bagian dari tim profesional, yang masing-masing membawa
ketrampilan, otonomi atau kewenangan serta perspektif tertentu pada
asuhan ibu dan keluarga. Adapun yang dimaksud kerja tim dalam
pelayanan kebidanan adalah kerja dengan sesama profesi bidan.
Sedangkan kolaborasi dalam asuhan kebidanan terutama adalah
kerjasama dengan profesi lain dalam sebuah tim profesional untuk
memberikan asuhan kebidanan yang komprehensif dikenal dengan
istilah Inter Professional Collaburation (IPC).
5) Komunikasi Efektif
Memberikan asuhan berpusat pada ibu nifas (women centered) selama
periode postnatal mewajibkan bidan untuk membina hubungan dan
berkomunikasi secara efektif dengan mereka. Bidan harus menyadari
pentingnya petunjuk yang diberikan kepada ibu postnatal selama
pemberian asuhan. Bidan harus meyakinkan ibu postnatal, bahwa ibu
adalah fokus perhatian bidan dalam memberikan asuhan. Bidan harus
selalu memberikan penjelasan kepada ibu postnatal tentang asuhan yang
akan diberikan dan tahapan asuhan apa yang akan dilalui oleh ibu. Beri
penjelasan mengapa asuhan kebidanan penting dilakukan.
6) Penerapan Model Asuhan Kebidanan
Salah satu rekomendasi kebijakan utama adalah ibu harus memiliki
pilihan tentang dimana mereka dapat memperoleh pilihan tentang
asuhan postnatal. Untuk memfasilitasi hal ini, bidan harus bekerja di
berbagai tatanan pelayanan kebidanan dalam sistem pelayanan
kebidanan. Misalnya bidan bekerja pada tatanan pelayanan primer
seperti; Puskesmas, Klinik Pratama, Rumah Bersalin dan Praktik
Mandiri Bidan; maupun berkerja pada tatanan pelayanan sekunder dan
tersier, misalnya Rumah sakit, RSKIA, Puskesmas PONED, dan rumah
sakit pusat rujukan tersier. Bidan juga dapat berkerja secara mandiri
dalam memberikan asuhan kebidanan holistik yang berpusat pada ibu,
atau dalam pusat layanan tersier besar yang memberi asuhan bagi ibu
yang memiliki kebutuhan kesehatan.
7) Lingkungan Yang Aman
Bidan yang memberi asuhan postnatal perlu memastikan bahwa
lingkungan tempat mereka bekerja mendukung praktik kerja yang aman
dan efektif serta melindungi ibu dan keluarga dari bahaya. Dalam
memberikan pelayanan kebidanan nifas bidan harus menjaga privasi ibu
dan menghindarkan dari resiko tertular infeksi.
8) Promosi Kesehatan Dan Akses Ke Asuhan
Memberi asuhan postnatal bagi ibu dan keluarga, memberikan
kesempatan bagi bidan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Bidan harus mendorong hubungan positif dari
hubungan dengan ibu postnatal guna membantu ibu mencapai adaptasi
positif menjadi orang tua dan meningkatkan pilihan gaya hidup dan
asuhan yang akan menguntungkan ibu, bayi dan keluarga di masa
mendatang.
9) Kecakapan Klinis
Hal utama dalam memberikan pelayanan kepada ibu nifas adalah
kecakapan klinis sehingga dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan
ibu pada masa nifas sesuai dengan kompetensinya,
b. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2010), peran dan tanggung jawab bidan dalam
masa nifas antara lain:
1) Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi
saat-saat kritis masa nifas
2) Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan
keluarga
3) Pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan,
pemantauan, penanganan masalah, rujukan dan deteksi dini komplikasi
masa nifas.
c. Manajemen kebidanan
Manajemen Kebidanan terdiri atas 7 ( tujuh ) langkah yang berurutan
,diawali dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Proses ini
bersifat siklik(dapat berulang), dengan tahap evaluasi sebagai data awal pada
siklus berikutnya (Varney & Jan M.K, 2010) :
1) Langkah I ( kesatu ) Pengumpulan Data Dasar
Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesis. Anamnesis adalah
pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui
pengajuan pertanyaan-pertanyaan. Anamnesis dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu anamnesis yang dilakukan kepada pasien langsung (Auto
Anamnesis) dan anamnesis yang dilakukan kepada keluarga pasien
untuk memperoleh data tentang pasien (Allo Anamnesis).
Menurut (Puspitasari, 2014b) dalam anamnesa diajukan pertanyaan
sebagai berikut:
a) Identitas Pasien dan Penanggungjawab/Suami
(1) Nama penderita dan suaminya
Ditanyakan nama dengan tujuan agar dapat mengenal/
memanggil penderita dan tidak keliru dengan penderita-
penderita lain.
(2) Usia penderita
Hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan ibu, terutama pada
nifas yang pertama. Apakah pasien itu termasuk pasien
beresiko tinggi untuk melahirkan atau tidak. Menurut pendapat
ahli,kehamilan yang pertama kali itu yang baik antara usia 19
sampaai 25 tahun di mana otot masih bersifat sangat elastis dan
mudah diregang. Tetapi menurut pengalaman, penderita umur
25 tahun sampai 35 tahun masih mudah melahirkan anak, maka
ada yang mengubah pendapat di atas. Jadi melahirkan anak
tidak saja pada umur 19-25 tahun, tetapi 19-35 tahun terutama
mengingat pula emansipasi bahwa wanita yang bercita-cita
memegang pimpinan, menjadi sarjana dan lain-lain hingga
kadang-kadang tidak menghendaki kawin lebih cepat, sebelum
cita-citanya tercapai. Jadi sekarang biasanya prSipara tua
dikatakan mulai umur 35 tahun, dimana otot sudah kaku,kurang
elastis dan susah diregang. Primipara ini ada 2 macam, ialah
yang memegang ibu itu kawinnya sudah usia agak tua dan yang
lain ialah sudah lama kawin tetapi dalam usia agak tua baru
hamil.
(3) Agama
Agama ini ditanyakan berhubungan dengan perawatan
penderita, misalnya dari agamanyaa tidak boleh makan daging
dan sebagainya. Dalam keadaan yang gawat ketika memberi
pertolongan dan perawatan dapat diketahui dengan siapa harus
berhubungan, misalnya pada agama Roma katolik memanggil
Pastor, pada agama Protestan memanggil Domine atau Pendeta,
dan sebagainya.
(4) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektualnya, karena tingkat
pendidikan mempengaruhi sikap perilaku seseorang.
(5) Pekerjaan
Yang ditanyakan pekerjaan suami dan ibu itu
sendiri.Menanyakan pekerjaan ini untuk mengetahui bagaimana
taraf hidup dan social ekonomi penderita itu agar nasehat kita
nanti sesuai. Kecuali itu mengetahui pekerjaan itu akan
menganggu kehamilan atau tidak. Misalnya pada ibu yang
bekerja di pabrik rokok, di percetakan ataau di pabrik yang lain,
mungkin zat yang terhisap dalam pabrik itu akan berpengaruh
kepada janin. Bagi ibu yang pekerjaannyaa dapat mengganggu
kehaamilan atau terlalu berat, dapat dinasehatkan misalnya
mengurangi pekerjaan atau pindah ke bagian yang lain
(Puspitasari, 2014a).
(6) Kebangsaan
Hal ditanyakan untuk mengadakan statistic tentang kelahiran.
Mungkin juga untuk menenukan prognose persalinan dengan
melihat keadaan panggul. Wanita asia dan afrika biasanya
mempunyai panggul bundar dan normal bagi persalinan dan
biasanya wanita-wanita dari barat panggulnya ukuran
melintang lebih panjang tetapi ukuran muka belakang lebih
kecil.
(7) Alamat
Untuk mengetahui ibu itu tinggal dimana, menjaga
kemungkinan bila ada ibu yang mana hendak ditolong itu.
Kecuali yang tersebut diatas, alamat juga diperlukan bila
mengadakan kunjungan kepada penderita.
b) Data Subyektif
(1) Alasan Datang
Wanita datang ke tempat bidan/klinik, yang diungkapkan
dengan kata- katanya sendiri.
(2) Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien
datang kefasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Riwayat Kebidanan
Data ini penting diketahui oleh tenaga kesehatan sebagai data
acuan jika pasien mengalami penyulit postpartum.
(a) Riwayat Menstruasi
Data ini memang tidak tidak secara langsung berhubungan
dengan masa nifas, namun dari data yang diperoleh kita
akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari
organ reproduksinya. Beberapa data yang diperoleh dari
riwayat menstruasi antara lain sebagai berikut :
i. Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami
menstruasi, wanita Indonesia umumnya mengalami
menarche sekitar 12 sampai 16 tahun.
ii. Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang
dialami dengan menstruasi berikutnya,dalam hitungan
hari. Biasanya sekitar 23 sampai 32 hari.
iii. Warna darah : warna normal : merah kehitaman
iv. Banyaknya
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi
yang dikeluarkan. Kadang kita akan kesulitan untuk
mendapatkan data yang valid. Sebagai acuan biasanya
kita gunakan kriteria banyak, sedang, dan sedikit.
Jawaban yang diberikan oleh pasien biasanya bersifat
subjektif, namun kita dapat kaji lebih dalam lagi dengan
beberapa pertanyaan pendukung, misalnya sampai
berapa kali mengganti pembalut dalam sehari.
v. Lama : normal 5-7 hari
vi. Leukhorhea normal tidak ada leukhorrhe
(b) Riwayat Persalinan dan Nifas yang Lalu
Persalinan
Meliputi jenis persalinan, ditolong oleh siapa, dimana dan
bagaimana keadaan bayi, waktu lahir ada/tidaknya
penyulit.
Nifas
Meliputi ada tidaknya penyakit/perdarahan selama nifas.
(c) Riwayat Persalinan Sekarang
Meliputi paritas, riwayat aborttus, tempat persalinan,
penolong persalinan, jenis persalinan, masalah dalam
persalinan, keadaan plasenta, keadaan tali pusat, keadaan
bayi, jeni kelamin, tanggal/jam lahir, apgar score, berat
badan, panjang badan, ligkar kepala, lingkar dada.
(d) Riwayat KB
Meskipun baru melahirkan , namun tidak ada salahnya
jika kita mengkajinya lebih awal agar pasien mendapatkan
informasi sebanyak mungkin mengenai pilihan beberapa
alat kontrasepsi. Kita juga dapat memberikan penjelasan
mengenai alat kontrasepsi tertentu yang sesuai dengan
kondisi dan keinginan pasien (Sulistyawati, 2011).
(e) Riwayat Kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita gunakan sebagai
“penanda” akan adanya penyulit masa nifas.
(f) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari
i. Pola Makan
Ini penting untuk diketahui supaya kita mendapatkan
gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya
selama ini. Kita bisa menggali dari pasien tentang
makanan yang disukai dan yang tidak disukai, seberapa
banyak dan sering ia mengonsumsinya,sehingga jika
kita peroleh data yang tidak sesuai dengan standar
pemenuhan,maka kita dapat memberikan klarifikasi
dalam pemberian pendidikan kesehatan mengenai gizi
ibu hamil. Beberapa hal yang perlu kitaa tanyakan pada
pasien berkaitan dengan pola makan adalah sebagai
berikut (Sulistyawati, 2011).
 Menu
Ini dikaitkan dengan pola seimbang bagi ibu hamil.
Jika pengaturan menu makan yang dilakukaan
oleh pasien kurang seimbang sehingga ada
kemungkinan beberapa komponen gizi tidak akan
terpenuhi, maka bidan dapat memberikan
pendidikan kesehatan mengenai penyusunan menu
seSbang bagi ibu. Kita dapat menanyakan pada
pasien tentang apa saja yang ia makan dalam sehari
(nasi, sayur, lauk, buah, makanan selingan dan lain-
lain) (Sulistyawati, 2011).
 Frekuensi
Data ini akan memberi petunjuk bagi kita tentang
seberapa banyak asupan makanan yang dikonsumsi
ibu (Sulistyawati, 2011).
 Jumlah per hari
Data ini memberikan volume atau seberapa banyak
makanan yang ibu makan dalam satu kali makan.
Untuk mendapatkan gambaran total makanan yang
ibu makanan, bidan dapat mengalikannya dengan
frekuensi makan dalam sehari (Sulistyawati, 2011).
 Pantangan
Ini juga penting dikaji karena ada kemungkinan
pasien berpantang makanan justru pada makanan
yang sangat mendukung pemulihan fisiknya,
misalnya daging, ikan atau telur.
ii. Pola minum
Kita juga harus dapat memperoleh data dari kebiasaan
pasien dalam memenuhi kebutuhan cairannya.Apalagi
dalam masa hamil asupan cairan yang cukup sangat
dibutuhkan. Hal-hal yang perlu kita tanyakan kepada
pasien tentang pola minum adalah sebagai berikut
(Sulistyawati, 2011).
 Frekuensi
Kita dapat tanyakan pasien berapa kali ia minum
dalam sehari dan dalam sekali minum
menghabiskan berapa gelas.
 Jumlah per hari
Frekuensi minum dikalikan seberapa banyak ibu
minum dalam sekali waktu minum akan
didapatkan jumlah asupan cairan dalam sehari
 Jenis minuman
Kadang pasien mengonsumsi minuman yang
sebenarnya kurang baik untuk kesehatannya.
(g) Pola istirahat
Istirahat sangat diperlukan oleh ibu hamil. Oleh karena itu,
bidan perlu menggali kebiasaan istirahat ibu supaya
diketahui hambatan yang mungkin muncul jika di dapatkan
data yang senjang tentang pemenuhan kebutuhan
istirahat.Bidan dapat menanyakan tentang berapa lama
tidur di malam dan siang hari (Sulistyawati, 2011).
(h) Aktivitas Fisik sehari hari
Kita perlu mengkaji aktivitas sehari-hari pasien karena data
ini memberikan gambaran tentang seberapa berat aktivitas
yang biasa dilakukan pasien dirumah. Jika kegiatan pasien
terlalu berat sampai dikhawatirkan dapat menSbulkan
penyulit masa nifas, maka kita dapat memberikan
peringatan sedini mungkin kepada pasien untuk membatasi
dahulu kegiatannya sampai ia sehat dan pulih kembali.
Aktivitas yang terlalu berat dapat menyebabkan stress dan
dapat berakibat produksi ASI berkurang.Perlu dikaji juga
apakah ibu sudah melakukan senam nifas atau belum.
(i) Personal hygiene
Data ini perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal ini
akan memengaruhi kesehatan pasien dan bayinya. Jika
pasien mempunyai kebiasaan yang kurang baik dalam
perawatan kebersihan dirinya, maka bidan harus dapat
memberikan bSbingan mengenai cara perawatan
kebersihan diri dan bayinya sedini mungkin. Beberapa
kebiasaan yang dilakukan dalam perawatan kebersihan diri
diantaranya adalah sebagai berikut (Sulistyawati, 2011).
i. Mandi
Kita dapat menanyakan kepada pasien berapaa kali ia
mandi dalam sehari dan kapan waktunya (jam berapa
mandi pagi dan sore).
ii. Keramas
Pada beberapa wanita ada yang kurang peduli dengan
kebersihan rambutnya karena mereka beranggapan
keramas tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan.
Jika kitaa menemukan pasien yang seperti ini, maka kita
harus memberikan pengertian kepadanya bahwa
keramas harus selalu dilakukan ketika rambut kotor
karena bagian kepala yang kotor merupakan tempat
yang mudah menjadi sumber infeksi. Kepala akan terasa
gatal, yang secara spontan tangan pasti akan
menggaruk-garuk kepalanya yang gatal, padahal saat itu
ia juga harus menyentuh bayinya jika meneteki atau
mengganti popoknya. Kulit bayi yang masih sensitive
akan mudah untuk iritasi dan infeksi akaan mudah
tertular dari tangan ibunya yang tidak bersih.
iii. Ganti baju dan celana dalam
Ganti baju minimal sekali dalam sehari, sedangkan
celana dalam minimal dua kali. Namun jika sewaktu-
waktu baju dan celana dalam sudah kotor, sebaiknya
segera diganti tanpa harus menunggu waktu untuk ganti
berikutnya.
(j) Aktivitas seksual
Walaupun ini adalah hal yang cukup privasi bagi pasien,
namun harus menggali data dari kebiasaan ini, karena
terjadi beberapa kasus keluhan dalam aktivitas seksual
yang cukup menganggu pasien namun ia tidak tahu
kemana harus berkonsultasi. Dengan teknik berkomunikasi
yang senyaman mungkin bagi pasien, bidan dapat
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas
seksual, melalui pertanyaan berikut ini.
i. Frekuensi
Kita tanyakan berapa kaali melakukaan hubungan
seksual dalam seminggu.
ii. Gangguan
Kita tanyakan apakah pasien mengalami gangguan
ketika melakukan hubungan seksual, misalnya nyeri
saat berhubungan,adanya ketidakpuasan dengaan
suami,kurangnya keinginan untuk melakukan
hubungan, dan lain sebagainya.
Jika kita mendapatkan data-data tersebut di atas maka
sebaiknya kita membantu pasien untuk mengatasi
permasalahannya dengan konseling lebih intensif
mengenai hal ini (Sulistyawati, 2011).
(k) Riwayat Psikososial
i. Riwayat Perkawinan
 Status Perkawinan
Ini penting untuk dikaji karena dari data ini kita
akan mendapatkan gambaran mengenai suasana
rumah tangga pasangan. Beberapa pertanyaan yang
dapat ajukan antara lain sebagai berikut
 Berapa tahun usia ibu ketika menikah pertama kali?
 Status perkawinan (sah/tidak) ?
 Lama perkawinan?
 Ini adalah suami yang ke?
ii. Respon dan dukungan keluarga terhadaap nifas ini
iii. Mekanisme koping (cara pemecahan masalah) :
Bagaimana koping ibu sehari-hari apakah dengan
musyawarah, memutuskan sendiri dan sebagainya.
iv. Ibu tinggal serumah dengan siapa dan siapa orang
terdekat ibu serta siapa pengambil keputusan utama
dalam keluarga akan membantu tenaga kesehatan untuk
mengambil keputusan klinik.
v. Penghasilan per bulan akan membantu tenaga kesehatan
untuk memberi alternative pelayanan kesehatan yang
tepat.
c) Data Obyektif
Setelah data subjektif kita dapatkan, untuk melengkapi data kita
dalam menegakkan diagnosis, maka kita harus melakukan
pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi yang dilakukan secara berurutan
(Sulistyawati, 2011)
Langkah-langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
(1) Pemeriksaan Fisik
(a) Pemeriksaan Umum
i. Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan .hasil pengamatan
kita laporkan dengan kriteria sebagai berikut.
Baik. Jika pasien memperlihatkan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain serta secara fisik
pasien tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan.
Lemah. Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia
kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah
tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri.
ii. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran
pasien, kita dapat melakukan pengkajian tingkat
kesadaran mulai dari keadaan compos mentis
(kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien
tidak dalam keadaan sadar).
iii. Tanda vital
Tekanan Darah
Tekanan darah pada ibu nifas tidak boleh mencapai 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik.
Suhu
Mengukur suhu bertujuan untuk mengetahui keadaan
pasien apakah suhu tubuhnya dalam keadaan normal
(36,5 C – 37,5 C) atau tidak. Pasien dikatakan hipotermi
apabila suhu badan < 36,5 C dan pasan bila suhu badan
> 37,5 C (Kusmiyati, 2009).
Nadi
Nilai denyut nadi digunakan untuk menilai sistem
kardiovaskular. Nadi harus dihitung 1 menit penuh.
Tiga komponen yang harus diperhatikan dalam
mengukur nadi adalah frekuensi, teratur tidaknya, dan
isi. Frekuensi normal orang dewasa adalah 60-90 kali
permenit (Kusmiyati, 2009).
RR
Tujuan pengukuran pernapasan adalah mempertahankan
penukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru
dan pengaturan asam basa. Pernapasan normal orang
dewasa adalah 16-20 kali permenit.
TIMbang berat badan dan Pengukuran Tinggi
Badan Pertambahan berat badan yang normal pada ibu
hamil yaitu berdasarkan masa tubuh (BMI: Boddy Masa
Indeks) . Nilai BMI ditentukan dengan satuan kg/ m2 .
Interpretasi nilai : < 18,5 ( kurus ), 18,5 – 24,9 ( normal
), 25 – 29,9 ( gemuk ), > 30 ( obesitas ) (Runjati dkk,
2017).
Ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
Standar minimal untuk ukuran lingkar lengan atas pada
wanita dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm. jika
ukuran LILA kurang dari 23,5 cm maka interpretasinya
adalah kurang energy kronis (KEK)
(b) Status Present dan Obstetrik
i. Kepala dan leher
 Oedema di wajah, icterus dan anemis pada mata,
oedema kelopak mata, pandangan kabur, chloasma
gravidarum
 Oedema pada mukosa hidung, polip dan secret
 Bibir pucat,sianosis, stomatitis,epulis,karies pada
mulut dan lidah kering.
 Tanda-tanda infeksi pada telinga, serumen dan
kesimetrisan
 Leher meliputi pembengkakan kelenjar limfe atau
pembengkakan kelenjar tiroid dan bendungan vena
jugularis.
ii. Dada dan mammae
 Traksi pembesaran kelenjar limfe pada ketiak,
massa dan nyeri tekan.
 Tegang, hiperpigmentasi aerola, kelenjar
montgomery, papilla mammae menonjol atau
masuk, keluarnya kolostrum.
iii. Abdomen
 Luka bekas operasi, pembesaran hepar dan lien,
nyeri pada daerah ginjal.
 Linea nigra, striae gravidarum.
iv. Tangan dan kaki
 Oedema di jari tangan , kuku jari pucat, varises
vena
 Oedem, reflek patella dan human sign.
v. Genetalia luar
 Varices
 Perdarahan
 Luka
 Cairan yang keluar : lochea warna dan baunya
 pengeluaran dari uretra dan skene
 Kelenjar bartholini : bengkak (massa), cairan yang
keluar
vi. Perineum
Dikaji apakah terdapat luka jahitan pada perineum,
jenis jahitan, keadaan luka, infeksi atau tidak
vii. Anus : adakah hemoroid
(2) Pemeriksaan laboratorium :
(3) Pemeriksaan haemoglobin
(4) Pemeriksaan protein urine
(5) Pemeriksaan glukosa urine.
2) Langkah II ( kedua ) Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yangdikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosa yang spesifik. Kata masalah dan diagnose keduanya
digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan
seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang
dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.
Dalam bagian ini yang disimpulkan oleh bidan antara lain sebagai
berikut (Sulistyawati, 2011):
a) Diagnosa
b) Masalah
Dalam asuhan kebidanan digunakan istilah “masalah” dan
“diagnosis”. Kedua istilah tersebut dipakai karena beberapa masalah
tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi tetap perlu
dipertimbangkan untuk membuat rencana yang menyeluruh.
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu
mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya (Sulistyawati, 2011).
c) Kebutuhan : asuhan yang diberikan kepada klien sesuai masalah
yang timbul
3) Langkah III (ketiga) : Merumuskan Diagnosis/ Masalah Potensial
Pada langkah ini kita kita mengidentifikasi masalah aataau diagnose
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah yang lain juga. Langkah
ini membutuhkan anitisipasi, bila memungkinkan dilakukaan
pencegahan,sambil terus mengamati kondisi klien. Bidan diharapkan
dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial benar-benar
terjadi.
4) Langkah IV (keempat) : Mengindentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
Dalam pelaksanaannya terkadang bidan diharapkan pada beberapa
situasi yang memerlukan penanganan segera (emergensi) di mana bidan
harus segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien,namun
kadang juga berada pada situasi pasien yang memerlukan tindakan
segera sementara menunggu instruksi dokter, atau bahkan mungkin juga
situasi pasien yang memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain.
Disini bidan sangat dituntut kemampuannya untuk dapat selalu
melakukan evaluasi keadaan pasien agar asuhan yang diberikan tepat
dan aman
5) Langkah V (kelima) Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan
pada langkah ke lSa dilaksanakan secara efisien dan aman. Realisasi
dari perencanaan dapat dilakukan oleh bidan, pasien atau anggota
keluarga yang lain. Jika bidan tidak melakukannya, ia tetap memikul
tanggung jawab atas terlaksananya seluruh perencanaan. Dalam situasi
dimana ia harus berkolaborasi dengan dokter, misalnya karena pasien
mengalami komplikasi, bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang
efisiensi akan menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan
(Sulistyawati, 2011)
6) Langkah VI (keenam) : melaksanakan perencanaan. Pada langkah
keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan
ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang
lain.
7) Langkah VII (ketujuh) : evaluasi. Pada langkah ketujuh ini dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam
masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
C. Masalah Etika
1. Masalah Etika
Masalah etika dalam pemberian asuhan kebidanan merupakan
masalah yang sangat penting dalam pemberian asuhan kebidanan (Hidayat,
2012). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai
berikut:
2. Informed Consent
Menurut Hidayat (2012), Informed consent merupakan bentuk
persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan
lembar persetujuan. Subyek harus mendapatkan informasi secara lengkap
tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk
bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed
consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2009).
Dalam asuhan kebidanan yang diberikan, informed consent dilakukan
kepada subyek yaitu Ny. L sebagai bukti ketersediaan menjadi responden
dalam studi kasus ini.
3. Anonimity
Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur atau hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan (Hidayat, 2012). Pada studi kasus ini, nama responden tidak
disebutkan dan diganti dengan huruf inisial.
4. Kerahasiaan
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkann dijamin kerahasiaan oleh
peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset. Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonimity) dan
rahasia (confidentiality) (Hidayat, 2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGI PADA NY. E USIA 29


TAHUN P2A0 NIFAS HARI KE-3 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGALIYAN
KABUPATEN SEMARANG

A. PENGKAJIAN:
Tanggal : 19 Januari 2019 Jam :09.30 WIB
Biodata :
Identitas Pasien Penanggung Jawab
Status : Suami
1. Nama : Ny. E 1. Nama : Tn. MS
2. Umur : 29 tahun 2. Umur : 30 Tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA 4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : Buruh Pabrik 5. Pekerjaan : Buruh Pabrik
6. Suku bangsa: Jawa, Indonesia 6. Suku Bangsa: Jawa, Indonesia
7. Alamat : Tambakaji RT 5 8. Alamat : Tambakaji RT 5 RW 2
RW 2
B. DATA SUBYEKTIF
1. ALASAN DATANG:
Ibu ingin periksansetelah melahirkan
2. KELUHAN UTAMA: payudara terasa penuh dan sakit
URAIAN KELUHAN UTAMA : Ibu nifas hari ke-3 mengeluh nyeri pada payudara,
ASI sudah lancer, bayi sering tidur.
3. RIWAYAT KESEHATAN:
a. Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita :
Ibu mengatakan tidak pernah dan tidak sedang menderita batuk lama lebih dari 2
minggu yang disertai penurunan berat badan; bagian putih mata menguning yang
disertai nyeri perut bagian bawah kanan, tinja pucat dan urin berwarna gelap;
keputihan yang banyak, berbau dan gatal; sesak nafas saat melakukan aktivitas;
sering kencing, cepat haus, rasa lapar berlebihan disertai penurunan berat badan
yang drastis; sakit kepala parah, pusing, penglihatan buram, dan detak jantung
yang tidak teratur.
b. Riwayat penyakit dalam Keluarga (menular maupun keturunan) :
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita batuk lama disertai
penurunan berat badan; bagian putih mata menguning disertai nyeri perut bagian
bawah kanan, tinja pucat; serta tidak menderita sering kencing, cepat haus, rasa lapar
berlebihan disertai penurunan berta badan yang drastis; sakit kepala parah, pusing,
penglihatan buram dan detak jantung yang tidak teratur.
4. RIWAYAT OBSTETRI
a. Riwayat Haid:
Menarche : 14 tahun Nyeri Haid : tidak ada
Siklus : 28 hari Lama : 6-7 hari
Warna darah : merah segar Leukhorea : ada, kadang gatal.
Banyaknya : 2 -3 x ganti pembalut
b. Riwayat Kehamilan persalinan dan nifas yang lalu:
Tabel 3.1 Riwayat Kehamilan Persalinan Dan Nifas Yang Lalu
tahun Persa Nifas Keadaan anak
linan sekarang
UK jenis penol JK/B peny IMD Penyulit ASI
ong B ulit
2012 40 Spo bidan Laki- Tida ya Tidak ada ya sehat
minggu ntan laki/ k
3700 ada
gr
c. Riwayat Persalinan Sekarang
Paritas kedua Abortus : 0
Tempat persalinan : RS Permata Medika, Ditolong oleh bidan
Jenis Persalinan : spontan
Maslah dalam persalinan : Tidak ada
Keadaan Plasenta lahir lengkap
Keadaan tali pusat : segar, tidak ada kelainan
Keadaan bayi : sehat Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal / Jam Lahir : 16 Januari 2019, pukul 07.00 WIB Apgar Score 9-10-10
BB :3300 gram, PB : 49 cm, LK 34 cm, LD 33 CM
d. RIWAYAT KB : ibu mengatakan sebelumnya menggunakan KB suntik 3 bulan
selama 5 tahun.

Rencana Setelah Melahirkan: ibu mengatakan berencana akan memakai KB suntik 3


bulan..
5. POLA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI:
a. Nutrisi
1) Makan
a) Frekuensi makan pokok : 3 x perhari
b) Komposisi :
 Nasi : 3 x @ 1 piring sedang
 Lauk : 3 x @ 1 potong sedang, jenisnya tempe, tahu, ayam, ikan
 Sayuran: 3 x @ mangkuk sayur ; jenis sayuran bayam, kangkung, kacang
panjang, lodeh
 Buah : 2X sehari ; jenis pisang, pepaya, jeruk
c) Camilan : 1x sehari; jenis bubur kacang ijo, roti
d) Pantangan : ibu mengatakan tidak ada pantangan makanan
2) Minum
a) Jumlah total 8 gelas perhari; jenis air putih
b) Susu - gelas perhari; jenis susu tidak minum susu
b. Eliminasi
1) Buang air kecil :
 Frekuensi perhari : 5 x ; warna kuning jernih
2) Keluhan/masalah : ibu mengatakan tidak ada keluhan/masalah
3) Buang air besar :
 Frekuensi perhari : 1 x ; warna kuning kecoklatan , konsistensi lembek
Keluhan/masalah : ibu mengatakan tidak ada keluhan/masalah
c. Personal hygiene
1) Sebelum hamil :
 Mandi 2 x sehari
 Keramas 2- 3 x seminggu
 Gosok gigi 2 x sehari
 Ganti pakaian 2 x sehari; celana dalam 2 x sehari
 Kebiasaan memakai alas kaki : ya
d. Hubungan seksual
 Frekuensi : 2-3 x seminggu
 Contact bleeding : ibu mengatakan tidak ada perdarahan selama berhubungan
 Keluhan lain : tidak ada
e. Istirahat/tidur
 Tidur malam 3 jam
 Tidur siang 7 jam
 Keluhan/masalah : ibu mengatakan tidak ada masalah
f. Aktivitas fisik dan olah raga
 Aktivitas fisik (beban pekerjaan) : Ibu mengatakan mengatakan bekerja
sebagai buruh pabrik dan melakukan pekerjaan rumah tangga
 Olah raga : - jenisnya tidak berolahraga
g. Kebiasaan yang merugikan kesehatan :
(a) Merokok : ibu mengatakan tidak pernah merokok
(b) Minuman beralkohol : ibu mengatakan tidak pernah mengkonsumsi
minuman beralkohol
(c) Obat-obatan : ibu mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat - obatan
Jamu : ibu mengatakan tidak pernah mengkonsumsi jamu
h. Pola Menyusui : Pada hari pertama dan kedua ibu memberikan susu formula karena
ASI belum keluar. Hari ketiga ini ibu menyusu tiap 2-3 jam sekali karena bayi
banyak tidur.
6. Riwayat Psikososial-spiritual
a) Riwayat perkawinan :
1) Status perkawinan : menikah , umur waktu menikah : 22 th.
2) Pernikahan ini yang ke 1 sah lamanya 7 tahun
3) Hubungan dengan suami : baik
b) Kehamilan ini diharapkan oleh ibu, suami, keluarga;
Respon & dukungan keluarga terhadap nifas ini : ibu mengatakan keluarga
mendukung nifas ini dengan membantu mengerjakan tugas-tugas rumahtangga dan
merawat bayinya.
c) Mekanisme koping (cara pemecahan masalah) : ibu mengatakan memecahkan
masalah dengan diskusi bersama suami
d) Ibu tinggal serumah dengan : ibu tinggal serumah dengan suami dan anak
e) Pengambil keputusan utama dalam keluarga : ibu mengatakan pengambil keputusan
utama adalah suami
Dalam kondisi emergensi, ibu dapatmengambil keputusan sendiri.
f) Orang terdekat ibu : ibu mengatakan paling dekat dengan suami
g) Yang menemani ibu untuk kunjungan PNC : ibu bersam ibu kandung sewaktu
dikunjungi bidan
h) Adat istiadat yang dilakukan ibu berkaitan dengan nifas :tidak ada
i) Rencana tempat dan penolong persalinan yang diinginkan : ibu mengatakan ingin
bersalin di puskesmas dan ditolong bidan
j) Penghasilan perbulan: Rp. 4.000.000 Cukup
k) Praktek agama yang berhubungan dengan nifas : dilarang berhubungan badan pada
saat nifas
l) Keyakinan ibu tentang pelayanan kesehatan :
Ibu dapat menerima segala bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan wanita maupun pria
m) Tingkat pengetahuan ibu :
Hal-hal yang ingin diketahui ibu : ibu mengatakan ingin mengetahui tentang cara
mengatasi keluhan nyeri pada payudaranya.
C. DATA OBYEKTIF:
1. PEMERIKSAAN FISIK:
a. Pemeriksaan Umum:
1) Keadaan umum: Baik
2) Kesadaran : Compos mentis
3) Tensi : 120/80 mmHg
4) Nadi : 84 x per menit
5) Suhu /T : 36,50 C
6) RR : 24 x permenit
b. Status present
Kepala : Kulit kepala bersih, rambut warna hitam, tidak ada ketombe, tidak
mudah rontok, distribusi merata, tidak ada benjolan.
Mata : Kedua mata simetris, conjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus,
tidak ada cairan abnormal, tidak ada gangguan penglihatan
Hidung : Simetris, tidak ada polip, septum di tengah, tidak pernah mimisan,
kebersihan cukup.
Mulut : Bibir tidak kering, tidak pucat, tidak ada stomatitis, gigi tidak ada
caries, gigi tidak ada yang berlubang, lidah tidak kotor.
Telinga : Simetris, kedudukan sejajar dengan mata, tidak ada penumpukan
serumen, kebersihan cukup.
Leher : Tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Ketiak : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Tangan : Simetris, jari-jari lengkap, kuku tidak pucat, kebersihan cukup.
Dada : Simetris, pernafasan normal, retraksi dada tidak ada., tidak ada
ronchi dan whezing, bunyi jantung terdengar reguler
Perut : tidak ada bekas luka operasi, tidak ada striae gravidarum, tidak ada
linae nigrae
Pelipatan paha :Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Vulva : tidak oedema, tidak ada varises, tidak ada condiloma akuminata,
lochea sanguinolenta
Kaki : Simetris, tidak oedema, tidak ada varices, kuku pendek, tidak pucat,
tidak ada kelainan, kebersihan cukup.
Punggung : Tidak ada scoliosis, kifosis ,ordosis
Anus : Kebersihan cukup, tidak ada hemorroid.
c. Status Obstetrik
 Muka : Tidak ada oedem, tidak ada cloasme gravidarum,
tidak pucat
 Mamae : terdapat pembesaran mammae, keras, nyeri tekan,
hiperpigmentasi areola , puting kiri masuk (inverted ) ASI
sudah keluar
 Abdomen : tidak ada bekas luka operasi, tidak ada striae gravidarum,
tidak
ada linae nigrae, tinggi fundus uteri 3 jari bawah pusat.
 Genitalia : tidak oedema, tidak ada varises, tidak ada
condiloma akuminata,
lochea sanguinolenta, perineum terdapat hecting jelujur
dengan catgut, masih basah, tidak infeksi, masih sedikit
nyeri.
2. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan laboratorium dilakukan tanggal 16 Januari
2018 , hasil :
Hb = 11,3 gr%
e. ANALISA
Ny.SP usia 29 tahun P2A0 nifas fisiologis hari ke-3.
Masalah : Bendungan payudara
Kebutuhan : Breast care.
Masalah Potensial : Infeksi pada genitalia
Kebutuhan : KIE vulva hygiene
f. PELAKSANAAN Tanggal 19 Januari 2019 Jam 09.40 WIB
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga bahwa keadaan ibu
sehat.
Hasil : ibu senang mengetahui hasil pemeriksaan bahwa ibu sehat dan
mengucapkan alhamdulllah.
2. Menyarankan ibu menghentikan pemberian susu formula dan hanya memberi ASI
saja sampai bayi berumur 6 bulan.
Hasil : Ibu mengatakan hanya akan memberikan ASI saja sampai bayi berumur 6
bulan.
3. Melakukan perawatan payudara ibu ( breast care ) dan mengajarkan untuk
melakukannya sendiri dengan cara:
a) Mengatasi putting susu yang terbenam dengan menekan areola, ibu jari di
atas, jari-jari lain menopang payudara, tekan dan Tarik ke arah dada,
menganjurkan ibu memompa payudara / memakai putting silicon untuk
putting yang terbenam.
b) Kompres putting susu dengan kapas babi oil 3-5 menit.
c) Pijat payudara dengan 3 gerakan, kedua tangan sudah dilicinkan dengan
minyak (baby oil) :
(1) Kedua telapak tangan diletakkan di antara kedua payudara, gerakkan
ke atas, samping, bawah dan depan, gerakkan +/- 30 kali
(2) Telapak tangan kiri menopang payudara kanan, sisi kelingking tangan
kanan mengurut kanan dari pangkal kea rah putting, demikian
sebaliknya dilakukan pada payudara kiri, gerakkan +/- 30 x.
(3) Telapak tangan kiri menopang payudara kanan, tangan kanan
menggenggam. Dengan buku2 buku jari tangan kanan mengurut
payudara ibu dari arah pangkal ke puting susu, gerakkan +- 30 x.
(4) Kompres payudara dengan handuk panas dan dingin bergantian
Hasil : Payudara menjadi tidak keras, ASI keluar dari kedua putting
susu.
4. Memberikan pijat oksitosin dengan cara
a) Ibu berada dalam posisi duduk bersandar ke depan sambil memeluk
bantal agar lebih nyaman. Taruh meja di depan Anda sebagai tempat
untuk bersandar.
b) Pijat kedua sisi tulang belakang menggunakan kepalan tangan dengan
ibu jari menunjuk ke depan. Pijat kuat dengan gerakan melingkar.
c) Pijat sisi tulang belakang ke arah bawah sampai sebatas dada, dari
leher sampai ke tulang belikat.
d) Lakukan pijatan ini selama 2-3 menit
Hasil : Ibu merasa nyaman dan rileks.
5. Mengajarkan senam nifas :
e) Latihan sirkulasi : Posisi ibu berbaing telentang , lutut lurus. nafas dalam 3-4
kali. Tekuk ibu jari kaki kea rah badan ibu, regangkan pelahan. Ulangi 10-12
kali. Tekuk jari- jari kaki kea rah luar ( tempat tidur ) selama 5 detik, rileks,
ulangi 10-12 kali.Putar kedua pergelangan kaki 360 derajat sejauh mungkin ,
sebanyak 12 kali.
f) Posisi masih berbaring telentang dengan kedua kaki ditekuk, kedua tangan di
perut bawah, Tarik nafas dan keluarkan pelahan, sambil mengencangkan otot
perut
g) Posisi telentang, kedua lutut ditekuk, tangan di samping badan ,kaki menapak
pada lantai, kontraksikan perut, ulangi gerakan 10x.
h) Posisi telentang, kedua lutut ditekuk, tangan di samping badan, kedua lutut
dimiringkan sejauh mungkin ke arah samping kanan/kiri, +/- 10x.
i) Latihan kegel. Posisi ibu miring, kencangkan otot vagina, uretra dan anus
seperti menahan BAK/BAB, tahan selama 10 detik, lepaskan dan bernapas
normal 3 detik, gerakan +/- 10 x.
6. Memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi pada ibu nifas, yaitu untuk
pemulihan pasca persalinan, suber tenaga menjaga kesehatan optimum dan
mempersiapkan produksi ASI lancar. Makanan yang dikonsumsi ibu harus tinggi
kalori dan protein, cukup lemak, vitamin dan zat besi serta cukup cairan. Sumber
kalori misalnya nasi, mie roti, protein hewani seperti, telor, ikan, daging, susu,
protein nabati misalnya tahu tempe, kacang hijau, kacang merah.Lemak bias
didapat dari minyak dan margarin. Vitamin dan zat besi didapat dari sayuran
hijau dan buah-buahan.Ibu dianjurkan minum 8 gelas/hari dan dianjurkan untuk
tidak berpantang makan.
Hasil : Ibu menerima penjelasan bidan.
7. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan bayi baru lahir, terutama
tentang perawatan tali pusat. Mencontohkan cara mengganti kain kassa steril
pada tali pusat setelah mencuc tangan. Kemudian anjurkan ibu untuk
mengganti kain kassa setiap kali memandikan bayi atau setiap kali basah/
kotor.
Hasil : Ibu mengamati cara mengganti kain kassa dan akan melaksanakan
anjuran bidan.
8. Memberikan pendidikan kesehatan tentang vulva hygiene yaitu dengan
membersihkan kemaluan dengan sabun dan air yang mengalir dari arah depan
(vagina) ke belakang ( anus).
Hasil : Ibu memahami penjelasan bidan.
9. Memberikan pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya masa nifas yaitu
perdarahan jalan lahir, demam tinggi, cairan vagina berbau busuk, payudara
merah, panas, terasa sakit, bengkak pada wajah, tangan dan kaki disertai sakit
kepala dan nyeri ulu hati, ibu tidak dapat merawat diri dan bayinya. Bila
didapatkan tanda-tanda tersebut agar ibu/keluarga segera menghubungi bidan.
Hasil : Ibu dapat menyebutkan tanda bahaya nifas dan akan menghubungi
bidan bila didapatkan tanda-tanda tersebut.
10. Memberikan dan menganjurkan ibu mengkonsumsi tablet tambah darah
diminum 1 kali sehari dan kalsium 1 kali sehari dan memberitahu ibu untuk
meminum obat dengan air putih atau air jeruk, dan tidak menggunakan kopi,
teh atau susu karena dapat mengganggu penyerapan obat.
Hasil : ibu mengerti dan bersedia meminumnya secara teratur sesuai dengan
anjuran petugas
11. Memberi tahu ibu bahwa bidan akan berkunjung 1 minggu lagi
Hasil : ibu bersedia dan akan menerima kunjungan bidan.
CATATAN PERKEMBANGAN
Tabel 3.1 CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : CATATAN PERKEMBANGAN


Ny. SP
Umur : 29 tahun
Tanggal / Jam Tanggal: 28 Januari 2018
28 Januari S:
Jam 09.00 wib 1) Keluhan utama
Ibu mengatakan sudah merasa enakan, puting susu kiri belum
menonjol. Evaluasi hasil kunjungan lalu
Ibu mengatakan telah melakukan perawatan payudara dan
beberapa gerakan senam nifas . Ibu merasakan tidak ada
tanda bahaya nifas yaitu perdarahan jalan lahir, demam
tinggi, cairan vagina berbau busuk, payudara merah, panas,
terasa sakit, bengkak pada wajah, tangan dan kaki disertai
sakit kepala dan nyeri ulu hati, ibu tidak dapat merawat diri
dan bayinya.
j) Tingkat pengetahuan : Ibu mengatakan belum tahu caranya
agar bias menyusu sedangkan dirinya akan bekerja. Ibu ingin
berKB setelah selesai masa nifas.
O:
1) Keadaan umum : baik
2) Kesadaran : composmentis
3) Vital sign : TD : 120/70 mmHg
4) Nadi :80x/ menit
Rr : 24x/ menit
Inspeksi muka tidak pucat, tidak oedem, payudara ASI lancer,
putting kiri terbenam, abdomen fundus uteri tidak teraba,
lochea serosa, jahitan perineum kering.
A : Ny. SP usia 29 tahun P2 A0 nifas hari ke- 12.
P
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa kondisi ibu sehat
Hasil : ibu merasa senang mengetahui hasil pemeriksaan
bahwa kondisi ibu sehat dan mengucapkan Alhamdulillah.
2. Mengulang kembali pendidikan kesehatan tentang perawatan
puting susu yang terbenam
Hasil : Ibu memakai putting silicon untuk menyusui bayinya
pada putting kirinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang ASI perah untuk
ibu bekerja. ASI bisa diperah dan disimpan untuk diberikan
kemudian kepada bayi bila ibu bekerja. ASI dapat diperah
dengan pompa manual maupun listrik kemudian ditampung
pada botol-botol kaca bersih dan disimpan. Pada suhu ruangan
bertahan 4 jam, pada suhu ruangan ber AC bertahan 6-8 jam.
Pada suhu lemari es yang terpisah bahan makanan lain dapat
bertahan sampai 8 hari, sedangkan ASI pada lemari es yang
tidak terpisah dengan bhan makanan lain sebaiknya
dikonsumsi tidak lebih dari 3 hari. Pada freezer ASI dapat
bertahan sampai 3 bulan. Cara pemberian ASI yang sudah
didinginkan adalah dengan merendam botol berisi ASI ke
baskom/mangkok berisi air panas, bukan dengan
mendidihkannya.
Hasil : Ibu antusias mendengarkan penjelasan bidan.
4. Memberi pendidikan kesehatan tentang KB tujuan dan
manfaatnya, macam-macam alat kontrasepsi : kondom, pil,
implant, IUD, indikasi,keuntungan dan kerugiannya. Ibu
dianjurkan untuk memilih sesuai peminatannya.
Hasil : Ibu akan menggunakan KB suntik 3 bulan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pengkajian pada tanggal 19 Januari 2019 didapatkan data


subyektif sebagai berikut : Ny. E umur 29 tahun pernah melahirkan 2 kali
dan tidak pernah keguguran, melahirkan terakhir pada tanggal 16 Januari
2019 normal di rumah sakit, mengeluh payudara mengeras, sakit, ASI sudah
keluar, puting susu kiri terbenam, perut masih agak mules, cairan dari
kemaluan berwarna kecoklatan, jahitan di jalan lahir sedikit sakit, kaki tidak
ada keluhan.
Dari hasil pemeriksaan ibu didapatkan hasil : keadaan umum baik,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 365 C, nadi 80
x /menit, respirasi 20x per menit, muka tidak anemia , tidak terdapat oedema,
mammae membesar keras , terasa sakit, terdapat hiperpigmentasi areola,
puting susu kanan menonjol, putting kiri inverted, tidak lecet, ASI sudah
keluar , abdomen fundus uteri teraba 3 jari bawah pusat, pada genitalia tidak
ada oedem, tidak ada condiloma akuminata, terdapat lochea sanguinolenta,
hecting jelujur pada perineum masih basah dan tidak terdapat tanda-tanda
infeksi, pemeriksaan penunjang hb 11,3 gr % ( tanggal 16 Januari 2019).
Analisa data dilakukan setelah melakukan anamnesis data subjektif
dan anamnesis data objektif. Analisis didalamnya mencangkup diagnosis
aktual, diagnosis masalah potensial serta seperlunya mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi masalah (Varney, 2010).
Diagnosis pada Ny. S adalah Ny. S usia 29 tahun P2A0 nifas hari ke-3.
Berdasarkan hasil pengkajian di dapatkan masalah yaitu nyeri pada payudara
Analisa kebutuhan yang diberikan pada ibu yaitu pendidikan kesehatan
tentang tehnik menyusui yang benardan memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan payudara (breast care).
Penatalaksanaan yang sudah dilakukan adalah pada kunjungan
pertama sesuai analisa data yaitu :
1. Menganjurkan ibu untuk menghentikan pemberian susu formula pada
bayinya dan hanya memberikan ASI saja sampai usia 6 bulan.
2. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar.
Ibu duduk santai dan nyaman, baju bagian atas dibuka, mengoleskan
sedikit ASI pada puting dan areola sebelum menyusui, meletakkan bayi
pada satu lengan ibu, kepala bayi berada di lengkung siku ibu dan
bokong bayi berada pada lengan bawah ibu, Tempelkan perut bayi pada
perut ibu, satu tangan bayi di belakang badan ibu dan yang satu di
depan, kepala bayi menghadap payudara ibu, posisikan telinga dan
lengan bayi pada satu garis lurus, pegang payudara dengan ibu jari ibu
jari di atas dan ibu jari menopang di bawah serta jangan menekan
putting susu atau areolanya saja, rangsang bayi agar membuka mulut
dengan menyentuhkan puting susu ke pipi atau sudut mulut bayi,
setelah mulut bayi terbuka, dekatkan kepala bayi dengan cepat ke
payudara, kemudian masukkan puting susu dan sebagian besar areola ke
mulut bayi, setelah bayi menghisap, lepaskan tangan ibu dari payudara,
perhatikan bayi selama menyusui, lepaskan isapan bayi dengan cara
masukkan jari kelingkin ke sudut mulut bayi dagu bayi ditekan ke
bawah, setelah selesai menyusui oleskan sedikit ASI pada puting susu
dan areola dan biarkan kering sendiri, sendawakan bayi setelah
menyusu dengan cara : bayi digendong tegak dengan bersandar pada
bahu ibu, tepuk punggung ibu pelahan-lahan sampai bayi bersendawa (
bila tidak bersendawa 10-15 menit ). Susukan bayi pada kedua
payudara secara bergantian. Susukan bayi setiap menginginkan ( on
demand ).
Menurut Aprillia dan Farida (2014) mengemukakan bahwa
semakin sering bayi mengisap payudara dengan benar, ASI semakin
sering diproduksi. Diharapkan bagi ibu menyusui tetap
mempertahankan untuk menyusui bayinya dengan cara menyusui yang
benar untuk meningkatkan produksi ASI. Dari 17 responden hampir
seluruhnya (94.1%), isapan bayi benar. Hal ini disebabkan hampir
seluruhnya ibu menyusui bayinya dengan tepat pada saat menyusui,
seperti cara menempatkan posisi mulut pada payudara, sehingga isapan
bayi seluruhnya benar. Jika isapan bayi benar maka akan menstimulasi
hipotalamus yang akan merangsang kelenjar hipofise anterior
menghasilkan hormon prolaktin dan hipofise posterior menghasilkan
hormon oksitosin. Isapan bayi benar adalah : Mulut bayi terbuka lebar,
bayi tampak menghisap kuat, puting susu ibu tidak terasa nyeri. Pipi
membulat, lebih banyak areola diatas mulut, menghisap pelan, dalam
dan diselingi istirahat, dapat mendengar suara saat bayi menelan
(Agustina, 2012). Ibu tidak memegang atau menyangga payudara, lidah
bayi berada dibawah puting susu, terlihat gerakan sendi rahang bayi
yang aktif dalam menyusu (Suherni, 2009). Faktor yang mempengaruhi
isapan bayi adalah bayi berat lahir rendah, bayi dengan lidah pendek
dan masa gestasi saat melahirkan (Kristiyanasari, 2009).
3. Mengajarkan kepada ibu tentang cara melakukan perawatan payudara.
Yaitu dengan mencuci tangan, mengompres kedua puting dengan air
hangat kemudian membersihkan puting dengan gerakan memutar,
dengan menggunakan baby oil melakukan pengurutan payudara dari
luar ke arah puting dengan menggunakan sisi jari kelingking tangan,
mengulangi pengurutan dengan gerakan tangan dikepal dari luar
payudara menuju daerah puting, membilas payudara dengan air hangat,
mengeringkan payudara menggunakan handuk kering, serta
menganjurkan ibu untuk memakai BH yang dapat menopang payudara
ibu. Menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara saat pagi
dan sore hari sebelum mandi.
Menurut penelitian Wulan dan Rahmad (2012) tentang
“Pengaruh Perawatan Payudara (Breast Care) Terhadap Volume ASI
Pada Ibu Post Partum ( Nifas ) di RSUD Deli Serdang Sumut
Tahun 2012” mengemukakan bahwa volume ASI sebelum perawatan
payudara yaitu 4,50, dan volume ASI sesudah perawatan payudara yaitu
6,44. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif
antara sebelum dan sesudah perawatan payudara. Hasil Penelitian ini
sejalan dengan penelitaian yang dilakukan oleh Amalia 2006
menunjukkan bahwa perawatan payudara membawa dampak positif
dalam meningkatkan volume ASI, 75% ibu yang mendapat perawatan
payudara mendapat peningkatan volume ASI dan 25% ibu yang tidak
mendapat perawatan payudara yang dikarenakan oleh adanya fakktor
lainnya.Menurut teori Tujuan Perawatan Payudara yaitu meningkatkan
produksi ASI dengan merangsang kelenjar-kelenjar air susu melalui
pemijatan, mencegah bendungan ASI/ pembengkakan payudara,
melenturkan dan menguatkan putting, mengetahui secara dini kelainan
puting susu dan melakukan usaha untuk mengatasi. Pada penelitian ini
Perawatan payudara dilakukan 3 kali selama satu minggu yaitu dengan
cara merangsang atau memijat payudara ibu, dan membersihkan putting
susu ibu serta mengompres payudara ibu dengan air hangat dan air
dingin secara bergantian selama 2 menit, yang dapat mempengaruhi
hipopises untuk mengeluarkan hormone progesterone dan estrogen
sehingga mengasilkan hormone oksitosin. Dari hasil penelitian Hal
tersebut dapat meningkatkan produksi ASI sehingga kebutuhan bayi
akan ASI dapat tercukupi dengan baik. dan bayi tanpak tenang serta
tidak rewel.
4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi pada ibu nifas.
Kebutuhan nutrisi pada masa post partum dan menyusui meningkat
25%, karena berguna untuk proses penyembuhan setelah melahirkan
dan untuk produksi ASI untuk pemenuhan kebutuhan bayi. Kebutuhan
nutrisi akan meningkan tiga kali dari kebutuhan biasa menjadi sekitar
3000 – 3800 kalori. Nutrisi yang dikonsumsi berguna untuk melakukan
aktifitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi
ASI yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Ibu
nifas dan menyusui memerlukan makan makanan yang beranekaragam
yang mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur,
dan buah – buahan. Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi
adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak,
tidak mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau pewarna
(Wahyuni, 2018).
5. Mengajarkan ibu senam nifas.
Mellyana dalam (Putro & Hidayanti, 2009) menyatakan bahwa senam
nifas mempunyai tujuan untuk memperbaiki elastisitas otot-otot yang
telah mengalami penguluran, meningkatkan ketenangan dan
memperlancar sirkulasi darah, mencegah pembuluh darah yang
menonjol terutama di kaki, menghindari pembengkakan terutama pada
pergelangan kaki, mencegah kesulitan buang air besar dan buang air
kecil, mengembalikan rahim pada posisi semula, mempertahankan
postur tubuh yang baik, mengembalikan kerampingan tubuh, dan
membantu kelancaran pengeluaran ASI.
6. Memberikan pendidikan kesehatan tentang vulva hygine
Menurut penelitian Herlina, dkk (2018) dengan judul “Hubungan
Teknik Vulva Hygiene Dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada
Post Partum” menyatakan bahwa cara teknik vulva hygiene dengan
tepat yaitu cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan luka, lepas
pembalut yang kotor dari depan ke belakang, bersihkan daerah kelamin
sampai ke anus dengan sabun menggunakan air mengalir, setelah
BAK dan BAB cebok dari arah depan kearah belakang, ganti pembalut
setiap habis BAK dan BAB atau bila terasa pembalut sudah penuh dan
tidak nyaman lagi, semprotkan atau cuci dengan betadin bagian
perineum dari arah depan ke belakang, keringkan dengan waslap atau
handuk dari depan ke belakang. Dari hasil penelitian herlina, dkk
menyatakan bahwa terdapat hubungan vulva hygiene dengan
penyembuhan luka perineum pada post partum BPS Heppy Rina M.
S.ST., Seduri Mojosari Mojokerto. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Timbawa, dkk. (2015) dengan judul “Hubungan
Vulva Hygiene Dengan Pencegahan Infeksi Luka Perineum Pada Ibu
Post Partum Di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado” yang
menyatakan bahwa Ada hubungan vulva hygiene dengan pencegahan
infeksi luka perineum pada ibu post partum di Rumah Sakit Pancaran
Kasih GMIM Manado. Dimana manfaat vulva hygiene untuk menjaga
vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman, mencegah
munculnya keputihan, bau tak sedap dan gatal – gatal serta menjaga pH
vagina tetap normal.
7. Memberikan pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya pada masa
nifas : Memberitahu ibu dan keluarga tanda bahaya pada masa nifas
yaitu seperti perdarahan pada saat nifas, suhu tubuh meningkat, sakit
kepala, penglihatan kabur, pembengkakan ekstremitas (kaki/ tangan),
depresi/ merasa tidak mampu mengasuh bayinya, pengeluaran
pervaginam yang bebau, luka bekas operasi yang bernanah. Disarankan
agar keluarga membawa ibu ke fasilitas kesehatan jika terdapat ciri-ciri
di atas.
Menurut (Purwoastuti, 2015) dalam (Bayuningrum, 2016) masa nifas
merupakan masa yang rawan bagi ibu. Sekitar 60% kematian ibu terjadi
setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas
terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, diantaranya disebabkan
oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini, perdarahan pasca
persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan
meningkatnya persediaan darah dan sistem rujukan, maka infeksi
menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu.
Tanda-tanda bahaya masa nifas merupakan komplikasi pada masa nifas
yang biasanya terjadi tanpa ibu ketahui karena kurangnya pemahaman
dan pengetahuan, sehingga disarankan bidan harus memberikan
pelayanan prima seperti penyuluhan kesehatan terpadu khususnya bagi
ibu nifas yang berkaitan dengan tanda-tanda bahaya masa nifas
sehingga pengetahuan tentang kesehatan terpenuhi.
Kunjungan nifas kedua (KF2) dilaksanakan pada tanggal 28 Januari
2019, yakni nifas hari ke-12. Hal ini sesuai teori bahwa program KF2
dilaksanakan pada hari ke-4 sampai hari ke-28 pasca persalinan. Ibu
mengatakan puting kiri masih belum menonjol, ibu menyatakan
kekhawatirannya tentang bagaimana ASI-nya bila nanti dirinya kembali
bekerja di pabrik. Keadaan umum baik, vital sign dalam batas normal, ASI
lancar, puting kiri inverted nipple, abdomen fundus uteri tidak teraba, lochea
serosa, jahitan perineum kering.
1. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah mengulang pendidikan
kesehatan tentang perawatan putting susu yang terbenam, hasilnya ibu
sudah memakai puting susu silicon untuk payudara kirinya. Memberikan
pendidikan kesehatan tentang ASI perah untuk ibu bekerja. ASI bisa diperah
dan disimpan untuk diberikan kemudian kepada bayi bila ibu bekerja. ASI
dapat diperah dengan pompa manual maupun listrik kemudian ditampung
pada botol-botol kaca bersih dan disimpan. Pada suhu ruangan bertahan 4 jam,
pada suhu ruangan ber AC bertahan 6-8 jam. Pada suhu lemari es yang
terpisah bahan makanan lain dapat bertahan sampai 8 hari, sedangkan ASI
pada lemari es yang tidak terpisah dengan bhan makanan lain sebaiknya
dikonsumsi tidak lebih dari 3 hari. Pada freezer ASI dapat bertahan sampai 3
bulan. Cara pemberian ASI yang sudah didinginkan adalah dengan merendam
botol berisi ASI ke baskom/mangkok berisi air panas, bukan dengan
mendidihkannya.
2. Memberi pendidikan kesehatan tentang KB tujuan dan manfaatnya, macam-
macam alat kontrasepsi : kondom, pil, implant, IUD, indikasi,keuntungan dan
kerugiannya. Ibu dianjurkan untuk memilih sesuai peminatannya.
Kunjungan nifas ketiga (KF3) dilaksanakan pada tanggal 2 Februari 2019 atau
pada hari ke-19. Sesuai teori bahwa program KF3 seharusnya adalah pada hari
ke- 29-42 hari. Terdapat kesenjangan antara teori dan praktek, karena
terbatasnya waktu ada untuk penulis melakukan asuhan masa nifas ini. Pada
kunjungan ketiga ini penulis memberikan asuhan tentang follow up tentang
perawatan payudara (puting susu terbenam) dengan hasil putting susu kiri
sudah sedikit menonjol, review tentang ASI perah pada ibu bekerja dengan
hasil ibu sudah bisa memerah ASI-nya, review tentang KB dengan hasil ibu
akan menggunakan KB suntik 3 bulan, dan review tentang tanda bahay nifas
dengan hasil ibu dapat menyebutkan tanda bahaya nifas dan mengatakan tidak
merasa tanda bahaya nifas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Setelah penulis melakukan pengkajian data subyektif dan data obyektif
sehingga penulis melakukan analisa data dan mengidentifikasikan diagnosa
kebidanannya yaitu : pada KF 1 : Ny. S umur 29 tahun P2 A0 nifas hari
fisiologis nifas hari ke-3 dengan masalah nyeri payudara, pada KF 2 Ny. S
umur 29 tahun P2 A0 nifas hari fisiologis nifas hari ke-12, dan pada KF 3
Ny. S umur 29 tahun P2 A0 nifas hari fisiologis nifas hari ke-19.
2. Penulis mampu memberikan asuhan nifas dan menyusui pada Ny. S umur 29
tahun P2A0 secara komprehensif. Asuhan Nifas pada Ny.S dilakukan pada
hari ke – 3, hari ke – 12 dan hari ke – 19 post partum. Penatalaksanaan yang
dilakukan sudah sesuai evidence based practice, sesuai kondisi pasien yaitu
menyarankan menghentikan pemberian susu formula, pendidikan kesehatan
tentang cara menyusui yang benar, pendidikan kesehatan tentang cara
perawatan payudara, pendidikan kesehatan tentang gizi ibu nifas, pendidikan
kesehatan tentang senam nifas, pendidikan kesehatan tentang vulva hygiene,
pendidikan kesehatan tentang, ASI perah, pendidikan kesehatan tentang
tanda bahaya masa nifas dan pendidikan kesehatan tentang KB pasca
persalinan.
B. Saran
1. Bagi Lahan
Diharapkan agar puskesmas lebih dapat meningkatkan kualitas asuhan ibu
masa nifas dan menyusui sesuai dengan evidence based practise.
2. Bagi Pasien/Keluarga Pasien
Keluarga pasien diharapkan lebih memberikan dukungan fisik dan mental
untuk ibu nifas agar dapat melewati masa nifas dengan baik. Selain itu
pasien dan kelurga pasien diharapkan lebih banyak membaca mengenai
kebutuhan selama masa nifas yang salah satunya dengan cara membaca
leaflet yang sudah disediakan di Puskesmas agar meningkatnya pengetahuan
ibu dan keluarga mengenai kebutuhan selama masa nifas seperti perawatan
payudara.
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa agar lebih berusaha menguasai teori sehingga mampu
meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan dan
mampu menerapkan di lahan praktik teori yang sudah dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA

Angsuko, D. W., Supadmi, S., & Sumiyarsi, I. (2009). Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang Cara Menyusui Dengan Perilaku Menyusui Bayi Usia 0-6 Bulan di
Bidan Yuda, Klaten. Surabaya.

Ariyanti dkk, I. (2019). Modul Praktik Kebidanan Fisiologis dan Holistik Nifas dan
Menyusui. Semarang: Poltekkes Kemenkes Semarang.

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta:
EGC.

Bayuningrum, P. (2016). Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-


Tanda Bahaya Nifas Di RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa 10 Mei – 10 Juni 2016.
Jurnal Mitrasehat, VII(1), 145–154.

Cunningham, F. G. (2013). Obstetri Williams. Jakarata: EGC.

Ernawati, & Rejeki, S. (2010). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Penyembuhan


Luka Perineum Ibu Pasca Persalinan Di Puskesmas Brangsong Dan Kaliwungu
Kabupaten Kendal. Jurnal Unimus, 1–8.

Isnaini, N., & Diyanti, R. (2015). Hubungan Pijat Oksitosin Pada Ibu Nifas Terhadap
Pengluaran Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Raja Basa Indah Bandar Lampung
Tahun 2015. Jurnal Kebidanan, 1(2), 137–155.
https://doi.org/10.13546/j.cnki.tjyjc.2015.19.033

Kemenkes RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Kemenkes
RI.

Kesehatan, D. (2012). Profil Kesehatan Kota Semarang 2011, 48–49.


https://doi.org/10.2307/1942600

Kesehatan, D. (2017). Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2017, 3511351(24).

Kusmiyati, Y. (2009). Perawatan Ibu Hamil (I). Yogyakarta: Fitramaya.

Maryuni, A. (2011). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan (KDPK).


Jakarta: Trans Info Media.

Mochtar, R. (2012). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jakarta:


EGC.

Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktek.


Jakarta: Salemba Medika.

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan (4th ed.). Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. (A. B.


Saifuddin, T. Rachimhadhi, & G. H. Wiknojosastro, Eds.). Jakarata: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Puspitasari, D. (2014a). Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Dina Puspitasari,


Kebidanan DIII UMP, 2014, 11–106.

Puspitasari, D. (2014b). Asuhan Kebidanan Komprehensif. Purwokerto: DIII


Kebidanan UMP.

Putro, G., & Hidayanti, H. (2009). Studi Kasus Hubungan Senam Nifas Dengan
Status Kesehatan Ibu Nifas. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 12(3), 306–
311. https://doi.org/10.1016/0304-4017(77)90003-6

Rahmawati, E. S. (2013). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri


Luka Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti Alfirdaus Kingking Kabupaten
Tuban ( The Influence of Cold Compress Towards Perineum Injury of Post-
Partum. Jurnal Sain Med, 3(2), 43–46. https://doi.org/10.1016/0030-
4220(71)90238-6

Runjati dkk. (2017). Kebidanan Teori dan Asuhan. (Runjati & S. Umar, Eds.) (1st
ed.). Jakarta: EGC.

Saifuddin, A. B. (2009). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: EGC.

Sulistyawati, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta:
Andi Offset.

Sulistyawati, A. (2011). Asuhan Kebidanan Pada kehamilan. Jakarta: salemba


medika.

Varney, H., & Jan M.K, C. (2010). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (4th ed.). 2010:
EGC.

Veratamala, A. (2019). Cara Melakukan Pijat Oksitosin Supaya ASI Lebih Lancar.

Wahyuni, E. D. (2018). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui (1st ed.). Jakarta:
Kemenkes RI Pusdik SDMK BPPSDMK.

Widayani, W. (2016). Aromaterapi Lavender Dapat Menurunkan Intensitas Nyeri


Perineum pada Ibu Post Partum Lavender. Jurnal Ners Dan Kebidanan
Indonesia, 4(September), 123–128.

Anda mungkin juga menyukai