Disusun Oleh:
NGADIRAH
P1337424818071
Disusun Oleh:
NGADIRAH
P1337424818071
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
laporan dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Fisiologis Pada Ny. S Umur
29 Tahun P2 A0 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliyan, Kabupaten Semarang
yang disusun guna memenuhi tugas praktek kebidanan holistik kehamilan nifas dan
menyusui.
Penulis ucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada yang terhormat Agustin
Setianingsih, S.Si.T, M. Kes., dan Sri Setyowati, A.Md.Keb. sehingga atas bimbingan
dan arahannya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Laporan ini masih banyak kekurangan Oleh kerena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Semarang, Januari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
1
2
Kebutuhan masa nifas yaitu nutrisi dan cairan. Pada mereka yang
melahirkan secara fisiologis, tidak ada pantangan diet. Dua jam setelah
melahirkan perempuan boleh minum dan makan, Namun perlu diperhatikan
jumlah kalori dan protein ibu menyusui harus lebih besar dari pada ibu hamil,
kecuali apabila ibu tidak menyusui bayinya (Wahyuni, 2018).
Pelayanan kunjungan nifas didefinisikan sebagai kontak ibu nifas dengan
tenaga kesehatan (termasuk bidan di desa/polindes/poskesdes) dan kunjungan
rumah (Kemenkes RI, 2013). Adapun tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu
dan bayinya baik fisik maupun psikologik, melaksanakan skrining yang
komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian Sunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat, dan memberikan pelayanan keluarga
berencana (Saifuddin, 2009).
Berdasarkan laporan dari kabupaten atau kota Angka Kematian Ibu di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 sebanyak 619 111,16/100.000 KH menurun
menjadi 475 kasus atau 88,05/100.000 KH pada tahun 2017, dari 475 kasus
kematian sebesar 60 persen kematian maternal terjadi pada waktu nifas, sebesar
26,32 persen pada waktu hamil, dan sebesar 13.68 persen pada waktu persalinan
(Kesehatan, 2017). Berdasarkan laporan rutin kabupaten/kota tahun 2017
diketahui bahwa cakupan pelayanan nifas Provinsi Jawa Tengah sebesar 96,29
persen, mengalami sedikit peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2016
yaitu 95,54 persen. Trend cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan
nifas dari tahun 2013 -2017 terlihat bahwa sejak tahun 2013 cenderung
meningkat meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan.
Data pada Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan cakupan
kunjungan nifas III pada tahun 2015 sebesar 86,91% dari target 95%, tahun 2016
sebesar 88,23% dari target 95%, dan pada tahun 2017 sebesar 90,04% dari target
100%. Hal ini menunjukkan cakupan kunjungan nifas di kota Semarang
mengalami kenaikan sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 namun masih
di bawah target., Kenaikan cakupan kunjungan nifas ini karena semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan pemeriksaan
pada masa nifas. Selain itu, adanya peningkatan cakupan KF karena adanya
kunjungan petugas Puskesmas dengan menggunakan dana BOK dan
pendampingan ibu hamil oleh Gasurkes dan kader kesehatan (Kesehatan, 2012)
3
L
Gambar 2.5 Posisi batuk pada ibu pasca operasi sesar
(Sumber : Runjati dkk, 2017)
a) Latihan otot transversus, dilakukan sedini mungkin ketika ibu
sudah merasa siap dan nyaman dengan berbagai posisi kecuali
merangkak Ibu juga dapat dianjurkan untuk melakukan latihan
ini sebelum melakukan aktivitas dengan bayinya atau jika ingin
batuk. Kejadian flatulensi pada ibu pasca-operasi
sesar dapat dikurangi dengan latihan menengadahkan lutut dan
knee rolling. Pemeriksaan celah diastasis rekti dapat dilakukan
setelah 5-6 hari sehingga latihan untuk otot oblik harus ditunda
dan setelah ibu merasa cukup kuat.
b) Latihan dasar pelvik
Meskipun sebuah penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan
persalinan sesar cenderung jarang mengalami inkontinensia
urine (Wilson et al, 1996), latihan dasar panggul tetap penting
dilakukan karena saat kehamilan terjadi peregangan yang hebat
pada Otot-otot panggul.
Istirahat yang cukup sangat diperlukan pada ibu
pascapersalinan untuk membantu proses pemulihan dan fungsi
jaringan tubuh ke kondisi normal sebelum hamil. Anggota
keluarga dapat dianjurkan untuk membantu ibu melakukan
pekerjaan sehari-hari dan memastikan ibu dapat beristirahat
d. Kebutuhan Seksual
Hubungan seksual dapat dilakukan apabila darah sudah berhenti dan
luka episiotomy sudah sembuh. Koitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu
post partum. Libido menurun pada bulan pertama postpartum, dalam hal
kecepatan maupun lamanya, begitu pula orgasmenya. Ibu perlu
melakukan fase pemanasan (exittement) yang membutuhkan waktu yang
lebih lama, hal ini harus diinformasikan pada pasangan suami isteri.
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat melakukan sSulasi dengan memasukkan
satu atau dua jari ke dalam vagina, apabila sudah tidak terdapat rasa
nyeri, maka aman untuk melakukan hubungan suami istri. Meskipun
secara psikologis ibu perlu beradaptasi terhadap berbagai perubahan
postpartum, mungkin ada rasa ragu, takut dan ketidaknyamanan yang
perlu difasilitasi pada ibu. Bidan bisa memfasilitasi proses konseling
yang efektif, terjaga privasi ibu dan nyaman tentang seksual sesuai
kebutuhan dan kekhawatiran ibu.
6. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas
Menurut (Runjati dkk, 2017) deteksi dini komplikasi ibu nifas meliputi :
a. Perdarahan Pasca Persalinan
Perdarahan pascapersalinan atau perdarahan popstpartum adalah
perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dengan jumlah perdarahan
2500 ml atau jumlah perdarahan yang keluar melebihi normal berp0tensi
memengaruhi perubahan tanda-tanda vital (sistolik <90 mmHg, nadi
>100 denyutl mcnit), pasien lcmah, kesadaran menurun, berkeringat
dingin, menggigil, hiperkapnia dan kadar Hb <8 g%. Perdarahan
posrpartum dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan prSer yang terjadi pada
24 jam pertama postpartum dan perdarahan sekunder yang terjadi
setelah 24 jam postpartum (Saifuddin, 2009).
b. Infeksi Masa Nifas
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi
setelah persalinan ditandai dengan adanya kenaikan suhu sampai 38°C
atau lebih yang terjadi antara hari kedua sampai kesepuluh postpartum,
suhu diukur peroral scdildtnya 4 kali sehari (Saifuddin, 2009).
c. Keadaan Abnormal Pada Payudara
Pada masa nifas dapat terjadi keaadaan abnormal payudara karena
beberapa sebab : putting susu lecet atau luka, payudara bengkak dan
putting susu datar atau terbenam.
d. Eklampsia dan Preeklampsia
Eklampsia dano merupakan keadaan serangan kejang tiba-tiba pada
pada wanita hamil, bersalin, atau masa nifas yang telah menunjukkan
gejala preeklampsia sebelumnya. Eklampsia dibedakan menjadi 3
berdasarkan timbulnya serangan yaitu eklampsia gravidarum
(antepartum) eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia
puerperale (postpartum). Eklampsia postpartum adalah kondisi serangan
kejang tiba-tiba pada ibu postpartum. LSa puluh persen serangan ini
terjadi pada hari kedua postpartum dan dapat timbul setelah 6 minggu
postpartum. Preeklampsia berat adalah kondisi dengan tekanan darah
>160 mmHg, proteinuria ..>2+, dan edema pada daerah ekstremitas
(Prawirohardjo, 20102 dan (Cunningham, 2005).
e. Disfungsi sSfisis pubis atau disfungsi otot dasar panggul adalah kelainan
yang mengenai dasar panggul mulai dari sSfisis ossis pubis menuju ke
os coccygeus yang merupakan jaringan kompleks yang terdiri dari
jaringan ikat dan jaringan otot. Kehamilan dan persalinan menyebabkan
otot dasar panggul melemah atau rusak sehingga menurunkan fungsi
otot dasar panggul (Barber, 2002) .
f. Diastasis Rekti Diastasis Rectus Abdominis
Diastasis Rekti Diastasis Rectus Abdominis adalah pemisahan otot
rectus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus sebagai
akibat pengaruh hormon terhadap Ymea alba serta akibat perenggangan
mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi-paritas,
bayi besar, polihidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang
salah.
g. Nyeri Perineum
Setiap ibu yang telah menjalani proses persalinan dengan mendapatkan
luka perineum akan merasakan nyeri. Nyeri yang dirasakan pada setiap
ibu dengan luka perineum menSbulkan dampak yang tidak
menyenangkan seperti kesa' kitan dan rasa takut untuk bergerak
sehingga banyak ibu dengan luka perineum jarang mau bergerak pasca-
persalinan sehingga dapat mengakibatkan banyak masalah di antaranya
subinvolusi uterus, pengeluaran lokea yang tidak lancar, dan perdarahan
pascapartum.
TIMbulnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dSaksud adalah nociceptor. Reseptor nyeri dapat
memberi respons akibat adanya rangsangan. Rangsangan tersebut dapat
berupa kSiawi, termal, atau mekanis. Stimulasi oleh zat kSiawi misalnya
histamin dan prostaglandin, atau stimulasi yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan.
Nyeri akibat luka perineum yang dirasakan oleh setiap ibu nifas
berbeda-beda apalagi dalam 2 jam postpartum, itu merupakan beban
yang dialami ibu. Oleh sebab itu, sebagai tenaga kesehatan kita dapat
membedakan atau mengklasifikasikan tiap nyeri yang dirasakan ibu
sehingga mempermudah dalam memberikan asuhan yang tepat pada ibu
nifas (Potter, 2005).
Penanganan nyeri perineum dapat dilakukan secara farmakologi maupun
non-farmakologi (Olivierra Sonia, 2012). Penanganan nyeri secara
farmakologi yaitu dengan memberikan analgesik oral (parasetamol 500
mg tiap 4 jam atau jika perlu), sedangkan penanganan secara non-
farmakologi antara lain: mandi dengan air es, teknik acupressure dan
cold therapy dengan kompres dingin dengan ice pack atau cooling gel
pads dan pijat es dan aromaterapi. Menurut penelitian (Rahmawati,
2013) pemberian kompres dingin merupakan alternatif lain mengurangi
nyeri selain dengan memakai obat-obatan karena menSbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga
Spuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit dan menurut (Widayani,
2016) saat ini penanganan nyeri perineum yang sering digunakan yaitu
terapi komplementer aromaterapi dengan minyak essensial lavender,
karena lavender mempunyai sifat antikonvulsan, antidepresi, anxiolytic,
dan menenangkan. Aromaterapi akan menstimulasi hipotalamus untuk
mengeluarkan mediator kSia yang berfungsi sebagai penghilang rasa
sakit dan menSbulkan perasaan bahagia.
h. Inkontinensia Urine Inkontinensia urine (IU)
Inkontinensia Urine Inkontinensia urine (IU) oleh International
Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urine yang
tidak dapat dikendalikan atau dikontrol; secara objektif dapat
diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis.
i. Nyeri Punggung
Nyeri punggung (Vamey, 2004; Agustina, 2014) merupakan gejala
pascapartum jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini disebabkan
adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
7. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Menurut (Kemenkes RI, 2013) kebijakan program nasional masa
nifas adalah sebagai berikut :
a. Kunjungan I (6-8 jam post partum)
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Mendeteksi dan merawat pennyebab lain perdarahan; rujuk jika
perdarahan berlanjut
3) Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara
pencegahan perdarahan yang disebabkan karena atonia uteri
4) Pemberian ASI awal
5) Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi yang
baru lahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi
7) Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi yang baru lahir selama 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
1) Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
3) Memastikan ibu mendapatkan istirahat cukup
4) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan bergizi dan cukup
cairan.
5) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar, serta tidak ada
tanda-tanda kesulitan menyusui. Ibu perlu diberikan pendidikan
kesehatan tentang cara menyusui yang baik dan benar.
Menurut (Angsuko, Supadmi, & Sumiyarsi, 2009) semakin tinggi
tingkat pengetahuan tentang cara menyusui, maka semakin baik
perilaku menyusui bayinya. Untuk memperlancar ASI , ibu dapat
diberi tindakan pijat oksitosin.
Berdasarkankan penelitian (Isnaini & Diyanti, 2015) diketahui dari
15 responden yang dilakukan pijat oksitosin sebanyak 9 ibu nifas
(60%) yang pengeluaran asinya cepat, 5 ibu nifas (33 % ) yang
pengeluaran asinya normal dan ibu yang mengalami pengeluaran
asinya lambat sebesar 1 ibu nifas (7 % ) dan kelompok yang tidak
dilakukan pijat oksitosin 15 responden sebanyak 12 ibu nifas (80%)
yang pengeluaran asinya lambat, 3 ibu nifas (20 % ) yang
pengluaran asinya normal dan tidak ada ibu yang mengalami
pengeluaran asinya cepat, perhitungan menggunakan SPSS
ditemukan p value 0,000 <p α 0,05 atau (5%). artinya adanya
hubungan pijat oksitosin pada ibu nifas dengan pengeluaran ASI.
(1) Cara Menyusui Yang Benar
(a) Ibu duduk dengan santai dan nyaman
(b) Persilakan pasien membuka pakaian bagian atas
(c) Oleskan sedikit ASI pada putting susu dan areola
(d) Pegang bayi dengan satu lengan, kepala bayi terletak
pada lengkung siku dan bokong bayi terletak pada lengan.
(e) Tempelkan perut bayi pada perut ibu, satu tangan bayi di
belakang badan ibu dan yang satu di depan, kepala bayi
menghadap payudara ibu
(f) Posisikan telinga dan lengan bayi pada satu garis lurus
(g) Pegang payudara dengan ibu jari ibu jari di atas dan ibu
jari menopang di bawah serta jangan menekan putting
susu atau areolanya saja
(h) Rangsang bayi agar membuka mulut dengan
menyentuhkan putting susu ke pipi atau sudut mulut bayi
(i) Setelah mulut bayi terbuka, dekatkan kepala bayi dengan
cepat ke payudara, kemudian masukkan putting susu dan
sebagian besar areola ke mulut bayi.
(j) Setelah bayi menghisap, lepaskan tangan ibu dari
payudara
(k) Perhatikan bayi selama menyusui
(l) Lepaskan isapan bayi dengan cara masukkan jari
kelingkin ke sudut mulut bayi dagu bayi ditekan ke
bawah.
(m) Setelah selesai menyusui oleskan sedikit ASI pada
putting susu dan areola dan biarkan kering sendiri
(n) Sendawakan bayi setelah menyusu dengan cara : bayi
digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, tepuk
punggung ibu pelahan-lahan sampai bayi bersendawa (
bila tidak bersendawa 10-15 menit ).
(o) Susukan bayi pada kedua payudara secara bergantian
(p) Susukan bayi setiap menginginkan ( on demand )
(Ariyanti dkk, 2019)
(2) Pijat Oksitosin
(a) Ibu berada dalam posisi duduk bersandar ke depan
sambil memeluk bantal agar lebih nyaman. Taruh meja
di depan Anda sebagai tempat untuk bersandar.
(b) Pijat kedua sisi tulang belakang menggunakan kepalan
tangan dengan ibu jari menunjuk ke depan. Pijat kuat
dengan gerakan melingkar.
(c) Pijat sisi tulang belakang ke arah bawah sampai sebatas
dada, dari leher sampai ke tulang belikat.
(d) Lakukan pijatan ini selama 2-3 menit (Veratamala,
2019).
6) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)
Sama seperti kunjungan II.
d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)
1) Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang yang
dialami ibu selama masa nifas.
2) Memberikan konseling KB secara dini.
Sedangkan menurut (Runjati dkk, 2017) , pelayanan kesehatan pada ibu
nifas dilakukan minimal 3 kali :
a. Kunjungan I yaitu satu kali pada periode 6 jam sampai dengan 3 hari
pasca-persalinan
b. Kunjungan II yaitu satu kali pada periode 4 hari sampai dengan 28 hari
pasca-persalinan
c. Kunjungan III yaitu satu kali pada periode 29 hari sampai dengan 42
hari pasca-persalinan.
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
a. Dimensi Model Asuhan Puzzle Jigsaw
Asuhan kebidanan pada ibu nifas dalam praktik pelayanan kebidanan
mempertimbangkan asuhan ibu dan bayi dari sudut pandang holistik, bahwa
asuhan kebidanan mempertimbangkan asuhan dari konteks fisik, emosional,
psikologis, spiritual, sosial, dan budaya. Bagian dari Jigsaw secara nyata
berhubungan satu sama lain dan setiap bagian diperlukan bagi penyediaan
asuhan kebidanan yang aman dan holistik. Jika salah satu bagian hilang,
gambaran menjadi tidak lengkap dan tujuan asuhan potensial tidak akan
tercapai.
DSensi model asuhan puzzle jigsaw meliputi :
1) Women Centered ( Asuhan Kebidanan Berpusat Pada Ibu )
Pengambilan keputusan asuhan kebidanan berpusat pada ibu,
mempertimbangkan hak-hak dan pilihan ibu tentang asuhan yang akan
dilakukan pada dirinya.
2) Menggunakan Bukti Terbaik (Evidence Based)
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan nifas, kita harus berdasarkan
bukti yang terbaik (evidence based practice), pelaksanaan praktik
asuhan kebidanan bukan sekedar berdasarkan kebiasaan rutinitas praktik
atau pengalaman klinis saja, namun berdasarkan bukti yang terbaik.
Adapun yang dSaksud bukti yang terbaik (evidence based) adalah hasil
hasil riset yang terbukti terpilih dan direkomendasikan untuk
memperbaiki kualitas asuhan kebidanan.
3) Isu Profesional Dan Legal
Ibu nifas perlu merasa yakin bahwa bidan yang memberikan asuhan
kebidanan pada mereka, bekerja dalam kerangka kerja yang mendukung
praktik asuhan yang aman. Adapun yang dimaksud praktik asuhan yang
aman adalah praktik menggunakan bukti yang terbaik, mengutamakan
keselamatan ibu (patient safety) dan utamanya ditujukan pada
kesejahteraan ibu dan anak (wellbeing mother and child). Bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan nifas harus menaati pedoman, protap dan
aturan-aturan mengenai kewenangan serta dasar hukum yang berlaku
(legal aspect) dalam menjalankan praktik kebidanan. Sebagai seorang
profesional, bidan harus bertanggung gugat terhadap tindakan dan
kelalaian dalam praktik kebidanan dan harus selalu menggunakan bukti
yang terbaik sebagai dasar tindakan atau keputusan klinik dalam praktik.
Bidan harus selalu bertindak berdasarkan hukum yang berlaku, baik
hukum tersebut berhubungan dengan praktik professional sebagai bidan,
maupun kehidupan pribadi. Hukum yang berhubungan dengan praktik
profesional misalnya tentang Undang-undang tentang Kesehatan,
Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan, maupun aturan-aturan
hukum lain yang mendasari praktik bidan, kewenangan serta otonomi
dalam praktik kebidanan.
4) Kerja Tim Dan Kolaborasi Dalam Asuhan
Meskipun bidan adalah profesi yang mandiri dan profesional dalam
asuhan kebidanan nifas terutama adalah kasus nifas fisiologis maupun
risiko rendah, namun bidan perlu tetap berkewajiban kerja dalam tim
maupun kolaburasi dalam memberikan asuhan kebidanan, untuk
memberikan asuhan yang komprehensif dan aman. Bidan bekerja
sebagai bagian dari tim profesional, yang masing-masing membawa
ketrampilan, otonomi atau kewenangan serta perspektif tertentu pada
asuhan ibu dan keluarga. Adapun yang dimaksud kerja tim dalam
pelayanan kebidanan adalah kerja dengan sesama profesi bidan.
Sedangkan kolaborasi dalam asuhan kebidanan terutama adalah
kerjasama dengan profesi lain dalam sebuah tim profesional untuk
memberikan asuhan kebidanan yang komprehensif dikenal dengan
istilah Inter Professional Collaburation (IPC).
5) Komunikasi Efektif
Memberikan asuhan berpusat pada ibu nifas (women centered) selama
periode postnatal mewajibkan bidan untuk membina hubungan dan
berkomunikasi secara efektif dengan mereka. Bidan harus menyadari
pentingnya petunjuk yang diberikan kepada ibu postnatal selama
pemberian asuhan. Bidan harus meyakinkan ibu postnatal, bahwa ibu
adalah fokus perhatian bidan dalam memberikan asuhan. Bidan harus
selalu memberikan penjelasan kepada ibu postnatal tentang asuhan yang
akan diberikan dan tahapan asuhan apa yang akan dilalui oleh ibu. Beri
penjelasan mengapa asuhan kebidanan penting dilakukan.
6) Penerapan Model Asuhan Kebidanan
Salah satu rekomendasi kebijakan utama adalah ibu harus memiliki
pilihan tentang dimana mereka dapat memperoleh pilihan tentang
asuhan postnatal. Untuk memfasilitasi hal ini, bidan harus bekerja di
berbagai tatanan pelayanan kebidanan dalam sistem pelayanan
kebidanan. Misalnya bidan bekerja pada tatanan pelayanan primer
seperti; Puskesmas, Klinik Pratama, Rumah Bersalin dan Praktik
Mandiri Bidan; maupun berkerja pada tatanan pelayanan sekunder dan
tersier, misalnya Rumah sakit, RSKIA, Puskesmas PONED, dan rumah
sakit pusat rujukan tersier. Bidan juga dapat berkerja secara mandiri
dalam memberikan asuhan kebidanan holistik yang berpusat pada ibu,
atau dalam pusat layanan tersier besar yang memberi asuhan bagi ibu
yang memiliki kebutuhan kesehatan.
7) Lingkungan Yang Aman
Bidan yang memberi asuhan postnatal perlu memastikan bahwa
lingkungan tempat mereka bekerja mendukung praktik kerja yang aman
dan efektif serta melindungi ibu dan keluarga dari bahaya. Dalam
memberikan pelayanan kebidanan nifas bidan harus menjaga privasi ibu
dan menghindarkan dari resiko tertular infeksi.
8) Promosi Kesehatan Dan Akses Ke Asuhan
Memberi asuhan postnatal bagi ibu dan keluarga, memberikan
kesempatan bagi bidan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Bidan harus mendorong hubungan positif dari
hubungan dengan ibu postnatal guna membantu ibu mencapai adaptasi
positif menjadi orang tua dan meningkatkan pilihan gaya hidup dan
asuhan yang akan menguntungkan ibu, bayi dan keluarga di masa
mendatang.
9) Kecakapan Klinis
Hal utama dalam memberikan pelayanan kepada ibu nifas adalah
kecakapan klinis sehingga dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan
ibu pada masa nifas sesuai dengan kompetensinya,
b. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas
Menurut Sulistyawati (2010), peran dan tanggung jawab bidan dalam
masa nifas antara lain:
1) Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi
saat-saat kritis masa nifas
2) Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan
keluarga
3) Pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan,
pemantauan, penanganan masalah, rujukan dan deteksi dini komplikasi
masa nifas.
c. Manajemen kebidanan
Manajemen Kebidanan terdiri atas 7 ( tujuh ) langkah yang berurutan
,diawali dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Proses ini
bersifat siklik(dapat berulang), dengan tahap evaluasi sebagai data awal pada
siklus berikutnya (Varney & Jan M.K, 2010) :
1) Langkah I ( kesatu ) Pengumpulan Data Dasar
Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesis. Anamnesis adalah
pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui
pengajuan pertanyaan-pertanyaan. Anamnesis dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu anamnesis yang dilakukan kepada pasien langsung (Auto
Anamnesis) dan anamnesis yang dilakukan kepada keluarga pasien
untuk memperoleh data tentang pasien (Allo Anamnesis).
Menurut (Puspitasari, 2014b) dalam anamnesa diajukan pertanyaan
sebagai berikut:
a) Identitas Pasien dan Penanggungjawab/Suami
(1) Nama penderita dan suaminya
Ditanyakan nama dengan tujuan agar dapat mengenal/
memanggil penderita dan tidak keliru dengan penderita-
penderita lain.
(2) Usia penderita
Hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan ibu, terutama pada
nifas yang pertama. Apakah pasien itu termasuk pasien
beresiko tinggi untuk melahirkan atau tidak. Menurut pendapat
ahli,kehamilan yang pertama kali itu yang baik antara usia 19
sampaai 25 tahun di mana otot masih bersifat sangat elastis dan
mudah diregang. Tetapi menurut pengalaman, penderita umur
25 tahun sampai 35 tahun masih mudah melahirkan anak, maka
ada yang mengubah pendapat di atas. Jadi melahirkan anak
tidak saja pada umur 19-25 tahun, tetapi 19-35 tahun terutama
mengingat pula emansipasi bahwa wanita yang bercita-cita
memegang pimpinan, menjadi sarjana dan lain-lain hingga
kadang-kadang tidak menghendaki kawin lebih cepat, sebelum
cita-citanya tercapai. Jadi sekarang biasanya prSipara tua
dikatakan mulai umur 35 tahun, dimana otot sudah kaku,kurang
elastis dan susah diregang. Primipara ini ada 2 macam, ialah
yang memegang ibu itu kawinnya sudah usia agak tua dan yang
lain ialah sudah lama kawin tetapi dalam usia agak tua baru
hamil.
(3) Agama
Agama ini ditanyakan berhubungan dengan perawatan
penderita, misalnya dari agamanyaa tidak boleh makan daging
dan sebagainya. Dalam keadaan yang gawat ketika memberi
pertolongan dan perawatan dapat diketahui dengan siapa harus
berhubungan, misalnya pada agama Roma katolik memanggil
Pastor, pada agama Protestan memanggil Domine atau Pendeta,
dan sebagainya.
(4) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektualnya, karena tingkat
pendidikan mempengaruhi sikap perilaku seseorang.
(5) Pekerjaan
Yang ditanyakan pekerjaan suami dan ibu itu
sendiri.Menanyakan pekerjaan ini untuk mengetahui bagaimana
taraf hidup dan social ekonomi penderita itu agar nasehat kita
nanti sesuai. Kecuali itu mengetahui pekerjaan itu akan
menganggu kehamilan atau tidak. Misalnya pada ibu yang
bekerja di pabrik rokok, di percetakan ataau di pabrik yang lain,
mungkin zat yang terhisap dalam pabrik itu akan berpengaruh
kepada janin. Bagi ibu yang pekerjaannyaa dapat mengganggu
kehaamilan atau terlalu berat, dapat dinasehatkan misalnya
mengurangi pekerjaan atau pindah ke bagian yang lain
(Puspitasari, 2014a).
(6) Kebangsaan
Hal ditanyakan untuk mengadakan statistic tentang kelahiran.
Mungkin juga untuk menenukan prognose persalinan dengan
melihat keadaan panggul. Wanita asia dan afrika biasanya
mempunyai panggul bundar dan normal bagi persalinan dan
biasanya wanita-wanita dari barat panggulnya ukuran
melintang lebih panjang tetapi ukuran muka belakang lebih
kecil.
(7) Alamat
Untuk mengetahui ibu itu tinggal dimana, menjaga
kemungkinan bila ada ibu yang mana hendak ditolong itu.
Kecuali yang tersebut diatas, alamat juga diperlukan bila
mengadakan kunjungan kepada penderita.
b) Data Subyektif
(1) Alasan Datang
Wanita datang ke tempat bidan/klinik, yang diungkapkan
dengan kata- katanya sendiri.
(2) Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien
datang kefasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Riwayat Kebidanan
Data ini penting diketahui oleh tenaga kesehatan sebagai data
acuan jika pasien mengalami penyulit postpartum.
(a) Riwayat Menstruasi
Data ini memang tidak tidak secara langsung berhubungan
dengan masa nifas, namun dari data yang diperoleh kita
akan mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari
organ reproduksinya. Beberapa data yang diperoleh dari
riwayat menstruasi antara lain sebagai berikut :
i. Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami
menstruasi, wanita Indonesia umumnya mengalami
menarche sekitar 12 sampai 16 tahun.
ii. Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang
dialami dengan menstruasi berikutnya,dalam hitungan
hari. Biasanya sekitar 23 sampai 32 hari.
iii. Warna darah : warna normal : merah kehitaman
iv. Banyaknya
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi
yang dikeluarkan. Kadang kita akan kesulitan untuk
mendapatkan data yang valid. Sebagai acuan biasanya
kita gunakan kriteria banyak, sedang, dan sedikit.
Jawaban yang diberikan oleh pasien biasanya bersifat
subjektif, namun kita dapat kaji lebih dalam lagi dengan
beberapa pertanyaan pendukung, misalnya sampai
berapa kali mengganti pembalut dalam sehari.
v. Lama : normal 5-7 hari
vi. Leukhorhea normal tidak ada leukhorrhe
(b) Riwayat Persalinan dan Nifas yang Lalu
Persalinan
Meliputi jenis persalinan, ditolong oleh siapa, dimana dan
bagaimana keadaan bayi, waktu lahir ada/tidaknya
penyulit.
Nifas
Meliputi ada tidaknya penyakit/perdarahan selama nifas.
(c) Riwayat Persalinan Sekarang
Meliputi paritas, riwayat aborttus, tempat persalinan,
penolong persalinan, jenis persalinan, masalah dalam
persalinan, keadaan plasenta, keadaan tali pusat, keadaan
bayi, jeni kelamin, tanggal/jam lahir, apgar score, berat
badan, panjang badan, ligkar kepala, lingkar dada.
(d) Riwayat KB
Meskipun baru melahirkan , namun tidak ada salahnya
jika kita mengkajinya lebih awal agar pasien mendapatkan
informasi sebanyak mungkin mengenai pilihan beberapa
alat kontrasepsi. Kita juga dapat memberikan penjelasan
mengenai alat kontrasepsi tertentu yang sesuai dengan
kondisi dan keinginan pasien (Sulistyawati, 2011).
(e) Riwayat Kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita gunakan sebagai
“penanda” akan adanya penyulit masa nifas.
(f) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari
i. Pola Makan
Ini penting untuk diketahui supaya kita mendapatkan
gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya
selama ini. Kita bisa menggali dari pasien tentang
makanan yang disukai dan yang tidak disukai, seberapa
banyak dan sering ia mengonsumsinya,sehingga jika
kita peroleh data yang tidak sesuai dengan standar
pemenuhan,maka kita dapat memberikan klarifikasi
dalam pemberian pendidikan kesehatan mengenai gizi
ibu hamil. Beberapa hal yang perlu kitaa tanyakan pada
pasien berkaitan dengan pola makan adalah sebagai
berikut (Sulistyawati, 2011).
Menu
Ini dikaitkan dengan pola seimbang bagi ibu hamil.
Jika pengaturan menu makan yang dilakukaan
oleh pasien kurang seimbang sehingga ada
kemungkinan beberapa komponen gizi tidak akan
terpenuhi, maka bidan dapat memberikan
pendidikan kesehatan mengenai penyusunan menu
seSbang bagi ibu. Kita dapat menanyakan pada
pasien tentang apa saja yang ia makan dalam sehari
(nasi, sayur, lauk, buah, makanan selingan dan lain-
lain) (Sulistyawati, 2011).
Frekuensi
Data ini akan memberi petunjuk bagi kita tentang
seberapa banyak asupan makanan yang dikonsumsi
ibu (Sulistyawati, 2011).
Jumlah per hari
Data ini memberikan volume atau seberapa banyak
makanan yang ibu makan dalam satu kali makan.
Untuk mendapatkan gambaran total makanan yang
ibu makanan, bidan dapat mengalikannya dengan
frekuensi makan dalam sehari (Sulistyawati, 2011).
Pantangan
Ini juga penting dikaji karena ada kemungkinan
pasien berpantang makanan justru pada makanan
yang sangat mendukung pemulihan fisiknya,
misalnya daging, ikan atau telur.
ii. Pola minum
Kita juga harus dapat memperoleh data dari kebiasaan
pasien dalam memenuhi kebutuhan cairannya.Apalagi
dalam masa hamil asupan cairan yang cukup sangat
dibutuhkan. Hal-hal yang perlu kita tanyakan kepada
pasien tentang pola minum adalah sebagai berikut
(Sulistyawati, 2011).
Frekuensi
Kita dapat tanyakan pasien berapa kali ia minum
dalam sehari dan dalam sekali minum
menghabiskan berapa gelas.
Jumlah per hari
Frekuensi minum dikalikan seberapa banyak ibu
minum dalam sekali waktu minum akan
didapatkan jumlah asupan cairan dalam sehari
Jenis minuman
Kadang pasien mengonsumsi minuman yang
sebenarnya kurang baik untuk kesehatannya.
(g) Pola istirahat
Istirahat sangat diperlukan oleh ibu hamil. Oleh karena itu,
bidan perlu menggali kebiasaan istirahat ibu supaya
diketahui hambatan yang mungkin muncul jika di dapatkan
data yang senjang tentang pemenuhan kebutuhan
istirahat.Bidan dapat menanyakan tentang berapa lama
tidur di malam dan siang hari (Sulistyawati, 2011).
(h) Aktivitas Fisik sehari hari
Kita perlu mengkaji aktivitas sehari-hari pasien karena data
ini memberikan gambaran tentang seberapa berat aktivitas
yang biasa dilakukan pasien dirumah. Jika kegiatan pasien
terlalu berat sampai dikhawatirkan dapat menSbulkan
penyulit masa nifas, maka kita dapat memberikan
peringatan sedini mungkin kepada pasien untuk membatasi
dahulu kegiatannya sampai ia sehat dan pulih kembali.
Aktivitas yang terlalu berat dapat menyebabkan stress dan
dapat berakibat produksi ASI berkurang.Perlu dikaji juga
apakah ibu sudah melakukan senam nifas atau belum.
(i) Personal hygiene
Data ini perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal ini
akan memengaruhi kesehatan pasien dan bayinya. Jika
pasien mempunyai kebiasaan yang kurang baik dalam
perawatan kebersihan dirinya, maka bidan harus dapat
memberikan bSbingan mengenai cara perawatan
kebersihan diri dan bayinya sedini mungkin. Beberapa
kebiasaan yang dilakukan dalam perawatan kebersihan diri
diantaranya adalah sebagai berikut (Sulistyawati, 2011).
i. Mandi
Kita dapat menanyakan kepada pasien berapaa kali ia
mandi dalam sehari dan kapan waktunya (jam berapa
mandi pagi dan sore).
ii. Keramas
Pada beberapa wanita ada yang kurang peduli dengan
kebersihan rambutnya karena mereka beranggapan
keramas tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan.
Jika kitaa menemukan pasien yang seperti ini, maka kita
harus memberikan pengertian kepadanya bahwa
keramas harus selalu dilakukan ketika rambut kotor
karena bagian kepala yang kotor merupakan tempat
yang mudah menjadi sumber infeksi. Kepala akan terasa
gatal, yang secara spontan tangan pasti akan
menggaruk-garuk kepalanya yang gatal, padahal saat itu
ia juga harus menyentuh bayinya jika meneteki atau
mengganti popoknya. Kulit bayi yang masih sensitive
akan mudah untuk iritasi dan infeksi akaan mudah
tertular dari tangan ibunya yang tidak bersih.
iii. Ganti baju dan celana dalam
Ganti baju minimal sekali dalam sehari, sedangkan
celana dalam minimal dua kali. Namun jika sewaktu-
waktu baju dan celana dalam sudah kotor, sebaiknya
segera diganti tanpa harus menunggu waktu untuk ganti
berikutnya.
(j) Aktivitas seksual
Walaupun ini adalah hal yang cukup privasi bagi pasien,
namun harus menggali data dari kebiasaan ini, karena
terjadi beberapa kasus keluhan dalam aktivitas seksual
yang cukup menganggu pasien namun ia tidak tahu
kemana harus berkonsultasi. Dengan teknik berkomunikasi
yang senyaman mungkin bagi pasien, bidan dapat
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas
seksual, melalui pertanyaan berikut ini.
i. Frekuensi
Kita tanyakan berapa kaali melakukaan hubungan
seksual dalam seminggu.
ii. Gangguan
Kita tanyakan apakah pasien mengalami gangguan
ketika melakukan hubungan seksual, misalnya nyeri
saat berhubungan,adanya ketidakpuasan dengaan
suami,kurangnya keinginan untuk melakukan
hubungan, dan lain sebagainya.
Jika kita mendapatkan data-data tersebut di atas maka
sebaiknya kita membantu pasien untuk mengatasi
permasalahannya dengan konseling lebih intensif
mengenai hal ini (Sulistyawati, 2011).
(k) Riwayat Psikososial
i. Riwayat Perkawinan
Status Perkawinan
Ini penting untuk dikaji karena dari data ini kita
akan mendapatkan gambaran mengenai suasana
rumah tangga pasangan. Beberapa pertanyaan yang
dapat ajukan antara lain sebagai berikut
Berapa tahun usia ibu ketika menikah pertama kali?
Status perkawinan (sah/tidak) ?
Lama perkawinan?
Ini adalah suami yang ke?
ii. Respon dan dukungan keluarga terhadaap nifas ini
iii. Mekanisme koping (cara pemecahan masalah) :
Bagaimana koping ibu sehari-hari apakah dengan
musyawarah, memutuskan sendiri dan sebagainya.
iv. Ibu tinggal serumah dengan siapa dan siapa orang
terdekat ibu serta siapa pengambil keputusan utama
dalam keluarga akan membantu tenaga kesehatan untuk
mengambil keputusan klinik.
v. Penghasilan per bulan akan membantu tenaga kesehatan
untuk memberi alternative pelayanan kesehatan yang
tepat.
c) Data Obyektif
Setelah data subjektif kita dapatkan, untuk melengkapi data kita
dalam menegakkan diagnosis, maka kita harus melakukan
pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi yang dilakukan secara berurutan
(Sulistyawati, 2011)
Langkah-langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
(1) Pemeriksaan Fisik
(a) Pemeriksaan Umum
i. Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan .hasil pengamatan
kita laporkan dengan kriteria sebagai berikut.
Baik. Jika pasien memperlihatkan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain serta secara fisik
pasien tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan.
Lemah. Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia
kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah
tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri.
ii. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran
pasien, kita dapat melakukan pengkajian tingkat
kesadaran mulai dari keadaan compos mentis
(kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien
tidak dalam keadaan sadar).
iii. Tanda vital
Tekanan Darah
Tekanan darah pada ibu nifas tidak boleh mencapai 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik.
Suhu
Mengukur suhu bertujuan untuk mengetahui keadaan
pasien apakah suhu tubuhnya dalam keadaan normal
(36,5 C – 37,5 C) atau tidak. Pasien dikatakan hipotermi
apabila suhu badan < 36,5 C dan pasan bila suhu badan
> 37,5 C (Kusmiyati, 2009).
Nadi
Nilai denyut nadi digunakan untuk menilai sistem
kardiovaskular. Nadi harus dihitung 1 menit penuh.
Tiga komponen yang harus diperhatikan dalam
mengukur nadi adalah frekuensi, teratur tidaknya, dan
isi. Frekuensi normal orang dewasa adalah 60-90 kali
permenit (Kusmiyati, 2009).
RR
Tujuan pengukuran pernapasan adalah mempertahankan
penukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru
dan pengaturan asam basa. Pernapasan normal orang
dewasa adalah 16-20 kali permenit.
TIMbang berat badan dan Pengukuran Tinggi
Badan Pertambahan berat badan yang normal pada ibu
hamil yaitu berdasarkan masa tubuh (BMI: Boddy Masa
Indeks) . Nilai BMI ditentukan dengan satuan kg/ m2 .
Interpretasi nilai : < 18,5 ( kurus ), 18,5 – 24,9 ( normal
), 25 – 29,9 ( gemuk ), > 30 ( obesitas ) (Runjati dkk,
2017).
Ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
Standar minimal untuk ukuran lingkar lengan atas pada
wanita dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm. jika
ukuran LILA kurang dari 23,5 cm maka interpretasinya
adalah kurang energy kronis (KEK)
(b) Status Present dan Obstetrik
i. Kepala dan leher
Oedema di wajah, icterus dan anemis pada mata,
oedema kelopak mata, pandangan kabur, chloasma
gravidarum
Oedema pada mukosa hidung, polip dan secret
Bibir pucat,sianosis, stomatitis,epulis,karies pada
mulut dan lidah kering.
Tanda-tanda infeksi pada telinga, serumen dan
kesimetrisan
Leher meliputi pembengkakan kelenjar limfe atau
pembengkakan kelenjar tiroid dan bendungan vena
jugularis.
ii. Dada dan mammae
Traksi pembesaran kelenjar limfe pada ketiak,
massa dan nyeri tekan.
Tegang, hiperpigmentasi aerola, kelenjar
montgomery, papilla mammae menonjol atau
masuk, keluarnya kolostrum.
iii. Abdomen
Luka bekas operasi, pembesaran hepar dan lien,
nyeri pada daerah ginjal.
Linea nigra, striae gravidarum.
iv. Tangan dan kaki
Oedema di jari tangan , kuku jari pucat, varises
vena
Oedem, reflek patella dan human sign.
v. Genetalia luar
Varices
Perdarahan
Luka
Cairan yang keluar : lochea warna dan baunya
pengeluaran dari uretra dan skene
Kelenjar bartholini : bengkak (massa), cairan yang
keluar
vi. Perineum
Dikaji apakah terdapat luka jahitan pada perineum,
jenis jahitan, keadaan luka, infeksi atau tidak
vii. Anus : adakah hemoroid
(2) Pemeriksaan laboratorium :
(3) Pemeriksaan haemoglobin
(4) Pemeriksaan protein urine
(5) Pemeriksaan glukosa urine.
2) Langkah II ( kedua ) Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yangdikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosa yang spesifik. Kata masalah dan diagnose keduanya
digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan
seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang
dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.
Dalam bagian ini yang disimpulkan oleh bidan antara lain sebagai
berikut (Sulistyawati, 2011):
a) Diagnosa
b) Masalah
Dalam asuhan kebidanan digunakan istilah “masalah” dan
“diagnosis”. Kedua istilah tersebut dipakai karena beberapa masalah
tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi tetap perlu
dipertimbangkan untuk membuat rencana yang menyeluruh.
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu
mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya (Sulistyawati, 2011).
c) Kebutuhan : asuhan yang diberikan kepada klien sesuai masalah
yang timbul
3) Langkah III (ketiga) : Merumuskan Diagnosis/ Masalah Potensial
Pada langkah ini kita kita mengidentifikasi masalah aataau diagnose
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah yang lain juga. Langkah
ini membutuhkan anitisipasi, bila memungkinkan dilakukaan
pencegahan,sambil terus mengamati kondisi klien. Bidan diharapkan
dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial benar-benar
terjadi.
4) Langkah IV (keempat) : Mengindentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
Dalam pelaksanaannya terkadang bidan diharapkan pada beberapa
situasi yang memerlukan penanganan segera (emergensi) di mana bidan
harus segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien,namun
kadang juga berada pada situasi pasien yang memerlukan tindakan
segera sementara menunggu instruksi dokter, atau bahkan mungkin juga
situasi pasien yang memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain.
Disini bidan sangat dituntut kemampuannya untuk dapat selalu
melakukan evaluasi keadaan pasien agar asuhan yang diberikan tepat
dan aman
5) Langkah V (kelima) Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan
pada langkah ke lSa dilaksanakan secara efisien dan aman. Realisasi
dari perencanaan dapat dilakukan oleh bidan, pasien atau anggota
keluarga yang lain. Jika bidan tidak melakukannya, ia tetap memikul
tanggung jawab atas terlaksananya seluruh perencanaan. Dalam situasi
dimana ia harus berkolaborasi dengan dokter, misalnya karena pasien
mengalami komplikasi, bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang
efisiensi akan menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan
(Sulistyawati, 2011)
6) Langkah VI (keenam) : melaksanakan perencanaan. Pada langkah
keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan
ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang
lain.
7) Langkah VII (ketujuh) : evaluasi. Pada langkah ketujuh ini dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam
masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
C. Masalah Etika
1. Masalah Etika
Masalah etika dalam pemberian asuhan kebidanan merupakan
masalah yang sangat penting dalam pemberian asuhan kebidanan (Hidayat,
2012). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai
berikut:
2. Informed Consent
Menurut Hidayat (2012), Informed consent merupakan bentuk
persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan
lembar persetujuan. Subyek harus mendapatkan informasi secara lengkap
tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk
bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed
consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2009).
Dalam asuhan kebidanan yang diberikan, informed consent dilakukan
kepada subyek yaitu Ny. L sebagai bukti ketersediaan menjadi responden
dalam studi kasus ini.
3. Anonimity
Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur atau hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan (Hidayat, 2012). Pada studi kasus ini, nama responden tidak
disebutkan dan diganti dengan huruf inisial.
4. Kerahasiaan
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkann dijamin kerahasiaan oleh
peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset. Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonimity) dan
rahasia (confidentiality) (Hidayat, 2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN:
Tanggal : 19 Januari 2019 Jam :09.30 WIB
Biodata :
Identitas Pasien Penanggung Jawab
Status : Suami
1. Nama : Ny. E 1. Nama : Tn. MS
2. Umur : 29 tahun 2. Umur : 30 Tahun
3. Agama : Islam 3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SMA 4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : Buruh Pabrik 5. Pekerjaan : Buruh Pabrik
6. Suku bangsa: Jawa, Indonesia 6. Suku Bangsa: Jawa, Indonesia
7. Alamat : Tambakaji RT 5 8. Alamat : Tambakaji RT 5 RW 2
RW 2
B. DATA SUBYEKTIF
1. ALASAN DATANG:
Ibu ingin periksansetelah melahirkan
2. KELUHAN UTAMA: payudara terasa penuh dan sakit
URAIAN KELUHAN UTAMA : Ibu nifas hari ke-3 mengeluh nyeri pada payudara,
ASI sudah lancer, bayi sering tidur.
3. RIWAYAT KESEHATAN:
a. Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita :
Ibu mengatakan tidak pernah dan tidak sedang menderita batuk lama lebih dari 2
minggu yang disertai penurunan berat badan; bagian putih mata menguning yang
disertai nyeri perut bagian bawah kanan, tinja pucat dan urin berwarna gelap;
keputihan yang banyak, berbau dan gatal; sesak nafas saat melakukan aktivitas;
sering kencing, cepat haus, rasa lapar berlebihan disertai penurunan berat badan
yang drastis; sakit kepala parah, pusing, penglihatan buram, dan detak jantung
yang tidak teratur.
b. Riwayat penyakit dalam Keluarga (menular maupun keturunan) :
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita batuk lama disertai
penurunan berat badan; bagian putih mata menguning disertai nyeri perut bagian
bawah kanan, tinja pucat; serta tidak menderita sering kencing, cepat haus, rasa lapar
berlebihan disertai penurunan berta badan yang drastis; sakit kepala parah, pusing,
penglihatan buram dan detak jantung yang tidak teratur.
4. RIWAYAT OBSTETRI
a. Riwayat Haid:
Menarche : 14 tahun Nyeri Haid : tidak ada
Siklus : 28 hari Lama : 6-7 hari
Warna darah : merah segar Leukhorea : ada, kadang gatal.
Banyaknya : 2 -3 x ganti pembalut
b. Riwayat Kehamilan persalinan dan nifas yang lalu:
Tabel 3.1 Riwayat Kehamilan Persalinan Dan Nifas Yang Lalu
tahun Persa Nifas Keadaan anak
linan sekarang
UK jenis penol JK/B peny IMD Penyulit ASI
ong B ulit
2012 40 Spo bidan Laki- Tida ya Tidak ada ya sehat
minggu ntan laki/ k
3700 ada
gr
c. Riwayat Persalinan Sekarang
Paritas kedua Abortus : 0
Tempat persalinan : RS Permata Medika, Ditolong oleh bidan
Jenis Persalinan : spontan
Maslah dalam persalinan : Tidak ada
Keadaan Plasenta lahir lengkap
Keadaan tali pusat : segar, tidak ada kelainan
Keadaan bayi : sehat Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal / Jam Lahir : 16 Januari 2019, pukul 07.00 WIB Apgar Score 9-10-10
BB :3300 gram, PB : 49 cm, LK 34 cm, LD 33 CM
d. RIWAYAT KB : ibu mengatakan sebelumnya menggunakan KB suntik 3 bulan
selama 5 tahun.
Angsuko, D. W., Supadmi, S., & Sumiyarsi, I. (2009). Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang Cara Menyusui Dengan Perilaku Menyusui Bayi Usia 0-6 Bulan di
Bidan Yuda, Klaten. Surabaya.
Ariyanti dkk, I. (2019). Modul Praktik Kebidanan Fisiologis dan Holistik Nifas dan
Menyusui. Semarang: Poltekkes Kemenkes Semarang.
Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta:
EGC.
Isnaini, N., & Diyanti, R. (2015). Hubungan Pijat Oksitosin Pada Ibu Nifas Terhadap
Pengluaran Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Raja Basa Indah Bandar Lampung
Tahun 2015. Jurnal Kebidanan, 1(2), 137–155.
https://doi.org/10.13546/j.cnki.tjyjc.2015.19.033
Kemenkes RI. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Kemenkes
RI.
Putro, G., & Hidayanti, H. (2009). Studi Kasus Hubungan Senam Nifas Dengan
Status Kesehatan Ibu Nifas. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 12(3), 306–
311. https://doi.org/10.1016/0304-4017(77)90003-6
Runjati dkk. (2017). Kebidanan Teori dan Asuhan. (Runjati & S. Umar, Eds.) (1st
ed.). Jakarta: EGC.
Sulistyawati, A. (2010). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta:
Andi Offset.
Varney, H., & Jan M.K, C. (2010). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (4th ed.). 2010:
EGC.
Veratamala, A. (2019). Cara Melakukan Pijat Oksitosin Supaya ASI Lebih Lancar.
Wahyuni, E. D. (2018). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui (1st ed.). Jakarta:
Kemenkes RI Pusdik SDMK BPPSDMK.