Anda di halaman 1dari 46

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KONSEP PERSALINAN


2.1.1 Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses alamiah yang dialami seorang Wanita pada akhir proses
kehamilannya. Fisiologi ibu dalam persalinan akan terjadi perubahan dan dipengaruhi
oleh banyak factor (Bidan Indonesia, 2018)

2.1.2 Teori terjadinya persalinan


1) Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah
melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang dan mengakibatkan
iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat menganggu
sirklasi uteraplasenter sehingga plasent mengalami degenarasi
2) Teori penurunan progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur 28 minggu, dimana terjadi penimbunan
jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi kariales
mengalami perbahan-perubahan dan produksi progesteron mengalami penurunan
sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin akibatnya otot rahim mulai
berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
3) Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipose parst posterior. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensivitas otot
rahim,sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi
progesteron akibat tuannya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas
sehingga persalinan dimulai.
4) Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang
dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat
menimbulkan kontraksi otot rahim sehimgga terjadi persalinan. Prostaglandin di
anggap dapat merupakan pemicu terjadinya perslinan.
5) Teori hipotalamus pituitari dan glandula supraneralis
Teori ini menunjuk pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi
keterlambatan persalinan karna tidak terbentuk hipotalamus.
6) Teori berkekurangan nutrisi
Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh hoppokrates untuk pertama
kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang, maka konsepsi akan segerah
dikeluarkan.

2.1.3 Tahapan persalinan


Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 sm.
Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga kala pengeluaran, oleh
karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir.
Dalam kala III atau disebut juga kala urie, plasenta terlepas dari dinding uterus dan
dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala
tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum.
1) Kala 1
Persalinan Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung sejak terjadinya
kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10
cm).
Pada permulaan his kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga ibu
masih dapat berjalan-jalan. Klinis dinyatakan mulai terjadi partus jika timbul his
dan ibu mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Proses ini
berlangsung kurang lebih 18-24 jam
Persalinan pada kala 1 dibagi menjadi 2 fase, yakni fase laten dan fase aktif:
a) Fase laten
Fase laten , Ketika pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak
awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara
bertahap sampai pembukaan 3 cm , fase laten berlangsung 7-8 jam
b) Fase aktif
Fase aktif , Ketika pembukaan serviks mulai 4 cm sampai lengkap (10 cm),
berlangsung selama 6 jam . Fase ini dibagi menjadi 3 sub fase diantara:
(1) Fase akselerasi, dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 menjadi 4 cm;
(2) Fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm; dan
(3) Fase deselerasi, dimana pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi 10 cm (Bidan Indonesia, 2018)
2) Kala II (pengeluaran)
Kala II adalah pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi
lahir. Uterus dengan kekuatan hisnya ditambah kekuatan meneran akan
mendorong bayi hingga lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada
primigravida 1 jam pada multigravida. Diagnosis persalinan kala
II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan
pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di vulva dengan
diameter 5-6 cm,. Gejala utama kala II adalah sebagai berikut:
a) His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik.
b) Menjelang akhir kala 1, ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran
cairan secara mendadak.
c) Ketuban pecah saat pembukaan mendekati lengkap diikut keinginan meneran
karena tertekannya fleksus frankenhouser.
d) Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi sehingga
kepala bayi membuka pintu: suboksiput bertindak sebagai hipochlion,
berturut-turut lahir ubun-ubun besar,dahi,hidung, dan muka serta kepala
seluruhnya.
e) Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran Paksi luar, yaitu penyesuaian
Kepala pada punggung.
f) Setelah putaran Paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan
jalan berikut :
(1) Pegang kepala pada tulang oksiput dan bagian bawah dagu, kemudian
ditarik curam kebawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam keatas
untuk melahirkan bahu belakang.
(2) Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan
bayi.
(3) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
g) Lamanya kala II untuk primigravida 50 menit dan multigravid 30 menit
(Bidan Indonesia, 2018)
3) Kala III (pelepasan uri)
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan
lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada lapisan nitabusch,
karena sifat refraksi otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan
dengan memperhatikan tanda-tanda uterus menjadi bundar,. Uterus terdorong
keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah
panjang, terjadi perdarahan, melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan
ringan secara crede pada fundus uteri (Bidan Indonesia, 2018)
4) Kala IV (observasi)
Dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Observasi yang
harus dilakukan pada Kala IV adalah: 1) Tingkat kesadaran ibu 2) Pemeriksaan
tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernapasan 3) Kontraksi uterus 4)
Terjadinya perdarahan Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak
melebihi 500 cc (Bidan Indonesia, 2018)

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi persalinan


a. Power
Menurut marmi (Marmi, 2016) power adalah kekuatan yang mendorong janin
keluar. Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah his,
kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligamentum, dengan
kerja sama yang baik dan sempurna.
1) Kontraksi Uterus (HIS)
Otot Rahim terdiri dari 3 lapis, dengan susunan berupa anyaman yang
sempurna.terdiri dari lapisan otot longitudinal dibagian luar, lapisan otot
sirkular dibagian dalam, dan lapisan otot menyilang dianta keduanya. Dengan
susunan demikian, ketika otot Rahim berkontraksi maka pembuluh darah yang
terbuka setelah plasenta lahir akan terjepit oleh otot dan perdarahan dapat
berhenti.
2) Kontraksi dinding Rahim.
3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
b. Passage
Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,
vagina dan introitus. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan
lahir yang relative kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus
ditentukan sebelum persalinan dimulai.
c. Passanger
1) Janin
Hubungan janin dengan jalan lahir :
a. Sikap : menunjukkan hubungan bagian-bagian janin satu sama lain. Biasanya
tubuh janin berbentuk lonjong (avoid) kira-kira sesuai dengan kavum uterus.
b. Letak (situs) : Menunjukkan hubungan sumbu janin dengan sumbu jalan lahir.
Bila kedua sumbunya sejajar disebut letak memanjang, bila tegak lurus satu
sama lain disebut letak melintang.
c. Presentasi dan bagian bawah : presentasi menunjukkan bagian janin yang
berada dibagian terbawah janin lahir.
d. Posisi dna penyebutnya : posisi menunjukkan hubungan bagian janin tertentu
(penyebut, umpannya ubun ubun kecil, dagu dan sacrum) dengan bagian kiri,
kanan, depan, melintang (lateral) dan belakang dari jalan lahir
2) Plasenta
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai
penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses
persalinan paa persalinan normal. Dimana plasenta memiliki eranan berua
transpot zat dari ibu ke janin, penghasil hormone yang berguna selama
kehamilan, serta sebagai barrier. Melihat pentingnya peranan dari plasenta
maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan kelainan pada
janin ataupun mengganggu proses persalinan
3) Air ketuban
Merupakan elemen penting dalam proses persalinan. Air ketuban dapat
dijadikan acuan dalam menentukan diagnose kesejahteraan janin

4) Posisi
Ganti posisi teratur kala II persalinan karena dapat mempercepat kemajuan
persalinan. Bantu ibu memperoleh posisi yang paling nyaman sesuai engan
keinginannya.
5) Penolong persalinan
Kehadiran penolong yang berkesinambungan (bila diinginkan ibu) dengan
memelihara kontak mata seperlunya, bantuan memberi rasa nyaman, sentuhan
pijatan dan dorongan verbal, pujian serta penjelasan mengenai apa yang terjadi
dan memberikan informasi.
6) Pendamping persalinan
Pendamping persalinan merupakan factor pendukung data lancarnya
persalinan. Dorongan dukungan berkesinambungan, harus ada seorang yang
menunggui setiap saat, memegang tanggannya dan memberikan kenyamanan.
7) Psikologi ibu
Melibatkan psikologi ibu, emosi dan persiapan intelektual, pengalaman bayi
sebelumnya, kebiasaan adat, dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu
(Marmi, 2016)

2.1.5 Mekanisme persalinan


1) Penurunan kepala
Terjadi selama proses persalinan karena gaya dorongan dari kontraksi uterus
yang efektif, posisi serta kekuatan meneran dari pasien (Bidan Indonesia, 2018)
2) Penguncian (engagement)
Tahap penurunan pada waktu diameter biparetal dari kepala janin telah melalui
lubang masuk panggul pasien,.
3) Fleksi
Dalam proses masuknya kepala janin ke dalam panggul, fleksi menjadi hal
yang sangat penting karena dengan fleksi diameter kepala janin terkecil dapat
bergerak melalui panggul dan terus menuju dasar panggul. Pada saat kepala
bertemu dengan dasar panggul, tahannya akan meningkatkan fleksi menjadi
bertambah besar yang sangat diperlukan agar saat sampai di dasar panggul
kepala janin sudah dalam keaaan fleksi maksimal.
4) Putaran faksi dalam
Putaran internal dari kepala janin akan membuat diameter anteroposterior
(yang lebih panjang) dari kepala menyesuaikan dari dengan diameter
anteroposterior dari panggul pasien. Pada umumnya rotasi penuh dari kepala
ini akan terjadi ketika kepala telah sampai di dasar panggul atau segera setelah
itu. Perputaran/kepala yang ini kadang-kadang terjai pada multipara atau pasien
yang mempunyai kontraksi efisien.
5) Lahirnya kepala dengan cara ekstensi
Cara kelahiran ini untuk kepala dengan posisi oksipute posterior. Proses ini
terjadi karena gaya tahanan dari dasar panggul, dimana gaya tersebut
membentuk lengkungan carus, yang mengarahkan kepala ke atas menuju
lorong vulva. Bagian leher belakang di bawah oksiput akan bergeser ke bawah
simpisis pubis dan bekerja sebagai titik poros (hipomoklion). Uterus yang
berkontraksi kemudian memberikan tekanan tambahan di kepala yang
menyebabkan ekstensi lebih lanjut saat lubang vulva vagina membuka leher.
6) Restitusi
Restitusi adalah perputaran kepala sebesar 45 derajat baik ke kanan atau ke
kiri tergantung kepada arah dimana ia mengikuti perputaran menuju posisi
oksiput anterior.
7) Putaran paksi luar
Putaran ini terjadi bersama dengan putaran internal dari bahu. Pada saat
kepala janin mencapai dasar panggul, bahu akan mengalami perputaran dalam
arah yang sama dengan kepala, janin agar terletak dalam diameter yang besar
dari rongga panggul. Bahu anterior akan terlihat pada lubang vagina-vulva,
dimana ia akan bergeser dibawah simpisis pubis

Gambar. Mekanisme persalinan pada presentasi oksiputanterior kiri . (A) Engagement dan
penurunan,(B) FLeksi, (C) Putaran Paksi dalam, (D) Eksetnsi,(E)Restitusi (F) Putaran Paksi luar
(Bidan Indonesia, 2018)

2.1.6 Kebutuhan Dasar Ibu selama Persalinan


1. Kebutuhan fisiologis
a) Oksigen
b) Makan dan minum
c) Istirahat selama tidak ada his
d) Kebersihan badan terutama genetalia
e) Buang air kecil dan buang air besar
f) Pertolongan persalinan yang berstandar
g) Penjahitan perineum bila perlu
2. Kebutuhan Rasa Aman
a) Memilih tempat dan penolong persalinan
b) Informasi tentang proses persalinan atau tindakan yang akan dilakukan
c) Posisi tidur yang dikehendaki ibu
d) Pendampingan oleh keluarga
e) Pantauan selama persalinan
f) Intervensi yang diperlukan

3. Kebutuhan dicintai dan mencintai


a) Pendampingan oleh suami/keluarga
b) Kontak fisik (memberi sentuhan ringan)
c) Masase untuk mengurangi rasa sakit
d) Berbicara dengan suara yang lemah, lembut dan sopan
4. Kebutuhan harga diri
a) Merawat bayi sendiri dan mentekinya
b) Asuhan kebidanan dengan memperhatikan privacy ibu
c) Pelayanan yang bersifat empati dan simpati
d) Informasi bila akan melakukan tindakan
e) Memberikan pujian pada ibu terhadap tindakan positif yang ibu lakukan
5. Kebutuhan aktualisasi diri
a) Memilih tempat dan penolong sesuai keinginan
b) Memilih pendamping selama persalinan
c) Bounding and attachment
d) Ucapan selamat atas kelahirannya

2.1.7 Tanda dan Gejala Persalinan


Persalinan adalah proses lahirnya bayi, plasenta, dan selaput ketuban dari rahim
yang normalnya terjadi di atas 37 hingga 40 minggu kehamilan.
Adapun tanda dan gejala dimulainya fase persalinan, yaitu :
1. Adanya kontraksi atau mules yang dimulai dari perut bagian atas, menyebar ke
seluruh perut, makin lama makin kuat dan semakin teratur hingga 3-4 kali
dalam 10 menit dengan durasi setiap kontraksi yang semakin lama.
2. Keluar lender darah dari kemaluan yang menandakan adanya penipisan dan
pembukaan dari mulut Rahim atau serviks
3. Keluar air ketuban dari kemaluan biasanya di tandai dengan cairan bening yang
tiba-tiba keluar mengalir dan tidak bisa di tahan dengan bau yang khas (bukan
seperti bau urin) (Bidan Indonesia, 2018)

2.1.8 Lima Benang Merah dalam Persalinan (JNPKKR, 2017)


1) Membuat Keputusan Klinik
Membuat keputusan meerupakan proses yang menentukan untuk
menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien.
Keputusan ini harus akurat, komprehensif dan aman baik pasien dan
keluarganya maupun petusa yang memberi pertolongan.
Tujuh langkah dalam membuat keputusan klinik :
a) Pengumpulan data utama dan releven untuk membuat keputusan
b) Menginterpretasikan data dan mengientifikasi masalah
c) Membuat diagnosa atau menentukan masalah yang terjadi
d) Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan
2) Asuhan Sayang Ibu
a) Panggil ibu sesuai dengan Namanya,hargai dan perlakukan ibu sesuai
martabatnya
b) Jelaskan semua asuhan dan perawatan kepada ibu sebelum memulai asuhan
c) Jelaskan proses persalinan
d) Anjurkan ibu untuk bertanya
e) Dengarkan dan tanggapi pertanyaan ibu
f) Berikan dukungan pada ibu
g) Anjurkan ibu untuk di temani suami/keluarga
h) Anjurkan keluarga cara memperhatikan dan mendukung ibu
i) Lakukan praktek pencegahan infeksi yang baik
j) Hargai privasi ibu
k) Anjurkan ibu memilih posisi perslinan
l) Anjurkan ibu untuk makan dan minum
m) Hargai praktek tradisional yang tidak merugikan kesehatan ibu
n) Hindari tindakan berlebihan yang membahayakn ibu
o) Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya sesegera mungkin
p) Membantu memulai IMD
q) Siapkan rencana rujukan
r) Mempersiapkan perslinan dengan baik
3) Melakukan rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau
fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan dapat
memberikan asuhan yang lebih tepat
4) Manfaat dan cara pencacatan medik asuhan persalinan
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik
karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus
memperhatikan asuhan yang di berikan selama proses persalinan. Mengkaji
ulang catatan memungkinkan untuk menganlisa data yang telah di kumpulkan
dan dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis dan membuat
rencana asuhan
5) Pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeski tidak terpisahkan dari komponen komponen lain
dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi, tindakan ini ahrus di
siapkan di semua aspek asuhan untuk melindungi ibu dan bayi, keluarga dan
petugas. Sehingga dalam tatalaksana asuhan persalinan salah satunya mengacu
pada tata laksana pencegahan infeksi yang baik (JNPKKR, 2017)
f. Komplikasi pada persalinan
1) Komplikasi Kala I
Komplikasi yang dialami ibu melahirkan kala I adalah:
Partus lama, biasanya terkait kontraksi uterus yang tidak adekuat atau dilatasi
serviks yang tidak sempurna Ketuban Pecah Dini (KPD), yaitu pecahnya
ketuban sebelum ada tanda inpartu Komplikasi kala I juga dapat terjadi pada
janin, sehingga penting bagi petugas kesehatan untuk memastikan keselamatan
dan kondisi janin. Komplikasi yang dapat terjadi adalah: Asfiksia, yang dapat
menyebabkan Intra Uterine Fetal Death (IUFD) Sepsis neonatorum, dapat
terjadi karena infeksi akibat KPD (Bidan Indonesia, 2018)
2) Komplikasi Kala II
Komplikasi pada ibu melahirkan kala II adalah distosia atau persalinan kala II
yang memanjang. Di mana waktu persalinan pada primipara lebih dari 2 jam,
atau pada multipara lebih dari 1 jam, tanpa anestesi epidural anestesi.
Kondisi ini dapat menyebabkan risiko korioamnionitis, endometritis,
infeksi saluran kemih, dan retensi urin. Distosia dapat terjadi akibat lilitan tali
pusat atau bayi besar/makrosomia. Setelah lahir, kepala bayi perlu diperiksa
apakah ada lilitan tali pusat di leher, karena dapat menyebabkan komplikasi
pada janin seperti hipovolemia, anemia, syok hipoksik-iskemik, bahkan
ensefalopati. Janin makrosomia dapat menyebabkan distosia bahu.
3) Komplikasi Kala III
Pada kala III, komplikasi yang dapat terjadi adalah retensio plasenta, yaitu
plasenta tidak lahir spontan dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Pada
keadaan ini, perlu dilakukan tindakan manual plasenta. Retensio plasenta dapat
menyebabkan perdarahan postpartum.
4) Komplikasi Kala IV
Pada kala IV, komplikasi yang paling sering terjadi adalah perdarahan post
partum, yaitu jumlah perdarahan pervaginam setelah bayi lahir lebih dari 500
cc atau dapat mempengaruhi hemodinamik pasien. Penyebab perdarahan
postpartum terdiri dari 4T, yaitu tone (atonia uteri), tissue (sisa jaringan
plasenta), trauma (ruptur uteri,serviks,atau vagina), dan thrombin (gangguan
faktor koagulopati) (Bidan Indonesia, 2018)
g. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah
lahir, dengan hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di putting
susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada putting ibu merangsang
pengeluaran hormone oksitosin, dimana hormon oksitosin membantu rahim
berkontraksi sehingga membantu mempercepat pelepasan dan pengeluaran ari-
ari (plasenta) dan mengurangi perdarahan,hormon oxitosin juga merangsang
produksi hormon lain yang membuat ibu menjadi lebih rileks, lebih mencintai
bayinya, meningkatkan ambang nyeri, dan perasaan sangat bahagia, dan jika
bayi diberi kesempatan menyusu dalam satu jam pertama dengan dibiarkan
kontak kulit ke kulit ibu (setidaknya selama satu jam) maka 22% nyawa bayi di
bawah 28hari dapat diselamatkan.

Tips dan Langkah Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)(Bidan Indonesia,


2018)
1) Lakukan Segera Setelah Bayi Lahir
Proses IMD dimulai segera setelah bayi lahir dan tali pusarnya dipotong, tanpa
harus menunggu bayi ditimbang atau dibersihkan dulu. Bayi diletakkan di perut
atau dada ibunya dengan kepala bayi diposisikan menghadap kepala Bunda.
2) Keringkan Bagian Tubuh Bayi Kecuali Tangan
Sambil bayi mulai bergerak ke arah puting susu Bunda, bidan atau suster bisa
mengeringkan tubuh bayi, kecuali bagian kedua tangannya. Hal ini penting
karena bau cairan amnion pada tangan bayi akan membantu bayi mencari
puting susu Bunda yang memiliki bau yang sama.
3) Beri Waktu Adaptasi untuk Bayi
Proses inisiasi menyusui dini membutuhkan waktu sekitar 1 jam karena bayi
membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang
baru. Dalam 30 menit pertama, saat dibiarkan tengkurap di atas perut Bunda,
bayi akan tetap diam. Namun, ia waspada memperhatikan lingkungan di
sekitarnya. Bila ruang bersalin agak dingin, bayi bisa diselimuti dan dipakaikan
topi. Pada dasarnya, kulit Bunda sudah cukup memberikan kehangatan bagi
bayi.
4) Biarkan Bayi Bergerak Mendekati ASI
Setelah sekitar 30-40 menit, bayi mengeluarkan suara gerakan mengisap,
memasukkan tangan ke mulut, dan mengeluarkan air liur. Ia pun akan
menekan-nekan perut Bunda untuk bergerak ke arah payudara. Bayi juga mulai
menggerakkan tangan dan kakinya untuk berusaha mendekati puting susu
dengan mengandalkan indera penciuman.
5) Beri Waktu Lebih Jika Bayi Belum Berhasil
Setelah berhasil mencapai puting Bunda, bayi akan mengangkat kepalanya dan
mulai menyusu. Bila setelah 1 jam bayi belum berhasil mencapai puting
Bunda, beri waktu sekitar 30-60 menit lagi.
6) Lakukan Tindakan Lain yang Diperlukan
Proses menyusui pertama biasanya berlangsung tidak lama, sekitar 15 menit saja.
Setelah bayi selesai menyusu, barulah dilakukan tindakan lainnya seperti penimbangan
dan penyuntikan vitamin K1. Sebaiknya bayi juga dirawat dalam kamar yang sama
dengan Bunda agar bisa menyusui sesuai keinginan bayi.

Manfaat Inisiasi Menyusui Dini (IMD) (Bidan Indonesia, 2018)


Proses IMD memang membutuhkan waktu tidak sebentar. Tapi, penantian ini akan
berbuah berbagai manfaat bagi bayi. Beberapa manfaat IMD di antaranya adalah:
1) Meningkatkan Peluang Kesuksesan Proses Menyusui
IMD menjadi perkenalan pertama Bunda dan bayi terhadap proses menyusui,
sehingga mendorong suksesnya proses menyusui untuk mencapai target ASI eksklusif
6 bulan. Beberapa penelitian menyatakan, Bunda yang menjalani proses inisiasi
menyusui dini cenderung memberikan ASI eksklusif dalam waktu lebih lama.
2) Mencegah Kematian Bayi
Menurut peneliti dari Inggris, Karen Edmond, IMD dapat mencegah 22% kematian
bayi di bawah usia 28 hari. Bila bayi disusui sejak hari pertama kehidupannya, 16%
kematian bayi di bawah usia 28 hari juga dapat dicegah. Selain itu, bayi terhindar dari
hipotermia (kedinginan) karena kontak dengan kulit Bunda. IMD juga meningkatkan
peluang bayi untuk mendapatkan kolostrum, yaitu ASI yang pertama keluar dan
mengandung zat antibodi dan zat lain yang sangat baik bagi usus bayi.
3) Meningkatkan Sistem Imun Bayi
Sistem imun bayi yang baru lahir masih sangat lemah. IMD membantu bayi untuk
mendapatkan kolostrum ASI yang kaya antibodi. Selain itu, selama proses IMD, bayi
terpapar bakteri baik pada kulit Bunda yang akan membentuk koloni di usus dan
kulitnya untuk melindungi dan meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
4) Membantu Menenangkan Bayi
Beberapa penelitian menyatakan proses IMD atau kontak antarkulit akan membantu
bayi untuk beradaptasi dengan lebih baik setelah proses kelahiran. Jika langsung
dipisahkan dari Bunda, bayi akan merasa stres dan sulit beradaptasi dengan
lingkungannya baru.
5) Membantu Menjaga Kesehatan Bunda
Proses IMD dan gerakan bayi saat mencari puting susu akan menekan Rahim. Hal ini
membantu Bunda mengeluarkan hormon yang membantu menghentikan pendarahan
selama melahirkan. Selain itu, kontak antara Bunda dan bayi selama proses IMD akan
membuat Bunda merasa lebih tenang serta mengurangi rasa sakit dan trauma yang
Bunda rasakan.
6) Melancarkan produksi ASI
Pada hari pertama dan kedua setelah kelahiran, kolostrum biasanya belum keluar atau
hanya sedikit. IMD akan membantu mempercepat keluarnya kolostrum dan produksi
ASI, apalagi bila bayi kemudian sering disusui dan diinapkan di kamar yang sama
dengan Bunda.

2.2 KONSEP ASUHAN PERSALINAN NORMAL


2.2.1 Pengertian Asuhan Persalinan Normal
Persalinan adalah proses pengeluaran kelahiran hasil konsepsi yang dapat hidup diluar
uterus melalui vagina ke dunia luar. Proses tersebut dapat dikatakan normal atau
spontan jika bayi yang dilahirkan berada pada posisi letak belakang kepala dan
berlangsung tanpa bantuan alat-alat atau pertolongan, serta tidak melukai ibu dan bayi
(Marmi, 2016)
2.2.2 60 LANGKAH ASUHAN PERSALINAN NORMAL (JNPKKR, 2017)
1) Melihat tanda dan gejala persalinan kala dua :
a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rectum dan vagina
c) Perineum tampak menonjol
d) Vulva, vagina dan sfingter ani membuka
2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan menatalaksana komplikasi segera pada ibu dan bayi baru lahir.
3) Pakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus cairan.
4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang tidak dipakai, cuci tangan dengan
sabun dan air bersih yang mengalir kemudian keringkan tangan dengan handuk pribadi
yang bersih dan kering .
5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk pemeriksa dalam.
6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung
tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)
7) Membersihkan vulva dan perineum, menekannya dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang sudah dibasahi dengan
menggunakan kapas atau kassa yang sudah dibasahi air DTT
(a) Jika introitus vagina , perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
seksama dari arah depan kebelakang
(b) Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
(c) Jika terkontaminasi lakukan dekontaminasi dan rendam sarung tangan tersebut dalam
larutan klori 0,5% , Langkah 9, pakai sarung tangan DTT/Steril untuk melaksanakan
Langkah lanjutan
8) Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan lengkap. Bila selaput
ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
9) Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan kedalam larutan klorin secara
terbailik selama 10 menit. Setelah itu cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir
lalu keringkan menggunakan handuk kering dan bersih.
10) Memeriksa DJJ untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk
meneran saat ada his, bila ia sudah ingin meneran.
12) Meminta bantuan kepada keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran. Membantu ibu
mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya. Menganjurkan ibu untuk
beristirahat di antara kontraksi. Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu. Menilai DJJ setia kontraksi uterus selesai. Segera rujuk jika bayi
belum atau tidak akan segera lahir seetelah pembukaan lengkap dan pimpin meneran
>120 menit (2 jam) pada primigravida atau >60 menit (1 jam) pada multigravida.
14) Menganjurkan kepada ibu untuk berjalan,berjongkok, atau mengambil posisi yang aman.
(jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam selang waktu 60 menit)
15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut bawah ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulba dengan diameter 5-6 cm.
16) Meletakkan kain yang bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagian alas bokong ibu
17) Membuka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan dan bahan.
18) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
19) Saat tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, tangan yang lain menahan
belakang kepala untuk mempertahankan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernafas secara cepat dan dangkal.
20) Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi. Jika tali pusat
melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi. Jika tali pusat
melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya didua tempat dan memotongnya.
21) Setelah kepala bayi lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara spontan.
22) Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparietal. Menganjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kea rah bawah dan
distal hingga anterior muncul di bawah arcus pubis dan kemungkinan gerakan kea rah
atas dan distal untuk melahirkan bahu posterior.
23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah untuk menopang kepala dan bahu.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung bokong,
tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan
pegang kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari-jari lainnya pada
sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk).
25) Lakukan penilaian (selintas) : Apakah bayi menangis kuar atau bernapas tanpa kesulitan?
apakah bayi bergerak dengan aktif ? jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau
megap-megap lakukan langkah resusitasi.
26) Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya tanpa
membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Pastikan
kondisi bayi dalam posisi yang baik dan kondisi aman di perut bagian bawah.
27) Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir (hamil tunggal) dan
bukan kehamilan ganda.
28) Berithu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi dengan baik.
29) Dalam waktu satu menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit (intramuscular) di
1/3 Distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum menyutikkan oksitosin).
30) Setelah 2 menit setelah sejak bayi lahir, pegang tali pusat dengan satu tangan pada
sekitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan jari tengah tangan lain menjepit
tali pusat dan geser 3 cm proksimal dari pusa bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut
kemudian tahanklem ini pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan tangan tengah lain
untuk mendorong isi tali pusat kea rah ibu dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm distal
dari klem pertama.
31) Pemotongan dan pengikat tali pusat. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah
dijepit dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara dua klem tersebut. Ikat tali pusat
dengan benang DJJ pada satu sisi kemudian lingkaran lagi benang tersebut dan ikat tali
pusat dengan simpul kunci pada sisi lainnya. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah
yang telah disiapkan. Menurut Astuti dan Harni (2017) alat pengikat tali pusat lainnya
adalah benang tali pusat, yaitu sesuatu tali yang digunakan untuk mengikat tali pusat
yang sudah dipotong. Bahan yang bisa digunakan adalah benang kasur yang dipotong
sesuai kebutuhan, rata-rata 15-20 cm. dipilihnya benang tali pusat karena di anggap lebih
sayang ibu dan bayi dan lebih dikenal dalam kultur masyarakat Indonesia, dan lebih
nyaman bagi ibu saat inisiasi menyusui dini (IMD)
32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu dan bayi. Luruskan bahu
bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya. Usahakan keala bayi berada di antara
payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting susu. Selimuti ibu dan bayi dengan
kain kering dan hangat, pasang topi dikepa bayi. Biarkan bayi berada di dada ibu selama
1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusui.
33) Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
34) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu untuk mendeteksi kontraksi,
tangan lain untuk memegang klem untuk menegangkan tali pusat.
35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus kearah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati. Jika plasenta
tidak lahir setelah 30-40 detik., hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga
kontraksi berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang
anggota keluarga untuk melakukan rangsangan putting susu.
36) Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus kearah dorsal ternyata diikuti
dengan pergeseran tali pusat kearah distal maka lanjutkan dorongan kea rah kranial
hingga plasenta dapat melahirkan. Ibu boleh meneran tapi tali pusat hanya ditagangkan
(jarak tarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi sesuai dengan sumbu jalan
lahir (kea rah awah sejajar lantai atas). Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan
klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
37) Saat plasenta muncul di intoitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang
dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilih kemudian lahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang telah disediakn. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung
tangan DTT untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan.
38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masasse uterus, letakkan
tangan difundus dan lakukan masasse dengan gerakan lingkar dengan lembut hingga
uterus berkontraksi.
39) Periksa kedua sisi plasenta pastikan plasenta telah lahirkan lengkap. Masukkan plasenta
ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
40) Menggevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan pengjahitan
bila terjadi laserasi yang luas dan menimbulkan perdarahan.
41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervagina.
42) Celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke larutan klorin 0,5%
bersihkan noda dan cairan tubuh.
43) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan kandung kemih kosong.
44) Ajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masasse uterus dan menilai kontraksi.
45) Evaluasi dan estiminasi jumlah kehilangan darah.
46) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 x/menit)
48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam laruhtan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi ( 10 menit)
49) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
50) Bersihkan ibu dari paparan dan cairan tubuh dengan menggunakan air DTT. Bersihkan
cairan ketuban, lendir dan darah di ranjang atau sekitar ibu berbaring. Bantu ibu
memakai pakaian yang bersih dan kering.
51) Pastikan ibu merasa nyaman, bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
53) Celupkann sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%.
54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan tangan dengan
tisu atau handuk yang bersih dan kering.
55) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan fisik bayi.
56) Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi, vitqmin K 1mg dipaha
kiri bawah lateral, pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pernafasan bayi (normal 40-60
x/menit) dan temperatur tubuh (normal 35,6- 37,5 °C)
57) Setelah satu jam pemberian vitamin K 1mg berikan suntikan imunisasi hepatitis B di
paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu
dapat disusukan.
58) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan dengan tisu atau
handuk pribadi yang bersih dan kering.
60) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda tanda vital dan asuhan
kala IV Persalinan

2.2.3 Partograf
1) Pengertian
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinis (JNPKKR, 2017). Partograf digunakan
untuk mendeteksi jika ada penyimpangan/masalah dari persalinan, sehingga menjadi
partus abnormal dan memerlukan tindakan bantuan lain untuk menyelesaikan
persalinan. Partograf merupakan suatu sistem yang tepat untuk memantau keadaan
ibu dan janin dari yang dikandung selama dalam persalinan waktu ke waktu Partograf
harus digunakan untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan sampai dengan
kelahiran bayi.
2) Tujuan
a) Mencatat hasilo bservasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui periksa dalam , menilai kualitas kontraksi uterus dan penurunan
bagian terbawah
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal , dengan demikian
juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama
c) Data pelengkap yang terkait dengan pemantaian kondisi ibu. Kondisi bayi, grafik
kemajuan prose persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan ,
pemeriksaan laboratorium , membuat keputusan klinik dan asuhan atau Tindakan
yang diberikan , dimana semua itu harus dicatakan secara rinci pada status atau
rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir (JNPKKR, 2017)
Partograf akan membantu penolong persalinan untuk :
a) Kemajuan persalinan
b) Kondisi ibu dan janin
c) Asuhan yang diberikan
d) Deteksi dini dan keputusan klinik
e) Denyut Jantung Janin di catat selama 30 menit
f) Air ketuban dicatat setiap melakukan pemeriksaan vagina:

U : Selaput Utuh

J : Selaput pecah, air ketuban jernih

M : Air ketuban bercampur mekoniun

D : Air ketuban pecah bercampur darah

K : Air ketuban sudah kering

g) perubahan bentuk kepala janin (molding dan molas):

0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura mudah

dipalpasi 1 : Sutura saling bersentuhan atau berdekatan

2 : Sutura tumpang tindih tapi bias dipisahkan

3 : Sutura tumpang tindih tidak bias dipisahkan

4. pembukaan mulut rahum (serviks), dinilai satiap 4 jam dan diberi tanda silang
(X) (Yulizawati dkk,

2019) Partograf harus di

gunakan:

a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala 1 persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan.partograf harus di gunakan untuk semua
persalinan,baik normal maupun patologis.partograf sangat membantu penolong
persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik,baik
persalinan dengan penyulit maupun yang tidak di sertai dengan penyulit
b) Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah,
puskesmas,polindes,pos kesehatan,rumah sakit, dll).
c) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayi nya(spesialis obstetri, dokter umum,residen
obsterti, bidan,dan mahasiswa ke dokteran
3) Komponen
Komponen (Effectivitness) partograf kedepanya sangat bermanfaat karena akan
memberikan kemudahan bagi bidan untuk membuat laporan persalinan (partograf).
Selain itu akan dihasilkan data yang tepat dan mudah untuk dibaca dan disimpan
dalam database yang aman dan dapat dicari dengan cepat jika sewaktu-waktu
diperlukan.
Kondisi ibu dan bayi juga harus di nilai dan di catat dengan seksama yaitu:
a) Denyut jantung janin:setiap ½ jam
b) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
c) Nadi: setiap ½ jam
d) Pembukaan servik:setiap 4 jam
e) Penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
f) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
g) Produksi urine, aseton dan protein: setiap 2/4 ja

Hal Yang perlu diingat

a) Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama fase laten dan
setiap 30 menit selama fase aktif
b) Nilai frekuensi dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi.
c) Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai
d) Catat temuan-temuan di kotak yang sesuai dengan waktu penilaian
(JNPKKR, 2017).

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kesalahan data dan kesenjangan


analisis kemajuan persalinan yang berujung pada kesalahan penanganan dan
pengembalian keputusan klinik adalah:
a) Tidak ada kesamaan dan akurasi penilaian dilatasi serviks antara 1 petugas
dengan petugas lainnya
b) Kesalahan dalam mencantumkan data pada grafik patograf
c) Deviasi hasil pemeriksaan dianggap sebagai hal yang normal
d) Hanya mengacu pada pembukaan atau dilatasi serviks untuk menilai
kemajuan persalinan
e) Terlalu kaku dalam mengartikan pemeriksaan dilatasi serviks hanya boleh
dilakukan setelah 4 jam dari pemeriksaan pertama padahal gejala dan tanda
kala 2 merupakan salah satu indikasi untuk melakukan periksa dalam
walaupun belum mencapai waktu pemeriksaan pada 4 jam berikutnya
f) Penilaian frekuensi kontraksi dalam 10 menit, tidak disertai dengan penilaian
lama dan kekuatan kontraksi
g) Data Djj seringkali dari hasil pengukuran per 15 detik dari pada pengukuran
penuh selama 1 menit
h) Mengingat banyaknya faktor kesalahan seperti yang disebutkan pada paragraf
sebelumnya maka para pakar klinik yang melakukan studi klinik partograf
menganjurkan hal-hal berikut ini:
i) Jika hasil pemeriksaan dalam menunjukkan dilatasi serviks adalah 4 cm maka
nilai juga kualitas dan lama kontraksi yang terjadi dalam setiap 10 menit
j) Perhatikan pola penurunan kepala pada primigravida untuk multigravida
k) Jika tidak yakin terhadap hasil pemeriksaan maka minta petugas lain (senior
atau petugas yang profisien)untuk melakukan verifikasi ulang.tentang
pembukaan serviks Yang di peroleh

Kemudian lakukan analisis dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Pembukaan 4 cm dengan kualitas kontraksi tidak memadai dan lamanya 30-40 detik
maka jadwalkan pemeriksaan ulang satu jam kemudian sebelum mencantumkan hasil
pemeriksaan pembukaan serviks.
Jika pemeriksaan ulang mendapatkan hasil yang sama pembukaan 4 cm, kontraksi 3 kali
dalam 10 menit dan penurunan masih seperti pemeriksaan sebelumnya maka
kemungkinan parturient ( ibu dalam impartu) sebelum memasuki fase aktif persalinan
kala 1 dan patograf tidak dapat sampai terjadi perbaikan kontraksi, pembukaan dan
penurunan bagian terbawah janin.
Pantau kondisi ibu dan nilai kembali kontraksi 3 kali dalam 10 menit dan lamanya di atas
40 detik kemudian tentukan apakah perlu dilakukan penilaian ulang (pemeriksaan
dalam)untuk memastikan dibuatnya patograf

2) Pembukaan 4 cm yang diikuti dengan 3 kali atau lebih kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya di atas 40 detik (40-60 detik) serta penurunan bagian terbawah janin telah
melewati bidang tengah panggul (2/5 menurut perlimaan periksa luar suprasimfisis)
maka buat patograf dengan mencatatkan pembukaan serviks di garis waspada, baru
lanjutkan dengan mencantumkan data lainnya pada label dan grafik partograf
3) Pembukaan di atas 4 cm disertai dengan kontraksi 3 kali dalam 10 menit dengan lama
kontraksi di bawah 40 detik dan penurunan bagian terbawah janin pada bidang tengah
panggul maka patograf belum dibuat dulu hingga pemeriksaan berikutnya dilakukan ( 1
jam kemudian)
4) Bila pemeriksaan ulang menghasilkan data yang sama maka pasien dikategorikan
sebagai inersia uteri hipotonik dan rujuk ke rumah sakit rujukan terdekat untuk
dilakukan augumentasi dan penilaian ulang.

1) Gambar
2.3 Konsep persalinan ketuban pecah dini

2.3.1 Pengertian persalinan letak bokong

Letak bokong merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan
bokong di bawah kavum uteri (Tu’sadiah & Zulaihah, 2019)

Persalinan sungsang merupakan suatu kelainan patologis. Hal ini berhubungan dengan tingginya
morbilitas dan mortalitas perinatal pada persalinan pervaginam letak sungsang, termasuk angka
kejadian asfiksia perinatal. Dilihat dari pembagian klasifikasi persentasi sungsang yang terdiri dari
presentasi bokong murni (frank breech), persentasi bokong sempurna (complete breech) dan
persentasi kaki (foot ling) dimana insident presentasi bokong di Indonesia berkisar antara 3 –4 %
pada umur kehamilan cukup bulan (>37 minggu) presentasi bokong merupakan malpresentasi
yang paling sering di jumpai. (Ariana, 2019)

2.3.2 Etiologi persalinan letak bokong

Adapun etiologi presentasi bokong (letak sungsung) antara lain :


1) Faktor dari ibu dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, yaitu :
a) Plasenta previa
b) Bentuk rahim yang abnormal
c) Panggul sempit
d) Multiparitas
e) Adanya tumor pada rahim dan
f) Implantasi plasenta di fundus yang memicu terjadinya letak
bokong

2) Faktor dari janin disebabkan oleh keadaan seperti :


a) Hidrosefalus atau anensefalus
b) Kehamilan kembar
c) Hidramnion dan
d) Prematuritas

Penyebab persalinan letak bokong sebagian besar disebabkan oleh multiparitas, rahimnya sudah sangat
elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga minggu ke-37 dan seterusnya. Pada
grandemultipara sering didapatkan perut gantung, akibat regangan uterus yang berulang-ulang karena
kehamilan dan longgarnya ligamentum yang memfiksasi uterus, sehingga uterus menjadi jatuh ke
depan, disebut perut gantung. Perut gantung dapat mengakibatkan terjadinya gangguan his karena
posisi uterus yang menggantung ke depan sehingga bagian bawah janin tidak dapat menekan dan
berhubungan langsung serta rapat dengan segmen bawah rahim. Akhirnya janin dapat mengalami
kelainan letak, seperti letak sungsang.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya ialah
prematuritas, multipara, gemelli, oligohidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul
sempit. Setiap keadaan yang mempengaruhi masuknya kepala janin ke dalam panggul mempunyai
peranan dalam etiologik presentasi bokong (Ilhamjaya & Tawali, 2020). Banyak yang tidak diketahui
sebabnya, dan setelah mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan lain maka sebab malposisi
tersebut baru dinyatakan hanya karena kebetulan saja. Sebaliknya, ada presentasi bokong yang
membakat. Beberapa ibu melahirkan bayinya semuanya dengan presentasi bokong, menunjukan bahwa
bentuk panggulnya adalah sedemikian rupa sehingga lebih cocok untuk presentasi bokong dari pada
presentasi kepala. Implantasi placenta di fundus di cornu uteri cenderung untuk mempermudah
terjadinya presentasi bokong.

2.3.3 Patofisiologi persalinan letak bokong


Patofisiologi paling umum yang menyebabkan presentasi bokong meliputi :
1) Anomali Mullerian : Uterus septatus, uterus bikornuata, dan uterus didelphys
2) Plasenta previa : Plasenta previa karena plasenta menempati bagian inferior rongga rahim.
Oleh karena itu, bagian yang hadir tidak dapat terlibat
3) Leiomioma uterus : Mioma yang umumnya lebih besar yang terletak di segmen rahim bagian
bawah, sering kali intramural atau submukosa, yang mencegah keterlibatan bagian presentasi.
4) Polihidramnion : Janin sering berada dalam posisi yang tidak stabil, tidak dapat bergerak
5) Oligohidramnion : Janin tidak dapat berputar ke arah verteks karena kekurangan cairan

Beberapa kondisi klinis yang mengganggu pergerakan janin ke presentasi kepala, baik dengan
meningkatkan maupun menurunkan motilitas janin, dapat menyebabkan malpresentasi bokong
(sungsang). Contoh kondisi klinis tersebut adalah prematuritas, gestasi multipel, anomali
kongenital, fibroid uterus, dan plasenta previa. Semakin prematur bayi dilahirkan, semakin tinggi
angka kejadian malpresentasi bokong. Apabila bayi dilahirkan aterm, maka persentase terjadinya
malpresentasi bokong hanya berkisar di 3-4% kasus saja

2.3.4 Tanda dan gejala persalinan letak bokong

2.3.5 Komplikasi persalinan letak bokong


Komplikasi persalinan letak sungsang pada persalinan perabdominam didapatkan dari faktor ibu dan
faktor bayi. Faktor ibu seperti perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta,
infeksi terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits), trauma persalinan seperti trauma
jalan lahir, simfidiolisis (Nordiansyah Putra, 2017). Sedangkan faktor bayi yaitu perdarahan seperti
perdarahan intrakranial dan edema intrakranial akibat kepala dilahirkan dengan cepat, perdarahan
alat-alat vital intra-abdominal, rubtur alat-alat vital intra-abdominal, kerusakan pleksus brakialis dan
fasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata yang semuanya diakibatkan tarikan yang kuat
pada saat proses pelahiran anak, trauma langsung alat vital (mata, telinga, mulut), infeksi karena
manipulasi asfiksia sampai lahir mati yang diakibatkan terlilitnya tali pusat (Tauhid, 2021)
2.3.6 Syarat persalinan letak bokong
Syarat dilakukannya persalinan pervaginam (Pramana, 2019)
1) Syarat janin
a. Frank breech presentation (diutamakan)
b. Berat janin 2000-3500 gr
c. Usia kehamilan ≥ 34 minggu
d. Kepala fleksi
2) Syarat Ibu
a. Panggul normal
b. Tidak ada indikasi dilakukan sectio sesaria
c. Tidak ada kontra indikasi

Bila direncanakan dilakukan persalinan pervaginam ada skoring untuk memprediksi keberhasilan
pada persalinan sungsang yaitu dengan Zatuchni Andros score.

2.3.7 Zatuchni Andros Score

Merupakan indeks prognosis untuk menilai lebih tepat apakah persalinan pada letak sungsang
dapat pervaginam atau perabdominal.

Parameter 0 1 2

Paritas Primi Multi

Usia gestasi > 39 minggu 38 minggu < 37 minggu

Taksiran berat janin >3630 gr 3630-3176 gr < 3176 gr

Pernah letak Tidak pernah 1 kali 2 kali atau lebih


sungsang > 2500 gr

Pembukaan serviks < 2cm 3 cm > 4 cm

Staasion -3 atau lebih tinggi 2 -1 atau lebih


rendah

Ket :

Skor < 3 : persalinan perabdominal

Skor yang lebih tinggi dapat dilahirkan pervaginam, namun bukan merupakan suatu jaminan bahwa
persalinan pervaginam pasti berhasil.

2.3.7 Penanganan persalinan letak bokong


Dalam memilih metode pertolongan persalinan pada letak sungsang apakah akan dilakukan
operasi seksio sesarea atau akan dilakukan persalinan normal pervaginam diperlukan beberapa
pertimbangan. Tidak semua letak sungsang dilakukan operasi seksio sesarea karena proses
persalinan pervaginam juga masih aman dengan perencanaan yang baik dan dilakukan oleh
petugas yang kompeten dan terlatih. Seorang bidan dan dokter umum harus mendapatkan
pelatihan agar dapat melakukan pertolongan persalinan pada letak sungsang, terutama bila
menghadapai kasus pasien letak sungsang dengan inpartu kala II yang datang ke IGD sebuah
rumah sakit.
Penanganan pasien dengan letak sungsang dibagi menjadi dua, yaitu:
- Sebelum inpartu
- Setelah Inpartu

1) Sebelum Inpartu bisa dilakukan Versi luar (ECV/External Cephalic Version)


Bila syarat-syarat memenuhi dan tidak ada kontra indikasi maka pada pasien dengan letak
sungsang dilakukan tindakan Versi luar/ECV untuk merubah posisi presentasi bokong
menjadi presentasi kepala, sehingga prognosis persalinan menjadi lebih baik.
a. Pengertian
Versi luar adalah tindakan untuk merubah letak anak yang dikerjakan dengan dua tangan dari
luar, dan dipergunakan untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala, atau
mengubah letak lintang menjadi presentasi bokong atau presentasi kepala. Bila berhasil
melakukan Versi luar maka insidens dilakukan seksio sesarea menjadi berkurang.
b. Indikasi
 Presentasi bokong pada primigravida dimulai usia kehamilan 36 minggu, sedangkan
pada multigravida dimulai pada kehamilan 37 minggu.
 Letak lintang pada kehamilan 34 minggu atau lebih.
c. Syarat

 Pembukaan 4 cm atau kurang
 Bagian-bagian janin mudah diraba
 Kulit ketuban masih utuh
 Bagian terendah janin belum masuk pintu atas panggul
 Bayi dapat lahir pervaginam
d. Kontraindikasi
 Hipertensi, karena dapat terjadi solusio plasenta
 Adanya jaringan parut dalam rahim (misalny pada bekas SC atau
enukleasi/miomektomi dari mioma uteri)
 Kehamilan ganda
 Hidramnion, karena sukar dilakukan dan posisi janin mudah kembali ke posisi semula.
 Hidrosefalus
 Perdarahan antepartum
 Preeklampsia atau Eklampsia
e. Persiapan sebelum dilakukan versi luar
 Pastikan bahwa pasien sudah dilakukan konseling tentang tindakan yang akan
dilakukan tentang risiko, manfaat dan hasil yang diperoleh dari tindakan tersebut.
Formulir persetujuan harus ditandatangani oleh pasien sebelum dilakukan prosedur
Versi luar.
 Periksa kembali tidak ada kontra indikasi melakukan Versi luar.
 Diperiksa kembali menggunakan USG untuk konfirmasi dan penilaian presentasi janin,
lokasi plasenta, volume cairan ketuban, ada tidaknya anomali janin.
 Bila memungkinkan perlu pemeriksaan kardiotokografi (CTG).
 Periksa tanda-tanda vital ibu.
 Diberikan tokolitik
 Kandung kencing harus kosong
 Ibu tidur terlentang
 Tungkai dibengkokkan pada lutut dan pangkal paha supaya dinding perut kendor.
f. Cara mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala
 Mobilisasi (penolong berdiri di samping kanan ibu dengan menghadap kekaki ibu.
Tangan kiri dan kanan memegang bokong, kemudian dikeluarkan dari rongga pelvis).
 Eksenterasi (setelah bokong bebas, bokong dikesampingkan (ke fossa iliaka).
 Rotasi (penolong menghadap ke muka ibu. Janin diputar hingga kepala terdapat di
bawah. Arah pemutaran ke arah yang mudah, yang sedikit tahanannya ke arah perut
janin supaya tidak terjadi defleksi atau tali pusat menunggang).
 Fiksasi (setelah kepala berada di bawah,kepala difiksir).
g. Komplikasi
 Kulit ketuban pecah pada waktu melakukan versi
 Terjadi tali pusat menumbung
 Solusio plasenta
 Lilitan tali pusat
 Ruptura uteri imminens
 Gawat janin
 Terjadi defleksi kepala

Gambar 1. Teknik versi luar pada presentasi bokong

2) Setelah masuk inpartu


Pertolongan persalinan letak sungsang memerlukan perhatian karena dapat menimbulkan
komplikasi kesakitan, cacat permanen sampai dengan kematian bayi. Cara pertolongan
partus sungsang :
A. Pertolongan persalinan pervaginam
1) Pertolongan persalinan secara Bracht
Persalinan Bracht berhasil bila berlangsung dalam satu kali his dan mengejan, Sedangkan
penolong membantu melakukan hiperlordose. Bila persalinan dengan satu kali his dan
mengejan tidak berhasil, maka pertolongan Brach dianggap gagal, dan dilanjutkan
dengan ekstraksi (manual aid).

- Setelah bokong lahir, bokong dan paha janin dicekam dengan kedua tangan, sedemikian
hingga kedua ibu jari + sejajar pada pangkal paha dan 4 jari lainnya menggenggam
bokong; disertai ekspressi Kristeller oleh asisten.
- Setelah ujung tulang scapula lahir, bokong diarahkan ke atas perut itu untuk menambah
lordose. Tidak boleh melakukan tarikan pada janin karena lengan dapat menjungkit ke
atas. Ekspressi dari luar tetap.
- Bokong tetap diarahkan ke perut ibu, hingga kedua lengan lahir.
- Ekspresi dari luar tetap, hingga mulut dan hidung bayi tampak dari vulva. Sisa kepala
dilahirkan dengan mengarahkan punggung bayi ke perut ibu.

Gambar 2. Persalinan secara bracht

2) Ekstrasi bokong parsial


Persalinan dengan ekstraksi bokong parsial di maksudkan bahwa
a. Persalinan bokong sampai umbilicus berlangsung dengan kekuatan sendiri
b. Terjadi kemacetan persalinan badan dan kepala
c. Dilakukan persalinan bantuan dengan jalan secara klasik, secara muller dan loevset.

2. Pertolongan ekstraksi bokong secara klasik


a) Tangan memengang bokong dengan telunjuk berada pada spina ishiadica anterior
superior.
b) Tarik curam kebawah sampai ujung scapula tampak
c) Badan anak dipegang sehingga perut anak didekatkan pada perut ibu. Dengan
demikian bahu belakang menjadi lebih rendah.
d) Tangan lainnya menelusuri bahu belakang sampai mencapai persendian siku.
e) Selanjutnya badan anak dipegang sedemikian rupa sehingga punggung anak
mendekati panggul ibu.
f) Tangan lainnya menelusuri bahu depan, menuju persendian siku selanjutnya lengan
atas dilahirkan dengan dorongan persendian siku.
g) Persalinan kepala dilakukan sebagai berikut.
- Badan bayi seluruhnya ditunggangkan pada tangan kiri
- Jari tengah dimasukkan kedalam mulut bayi, untuk mempertahankan situasi
fleksi
- Dua jari lain menekan pada os maksilaris, untuk membantu fleksi kepala.
- Tangan kanan memegang leher bayi, menarik curam kebawah sehingga
suboksiput berada dibawah simfisis sebagai hipomoklion
- Kepala bayi dilahirkan dengan melakukan tarikan tengan kanan sambil
melakukan putaran kearah perut ibu.
- Berturut lahir, dagu, mulut, muka, dahi dan kepala seluruhnya.
- Setelah janin lahir diletakkan di atas perut ibu, tali pusat dipotong, lender di
bersihkan dan selanjutnya dirawat sebagaimana mestinya.
3. Persalinan ekstrasi bokong menurut mueller
Persalinan ekstraksi bokong parsial menurut Mueller tidak banyak mempunyai
perbedaan dengan secara “klasik”. Perbedaannya terletak pada persalinan lengan
depan dilakukan terlebih dahulu dengan jalan.
- Punggung bayi didekatkan ke punggung ibu, sehingga scapula tampak
- Tangan lainnya menelusuri bahu depan menuju lengan atas sampai persendian
siku untuk melahirkan lengan atas.
- Perut bayi didekati ke perut ibu tangan lain menelusuri bahu belakang sampai
persendian siku dan selanjutnya lengan belakang dilahirkan.
- Persalinan kepala dilahirkan menurut tekhnik maureceau
- Setelah bayi lahir tali pusat di potong dan dibersihkan untuk di rawat
sebagaimana mestinya.
4. Persalinan ekstrasi bokong menurut loevset
Konsep tekhnik loevset untuk melahirkan bahu berdasarkan
- Perbedaan panjang jalan lahir depan dan belakang
- Bahu depan yang berada di simfisis bila di putar menjadi bahu belakang,
kedudukannya menjadi lebih rendah sehingga otomatis terjadi persalinan
- Bahu belakang setelah berputar 90 ˚menjadi bahu depan, kedudukannya menjadi
lebih rendah sehingga secara otomatis terjadi persalinan.
- Pada waktu melakukan putaran disertai tarikan sehingga dengan putaran tersebut
kedua bahu dapat dilahirkan.
- Persalinan kepala dapat dilakukan dengan tekhnik mauriceau.

3) Persalinan kepala
1. Secara Mauriceau veit Smellie
Bila terjadi kegagalan persalinan kepala dapat dilakukan pertolongan secara
Mauriceau (Viet Smellie):
 Badan anak ditunggangkan pada tangan kiri
 Tali pusat dilonggarkan
 Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut bayi, dua lain diletakkan pada tulang pipi
serta menekan kea rah badan bayi sehingga fleksi kepala dapat dipertahankan
 Tangan kanan memegang leher bayi, menarik curam ke bawah sampai suboksiput
sebagai hipomoklion, kepala bayi diputar ke atas sehingga berturut-turut lahir dagu,
mulut, hidung, mata, dahi, kepala bayi seluruhnya.
2. Persalinan kepala dengan ekstraksi forsep
Kegagalan persalinan kepala dengan teknik Mauriceau Viet Smellie dapat
diteruskan dengan ekstraksi forsep.
 Seluruh badan bayi dibungkus dengan duk steril diangkat ke atas sehingga kepala
bayi mudah di lihat untuk aplikasi forsep
 Daun forsep kiri dipasang terlebih dahulu, diikuti daun forsep kanan dilakukan
penguncian forsep
 Badan bayi ditunggangkan pada gagang forsep
 Dilakukan tarikancuram ke bawah sehingga subaksiput berada di bawah simfisis,
dilakukan tarikan ke atas sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut dan hidung
 Mata dan dahi diiukuti seluruh kepala bayi
 Bayi diletakkan ke atas perut ibu, untuk memotong tali pusat
 Lendir di bersihkan dari jalan napas
 Selanjutnya dilakukan perawatan sebagaimana mestinya.

4) Ekstrasi bokong totalis


Ekstrasi total pada persalinan sungsang pervaginam dimana keseluruhan proses
persalinan dikerjakan sepenuhnya oleh penolong. Jenis-jenis ekstrasi total :
a. Ekstrasi bokong
Ekstraksi bokong dilakukan sebagai berikut:
 Jari telunjuk tangan kanan dimasukkan agar dapat mencapai pelipatan paha
depan
 Dengan mengait pada spina ishiadica arterior superior dilakukan tarikan curam ke
bawah sehingga trochanter depan dapat dilahirkan
 Setelah trochanter depan lahir dilakukan tarikan ke atas sehingga trochanter
belakang mencapai perineum
 Setelah trochanter belakang mencapai perineum telunjuk tangan kiri dimasukkan
ke dalam pelipatan paha dan mencapai spina ishiadica arterior superior belakang
 Dengan kedua telunjuk dilakukan persalinan seperti metode secara klasik,
kombinasi dengan tindakan loevset
 Persalinan kepala dilakukan menurut Mauriceau V. Smellie
 Setelah bayi lahir dilakukan perawatan sebagaimana semestinya

b. Ekstrasi kaki
Ekstraksi kaki lebih mudah dibandingkan dengan ekstraksi bokong. Oleh karena itu,
bila diperkirakan akan melakukan ekstraksi bokong diubah menjadi letak kaki.
Menurunkan kaki berdasarkan prokfilaksis Pinard, yaitu pembukaan sedikitnya 7 cm.
Ketuban telah pecah atau dipecahkandan diturunkan kaki ke depan. Bila terdapat
indikasi dilakukan ekstraksi kaki dengan seluruh kekuatan berasal dari penolong
persalinan. Teknik lainnya sama dengan di atas.

B. Persalinan dengan sectio sesaria


Memperhatikan pertolongan persalinan letak sungsang melalui jalan vaginal, maka sebagian
besar pertolongan persalinan sungsang dilakukan dengan seksio sesarea.
Indikasi dilakukan Seksio Sesarea:
 Primigravida dengan disertai salah satu faktor X (Ketuban pecah dini, Serotinus, riwayat
infertilitas, usia tua dll)
 Gemelli anak pertama letak sungsang
 Bayi prematur < 34 minggu
 Presentasi kaki
 Riwayat Obstetri jelek
 Taksiran berat janin > 3500 gr
DAFTAR PUSTAKA

Mandriwati. 2012. Asuhan Kebidanan Antenatal. Edisi 2. Jakarta: EGC

Saifuddin. 2009. Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saifuddin. 2014. Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: ECG

R. choirunissa, S suprihatin jurnal akademi 2019 -Lamanya persalinan kala 1 pada multigravida
di puskesmas kecamatan menteng jakarta pusat (2),2019 ejurnal.husadakaryajaya.ac.id

Prawiroharjo,S. 2005. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan bina Pustaka

Tando,M.N (2016).Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta,In.Media.

Mika Oktarina, (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinam dan Bayi Baru Lahir .
Yogyakarta:Deepublish.

Setiorini , A. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelaksanaan Inisiasi


Menyusui Dini (IMD) Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Jurnal STIKES Barromeus 8-
7.
Rohani, Saswita.R, Marisah 2011. Asuhan Kebidanan pada masa persalinan
Mika Oktarina (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta:Deepublish.
Tando, M. N. (2016). Asuhan Kebidanan Neonatus , Bayi dan anak Balita.

Yeyeh Ai. (2019). Asuhan Kebidanan Neonatus , Bayi dan Anak Prasekolah. TIM.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani R.(2019).Pencegahan Kemtian Ibu saat Hamil dan Melahirkan.

Bidan Indonesia. (2018). Kebidanan Teori dan Asuhan (Volume 1). EGC.

Datinkessulteng.(2020). Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun

2020. Datinkessigi.(2020). Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi Tahun 2020.

KIAMBP. Sumardi, Busroni, Muhawarman, Rijadi, Setyowati. (2011).Uraian Tugas BAB 1


AKI dan AKB

JNPKKR. (2017). Asuhan Persalinan Normal , Asuhan Esensial Bagi Ibu Bersalin dan
Bayi Baru Lahir Serta Penatalaksanaan Komplikasi Segera Pasca Persalina dan
Nifas.

Marmi. (2016). Intranatal Care. Pustaka Pelajar.Bidan Indonesia. (2018). Kebidanan Teori
dan Asuhan (Volume 1). EGC.

Marmi. (2016). Intranatal Care. Pustaka Pelajar.

Meti, D. (2016). Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Tanda-Tanda Persalinan


Di Wilayah Lampung Utara. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 12(2), 228–232.
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/603.

Puskesmas Marowola. 2022. Data AKI dan AKB.

Yulizawati dkk. (2019). Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Asuhan Kebidanan Pada
Persalinan.
DAFTAR PUSTAKA

Ariana, R. (2019). Gambaran Derajat Asfiksia Neonatorum pada Persalinan Pervaginam Letak Sungsang di RSD
Kalisat. 2(1), 1–23.

Ilhamjaya, A. M., & Tawali, S. (2020). Angka Kejadian Dan Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Janin
Letak Sungsang Dari Ibu Hamil Yang Melahirkan Di Rsws Makassar. Medika Alkhairaat : Jurnal Penelitian
Kedokteran Dan Kesehatan, 2(2), 55–61. https://doi.org/10.31970/ma.v2i2.52

Nordiansyah Putra. (2017). Rencana Partus Pervaginam pada Kehamilan Aterm dengan Presentasi Bokong dan
Ketuban Pecah Dini. 7(April), 81–84. https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/
726/pdf

Pramana, C. (2019). manajemen persalinan sungsang. 10–11.


https://www.researchgate.net/publication/335528808_MANAJEMEN_PERSALINAN_SUNGSANG

Tauhid, L. (2021). ASUHAN KEBIDANAN ANTENATAL PADA NY. U USIA 27 TAHUN G3P1A1 DENGAN
LETAK SUNGSANG DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN G KOTA BOGOR. In Convention Center Di Kota
Tegal (Vol. 4, Issue 80). https://repo.poltekkesbandung.ac.id/3517/

Tu’sadiah, H., & Zulaihah, I. (2019). Asuhan Kebidanan Ibu Hamil Dengan Letak Sungsang di RSUD dr. Drajat
Prawiranegara. Journal Of Applied Health Research And Development, 1(1), 1–9. https://jurnal.poltekkes-
aisyiyahbanten.ac.id/index.php/path/article/download/11/3

Anda mungkin juga menyukai