Anda di halaman 1dari 85

74

2.2 Persalinan

2. 2.1 Konsep Dasar Persalinan

1. Pengertian

Beberapa sumber yang ada menjelaskan pengertian dari persalinan sebagai

berikut :

a. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun

ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses

pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),

lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu

maupun janin (Sukarni, Margareth, 2013:185).

b. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta

yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan,

lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan

sendiri) (Manuaba, 2010:164).

c. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang

terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa

komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2006:100).

d. Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar

dari uterus ibu (Wiknjosastro, 2008:39).


75

2. Fisiologis Persalinan

a. His

Teori kemungkinan terjadinya proses persalinan menurut Manuaba

(2010:168) antara lain:

1) Teori keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.

Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan

dapat mulai. Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi

setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.

2) Teori penurunan progesteron

Proses penuaan plasenta terjadi saat usia kehamilan 28 minggu, karena

terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami

penyempitan dan buntu. Produksi progesteron mengalami penurunan,

sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot

rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron

tertentu.

3) Teori oksitosin internal

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior. Perubahan

keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot

rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Dengan

menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka

oksiosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat mulai.


76

4) Teori prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak usia kehamilan 15 minggu,

yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat

menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.

Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.

5) Teori hipotalamus-hipofisis dan glandula suprarenalis

Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi

kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini

dikemukakan oleh Linggin 1973. Pemberian kortikosteroid dapat

menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan. Dari

percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-

hipofisis dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan

pemicu terjadinya persalinan.

b. Tahap persalinan

Persalinan dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala I persalinan mulai

ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan

durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang

progesif. Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap

dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala tiga persalinan dimulai segera

setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput

ketuban janin (Saifuddin, 2008:297).


77

1) Kala I

Menurut Sofian (2011:71), kala I persalinan atau kala pembukaan ditandai

dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody show) karena serviks

mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (efficement). Darah berasal dari

pecahnya pembuluh darah kapiler di sekitar kanalis servisis akibat

pergeseran ketika serviks mendatar dan membuka. Manuaba (2010:173)

menjelaskan bahwa lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam,

sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman,

diperhitungkan pembukaan primigravida 1cm/jam dan pembukaan

multigravida 2 cm/jam. Dengan perhitungan tersebut, maka waktu

pembukaan lengkap dapat diperkirakan . Kala pembukaan dibagi atas 2 fase

yaitu:

a) Fase laten

Yaitu serviks membuka sampai 3 cm, biasanya terjadi 8 jam.

b) Fase Aktif berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase:

(1)Periode akselerasi berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4cm.

(2)Periode dilatasi maksimal (steady) selama 2 jam, pembukaan

berlangsung cepat menjadi 9 cm.

(3)Periode deselarasi berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam

pembukaan menjadi 10 cm (lengkap).

Menurut Manuaba (2012:173-175) persalinan sekarang dimulai dari:

Kala I, lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan

multigravida sekitar 8 jam.


78

2) Kala II

Kala dua adalah saat keluarnya janin. Dimulai saat serviks sudah

berdilatasi penuh dan ibu merasakan dorongan untuk mengejan dan

mengeluarkan bayi (Freser, 2009:430).

Menurut Saifuddin (2008:311), mekanisme persalinan normal, his

merupakan salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks

membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila

his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk kedalam

rongga panggul. Masuknya kepala melintasi rongga panggul dalam

keadaan sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus

dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam

keadaan ansinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan

bidang pintu atas panggul. Ansinklitismus anterior menurut Naegele ialah

apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip kedepan dengan pintu

atas panggul. Ansinklitismus posterior menurut Litzman ialah apabila

keadaan sebaliknya dari Ansinklitismus anterior. Akibat sumbu kepala

janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih mendekati

suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala

yang akan turun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi didalam

rongga panggul.

Dengan fleksi kepala janin memasuki rongga panggul dengan ukuran

yang paling kecil yakni dengan diameter suboksipito breghmatika (9,5

cm) dan dengan sirkumferensi suboksipito breghmatikus (32 cm)


79

keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui

diagfragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan.

Akibat kombinasi elastisitas diagfragma pelvis dan tekanan intrauterin

disebabkan oleh his yang berulang ulang, kepala mengadakan rotasi yang

disebut dengan putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi

ubun-ubun kecil akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul

ubun-ubun kecil di bawah simpisis, dan dengan suboksiput sebagai

hipomoklion. Kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat

dilahirkan. Pada tiap his vulva membuka dan kepala janin makin tampak.

Perinium menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rectum.

Dengan kekuatan his bersamaan dengan kekuatan mengejan, berturut

turut tampak bregma, dahi, muka dan akirnya dagu. Segera setelah kepala

lahir kepala mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi kearah luar.

Putaran paksi luar ini adalah gerakan kembali ke posisi sebelum putaran

paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan

punggung anak.

Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam

rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul

yang dilaluinya, sehingga didasar panggul, apabila kepala telah

dilahirkan, bahu akan berada pada posisi depan belakang, selanjutnya

dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, baru kemudian trokanter

belakang, kemudian bayi lahir seluruhnya.


80

3) Kala III

Kala tiga adalah pemisahan dan keluarnya plasenta dan membran,pada

kala tiga ini, juga dilakukan pengendalian perdarahan (Freser, 2009:430).

Kala III menurut Indrayani (2013:252-255) menjelaskan kala III dimulai

sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta atau uri. Rata-rata lamanya

bekisar antara 15-30 menit, baik primipara maupun multipara. Tempat

implantasi plasenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri.

Fase-fase dalam persalinan kala III terdiri dari dua fase yaitu:

a) Fase pelepasan plasenta

Segera setelah bayi lahir dan air ketuban sudah tidak berada dalam

uterus, kontraksi akan terus berlangsung dan terjadi penyusutan

volume rongga uterus. Penyusutan ukuran ini, akan menyebabkan

berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta karena tempat

perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak

berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian akan

lepas dari dinding uterus.

Ada dua mekanisme pelepasan plasenta yaitu:

(1)Mekanisme Schultze

Pelepasan plasenta dimulai dari sentral atau bagian tengah sehingga

terjadi bekuan retroplasenta. Cara pelepasan ini paling sering

terjadi. Tanda pelepasan dari tengah mengakibatkan perdarahan

tidak terjadi sebelum plasenta lahir, perdarahan banyak biasanya

terjadi segera setelah plasenta lahir.


81

(2)Mekanisme Duncan

Pelepasan plasenta dari pinggir atau bersamaan daari pengiir dan

tengah plasenta. Hal ini mengkibatkan terjadi semburan darah

sebelum plasenta lahir.

b) Fase pengeluaran plasenta

Plasenta yang sudah lepas dan menempati segmen bawah rahim,

kemudian melalui serviks, vagina dan introitus vagina. Setelah

plasenta tampak di introitus vagina lahirkan plasenta dengan kedua

tangan.

4) Kala IV

Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan

postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Perdarahan

dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc

(Manuaba, 2010:174).

2. 2.2 Seksio sesarea

1. Pengertian

a. Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan

melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat

rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro,

2005:133).

b. Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan

pada dinding uterus melalui dinding depan perut; seksio sesarea juga dapat
82

didefinisikan sebagai suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam

rahim (Mochtar, 2012:85).

2. Jenis

Jenis seksio sesarea menurut Wiknjosastro (2005:133) adalah:

a. Seksio sesarea Klasik, pembedahan secara Sanger

b. Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra cervikalis atau lower

segmen caesarean section)

c. Seksio sesarea ekstraperitoneal

d. Seksio sesarea vaginal

3. Indikasi

Indikasi dilakukan seksio sesarea menurut Mochtar (2012:86) adalah:

a. Plasenta previa sentralis dan lateralis

b. Panggul sempit

c. Disproporsi sevalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran

kepala dan ukuran panggul

d. Ruptura uteri mengancam

e. Partus lama (prolonged labor)

f. Partus tak maju (obstructed labor)

g. Distosia serviks

h. Malpresentasi janin seperti letak lintang, letak bokong, letak defleksi,

gemeli dll.
83

Wiknjosastro (2005:134) menambahkan bahwa indikasi pada janin

yang memerlukan tindakan seksio sesarea adalah gawat janin dan kelainan

letak.

Oxorn (2010:636) menambahkan indikasi seksio sesaria bisa berupa

indikasi absolut atau relatif. Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat

jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolut untuk

sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat

berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relatif,

kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian

rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu,

anak atau pun keduanya.

4. Kontraindikasi

Wiknjosastro (2005:134) menjelaskan bahwa seksio sesarea tidak dapat

dilakukan pada:

a. Janin mati

b. Syok, anemia berat sebelum diatasi

c. Kelainan kongenital (monster)

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pasca tindakan seksio sesarea menurut

Mochtar (2012:87) adalah:

a. Infeksi puerperal

Infeksi puerperal dibagi menjadi 3 yaitu:


84

1) Infeksi puerperal ringan, ditandai dengan kenaikan suhu beberapa

hari.

2) Infeksi puerperal sedang, ditandai dengan kenaikan suhu yang

lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.

3) Infeksi puerperal berat ditandai dengan peritonitis, sepsis, ileus

paralitik. Infeksi berat sering kita jumpai pada partus terlantar;

sebelum timbul infeksi nifas, telah terjadi infeksi intrapartum

karena ketuban yang pecah terlalu lama.

6. Prognosis

Angka kematian ibu pada rumah sakit yang mempunyai fasilitas operasi

yang baik dan tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.

Sedangkan prognosis pada janin yang ditolong dengan seksio sesarea

tergantung pada keadaan sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari

negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas

neonatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4-7 %.

7. Nasehat pascaoperasi

Nasihat-nasihat yang perlu disampaikan setelah operasi menurut Mochtar

(2012:87) adalah:

a. Dianjurkan tidak hamil dalam kurun waktu 1 tahun.

b. Kehamilan berikutnya, hendaknya dilakukan pemeriksaan antenatal

yang baik

c. Dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit


85

d. Kelahiran selanjutnya tidak harus dengan tindakan seksio sesarea tapi

bergantung pada indikasi seksio sesarea dan keadaan pada kehamilan

berikutnya.

2. 2.3 Asuhan Persalinan

1. Pengkajian Data

a. Data Subyektif

1) Biodata

a) Umur

Ibu hamil di atas 35 tahun beresiko tinggi karena terjadi penurunan

fungsi organ. Pada proses persalinan diperlukan tenaga yang lebih

besar ditambah lagi kelenturan dan jalan lahir dengan bertambahnya

umur keelastisitasannya juga semakin berkurang. (Sukarni, 2013:111).

b) Paritas

Paritas mempengaruhi durasi persalinan dan insiden komplikasi. Pada

multipara jika persalinan sebelumnya serviks mengalami pembukaan

lengkap, pembukaan kali ini tidak akan sulit sehingga memperpendek

lama persalinan. Dominasi fundus uteri pada multipara lebih besar

dengan kontraksi lebih kuat dan dasar panggul yang relaks sehingga

bayi lebih mudah melaluijalan lahir dan mengurangi lama persalinan.

Pada grand multipara, semakin banyak jumlah janin, persalinan secara

progresif menjadi semakin lama. Semakin tinggi paritas, insiden

abrupsio plasenta, plasenta previa, perdarahan uterus, mortalitas ibu,

dan mortilitas perinatal juga meningkat (Varney, 2007:691).


86

c) Pekerjaan

Didapatkan bahwa wanita hamil yang melakukan pekerjaan yang

mengharuskan mereka berdiri lama beresiko lebih besar mengalami

persalinan prematur, tetapi tidak terdapat efek pada pertumbuhan janin

(Cunningham, 2005:261).

d) Umur kawin

Belum matangnya alat reproduksi untuk hamil dapat merugikan

kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin.

Kehamilan dan persalinan pada remaja memiliki resiko lebih tinggi

dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun

(Manuaba, 2010:27).

Usia dibawah 16 tahun atau diatas 35 tahun mempredisposisi wanita

terhadap sejumlah komplikasi. Usia dibawah 16 tahun meningkatkan

insiden pre eklamsia. Usia diatas 35 tahun meningkatkan insiden

diabetes tipe II (yang menyebabkan peningkatan insiden diabetes

kehamilan juga diagnosis diabetes tipe II); hipertensi kronis (yang

menyebabkan peningkatan insiden pre-eklamsia dan abrupsio

plasenta); persalinan yang lama pada nulipara; seksio sesarea;

pelahiran pre term; IUGR; anomali kromosom; dan kematian janin

(Varney, 2007:691).

e) Lama / berapa kali kawin

Untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat kelamin dalam

ibu. Apabila lama pernikahan ibu sesuai usia reproduksi, berarti alat
87

reproduksi ibu dapat berfungsi dengan baik. Apabila itu menikah lebih

dari 1 kali, dikhawatirkan adanya penyakit menular seksual

(Manuaba,2010:85).

2) Keluhan utama

Keluhan utama menurut Manuaba (2012:173) yaitu :

a) Terjadinya his persalinan. His persalinan mempunyai cirri khas

pinggang terasa nyeri yang menjalar kedepan, sifatnya teratur,

interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar, makin

beraktivitas (jalan) makin bertambah.

b) Pengeluaran lendir dan darah

c) Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan

pengeluaran cairan.

Walaupun diagnosis banding antara persalinan palsu dan persalinan

sejati kadang-kadang sulit ditentukan, diagnosis biasanya dapat dibuat

berdasarkan kontraksi yang terjadi. Menurut Cunningham (2005:337).

Kontraksi persalinan sejati diantaranya kontraksi terjadi dengan

interval yang teratur, interval secara bertahap dan memendek,

intensitas secara bertahap dan meningkat, nyeri punggung dan

abdomen, serviks membuka, nyeri tidak hilang dengan sedasi.

Menurut Cunningham (2005:275) sebuah tanda dimulainya persalinan

aktif (asalkan belum dilakukan pemeriksaan vaginal dalam 48 jam

sebelumnya) adalah keluarnya sedikit mukus bercampur darah dari

vagina.
88

3) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan dulu

(1) Epilepsi

Dibandingkan wanita bukan epilepsi, wanita epilepsi memiliki

resiko melahirkan bayi malformasi dua sampai tiga kali lebih

tingi (Cunningham et al, 1993) dan resiko memiliki anak dengan

gangguan kejang 2% sampai 3%. Mereka juga beresiko

mengalami preeklamsia dan persalinan prematur (Wheeler,

2004:7).

(2) Diabetes Mellitus

Wanita diabetik yang hamil memiliki angka kematian bayi yang

tinggi. Bayi lahir mati umum terjadi. Wanita Insulin-Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM) dapat mengalami hipertensi barat,

preeklamsi, ketoasidosis dan bahkan kebutaan serta gagal ginjal.

Cairan amnion berlebih dapat terjadi. Janin beresiko tingi

mengalami kelainan kongenital dan mungkin memiliki ukuran

besar atau berukuran sangat besar (makrosomia), kelainan

pervaginam dapat mengiritasi jaringan maternal dan merusak

lengan serta klavikula bayi. Perdarahan pascapartum sering

terjadi (Wheeler, 2004:7).

(3) Hipertensi

Wanita yang memiliki hipertensi kronis beresiko mengalami

preeklamsia, persalinan prematur dan melahirkan bayi yang


89

mengalami retardasi pertumbuhan. Pemisahan prematur plasenta

(abrupsio plasenta), yang berpotensi mencetuskan morbiditas

dan mortalitas ibu serta janin, cenderung terjadi (Wheeler,

2004:8).

(4) Hepatitis B

Kekhawatiran yang muncul saat seorang wanita hamil mengidap

penyakit ini ialah bayi akan terinfeksi saat dilahirkan dan

meninggal akibat karsinoma hepatoseluler atau sirosis atau

menjadi carrier kronis yang berpotensi menularkan penyakit ke

orang lain (Wheeler, 2004:24-26).

(5) HIV/AIDS

Pada ibu yang positif terkena HIV dan memilih melahirkan per

vaginam, penggunaan elektroda kulit kepala dan penyampelan

darah janin akan melukai kulit bayi dan dapat meningkatkan

resiko infeksi, oleh sebab itu prosedur ini harus dihindari. Tidak

menyusui bayi juga mengurangi total resiko infeksi hingga 50%

(Chamberlain, 2010:63).

(6) Jantung

Dalam kurun 50 tahun terakhir, penyakit demam reumatik,

sebagai penyebab kerusakan katup jantung, telah berkurang di

Inggris karena kondisi rumah yang baik dan penggunaan

antibiotik. Akibat perkembangan dalam bedah jantung pada

tahun 70-an, banyak wanita yang mengalami penyakit jantung


90

kongenital dapat bertahan hidup hingga usia subur. Terlepas dari

keyakinan umum bahwa seksio sesaria merupakan pilihan yang

mudah untuk kasus tersebut, persalinan spontan sederhana

dengan pemberian analgesia epidural untuk mengurangi stres,

dan kala dua yang dibantu dengan baik, berperan mewujudkan

angka mortalitas dan morbiditas terendah (Chamberlain,

2010:63).

(7) Asma

Wanita yang menderita asma berat dan mereka yang tidak

mengendalikan asmanya tampak mengalami penigkatan insiden

hasil maternal dan janin yang buruk, termasuk kelahiran dan

persalinan prematur, penyakit hipertensi pada kehamilan, bayi

terlalu kecil, untuk usia gestasinya, abruptio plasenta,

korioamnionitis, dan kelahiran seksio sesarea (Fraser,

2009:322).

(8) Anemia

Anemia sel sabit dapat memberikan efek bagi maternal dan

janin. Resiko maternal meliputi nyeri krisis antenatal dan

pascanatal, infeksi, komplikasi pulmoner, anemia, pre eklamsia,

dan seksio sesarea (Howard et al 1995, Seound et al 1994, Sun

et al 2001). Komplikasi janin dan neonatus meliputi kelahiran

prematur, terlalu kecil untuk usia gestasi, dan ikterik neonatus

(Brown et al 1994, Sun et al 2001) (Fraser, 2009:334).


91

b) Riwayat kesehatan sekarang

Penting untuk mengetahui apakah ibu memiliki kondisi medis yang

menyebabkan dirinya memerlukan pemantauan ketat selama

persalinan, seperti diabetes, hipertensi, atau infeksi. Ditanyakan juga

apabila pernah mengalami suatu kejadian tertentu yang menyebabkan

ibu mencari pertolongan dari bidan atau rumah sakit (Varney,

2012:13)

c) Riwayat kesehatan keluarga

Informasi tentang keluarga klien penting untuk mengidentifikasi

wanita yang beresiko menderita penyakit genetik yang dapat

mempengaruhi hasil akhir kehamilan atau beresiko memiliki bayi

yang menderita penyakit genetik. Misalnya riwayat penyakit psikiatri

(termasuk depresi), penyalahgunaan obat dan alkohol dan saudara

perempuan atau ibu yang pernah mengalami pre eklamsia.

4) Riwayat kebidanan

a) Haid

Bila seorang wanita datang dengan haid terlambat dan diduga ada

kehamilan, maka dapat ditentukan tanggal perkiraan partus, jika hari

pertama haid terakhir diketahui dan siklus ± 28 hari. Rumus yang

dipakai adalah rumus Naegele.

Perkiraan partus menurut rumus ini:

Hari +7, Bulan -3, dan tahun +1 (Winkjosastro, 2005:154-155).


92

b) Kehamilan yang lalu

Apabila sejak lahir sampai melahirkan ibu mengalami penyakit seperti

adanya penyakit jantung, hipertensi, ginjal, paru-paru, maka

kehamilan ibu harus diwaspadai bidan untuk melakukan konsultasi

dengan dokter atau rujukan, karena kemungkinan besar dapat

mempengaruhi proses persalinan (Manuaba, 2010:272-292).

c) Persalinan yang lalu

Lama persalinan sebelumnya merupakan indikasi yang baik untuk

memperkirakan lama persalinan kali ini sehingga memungkinkan

untuk membedakan persalinan antara primigravida dan gravida

selanjutnya serta persalinan dengan paritas yang lebih tinggi. Untuk

mengidentifikasi pelahiran melalui seksio sesarea atau pelahiran

operatif pervaginam sebelumnya (Varney, 2007:692).

Ukuran bayi terbesar yang dilahirkan pervaginam memastikan

keadekuatan panggul wanita untuk ukuran bayi saat ini. Juga untuk

mengantisipasi kemungkinan komplikasi jika dibanding dengan

perkiraan berat janin (Varney, 2007:692).

Wanita yang mempunyai riwayat melahirkan bayi kecil dari ayah

yang sama cenderung memiliki bayi yang kecil juga kali ini (Varney,

2007:692).

Semua wanita dengan riwayat sectio caesaria (SC) pada segmen

uterus bawah (insisi tranversal bawah atau vertikal bawah) dan tidak
93

memiliki kontraindikasi dianjurkan menjalani persalinan pervaginam

(Varney, 2007:780).

d) Nifas yang lalu

Pada hari pertama dan kedua lokia rubra atau lokia kruenta, terdiri atas

darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-

sisa verniks caseosa, lanugo, dan mekonium. Hari berikutnya darah

bercampur lendir dan disebut lokia sanguinolenta. Setelah satu

minggu, lokia cair tidak berdarah lagi, warnanya agak kuning, disebut

lokia serosa. Setelah 2 minggu, lokia hanya merupakan cairan putih

disebut sebagai lokia alba. Biasanya lokia berbau agak sedikit amis,

kecuali terdapat infeksi dan akan berbau busuk, umpamanya pada

adanya lokiostasis (lokia tidak lancar keluar dan infeksi

(Winkjosastro, 2005:241).

e) Riwayat kehamilan sekarang

Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama

kehamilan, yaitu satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada

triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga (Saifuddin,

2006:90).

Pemberian vitamin zat besi dimulai dengan memberikan satu tablet

sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang (Saifuddin,

2006:91).
94

Pada kunjungan pertama antenatal pertama diberikan imunisasi TT1,

berjarak 4 minggu setelah TT1 diberikan imunisasi TT2 (Saifudin,

2006:91).

f) Keluarga berencana

Riwayat kontasepsi diperlukan karena kontrasepsi hormonal dapat

mempengaruhi Estimated Date of Delivery (EDD) dan karena

penggunaan metode lain dapat membantu “menanggali kehamilan”.

Riwayat penggunaan IUD terdahulu meningkatkan resiko kehamilan

ektopik. Dan tanyakan kepada klien lamanya pemakaian alat

kontrasepsi dan jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang

dirasakan (Marmi,2011:158).

5) Pola kehidupan sehari-hari

a) Nutrisi

Makanan harus ditunda pemberiannya selama proses persalinan aktif.

Waktu pengosongan lambung memanjang secara nyata saat proses

persalinan berlangsung dan diberikan obat analgesik. Sebagai

akibatnya, makanan dan sebagian besar obat yang dimakan tetap

berada di lambung dan tidak diabsorpsi; melainkan, dapat

dimuntahkan dan teraspirasi (Cunningham, 2005:342).

Ibu bersalin perlu asupan makanan ringan dan minum air sesering

mungin agar tidak tidak terjadi dehidrasi. Dehidrasi dapat

memperlambat kontraksi/ kontraksi menjadi kurang efektif (Sujiyatini,

2011:52).
95

Ibu bersalin boleh makan makanan yang mudah dicerna dan rendah

lemak selama persalinan dan diperbolehkan minum (Indrayani,

2012:160).

b) Eliminasi

Ibu dianjurkan untuk BAK sendiri minimal 2 jam sekali, hal ini selain

untuk tidak menambah rasa nyeri pada perut bagian bawah juga akan

membantu penurunan kepala karena tidk ada hambatan dari kandung

kencing (Indrayani, 2012:161).

Anjurkan BAB ibu bila perlu, jika ibu ingin merasakan BAB saat fase

aktif harus dipastikan apakah yang dirasakan ibu bukan disebabkan

oleh tekanan rektum, jika ibu belum siap melahirkan diperbolehkan

BAB di kamar mandi (Sujiyatini, 2011:53).

Distensi kandung kemih harus dihindarkan karena dapat

mengakibatkan persalinan macet dan selanjutnya menimbulkan

hipotonia serta infeksi kandung kemih. Jika kandung kemih dengan

mudah dapat dilihat dan dipalpasi di atas simfisis, wanita tersebut

dianjurkan untuk berkemih. Sewaktu-waktu ibu diperbolehkan untuk

berjalan dengan bantuan ke toilet dan berhasil berkemih, sekalipun ibu

tidak dapat berkemih di tempat tidur. Jika kandung kencing terdistensi

dan tidak dapat berkemih, diindikasikan kateterisasi (Cunningham,

2005:343).
96

c) Istirahat dan tidur

Posisi berbaring miring ke kiri dapat memberi rasa santai bagi ibu

yang letih (Indrayani, 2013:162).

Ibu dianjurkan untuk istirahat selama tidak ada his (Sumarah,

2008:55).

d) Personal hygiene

Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak mengeluarkan

keringat. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilkukan beberapa

tindakan misalnya, menggunakan kipas angin, AC, memakai pakaian

yang tipis dan menyerap keringat dan menganjurkan ibu untuk mandi

apabila ibu bisa berdiri dan kuat (Indrayani, 2012:160).

Mandi air hangat dapat menjadi pereda nyeri,dapat meningkatkan

mobilitas tanpa peningkatan efek samping bagi ibu dan bayinya.

Kebersihan genetalia pada ibu bersalin juga harus diperhatikan, jika

ada cairan, lendir maupun darah segera di usap agar ibu merasa lebih

nyaman (Freser 2009 :442).

e) Aktivitas

Ibu bersalin harus diberikan kebebasan dalam melakukan gerakan dan

memilih posisi yang nyaman. Posisi terlentang mengakibatkan

berkurangnya aliran darah dari ibu ke janin dan ibu mengalami rasa

nyeri yang lebih hebat. Ibu yang lebih banyak bergerak dan

dibiarkanmemilih posisi yang diinginkan mengalami proses persalinan

lebih sngkat, dan kurang merasakan nyeri (Indrayani, 2013:161).


97

Wanita yang menderita sakit punggung atau nyeri selama persalinan

mungkin akan merasakan pijatan sangat meringankan. Pijatan pada

abdominal, elusan ringan diatas seluruh perut, dengan kedua tangan

dan ujung jari menyentuh daerah sympisis pubis, melintas fundus

uterus dan turun ke kedua sisi perut akan membuat ibu lebih nyaman

(Indrayani, 2013:163).

6) Riwayat ketergantungan

Kebiasaan merokok, minum alkohol, dan kecanduan narkotika dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dan menimbulkan

kelahiran dengan BBLR bahkan dapat menimbulkan cacat bawaan atau

kelainan pertumbuhan dan perkembangan mental (Manuaba, 2010:122)

7) Latar belakang sosial budaya

Budaya yang masih ada di masyarakat salah satunya minum rumput

fatimah biasanya yang akan menyebabkan his yang terlalu kuat dan

menyebabkan robekan uterus.

Kebisaan yang lazim dilakukan namun tidak bermanfaat bahkan

membahayakan menurut Sujiyatini (2011:40) antara lain:

a) Tidak memberikan makanan atau minuman

Dapat berakibat dehidrasi dan ketosis. Ketosis dihubungkan dengan

menurunnya daya kontraksi uterus.

b) Memposisikan ibu terlentang


98

Dihubungkan dengan penurunan detak jantung dan mungkin dengan

penurunan aliran darah uterus mengurangi kekuatan kontraksi,

frekuensi, dan efikasi.

c) Mendorong abdomen

Menyebabkan ibu merasa nyeri, terlebih lagi berbahaya bagi bayi

dan kaitannya dengan ruptur uteri.

d) Mengedan sebelum pembukaan lengkap

Dapat menyebabkan edema serviks dan mungkin robekan serviks.

8) Psikososial dan spiritual

Ibu bersalin mungkin tidak ingin bercakap-cakap tetapi mungkin akan

merasa nyaman dengan kontak fisik, misalnya berpegangan tangan,

menggosok punggung atau menyeka wajah (Indrayani, 2013:162).

Masalah psikologis yang mungkin terjadi :

a) Kecemasan menghadapi persalinan

b) Kurang pengetahuan tentang proses persalinan

c) Kemampuan mengontrol diri menurun

Asuhan kebidanan dengan memperhatikan privasi ibu, pelayanan yang

bersifat empati dan simpati, informasi bila akan dilakulkan tindakan, dan

memberikan pujian pada ibu terhadap tindakan positif yang ibu lakukan

merupakan tindakan yang dapat meningkatkan kebutuhan harga diri ibu

sehingga psokologi ibu menjadi baik (Sumarah, 2008:55).


99

9) Kehidupan seksual

Riwayat seksual adalah bagian dari data dasar yang lengkap karena

riwayat ini memberikan informasi medis yang penting sehingga klinisi

dapat lebih memahami klien dan mendapat kesempatan untuk

mengidentifikasi riwayat penganiyayaan seksual, menawarkan informasi

yang dapat mengurangi kecemasan dan menghilangkan mitos,

menawarkan anjuran-anjuran untuk memperbaiki fungsi seksual dan

membuat rujukan bila tercatat disfungsi seksual atau masalah emosional

(Wheeler, 2004:46-47).

b. Data Obyektif

1) Pemeriksaan umum

a) Keadaan umum

Keadaan umum baik, kesadaran komposmetis, postur tubuh, pada

saat ini diperhatiakn bagaimana sikap tubuh, keadaan punggung, dan

cara berjalan. Apakahcenderungmembungkuk, terdapatlordosis,

kifosis, skoliosis, atauberjalanpincang (Romauli, 2011:172)

b) Tanda-tanda vital

(1) Tekanan Darah

Tekanan darah diukur setiap 2-4 jam, kecuali jika tidak normal,

pengukuran yang lebih sering diperlukan bergantung pada

situasi individu. Hipotensi dapat terjadi akibat posisi terlentang,

syok, atau anestesi epidural. Pada ibu yang mengalami pre


100

eklamsia atau hipertensi esensial selama kehamilan, persalinan

lebih meningkatkan tekanan darah (Fraser, 2009:453).

Meningkat selama kontraksi disertai peningkatan sistolik rata-

rata 15 (10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Pada

waktu-waktu diantara kontraksi, tekanan darah kembali ke

tingkat sebelum persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari

telentang ke posisi miring. Perubahan tekanan darah selama

kontraksi dapat dihindari. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran

dapat semakin meningkatkan tekanan darah (Varney, 2007:686).

(2) Nadi

Frekuensi nadi merupakan indikator yang baik dari kondisi fisik

ibu. Jika frekuensi nadi meningkat lebih dari 100 denyut per

menit, hal tersebut dapat mengindikasikan adanya ansietas,

nyeri, infeksi, ketosis, atau perdarahan. Frekuensi nadi biasanya

dihitung setiap 1-2 jam selama awal persalinan dan setiap 30

menit jika persalinan lebih cepat (Fraser, 2009:453).

(3) Suhu Tubuh

Suhu tubuh harus tetap berada dalam rentang normal. Pireksia

merupakan indikasi terjadinya infeksi atau ketosis, atau dapat

juga berkaitan dengan analgesia epidural. Pada persalinan

normal, suhu tubuh maternal harus diukur sedikitnya setiap 4

jam (Fraser, 2009:453).


101

Sedikit meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan

segera setelah melahirkan. Yang dianggap normal ialah

peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0.5 sampai 1 0C yang

mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan

(Varney, 2007:687).

(4) Pernapasan

Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal, selama

persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang

terjadi (Varney, 2007:687).

2) Pemeriksaan antropometri

a) Berat badan

Secara normal kenaikan berat badan ibu hamil 11-13 kg (Marmi,

2012:118)

Berat badan wanita hamil akan naik kira-kira di antara 6,5-16,5 kg

rata-rata 12,5 kg. Kenaikan berat badan yang terlalu banyak sering

ditemukan pada pre-eklamsia dengan akibat peningkatan morbiditas

dan mortalitas ibu dan janin (Wiknjosastro, 2005:99).

Pengukuran berat badan saat inpartu diperlukan, salah satunya untuk

menentukan dosis pemberian pethidin dalam penanganan jika terjadi

retensio plasenta.

b) Tinggi badan

Ibu hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm pada tergolong

resiko tinggi (Romauli, 2011:173).


102

c) LILA

Lila kurang dari 23,5 cm merupakan indikator untuk status gizi ibu

kurang / buruk, sehingga beresiko untuk melahirkan bayi BBLR

(Romauli, 2011:173).

3) Pemeriksaan fisik

a) Kepala

Setelah melahirkan jumlah rambut yang rontok saat menyisir atau saat

keramas sangat mengkhawatirkan, dan menyebabkan ansietas umum

jika rambut yang rontok sampai berjumlah ‘satu genggam (Fraser,

2009:201).

b) Muka

Edema ialah penimbunan secara umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka (Wiknjosastro, 2005:282).

c) Mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai

seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada

retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia

serebri (Wiknjosastro, 2005:297).

d) Leher

Dalam kehamilan biasa kelenjar gondok (kelenjar tiroid) mengalami

hiperfungsi dan kadang-kadang disertai pembesaran ringan.

Metabolisme basal dapat meningkat sampai 15-25%. Setelah


103

persalinan fungsi dan besarnya kelenjar gondok pulih lagi. Akan tetapi

walaupun tampak gejala-gejala yang dapat menyerupai hiperfungsi

glandula tiroid, namun wanita itu tidak menderita hipertiroidismus

(Wiknjosastro, 2005:526).

e) Payudara

Puting susu menjadi bertambah besar, berpigmen lebih gelap, dan

lebih erektil. Setelah beberapa bulan pertama, cairan kental kekuning-

kuningan, kolostrum, sering dapat ditekan keluar dari puting susu

dengan tekanan lembut (Cunningham, 2005:187).

f) Abdomen

Pemeriksaan abdomen digunakan untuk menentukan tinggi fundus

uteri, memantau kontraksi, memantau denyut jantung janin,

menentukan presentasi dan menentukan penurunan bagian terbawah

janin (Indrayani, 2012:120)

g) Genetalia

His persalinan menyebabkan terjadinya perubahan pada serviks yang

menimbulkan pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan

lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi perdarahan

karena kapiler pembuluh darah pecah (Manuaba, 2010:173).

h) Anus

Pertanda parturien telah masuk kala pengusiran (kala III) mulai

merasa ingin mengejan dengan anus mulai terbuka (Manuaba,

2010:184).
104

4) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus pada persalinan antara lain Menentukan Tinggi

Fundus Uteri (TFU), Menentukan Tafsiran Berat Janin (TBJ),

Menentukan usia kehamilan, Palpasi Leopold, dan reflek patella yang

telah diuraikan cara dan hasilnya pada teori kehamilan halaman 36-41.

Terdapat beberapa pemeriksaan khusus lainnya yang harus diperhatikan

pada proses persalinan, yaitu:

a) Penurunan kepala janin

Pada saat melakukan palpasi dengan melakukan penekanan ringan

oleh telapak tangan diatas uterus, pemeriksa dapat menentukan waktu

dimulainya kontraksi. Intensitas kontraksi diukur berdasarkan derajat

ketegangan yang dicapai uterus. Pada puncak kontraksi efektif, jari

atau ibu jari tangan tidak dapat menekan uterus. Selanjutnya, dicatat

waktu ketika kontraksi tersebut menghilang. Urutan ini diulang untuk

mengevaluasi frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi uterus. Yang

paling baik adalah mengukur kontraksi uterus dengan menyebut

derajat ketegangan atau resistensi terhadap indentasi (Cunningham,

2005:341).

Menurut Indrayani (2012:126-127), penurunan kepala janin melalui

sistem perlimaan dengan jari adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5
Penurunan kepala janin

Periksa Luar Keterangan


5/5 Kepala diatas PAP, mudah digerakkan
4/5 Sulit digerakkan, bagian terbesar kepala
105

belum masuk panggul


3/5 Bagian terbesar kepala belum masuk
panggul
2/5 Bagian terbesar kepala sudah masuk
panggul
1/5 Kepala di dasar panggul.
0/5 Di perineum
Sumber : Indrayani (2013: 126-127) Asuhan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Trans Info Media

Menurut Saifuddin (2010:305) pada banyak nulipara, masuknya

bagian kepala janin ke pintu atas panggul telah tercapai sebelum

persalinan mulai, dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi

sampai awal persalinan. Sementara itu pada multipara masuknya

kepala janin ke pintu atas panggul mula-mula tidak begitu sempurna,

penurunan lebih jauh akan terjadi pada kala satu persalinan.

b) Auskultasi

Pada pemeriksaan auskultasi dalam proses persalinan cara yang

digunakan sama seperti pada teori kehamilan halaman 40, tetapi

padaproses persalinan perlu diperhatikan waktu pemeriksaan DJJ.

Pada kala I DJJ dinilai setiap 30 menit, kisaran normal DJJ antara 120

sampai dengan 160 kali permenit, bila ditemukan DJJ dibawah 120

dan diatas 160 kali permenit maka penolong harus waspada.

Sedangkan pada kala II DJJ dilakukan setiap selesai

meneran/mengejan antara 5-10 menit (Sumarah, 2009:105)

c) Pemeriksaan dalam

Menurut Cunningham (2005:339) pemeriksaan vagina secara aseeptik

paling sering dilakukan, kecuali jika sudah ada ada perdarahan


106

(bloody show) yang berlebihan. Perhatian cermat terhadap hal-hal

berikut penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dan

untuk mengurangi kontaminasi bakteri akibat pemeriksaan berulang.

(1) Pendataran serviks

Derajat pendataran serviks biasanya dinyatakan dengan panjang

kanalis servisis berbanding dengan panjang yang belum mendatar.

Jika panjang serviks berkurang separuh, dikatakan 50 persen

mendatar, bila serviks menjadi setipis segmen uterus bawah di

dekatnya, serviks dikatakan telah mendatar penuh atau 100

persen.

Pembukaan dan pendataran serviks menurut Saifuddin (2006:N-7)

dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2
Pembukaan dan pendataran serviks
Sumber: Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, YBP-SP, halaman N-7
107

(2) Dilatasi serviks

Dilatasi serviks ditentukan dengan memperkirakan diameter rata-

rata bukaan serviks. Jari pemeriksa disapukan dari tepi serviks di

satu sisi ke sisi yang berlawanan, dan diameter yang dilintasi

dinyatakan dalam sentimeter. Serviks dikatakan membuka penuh

bila diameternya 10 cm, karena bagian terbawah ukuran bayi

aterm biasanya dapat melewati serviks yang membuka lebar.

(3) Posisi serviks

Hubungan antara ostium serviks dengan kepala janin

dikategorikan sebagai posterior, posisi tengah, atau anterior.

Posisi posterior mengesankan persalinan preterm.

(4) Station

Ketinggian bagian terbawah janin di jalan lahir digambarkan

dalam hubungannya dengan spina ischiadika yang terletak di

tengah-tengah antara pintu atas panggul dan pintu bawah panggul.

Jika bagian terbawah janin terletak terletak setinggi spina

ischiadika, keadaan ini disebut sebagai station nol (0). Pada tahun

1988, American College of Obstreticians and Gynecologis mulai

menggunakan suatu klasifikasi stasion yang membagi panggul di

atas dan di bawah spina menjadi lima bagian. Pembagian ini

menggambarkan ukuran (cm) di atas dan dibawah spina. Jadi, saat

bagian terbawah turun dari pintu atas panggul menuju spina


108

ischiadika, disebut sevagai station -5, -4, -3, -2, -1 lalu 0. Di

bawah spina ischiadika, bagian terbawah janin melewati station

+1, +2, +3, +4 dan +5 untuk lahir. Station +5 cm setara dengan

kepala janin yang terlihat di introitus. Suatu perkiraan korelasi

dua metode untuk menggambarkan station adalah: +2 cm = +1/3

dan +4 cm = +2/3 (American Academy of Pediatrics and the

American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997).

Jika bagian terbawah kepala janin berada di station 0 atau lebih ke

bawah lagi, engagement kepala sering kali telah terjadi; yaitu,

bidang biparietal kepala janin telah melewati pintu atas panggul.

Jika kepala mengalami moulage berat, atau jika terjadi

pembentukan kaput yang besar, atau keduanya, engagement

mungkin belum terjadi walaupun kepala tampaknya sudah berada

di station 0.

(5) Deteksi pecahnya selaput ketuban

Suatu diagnosis pasti pecahnya selaput ketuban dibuat apabila

cairan amnion terlihat berada di forniks posterior atau cairan

jernih mengalir dari kanalis servisis. Jika diagnosis tetap tidak

pasti, metode lain yang dapat digunakan adalah pengujian ph

cairan vagina, ph sekret vagina normalnya bekisar antara 4,5 dan

5,5, sementara cairan amnion biasanya 7,0 sampai 7,5.


109

Menurut Varney (2007:711) frekuensi pemeriksaan dalam pada

wanita intrapartum yang normal dianjurkan melakukan

pemeriksaan dalam sebanyak 5 kali, yakni:

(1) Pada saat datang, untuk menetapkan informasi dasar

(2) Sebelum memutuskan jenis obat, jumlahnya, dan rute

pemberiannya.

(3) Untuk memastikan pembukaan sudah lengkap sehingga dapat

diputuskan apakah ibu harus mengejan, atau sebaliknya

(4) Setelah ketuban pecah, jika dicurigai atau kemungkinan terjadi

prolaps tali pusat.

(5) Untuk mengecek prolaps tali pusat ketika perlambatan frekuensi

denyut jantung janin tidak kunjung membaik dengan prasat biasa.

Menurut Wiknjosastro (2008:61), pemeriksaan dalam dilakukan setiap

4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit).

d) Pemeriksaan panggul dalam

Ukuran panggul dalam menurut Saifuddin (2007:142-143), dijelaskan

sebagai berikut:

(1) Bila promontorium teraba pada pemeriksaan dalam, berarti ada

kesempitan panggul

(2) Normal linea inominata tidakteraba dalam pemeriksaan dalam,

bila teraba sebagian atau keseluruhan berarti ada kesempitan

panggul
110

(3) Spina ischiadika normal, tidak menonjol ke dalam. Bila menonjol

berarti ada kesempitan panggul

(4) Sudut arcus pubis > 90°, bila kurang berarti ada kesempitan

panggul

5) Pemeriksaan penunjang

a) Urine

Pemeriksaan yang dilakukan adalah reduksi urine dan kadar albumin

dalam urine sehingga diketahui apakah ibu menderita pre eklampsi

atau tidak (Romauli, 2011:177)

Menurut Cunningham (2005:340) pada beberapa unit, sebuah

spesimen urin yang diekskresikan (sedapat mungkin bebas dari debris)

diperiksa kadar protein dan glukosanya. Spesimen urin diambil untuk

analisis protein hanya pada ibu hamil dengan hipertensi. Pasien yang

tidak menjalani perawatan prenatal harus dianggap mempunyai risiko

untuk sifilis, hepatitis B, dan HIV.

b) Darah

Ketika seorang wanita dirawat di rumah sakit untuk bersalin,

seringkali pemeriksaan hematokrit dan kadar hemoglobin harus

diulang. Pada pasien yang tidak terdaftar, pemeriksaan laboratorium

tersebut juga harus dilakukan begitu pula pemeriksaan golongan


111

darah, Rh, dan penapisan antibodi untuk antibodi atipikal

(Cunningham, 2005: 341).

2. Diagnosa Kebidanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007

tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011:5),dalam perumusan diagnosa dan

atau masalah kebidanan, bidan menganalisa data yang diperoleh pada

pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat. Kriteria perumusan

diagnosa dan atau masalah adalah:

a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

c. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri,

kolaborasi, dan rujukan.

Diagnosa pada ibu bersalin, adalah sebagai berikut:

G, . . . P . . . , usia kehamilan 37-40 minggu, tunggal, hidup, intrauterin, situs

bujur, habitus fleksi, puka/puki, presentasi kepala, H . . . , inpartu kala I-IV,

keadaan umum ibu dan janin baik

Kemungkinan masalah yang terjadi pada kala I menurut Walsh (2007):

a. Nyeri sehubungan dengan adanya kontraksi.

b. Emesis dalam persalinan

Menurut Saifuddin (2009):

a. Kala I memanjang (fase laten dan aktif)

b. Ketuban pecah dini


112

Kemungkinan masalah yang terjadi pada kala II menurut Saifuddin (2009):

a. Potensial terjadinya distosia bahu

b. Potensial terjadinya gawat janin

c. Potensial terjadi asfiksia neonatorum

d. Potensial terjadinya robekan

Kemungkinan masalah yang terjadi pada bayi baru lahir menurut

Wiknjosastro (2008) adalah asfiksia.

Kemungkinan masalah yang terjadi pada kala III menurut Wiknjosastro

(2008):

a. Retensio plasenta

b. Avulsi tali pusat

Kemungkinan masalah yang terjadi pada kala IV menurut Wiknjosastro

(2008):

a. Atonia uteri

b. Robekan vagina, perineum atau serviks

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 938/Menkes/SK/VIII/2007

tentang Standar Asuhan Kebidanan (2011:5), dalam perumusan diagnosa dan

atau masalah kebidanan, bidan menganalisa data yang diperoleh pada

pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat. Kriteria perumusan

diagnosa dan atau masalah adalah:

a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien


113

c. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri,

kolaborasi, dan rujukan.

3. Perencanaan

a. Diagnosa : G1/> PAPIAH, usia kehamilan...minggu, janin tunggal, hidup,

intrauterin, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka/puki, presentasi

kepala/bokong, kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin

baik (Manuaba, 2010:123). Inpartu kala I-IV fase laten/aktif

1) Tujuan

Proses persalinan berjalan dengan normal ibu dan anak sehat.

2) Kriteria

a) KU baik, kesadaran composmentis

b) TTV dalam batas normal

T : 100/60 – 130/90 mmHg

S : 36 – 37oC

N : 80–100x/menit

R : 16 – 24x/menit

c) His Kala I bersifat minimal 2x tiap 10 menit dan berlangsung

sedikitnya 40 detik

d) His kala II bersifat 4-5 kali dalam 10 menit lama 60 detik

e) His kala III bersifat frekuensi dan kekuatan makin jarang

f) His kala IV bersifat makin jarang frekuensi dan kekuatannya

g) Kala I pada primigravida < 13 jam sedangkan multin gravida < 7

jam
114

h) Kala II pada primigravida < 2 jam sedangkan pada multigravida <

1 jam

i) Kala III pada primigravida dan multi gravida < 30 menit.

j) Plasenta lahir spontan

k) Perdarahan < 500 cc

l) Bayi lahir spontan, menangis kuat, gerak aktif

3) Intervensi

a) Kala 1

(1) Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan.

R/ Ibu dapat memiliki pengetahuan tentang proses persalinan

karena mereka biasanya menginginkan dan memerlukan

informasi tentang kemajuan persalinan mereka (Varney,

2007:718).

(2) Anjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi saat ada his

yaitu dengan mengambil napas dalam dari hidung dan

mengeluarkannya dari mulut setelah masing-masing kontraksi.

R/ Meningkatkan relaksasi dan berfungsi membersihkan jalan

napas dengan menghilangkan kemungkinan hiperventilasi

(Varney, 2007:716).

(3) Observasi sesuai partograf (HIS, DJJ, ketuban, pembukaan,

penurunan kepala dan tanda-tanda vital ibu).


115

R/ Mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama

(Wiknjosastro, 2008: 57).

(4) Atur posisi yang nyaman dalam persalinan, anjurkan untuk

tidak berbaring terlentang.

R/ menekan vena cava inferior ibu sehingga mengurangi

pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga akan

menyebabkan hipoksia pada bayi dan mengganggu kemajuan

persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif

(Enkin, et al dalam Wiknjosastro, 2008:87).

(5) Beri asupan nutrisi pada ibu dengan memberi ibu makan dan

minum.

R/ Makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama

persalinan akan memberi lebih banyak energi dan mencegah

dehidrasi dan membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan

kurang efektif (Wiknjosastro, 2008:55).

(6) Anjurkan ibu untuk BAB maupun BAK jika terasa.

R/ Kandung kemih yang penuh menggangu penurunan kepala

bayi, menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat

penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta

dan perdarahan pasca salin (Wiknjosastro, 2008:82).

(7) Jaga privasi ibu dengan menutup pintu, jendela, serta kelambu

tempat persalinan.
116

R/ Menjaga privasi dan mencegah pajanan merupakan upaya

untuk menghormati martabat wanita (Varney, 2007:718).

(8) Jaga kebersihan dan kondisi tetap kering.

R/ Kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan

dan relaksasi serta menurunkan resiko infeksi (Varney,

2007:719).

(9) Gunakan teknik sentuhan fisik.

R/ Sentuhan yang diberikan pada wanita (misalnya pada

tungkai, kepala, lengan) tanpa ada tujuan lain dapat

mengekspresikan kepedulian, memberi kenyamanan, dan

pengertian serta dapat menentramkan, menenangkan,

menghilangkan kesepian, dan sebagainya (Varney, 2007:722).

(10) Berikan usapan pada punggung maupun abdomen.

R/ Usapan pada punggung dengan pemberian tekanan

eksternal pada tulang belakang menghilangkan tekanan

internal pada tulang belakang oleh kepala janin sehingga

mengurangi nyeri. Usapan pada perut dapat meningkatkan

kenyamanan dan merupakan ekspresi kepedulian terhadap

wanita (Varney, 2007:720-721).

b) Kala 2
117

(1) Dengar dan lihat tanda gejala kala II. Tanda gejala kala II yaitu

ibu merasakan ada dorongan ingin meneran, tekanan pada

anus, dan terlihat kondisi vulva yang membuka dan perineum

yang menonjol.

R/ Gejala dan tanda kala dua merupakan mekanisme alamiah

bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran

bayi sudah dimulai (Wiknjosastro, 2008:82).

(2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan

esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana

komplikasi ibu dan bayi baru lahir.

R/ Ketidakmampuan untuk menyediakan semua perlengkapan,

bahan-bahan dan obat-obat esensial pada saat diperlukan akan

meningkatkan risiko terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru

lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan keselamatan

jiwa mereka (Wiknjosastro, 2008:53).

(3) Pakai celemek plastik.

R/ Celemek merupakan penghalang atau barier antara

penolong dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk

menularkan penyakit (Wiknjosastro, 2008:80).

(4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai,

cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir dan

kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang

bersih dan kering.


118

(5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan

untuk periksa dalam.

R/ Penggunaan sarung tangan merupakan tindakan

kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan

atau rabas yang mungkin atau patogen yang menular melalui

darah (Varney, 2007:1117)

(6) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik ( gunakan tangan

yang menggunakan sarung tangan DTT dan steril dan pastikan

tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).

(7) Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari

depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang

dibasahi air DTT.

R/ Pencegahan infeksi pada persalinan kala II diantaranya

adalah melakukan pembersihan vulva dan perineum

menggunakan air matang DTT (Wiknjosastro, 2008:82).

(8) Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan

pembukaan sudah lengkap

(9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan

tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan

klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan

terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci

kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.


119

R/ Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan

kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan

ketrampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan infeksi

secara baik dan benar melindungi penolong persalinan

terhadap risiko infeksi.

(10) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat

relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas

normal (120 – 160 x/menit), kuat dan terarur.

R/ Mendeteksi bradikardia janin dan hipoksia berkenaan

dengan penurunan sirkulasi maternal dan penurunan perfusi

plasenta yang disebabkan oleh anestesia, valsava manuver,

atau posisi yang tidak tepat (Doenges, 2001:300).

(11) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan

janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang

nyaman dan sesuai dengan keinginannya.

R/ Jika ibu berbaring telentang maka berat uterus dan isinya

(janin, cairan ketuban, plasenta, dll) menekan vena cava

inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui

sirkulasi uteroplasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia

pada bayi. Berbaring telentang juga akan mengganggu

kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran

secara efektif (Wiknjosastro, 2008:87).


120

(12) Minta keluarga untuk membantu menyiapkan posisi meneran

(bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat,

bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang

diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

R/ Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa

nyaman bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk

beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi

ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan

bayinya (Wiknjosastro, 2008:84).

(13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada

dorongan kuat untuk meneran.

R/ Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas

sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan

risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan

oksigen melalui plasenta (Wiknjosastro, 2008:81).

(14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil

posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan

untuk meneran dalam 60 menit`

(15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut

ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-

6 cm

(16) Letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di

bawah bokong ibu


121

(17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat

dan bahan.

(18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

R/ Penggunaan sarung tangan merupakan tindakan

kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan

atau rabas yang mungkin atau patogen yang menular melalui

darah (Varney, 2007:1117)

(19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5 – 6 cm

membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan

yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain

menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan

membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran

perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.

R/ Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya bayi

secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan

berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum (Wiknjosastro,

2008:89).

(20) Periksa kemungkin adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan

yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses

kelahiran.

R/ Perasat ini dilakukan pada saat kepala sudah lahir untuk

mengetahui apakah tali pusat berada di sekeliling leher bayi

dan jika memang demikian, untuk menilai seberapa ketat tali


122

pusat tersebut sebagai dasar untuk memutuskan cara mengatasi

situasi tersebut (Varney, 2007:1146).

(21) Tunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi

luar secara spontan.

R/ Pengamatan yang cermat dapat mencegah setiap gangguan,

memberi waktu untuk bahu berotasi internal ke arah diameter

anteroposterior pintu bawah panggul (Varney, 2007:1147).

(22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara

biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu

depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan

arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

(23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu.

Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan

dan siku sebelah atas.

R/Tangan ini mutlak penting untuk mengontrol lengan atas,

siku, dan tangan bahu belakang saat bagian-bagian ini

dilahirkan karena jika tidak tangan atau siku dapat

menggelincir keluar dan menimbulkan laserasi perineum

(Varney, 2007:1148).

(24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas

berlanjut ke punggung, bokong tungkai dan kaki. Pegang


123

kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang

masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

R/ Tindakan ini memungkinkan Anda menahan bayi sehingga

Anda dapat mengontrol pelahiran badan bayi yang tersisa dan

menempatkan bayi aman dalam rengkuhan tangan Anda tanpa

ada kemungkinan tergelincir melewati badan atau tangan atau

jari-jari Anda (Varney, 2007:1148).

(25) Lakukan penilaian bayi baru lahir.

(26) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh

lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.

Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan

bayi di atas perut ibu.

R/ Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam

keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti

walaupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat

(Wiknjosastro, 2008:127). Meletakkan bayi di atas abdomen

ibu, memungkinkan ibu segera kontak dengan bayinya,

menyebabkan uterus berkontraksi, dan mempertahankan bayi

bebas dari cairan yang saat ini terakumulasi di meja atau

tempat tidur di area antara kaki ibu (Varney, 2007:1154).

(27) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi

dalam uterus (hamil tunggal).


124

R/ Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan

sangat menurun pasokan oksigen kepada bayi. Jangan

menekan kuat korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi

tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta

(Wiknjosastro, 2008:101).

(28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik, segera (dalam 1 menit

pertama setelah bayi lahir) suntikkan 10 unit IM pada 1/3

bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis)

R/ Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi

dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelapasan

plasenta dan mengurangi kehilangan darah (Wiknjosastro,

2008:101).

(29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10

unit IM (intamuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral

(lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

R/ Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi

dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan

plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum

penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosi ke pembuluh

darah (Wiknjosastro, 2008:101).

(30) Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan

klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat ke


125

arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal

dari klem pertama.

R/ Memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan darah

kaya zat besi bagi bayi (Wiknjosastro, 2008:126).

(31) Lakukan pemotongan dan pengikatan tali pusat.

R/ Memberi cukup waktu bagi tali pusat mengalirkan darah

kaya zat besi bagi bayi (Wiknjosastro, 2008:126).

(32) Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.

R/ Meletakkan bayi di atas abdomen ibu, memungkinkan ibu

segera kontak dengan bayinya, menyebabkan uterus

berkontraksi, dan mempertahankan bayi bebas dari cairan yang

saat ini terakumulasi di meja atau tempat tidur di area antara

kaki ibu (Varney, 2007:1154).

(33) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di

kepala bayi.

R/ Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif

luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian

tersebut tidak tertutup (Wiknjosastro, 2008: 129).

c) Kala 3

(34) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari

vulva.

R/ Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah

avulsi (Wiknjosastro, 2008:101).


126

(35) Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas

simfisis, untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus

pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Tangan lain

menegangakan tali pusat.

R/ Tindakan ini dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda

pelepasan plasenta meliputi uterus mengalami perubahan

bentuk dan tinggi, fundus berada di atas pusat, dan tali pusat

memenjang (Wiknjosastro, 2008:100).

(36) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah

bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah

belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati. Jika plasenta

tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat

dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi

prosedur di atas.

R/ Melahirkan plasenta dengan teknik dorso kranial dapat

mencegah terjadinya inversio uteri (Wiknjosastro, 2008:102).

(37) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga

plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik

tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,

mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-

kranial).
127

R/ Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding

uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu

(Wiknjosastro, 2008:102).

(38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta

dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga

selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan

plasenta pada wadah yang telah disediakan.

R/ Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan

membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan

lahir (Wiknjosastro, 2008:103).

(39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan

masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan

masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga

uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

R/ Tindakan masase fundus uteri dilakukan agar uterus

berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15

detik lakukan penatalaksanaan atonia uteri (Wiknjosastro,

2008:106).

(40) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan

pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta

ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.

R/ Inspeksi plasenta, ketuban, dan tali pusat bertujuan untuk

mendiagnosis normalitas plasenta, perlekatan, dan tali pusat;


128

untuk skrining kondisi yang tidak normal dan untuk

memastikan apakah plasenta dan membran telah dilahirkan

seluruhnya (Varney, 2007:1162).

d) Kala IV

(41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

R/ Penjahitan digunakan untuk mendekatkan kembali jaringan

tubuh dan mencegah kehilangan darah (Hidayat, 2011: 99).

(42) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam.

R/ Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah

kelahiran plasenta. maka ibu dapat mengalami perdarahan

sekitar 350–500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya

plasenta (Wiknjosastro, 2008:107).

(43) Lakukan Inisiasi Menyusu Dini dan biarkan bayi tetap

melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1

jam.

R/ Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu.

kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi (Wiknjosastro,

2008:131-132).

(44) Lakukan pemeriksaan fisik BBL.


129

R/ Dari hasil pemeriksaan,bidan memastikan tingkat

kesejahteraan bayi baru lahir dan mengidentifikasi masalah

yang mungkin terjadi dan masalah yang sedang terjadi

(Varney, 2007:915).

(45) Setelah satu jam pemberian vitamin K1, berikan imunisasi

Hepatitis B di paha kanan.

R/ Vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskuler untuk mencegah

perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin K yang dapat

dialami oleh sebagian BBL. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat

untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama

jalur penularan ibu-bayi (Wiknjosastro, 2008:140).

(46) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan

pervaginam.

R/ Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15

detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus

uteri.

(47) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan

menilai kontraksi.

R/ Jika ibu dan keluarga mengetahui cara melakukan masase

uterus dan memeriksa kontraksi maka ibu dan keluarga mampu

untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan

baik (Wiknjosastro, 2008:107).

(48) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.


130

R/ Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara

untuk menilai kondisi ibu (Wiknjosastro, 2008: 115).

(49) Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit

selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit

selama jam kedua pascapersalinan.

R/ Kandung kemih yang penuh bisa mengganggu kontraksi

uterus.

(50) Pantau tanda-tanda bahaya pada bayi setiap 15 menit. Pastikan

bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu

tubuh normal (36,5-37,5 0C).

R/ Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada BBL belum

berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak dilakukan

upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka BBL dapat

mengalami hipotermia (Wiknjosastro, 2008: 127).

(51) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin

0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan

setelah di dekontaminasi.

R/ Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang

dilakukan untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan

tubuh atau benda asing dari kulit atau instrumen/peralatan

(Wiknjosastro, 2008:17).

(52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah

yang sesuai.
131

R/ Sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi adalah

sampah terkontaminasi. Jika tidak dikelola dengan benar,

sampah terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun

yang melakukan kontak atau menangani sampah tersebut

termasuk anggota masyarakat (Wiknjosastro, 2008:31).

(53) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa

cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian

yang bersih dan kering.

R/ Kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan

dan relaksasi serta menurunkan resiko infeksi (Varney,

2007:719).

(54) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan

yang diinginkannya.

R/ Pemberian ASI secara dini bisa merangsang produksi ASI,

memperkuat reflek menghisap bayi. Reflek menghisap awal

pada bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah

lahir (Wiknjosastro, 2008:132).

(55) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

R/ Dekontaminasi mengacu pada pencegahan infeksi dengan

cara membunuh atau menghambat pertumbuhan

mikroorganisme pada peralatan atau instrumen (Wiknjosastro,

2008:17).
132

(56) Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,

balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin

0,5% selama 10 menit.

R/ Larutan klorin 0.5% cepat mematikan virus (Wiknjosastro,

2008:24)

(57) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

R/ Cuci tangan merupakan upaya yang paling penting untuk

mencegah kontaminasi silang (Saifuddin, 2010: U-14).

(58) Lengkapi partograf, periksa tanda vital dan asuhan kala IV.

R/ Tekanan darah, nadi, respirasi harus stabil seperti pada

tahap sebelum bersalin selama 1 jam post partum. Monitor

tekanan darah dan nadi penting selama kala IV untuk

mendeteksi adanya syok diakibatkan oleh adanya kehilangan

darah (Hidayat, 2011:94-95).

b. Potensial masalah

1) Masalah pada Kala 1

a) Nyeri sehubungan dengan adanya kontraksi

(1)Tujuan

Tidak terjadi krisis situasi

(2)Kriteria

Ibu tampak rileks dengan situasi persalinan


133

(3)Intervensi

Intervensi menurut Walsh (2007:263–267), intervensi untuk

masalah nyeri adalah sebagai berikut:

(a) Lakukan persiapan melahirkan.

R/ Program persiapan melahirkan biasanya menggabungkan

berbagai pendekatan nonfarmakologis untuk peredaan nyeri.

(b) Batasi kehadiran fisik orang lain.

R/ Keterkaitan kehadiran orang lain bahkan orang asing

menunjukkan penurunan lama persalinan dan memperbaiki

hasil kelahiran serta memberi penenang pada wanita yang

melahirkan.

(c) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

R/ Meningkatkan kenyamanan.

(d) Anjurkan ibu untuk melakukan perubahan posisi.

R/ Perubahan posisi memberikan beberapa efek pada ibu

bersalin, misalnya pada posisi merangkak. Posisi ini

membantu meredakan sakit punggung, mengurangi tekanan

pada hemoroid atau varises, dan lain-lain.

(e) Lakukan massase atau pijatan.

R/ Massase dianggap membantu dalam relaksasi dan

menurunkan kesadaran nyeri dengan meningkatkan aliran

darah ke area yang sakit, merangsang reseptor sensori di kulit

dan otot di bawahnya dan mengubah suhu kulit.


134

(f) Lakukan kompres panas dan dingin.

R/ Penggunaan kompres panas untuk area yang tegang dan

nyeri dianggap meredakan nyeri dengan mengurangi spasme

otot yang disebabkan oleh iskemia, yang merangsang neuron

yang memblok transmisi lanjut rangsangan nyeri dan

menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke

area tersebut.

b) Emesis dalam persalinan

(1)Tujuan

Setelah diberi asuhan ibu bisa beradaptasi dengan keadaannya

(emesis).

(2)Kriteria

(a) Tidak terjadi emesis berlebihan

(b) Tidak terjadi derhidrasi

(3)Intervensi

Intervensi menurut Walsh (2007:287) adalah:

(a) Menganjurkan ibu untuk makan makanan rendah lemak pada

awal persalinan.

R/ Makanan yang mengandung lemak dapat merangsang

mual dan muntah.

(b) Anjurkan ibu minum minuman berkarbonat

R/ Minuman berkarbonat dapat membantu menurunkan mual

selama persalinan.
135

(c) Mengganti pakaian dan seprai yang kotor akibat muntah

R/ Lingkungan yang bersih dan kering akan meningkatkan

kenyamanan bagi ibu bersalin

(d) Berikan cairan infus bila ada indikasi

R/ Cairan IV akan mencegah dehidrasi dan mungkin akan

membuat ibu merasa lebih baik.

(e) Berikan antiemetik apabila perlu

R/ Obat antiemetik mengantisipasi terjadinya muntah

berulang.

c) Potensial terjadi kala I memanjang (fase laten dan aktif)

(1) Tujuan

Kala I segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa komplikasi

(2) Kriteria

(a) Tidak terjadi infeksi intrapartum (Suhu 36-37oC).

(b) Tidak terjadi ruptur uteri

(c) Tidak terjadi cincin retraksi patologis

(d) Tidak terjadi fistula

(e) Tidak terjadi cidera otot-otot dasar panggul

(f) DJJ 120–160 x/menit, kuat dan teratur

(g) Tidak terjadi kaput suksedaneum dan tidak terjadi molase

kepala janin
136

(3) Intervensi

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:51), adalah sebagai

berikut:

(a) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan

penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.

R/ Mendapatkan penatalaksanaan yang tepat

(b) Dampingi ibu ke tempat rujukan.

R/ Mengantisipasi adanya masalah/komplikasi dalam

perjalanan

(c) Berikan dukungan dan semangat.

R/ Memberi motivasi dalam menghadapi persalinan

d) Potensial terjadi ketuban pecah dini

(1) Tujuan

Kala I segera terlewati ibu dan janin sehat tanpa komplikasi

(2) Kriteria

(a) Tidak terjadi infeksi maternal maupun neonatal

(b) Tidak terjadi hipoksia karena kompresi tali pusat

(3) Intervensi

Intrevensi menurut Wiknjosastro (2008: 48):

(a) Pastikan diagnosis (Uji lakmus dan Vagina Toucher)

(b) Baringkan ibu miring ke kiri

(c) Observasi DJJ


137

(d) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan

penatalaksanaan lanjut

(e) Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set,

kateter, penghisap lendir Delee dan handuk atau kain.

2) Masalah pada Kala II

a) Potensial terjadi distosia bahu

(1) Tujuan

Setelah dilakukan asuhan bahu dapat lahir tanpa terjadi fraktur

(2) Kriteria

Bahu dapat lahir

(3) Intervensi

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:95), adalah dengan

melakukan tindakan dan upaya lanjut seperti perasat Mc Robert,

Prone Mc Robert (menungging), Anterior dysimpact, Perasat

Cork-screw dari Wood dan Perasat Schwartz-Dixon.

b) Potensial terjadi gawat janin

(1) Tujuan

Setelah dilakukan asuhan gawat janin dapat teratasi

(2) Kriteria

(a) DJJ :120-160 x/menit

(b) Gerak janin aktif


138

(3) Intervensi

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:94) adalah sebagai

berikut:

(a) Baringkan miring ke kiri, anjurkan ibu untuk menarik nafas

panjang perlahan-lahan dan berhenti meneran.

(b) Nilai ulang DJJ setelah 5 menit.

(c) Jika DJJ normal, minta ibu kembali meneran dan pantau

DJJ setelah setiap kontraksi. Pastikan ibu tidak berbaring

telentang dan tidak menahan nafasnya saat meneran.

(d) Jika DJJ abnormal, rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki

kemampuan penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi

baru lahir.

(e) Dampingi ibu ke tempat rujukan.

c) Potensial terjadi asfiksia neonatorum

(1) Tujuan

Setelah dilakukan asuhan bayi dapat bernafas spontan dan

teratur tangis kuat, gerak aktif, tidak syanosis

(2) Kriteria

Bayi bernafas spontan dan teratur, tangis kuat, gerak aktif, tidak

syanosis

(3) Intervensi

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:158), adalah sebagai

berikut:
139

(a) Lakukan langkah awal yang meliputi: jaga bayi tetap

hangat, atur posisi, isap lendir, keringkan dan rangsang

bayi, atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi serta

lakukan penilaian pada bayi.

(b) Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap,

lakukan resusitasi.

(c) Jika bayi bernapas normal, lakukan asuhan pascaresusitasi.

d) Potensial terjadinya robekan

(1) Tujuan

Tidak terjadi robekan perinium

(2) Kriteria

(a) KU baik

(b) Kesadaran composmentis

(c) Robekan hanya terjadi di derajat 2

(d) Tidak terjadi robekan di porsio

(3) Intervensi

(a) Tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap

(b) Mengatur agar defleksi kepala tidak terjadi terlalu cepat.

3) Masalah pada Kala III

a) Potensial terjadi retensio plasenta

(1) Tujuan

Plasenta dapat lahir segera


140

(2) Kriteria

Plasenta lahir, tidak ada sisa plasenta di uterus

(3) Intervensi

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:118), adalah sebagai

berikut:

(a) Jika plasenta terlihat, lakukan penegangan tali pusat

terkendali dengan lembut dan tekanan dorsokranial pada

uterus, minta ibu untuk meneran agar plasenta keluar.

(b) Setelah plasenta lahir: lakukan masase pada uterus dan

periksa plasenta.

(c) Jika plasenta masih di dalam uterus dan terjadi perdarahan

berat, pasang infus menggunakan jarum besar (ukuran 16

atau 18) dan berikan RL atau NS dengan 20 unit oksitosin.

Coba lakukan plasenta manual dan lakukan penanganan

lanjut. Bila tidak memenuhi syarat plasenta manual di

tempat atau tidak kompeten maka segera rujuk ibu ke

fasilitas terdekat dengan kapabilitas kegawatdaruratan

obstetri.

(d) Dampingi ibu ke tempat rujukan.

(e) Tawarkan bantuan walaupun ibu telah dirujuk dan

mendapat pertolongan di fasilitas kesehatan rujukan.


141

b) Potensial terjadi avulsi tali pusat

(1) Tujuan

Setelah dilakukan asuhan plasenta dapat lahir spontan dan tidak

terjadi komplikasi

(2) Kriteria

Plasenta bisa lahir dengan lengkap.

(3) Intervensi

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:119), adalah sebagai

berikut:

(a) Palpasi uterus untuk melihat kontraksi, minta ibu meneran

pada setiap kontraksi.

(b) Saat plasenta terlepas, lakukan periksa dalam hati-hati. Jika

mungkin cari tali pusat dan keluarkan plasenta dari vagina

sambil melakukan tekanan dorso-kranial pada uterus.

(c) Setelah plasenta lahir, lakukan massase uterus dan periksa

plasenta.

(d) Jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit, tangani

sebagai retensio plasenta.

4) Masalah pada Kala IV

a) Potensial terjadinya atonia uteri

(1) Tujuan

Atonia teratasi
142

(2) Kriteria

Uterus berkontraksi baik, perdarahan berkurang, dan tidak

terjadi syok hipovolemik

(3) Intervensi

Intervensi menurut Wiknjosastro (2008:108) dengan dilakukan

KBI, KBE, dan KAA.

b) Robekan vagina, perineum atau serviks

(1) Tujuan

Memperbaiki keadaan jalan lahir

(2) Kriteria

Robekan tidak mejadi derajat yang lebih luas, perdarahan

<500cc

(3) Intervensi

(a) Lakukan pemeriksaan secara hati-hati.

(b) Jika terjadi laserasi derajat satu atau dua lakukan

penjahitan.

(c) Jika laserasi derajat tiga, empat atau robekan serviks maka

pasang infus dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16

dan 18) dan berikan RL atau NS. Segera rujuk ibu ke

fasilitas dengan kemampuan gawatdarurat obstetri.

(d) Dampingi ibu ke tempat rujukan.


143

BAB 2
TINJAUAN KASUS
1.1. Pengkajian
Tanggal : 14 Agustus 2018
Waktu : 17.35 WIB
Tempat : PMB Ny. Susi Ahmawati
1.1.1. Data Subjektif
1. Biodata Istri Suami
Nama :: Ny.”I
Nn. Tn ”R”

Umur : 28 tahun 32 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : S1 S2
Suku bangsa : Jawa/ Indonesia Jawa/Indonesia
Pekerjaan : Guru TNI-AU
Penghasilan : Rp.3.000.000 Rp.6.000.000
Usia menikah : 4 tahun 8 tahun
Lama/berapa : 5 tahun/1 kali 5 tahun/1 kali
kali
Alamat : Ds. Jajar RT 15/05
2. Keluhan utama
Ibu belum mengeluarkan lendir bercampur darah, hanya merasakan kenceng-
kenceng saja pada tanggal 14 Agustus 2018 pukul 16.30 WIB lalu ibu
langsung datang ke PMB Ny. Susi Ahmawati sampai PMB pukul 17.35 WIB
3. Riwayat Kesehatan Dulu Sekarang
Ibu baik dahulu dan sekarang tidak pernah menderita penyakit dengan gejala
jantung berdebar-debar, mudah lelah, bekeringan dingin malam hari terutama
telapak tangan (jantung), batuk yang lama lebih dari 2 minggu, bedahak dan
keluar darah (TBC), nafsu makan berkurang, kencing berwarna kuning
kecoklatan, bagian putih mata kuning (hepatitis), bila terluka darah sulit
membeku (hemophilia), keputihan yang berbau, bewana hijau kekuningan
dan menimbulkan gatal (PMS), saat kencing sakit (ISK), diare lebih dari 3
144

bulan, berat badan turun drastis dalam waktu 1 bulan, mudah teserang
penyakit (HIV/AIDS), tidak pernah mempunyai riwayat kejang-kejang dan
mengeluarkan busa dari mulut (epilepsi), jika ada luka sukar sembuh dan
mudah haus serta lapar, kencing lebih dari 7 kali di malam hari (DM), sesak
nafas (asma), tekanan darah lebih dari 140/90 dan pegel-pegel pada tengkuk
(hipertensi).
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga ibu maupun suami tidak ada yang menderita penyakit dengan
gejala jantung berdebar-debar, mudah lelah, berkeringat di malam hari
terutama telapak tangan (jantung), batuk yang lama lebih dari 2 minggu,
bedahak dan keluar darah (TBC), nafsu makan berkurang, kencing berwarna
kuning kecoklatan, bagian putih mata kuning (hepatitis), bila terluka darah
sulit membeku (hemophilia), keputihan yang berbau, bewana hijau
kekuningan dan menimbulkan gatal (PMS), saat kencing sakit (ISK), diare
lebih dari 3 bulan, berat badan turun drastic dalam waktu 1 bulan, mudah
teserang penyakit (HIV/AID), tidak pernah mempunyai riwayat kejang-
kejang dan mengeluarkan busa dari mulut (epilepsy), jika ada luka sukar
sembuh dan mudah haus serta lapar, kencing lebih dari 7 kali di malam hari
(DM), sesak nafas (asma), tekanan darah lebih dari 140/90 dan pegel-pegel
pada tengkuk (hipertensi), tidak ada riwayat gameli (kembar).
5. Riwayat Kebidanan
a. Riwayat menstruasi
Ibu mulai menstruasi usia 13 tahun, siklus 28-10 hari, lamanya 6-7 hari
(teratur konsistensi darah encer, tidak ada keluhan abnormal selama
menstruasi, ibu mengalami keputihan saat haid tidak berbau, tidak gatal,
dan berwarna putih jernih, ibu ganti pembalut 3-4 kali sehari atau saat ibu
merasa tidak nyaman, HPHT 16-11-2017 HPL 23-08-2018
b. Riwayat kehamilan yang lalu
Ibu rajin periksa ke bidan mendapat tablet tambah darah dan multivitamin,
diminum habis, tidak ada keluhan abnormal kehamilan anak petama,
merasakan gerakan janin pertama kali pada usia kehamilan 5 bulan, ibu
145

mendapatkan penyuluhan nutrisi ibu hamil, dan dianjurkan untuk


membawa buku KIA, ibu melakukan nasehat bidan di rumah.
c. Riwayat persalinan yang lalu
Ibu melahirkan anak pertama pada tanggal 22 Juni 2014 secara spontan
ditolong oleh bidan, di rumah sakit selama persalinan tidak ada kelainan
abnormal selama persalinan BB: 3000 gram, PB: 49 cm, jenis kelmain
perempuan, bayi lahir langsung menangis, plasenta lahir spontan, tidak ada
pendarahan, terdapat penjahitan pada prenium karen ibu diepisiotomi.
d. Riwayat nifas yang lalu
Selama nifas anak pertama ibu tidak ada keluhan abnormal, ibu lupa lochea
berhenti pada hari keberapa berapa.
e. Riwayat kehamilan sekarang
Ibu rutin periksa ke bidan, sebanyak 8 kali, tidak ada keluhan abnormal
selama periksa, mendapat tablet penambah darah dan multivitamin
diminum hingga habis sesuai anjuran bidan, ibu sudah melakukan
pemeriksaan ANC terpadu pada tanggal 8-2-2018 dan hasil labnya normal,
merasakan gerakan janin pertama pada usia kehamilan 5 bulan selama di
bidan ibu mendapat penyuluhan makan sedikit tapi sering, istirahat yang
cukup, perawatan payudara, mobilisasi, dan pernafasan persalinan, ibu
mempraktekkan semua yang dianjurkan oleh bidannya.
f. Riwayat persalinan sekarang
Ibu merasakan kenceng-kenceng petama kali pada pukul 16.30 WIB
tanggal 14 Agustus 2018, karena kenceneg-kencengnya belum terlalu sakit
dan ibu masih bisa menahan ibu masih di rumah, dan hanya menelepon
bidannya. Lalu pada pukul 17.00 WIB ibu merasakan kenceng-kenceng
semakin kuat dan sering tetapi belum mengeluarkan lendir darah lalu ibu
pergi ke BPM pukul 17.35 WIB.
g. Riwayat KB
Ibu pernah menggunakan KB suntik 3 bulan selama 3 tahun setelah
melahirkan anak pertama, selama pemakainan, ibu tidak ada kelainan
abnormal dan berencana akan menggunakan KB suntik 3 bulan kembali.
146

6. Pola Kebiasaan Sehari-hari


a. Nutrisi
Hamil : ibu makan 3-4 kali sehari (nasi, lauk pauk, sayur, dan buah)
dengan porsi sedang, minum air putih ±6-7 gelas/hari dan
minum susu 1 gelas sehari.
Inpartu : ibu makan terakhir tanggal 14 Agustus 2018 pukul 07.00
WIB dengan roti 1 bungkus dan minum 1 gelas teh hangat.
b. Eliminasi
Hamil : ibu BAK 1 x 1 hari, konsistensi lembek, warna kuning, bau
khas feses, BAK 7/8 x/hari dan warna kuning jernih.
Inpartu : ibu BAB terakhir tanggal 14 Agustus 2018 pukul 06.00
WIB konsistensi lembek, BAK terkahir tanggal 14 Agustus
2018 pukul 17.35 WIB dengan warna kuning jernih bau
khas urin.
c. Istirahat dan Tidur
Hamil : ibu tidur siang ±1-2 jam/hari tetapi jarang, dan tidur malam
±7 jam sehari.
Inpartu : ibu siang hari pada tanggal 14 Agustus 2018 masih bisa
tertidur dengan pulas, tetapi saat mulai merasakan kenceng-
kenceng ibu belum tidur.
d. Aktivitas dan Rekreasi
Hamil : selama hamil ibu mengerjakan pekerjaan rumah yang ringan
sepeti menyapu, mencuci piring, memasak, yang dibantu
suami dan orang tuanya, ibu juga mengajar sebagai guru,
dan mulai cuti pada usia kehamilan 8 bulan.
Inpartu : ibu masih bias berjalan-jalan di sekitar ruangan, tidur
miring kiri.
e. Personal Hygien
Hamil : ibu mandi dan gosok gigi 2 x sehari, keramas 2 hari sekali,
ganti pakaian ketika selesai mandi atau sewaktu-waktu
ketika tidak nyaman.
147

Inpartu : ibu mandi, gosok gigi, dan sikat gigi terkahir tanggal 14
Agustus 2018 pukul 16.30 WIB..
7. Riwayat Ketergantungan
Baik ibu, suami maupun keluarga tidak memilikiketergantungan pada obat-
obatan, rokok, minum minuman berakohol.
8. Latar Belakang Sosial budaya
Ibu mengatakan tidak ada kepercayaan yang berkaitan hamil maupun bersalin
sepeti meminum air rendaman rumput fatimah.
9. Psikologi dan Spiritual
Ibu tidak bisa mengontrol emosi dan rasa sakit yang dialaminya ketika
kenceng-kenceng bertambah sering, keluarga berdoa agar pesalinan berjalan
lancar, ibu dan bayi selamat dan sehat.
10. Kehidupan seksual
Ibu mengatakan selama hamil ibu dan suami jarang melakukan hubungan
seksual suami istri karena merasa takut, ibu melakukan hubungan seksual
terkahir 3 minggu yang lalu.
1.1.2. Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
KU ibu baik, kesadaran compomentes, postur tinggi, cara berjalan
tidak pincang dan tubuh lordosis.
2. TTV
TD : 110/80mm/hg
N : 20/menit
S : 36,6oC
RR : 20 x/menit
148

3. Antorpometri
TB : 146,5 cm
BB sebelum hamil : 55 kg
BB terakhir : 63 kg
LILA : 29 cm

4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : kulit kepala bersih, rambut tidak rontok, tidak ada
ketombe, penyebaran merata.
b. Muka : tidak sembab, tidak pucat.
c. Mata : simetris, konjungtiva palpebra merah muda, sclera putih.
d. Hidung : bersih, tidak ada polip dan sekret, lubang hidung simetris.
e. Mulut : bibir tidak pucat, tidak pecah-pecah, lembab, tidak ada
stomatitis, gigi bersih tidak ada caries gigi.
f. Telinga : bersih simetris, tidak ada serumen yang berlebih,
pendengaran baik.
g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
h. Dada : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, simetris, tidak ada
ronchi maupun wheezing, detak jantung normal, tidak
ada tarikan dinding dada bawah yang dalam.
i. Payudara : simetris, puting menonjol, bersih, tidak ada pembesaran
yang abnormal, kolostrum belum keluar.
j. Abdomen : arah pebesaran perut membusur, tidak ada bekas luka
operasi, tampak gerakan janin, pembesaran perut sesuai
umur kehamilan, kandung kemih kosong.
k. Elatamitas atas dan bawah : tidak ada oedem dan varises, tidak
varises, serta tidak cacat bawaan.
l. Genetalia :tidak ada oedem dan varises, bersih, tidak ada flour
albus, tidak ada condiloma metalata maupun
akuminata, bloodslym (-), air ketuban (+), perinum
kaku, dan terdapat jaringan parut.
149

m. Anus : tidak ada hemoroid.


5. Pemeriksaan Khusus
a. TFU: 31 cm, TBS: 3100 gram, DJJ: 143x/menit, punctum
maksimum 2 jari kanan bawah perut, teratur.
b. Leopold I
Pertengahan perut px pada bagian fundus teraba bagian yang
lunak, kurang bundar kurang melenting (bokong).
c. Leopold II
Pada sisi kanan teraba bagian yang keras seperti papan, panjang,
pada sisi kiri teraba bagian kecil janin.
d. Leopold III
Pada bagian bawah teraba bagian yang bundar karas, melenting
tidak bisa digoyangkan (kepala).
e. Leopold IV
Bagian terendah janin belum masuk PAP (konvergen).
f. Perlimaan 3/5 bagian
g. HIS = 3 x 10’ 35’’
h. SPR = 2
6. Pemeriksaan dalam (hasil VT tanggal 14-08-2018, pukul 17.40 WIB
V/V taa, Ø 2 cm, eff 25%, ket (+), preskep H1, kesan jalan lahir
normal).
HB : 12 gr%
Potein urine : Negatif
Reduksi : Negatif
HBsAG : Negatif
HIV : Negatif
1.1.3. Analisa Data
No Pragnom Masalah Data Kasar
.
1. G2P10001 usia DS:
kehamilan 38-39 - Ibu merasakan kenceng-kenceng, belum
150

minggu, hidup, mengeluarkan lendir bercampur darah pada


intrauterine, situs tanggal 14 Agustus 2018 pukul 17.00 WIB
bujur, habitus fleksi, lalu ibu langsung pergi ke PMB Ny. Susi
puka, prekep, H1, Ahmawati sampai PMB pukul 17.35 WIB
inpartu kala I fase - HPHL : 16-11-2018
laten, kesan jalan lahir DO:
normal, keadaan - KU ibu dan janin baik, kesadaran
umum ibu dan janin composmentis
baik, pragnom baik. - TD: 110/80 mmHg S: 36,oC
H: 20 x/menit RR: 20 x/menit
- Antropometri : TB : 146,5 cm
BB sebelum hamil : 55 kg
BB terakhir : 63 kg
LILA : 29 cm
- HPL = 23-08-2018
- TFU = 31 cm, TBJ = 3100 gram, DJJ (+) 142
x/menit, punctum maksimum 2 jari kanan
bawah pusat.
- Leopold I
Pertengahan perut px pada bagian fundus
teraba bagian yang lunak, kurang bundar
kurang melenting (bokong).
- Leopold II
Pada sisi kanan teraba bagian yang keras
seperti papan, panjang, pada sisi kiri teraba
bagian kecil janin.
- Leopold III
Pada bagian bawah teraba bagian yang bundar
karas, melenting tidak bissa digoyangkan
(kepala).
- Leopold IV
151

Bagian terendah janin belum masuk PAP


(konvergen).
- Perlimaan 3/5 bagian bawah
- DJJ (+) 142 x/menit, teratur, punctum
maksimum 2 jari kanan bawah pusat
- HIS 3 x 10’ 35”
- Genetalia:tidak ada oedem dan varises, bersih,
tidak ada flour albus, tidak ada condiloma,
metalata maupun akuminata, bloodslym (-),
air ketuban (+), perinium kaku.

1.1.4. Diagnosa Kebidanan


G2P10001 usia kehamilan 38-39 minggu, hidup, intrauterine, situs bujur,
habitus fleksi, puka, preskep H1, inpartu, kala I fase laten, kesan jalan
lahir normal, keadaan umum ibu dan janin baik, pragnosa baik.
1.1.5. Perencanaan
Diagnosa : G2P10001 usia kehamilan 38-39 minggu, hidup, intrauterine,
situs bujur, habitus fleksi, puka, preskep H1, inpartu, kala I
fase laten, kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan
janin baik, pragnosa baik.
Tujuan : tidak ada komplikasi/penyulit dalam persalinan. Keadaan
ibu dan janin sejahtera.
Kriteria :
1. HIS makin kuat makin sering
2. Frekuensi 2 2x dalam 10 menit lamanya >20 detik
3. TTV dalam batas normal
TD : 110/80mm/hg
N : 80-100/menit
S : 36,5-36,5oC
4. DJJ normal
RR (120-160:x/menit).
16-24 x/menit
152

5. His makin kuat makin sering frekuensi 2 x dalam 10 menit lamanya


20 detik
6. Kala I maksimal 6 jam (dari permukaan 0-10 cm).
7. Kala II tidak lebih dari 1 jam atau sampai bayi lahir.
8. Partus (spontan, pervaginam, bayi langsung menangis, gerakan kuat).
9. APGAR skor 7-10.
10. Kala III tidak lebih dari 30 menit.
11. Plasenta lahir spontan dan lengkap.
12. Perdarahan kurang dari 500 cc, kontraksi uterus baik, dan TFU 2 jari
bawah pusat pada kala IV.
13. Tidak ada perdarahan maupun komplikasi pada 2 jam post partum.
Intervensi:
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga keadaan ibu dan
bayinya.
R/ informasi yang tepat akan membantu menurunkan kecemasan dan
ibu kooperatif dalam tindakan yang dilaksanakan.
2. Beri informasi mengenai proses dan kemajuan persalinan.
R/ kecemasan ibu berkurang.
3. Beri dukungan mental dengan persalinan pada ibu.
R/ menjaga kenyamanan dan kesenangan ibu selama proses persalinan.
4. Kehadiran dan libatkan orang yang dianggap penting oleh ibu untuk
mendampinginya.
R/ psikososial pada ibu bersalin dapat berupa di luar kesadarannya ibu
saat kala I dan kala II yaitu ketika merasakan nyeri yang sangat
hebat, sehingga di sini dibutuhkan kehadiran keluarga untuk
memberikan dukungan dan motivasi kepada ibu bahwa ibu bisa
melampaui proses persalinannya.
5. Anjurkan ibu untuk makan dan minum di antara his.
R/ dehidasi akan membuat ibu lelah dan akan menurunkan kekuatan
his dan membuat his menjadi tidak teratur.
6. Anjurkan ibu tidak menahan BAK dan BAB jika terasa.
153

R/ memberi rasa nyaman dan proses persalinan lebih lancar.

7. Anjurkan ibu berjalan-jalan jika lelah ibu miring kiri.


R/ proses pembukaan lebih tepat.
8. Sarankan ibu tidak mengejan sebelum pembukaan lengkap.
R/ mencegah oedem jalan lahir.
9. Lakukan observasi kemajuan persalinan dengan partograf
R/ tekanan darah, VT, suhu setiap 4 jam, jika ada indikasi kala I, DJJ,
his, setiap 1 jam produksi urine tiap 2 jam aseton dan protein urine
jika ada indikasi.
10. Ajarkan cara mengejan yang benar jika pembukaan sudah lengkap.
R/ efektif untuk persalinan.
11. Anjurkan ibu menggosok punggung dan nafas panjang saat his.
R/ memberikan rasa nyaman pada ibu.
1.1.6. Implementasi
Tanggal 29 juli 2018 pukul 17.40 WIB.
1. Memberitahu ibu dan keluarga perubahan yang terjadi, menjelaskan
hasil pemeriksaan serta tindakan yang akan dilaksanakan.
2. Memberi makan dan minum di antara his.
3. Menganjurkan ibu BAK jika teasa (tidak menahan BAK).
4. Ibu boleh merubah posisi sesuai yang diinginkan.
5. Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan jika ibu masih kuat.
6. Memberikan dukungan pada ibu dengan menghadirkan pendamping.
7. Memberi semangat dan motivasi kepada ibu dalam menghadapi proses
persalinan.
8. Menganjukan kepada ibu jangan mengejan dahulu sebelum
pembukaan lengkap dan nafas panjang.
9. Memberi rasa nyaman pada ibu.
10. Mengajarkan ibu cara relaksasi.
11. Mengobservasi tanda-tanda gejala kala II.
12. Melakukan VT tiap 4 jam, DJJ tiap 30 menit, yaitu pukul 21.40 WIB.
154

13. Menyarankan cara mengejan yang benar.

1.1.7. Evaluasi
Tanggal 14 Agustus 201 pukul 17.40 WIB.
S: ibu merasakan kenceng-kenceng semakin sering dan kuat serta sakit,
ada dorongan untuk meneran, ada tekanan pada anus, serta ingin BB,
keluar lendir bercampur darah, serta ketuban pecah.
A: kala II keadaan umum ibu dan janin baik, Pragnosa.
P: 1. Observasi kemajuan persalinan dengan partograf
2. Melakukan VT lagi pukul 21.40 WIB atau bila ada indikasi DJJ
setiap 30 menit.
Tanggal 14 Agustus 2018 pukul 19.45 WIB
S: Ibu merasakan kenceng-kenceng semakin sering dan kuat, serta sakit,
ada dorongan untuk meneran, ada tekanan pada anus, serta ingin BAB,
keluar lendir bercampur darah, serta ingin BAB.
O: 1. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis
2. TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 20 x/menit
S : 36,6oC
RR : 20 x/menit
3. Penurunan kepala 0/5 bagian
4. DJJ : 143x/menit
5. His : 4 x 10’ 48”
6. Perinium menonjol, anus dan vulva membuka
7. Ketuban pecah secara spontan pada pukul 19.45, warna jernih, bau
khas ketuban.
8. Pemeriksaan dalam
VT: v/v taa, Ø10 cm, eff 100 %, preskep HIV, UUK bawah simpisis,
teraba sutura sagitalis, tidak ada bagian kecil disamping kepala
janin, perineum kaku
155

A: Kala II, keadaan umum ibu dan janin baik, prognosa baik
P: 1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap.
2. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin.
3. Menyiapkan alat, ibu, diri, dan keluarga.
4. Memimpin ibu untuk menewan saat ada his.
a. Memberikan support dan pesan.
b. Memberikan minum manis di sela-sela his.
5. Mengobservasi DJJ saat tidak ada his.
6. Melakukan episiotomi pada fase acme saat perineum menipis dan
pucat serta kepala janin terlihat dengan diameter 3-4 cm pada saat
kontraksi.
7. Menilai bayi secara cepat dengan menjawab 3 pertanyaan yaitu,
bayi lahir cukup umur, menangis kuat, gerak aktif, bayi menangis
kuat dan gerak aktif, lahir pada pukul 20.15 WIB.
Tanggal 19 Agustus 2018 pukul 20.15 WIB.
S: ibu merasa lega dan bersyukur anaknya telah lahir selamat.
O: bayi lahir spontan, belakang kepala, jenis kelamin laki-laki, menangis
kuat, gerak aktif, kulit merah, cukup bulan.
A: BBL spontan, keadaan umum baik, pragnosa baik (BBL normal).
P: 1. Mengeringkan badan bayi kecuali selaput tangan dan segera
membungkus dengan kain kering.
2. Menjepit, memotong, dan mengikat tali pusar.
3. Melakukan IMD dengan meletakkan bayi di atas perut ibu.
4. Memberikan salep mata dan vit K pada paha kiri, lalu HB O pada
paha kanan, 1 jam berikutnya.
5. Memantau bayi setiap 15 menit dan pemeriksaan BBL.
6. Memandikan bayi 6 jam setelah lahir atau saat suhu sudah stabil
36,5-37,5oC.
Tanggal 19 Agustus 2018 pukul 20.16 WIB.
S: Ibu mengatakan perut terasa mules.
B: 1. KU baik, kesadaran composmentis.
156

2. TFU setinggi pusat.


3. Kontraksi uterus baik, teraba bundar keras.
4. Kandung kemih kosong.
5. Tali pusat tampak di depan vulva dan memanjang.
A: Kala III, keadaan umum ibu dan bayi baik, pregnum baik.
P: 1. Memastikan fundus bahwa janin tunggal, hasil bayi tunggal.
2. Memberikan injeksi oksitosin 10 IU pada 1/3 paha bagian luar
paha atas.
3. Lekukan PTT saat ada HIS, saat tali pusat tidak ada tahanan, tali
pusat semakin memanjang.
4. Melahirkan plasenta, plasenta lahir pukul 20.20 WIB.
5. Masasse fundus 15 x 15 detik searah jarum jam.
6. Memastikan kelengkapan plasenta mulai bagian maternal dan fetal.
7. Memastikan laserasi atau robekan jalan lahir serta pendarahan.
Tanggal 19 Agustus 2018 pukul 20.20 WIB.
S: ibu lega dan bersyukur plasenta sudah lahir.
O: plasenta lahir spontan dan lengkap pada sisi maternal jumlah
kotiledon 20 lengkap, diameter ± 20 cm, tebal ± 2 cm, panjang tali
pusat ±50 cm, selaput ketuban utuh, sisi tali insersi tali pusat sentralis,
tidak ada pembuluh darah besar yang terputus.
- KU ibu baik.
- Uterus teraba bundar dan keras.
- Perdarahan ± 200 cc.
- TFU 1 jari bawah pusar.
- Teraba laserasi ruptur derajat 2.
A: Kala IV keadaan umum ibu dan bayi baik, prognom baik.
P: 1. Mengobservasi TD. N, TFU, kontraksi uterus, kandung kemih,
perdarahan setiap 15 menit, pada jam pertama, dan tiap 30 menit
pada jam kedua.
2. Mengobservasi suhu tiap 1 jam selama 1 jam post partum.
157

3. Menjahit laserasi ± 5-7 jahitan, dengan teknik jelujur, dan subkutis


menggunakan benang cromic catgut.
4. Memberikan rasa nyaman pada ibu sepeti memandikan, mengganti
pakaian ibu, serta memberikan makan dan minum.
5. Menjelaskan pada ibu tanda bahaya kala IV seperti perdarahan
yang banyak, penglihatan yang kabur, merasa pening sewaktu-
waktu, dan cara penyelesaiannya dan segera lapor ke petugas
kesehatan bila menemui tanda bahaya.
6. Mendokumentasi alat dan tempat persalinan.
7. Mencuci tangan.
8. Melengkapi partograf.
Tanggal 14 Agustus 2018 pukul 22.20 WIB.
S: ibu mengatakan sudah bisa BAK 1 kali setelah 2 jam melahirkan,
tetapi masih belum bisa BAB, ASI masih belum keluar dengan lancer,
perdarahan tidak banyak.
O: 1. Pemeriksaan fisik
Muka : Tidak sembab, tidak pucat.
Mata : Simetris, konjungtiva palpebra merah muda, sclera putih.
Payudara : Simetris, putting menonjol, bersih, tidak ada pembesaran
abnormal, kolostrum belum keluar.
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, teraba keras dan bundar, perut
tidak kembung, kandung kemih kosong, DDR 2/3.
Genetalia : Terdapat luka jahitan pada perineum, masih basah, tidak
ada PUS, jahitan tertaut rapi dan bersih tidak
kemerahan, tidak bengkak, lochea berwarna merah
jumlahnya tidak begitu banyak ± 20 cc.
TTV :
TD : 120/80 mm Hg
N : 79 x/menit
S : 36,7 oC
RR : 20 x/menit
158

A: “Ny.I” P10001 2 jam post partum, laktasi belum lancar, involusi


normal, lochea normal, KU ibu dan bayi baik, pragnosa baik.
P: - Memindah ibu ke ruang nifas
- Mengobservasi masa nifas yaitu laktasi, involusi, lochea.
- Memantau tanda bahaya ibu dan bayi.

Anda mungkin juga menyukai