Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Persalinan

a. Definisi Persalinan

Persalinan terjadi pada ibu hamil dengan usia

kehamilannya sudah cukup bulan yaitu rentang 37 sampai

dengan 42 minggu yang mana hal tersebut merupakan suatu

proses fisiologis adanya kontraksi uterus yang menyebabkan

terjadinya penipisan dan perubahan serviks (membuka dan

menutupnya serviks) secara progresif sehingga bayi akan

keluar melalui jalan lahir. (Reeder, 2011)

b. Teori Awitan Persalinan

Awitan persalinan biasanya terjadi ketika janin sudah

cukup matang sehingga siap untuk menghadapi kondisi di luar

uteri. Berikut beberapa teori tentang awitan (proses dimulainya

persalinan) (Wagiyo & Putrono, 2016), yaitu:

1) Teori Esterogen-Progesteron

Hormon esterogen-pregesteron memiliki peran

penting dalam mempertahankan kehamilan dan memulai

proses persalinan. Mulai rentang waktu 1 sampai 2 minggu

sebelum persalinan, kadar kedua hormon tersebut menurun

8
9

dan hormon tersebut akan mengatur terjadinya proses

perubahan konsentrasi dalam uterus sehingga

menyebabkan munculnya kontraksi uterus yang menandai

proses persalinan akan dimulai yang disebut dengan awitan

persalinan.

2) Teori Oksitosin

Bertambahnya usia kehamilan, uterus akan menjadi

semakin sensitif terhadap oksitosin. Hal ini terjadi karena

uterus akan terus dirangsang oleh oksitosin melalui reseptor

yang terdapat pada miometrium sehingga uterus akan

terangsang melakukan kontraksi secara langsung. Selain

itu, oksitosin juga akan merangsang peningkatan produksi

hormon prostaglandin di dalam desidua yang mana

peningkatan hormon tersebut juga akan merangsang uterus

untuk berkontraksi.

3) Teori Kontrol Endokrin Janin

Teori ini menjelaskan bahwa pada saat janin telah

mencapai usia cukup bulan, sistem endokrin yang ada pada

janin seperti kelenjar adrenal akan mengeluarkan hormon

kortokosteroid, yang mana hormon tersebut dianggap

sebagai pencetus awal proses persalinan karena dengan

meningkatnya hormon kortikosteroid ini diduga dapat


10

menstimulasi untuk mengeluarkan hormon prostaglandin

yang dapat merangsang kontraksi uterus.

4) Teori Menuanya Plasenta

Dalam teori ini menjelaskan bahwa dengan adanya

plasenta yang semakin tua, plasenta akan mengalami proses

pengapuran yang menyebabkan terjadinya penurunan

sirkulasi uteroplasenter sehingga janin di dalam rahim akan

mengalami kekurangan makanan dan oksigen, sehingga

secara langsung uterus akan terus berkompensasi dengan

adanya kontraksi uterus secara progresif untuk

mengeluarkan isi yang ada di dalamnya.

5) Teori Berkurangnya Nutrisi Janin

Seperti yang dijelaskan pada teori menuanya

plasenta bahwa dengan terjadinya penuaan pada plasenta,

janin akan kekurangan nutrisi dan oksigen sehingga janin

tidak dapat tumbuh dan berkembang maka janin akan

segera dikeluarkan dari uterus.

c. Tanda-tanda Proses Persalinan

Menurut Wagiyo & Putrono (2016), tanda persalinan

terdapat dua jenis tanda pada proses persalinan yaitu tanda

persalinan semu (palsu) dan tanda persalinan sejati (pasti),

seperti berikut:
11

1) Tanda-tanda Palsu

a) Adanya kontraksi yang tidak teratur

b) Tidak mengalami peningkatan frekuensi

c) Nyeri kontraksi hanya terassa di bagian depan

d) Walaupun dibuat jalan-jalan, tidak mengalami

peningkatan frekuensi dan intensitas kontraksi

e) Tidak terdapat hubungan antara derajat pengerasan

uterus saat terjadi kontraksi dengan tingkat rasa nyeri

f) Tidak keluar lendir dan darah dari serviks

g) Tidak terjadi perubahan pada serviks uteri

h) Presentasi janin tidak mengalami penurunan

i) Kontraksi akan hilang setelah diberikan obat sedatif

2) Tanda-tanda Pasti

a) Terjadi kontraksi secara teratur

b) Semakin lama akan mengalami peningkatan intensitas

kontraksi

c) Rasa nyeri terasa menjalar mulai dari belakang hingga

ke bagian depan

d) Setelah dibuat jalan-jalan maka akan terjadi

peningkatan kontraksi

e) Terdapat hubungan antara derajat pengerasan uterus

ketika kontraksi dengan tingkat rasa nyeri

f) Keluar lendir dan darah


12

g) Serviks uteri akan mengalami perubahan secara teratur

yaitu dari menjadi lunak, penipisan, dan dilatasi

h) Presentasi janin akan mengalami penurunan

i) Kontraksi hilang saat diberi obat sedatif

d. Tahapan Persalinan

Dalam proses persalinan pervagina terdapat empat

tahapan. Tahapan dalam proses persalinan, yaitu:

1) Kala I

Kala I tahap persalinan atau disebut juga sebagai

tahap dilatasi ini berlangsung sejak adanya kontraksi uterus

secara progresif dan diakhiri dengan membukanya serviks

secara lengkap (10 cm). Pembukaan serviks pada ibu yang

pernah melahirkan lebih cepat dibandingkan dengan ibu

yang baru pertama kali melahirkan. Kala I dibagi menjadi 3

fase, yaitu:

a) Fase Laten

Fase laten merupakan awal dari kala I. Fase laten

dimulai dengan adanya kontraksi uterus dan akan

berlangsung selama beberapa jam sehingga mencapai

perubahan pada serviks yaitu dengan terjadinya

pelunakan, penipisan, dan serviks akan tampak sedikit

membuka sekitar 3-4 cm. (Reeder, 2011)


13

b) Fase Aktif

Pada fase ini terjadi peningkatan intensitas dan

lama kontraksi uterus yang mana kontraksi lebih sering

terjadi setiap 3-5 menit. Fase ini berakhir pada saat

serviks sudah mengalami pembukaan sekitar 7 cm.

(Reeder, 2011)

Menurut Wagiyo & Putrono (2016), fase aktif ini

terbagi dalam 3 fase, yaitu pertama fase akselerasi, fase

ini terjadi dalam waktu 2 jam yang mana pembukaan

serviks dari 3 cm menjadi 4 cm. Kemudian yang kedua

fase dilatasi maksimal, disebut fase dilatasi maksimal

karena fase ini merupakan fase pembukaan serviks

tercepat yaitu dalam waktu 2 jam, pembukaan serviks

yang awalnya 4 cm ini menjadi 9 cm. Fase ketiga dari

fase aktif ini ada fase deselerasi merupakan fase

perlambatan, karena dalam fase ini serviks mengalami

pembukaan yang lambat yaitu dalam waktu 2 jam

pembukaan serviks yang awalnya membuka 9 cm

menjadi lengkap (10 cm).

c) Fase Transisi

Fase ini biasanya kontraksi uterus semakin lebih

teratur dan sering terjadi yaitu kurang lebih setiap 2

sampai dengan 3 menit sekali. Kondisi ini menandakan


14

bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. (Reeder,

2011)

2) Kala II

Kala II merupakan tahap dimana pembukaan serviks

sudah lengkap hingga keluarnya bayi melalui jalan lahir.

Estimasi waktu kala II rata-rata 50 menit untuk ibu yang

baru pertama kali melahirkan dan sekitar 20 menit untuk

ibu yang pernah melahirkan sebelumnya (multipara).

(Prawirohardjo, 2010)

Kontraksi uterus akan lebih sering terjadi pada kala

II dengan interval kurang lebih 2 hingga 3 kali per 10 menit

atau setiap 2 sampai 3 menit sekali. Pembukaan lengkap

(10 cm) biasanya ditandai dan diikuti oleh adanya

semburan cairan dari vagina yang sering disebut dengan

pecah ketuban. Dengan pecahnya ketuban ini menyebabkan

adanya tekanan kepala bayi pada serviks semakin kuat

sehingga dengan kondisi ini ibu tidak dapat menahan

keinginannya untuk meneran. Adanya kontraksi dan

kekuatan ibu meneran ini akan mendorong kepala hingga

membukakan jalan lahir, secara berurutan lahir dahi, muka

dan dagu melewati perineum. (Oktarina, 2016)

Setelah kepala lahir, bayi secara langsung akan

melakukan putaran paksi luar yaitu kepala dan punggung


15

bayi akan melakukan penyesuaian. Apabila awalnya ubun-

ubun kecil kepala bayi mengarah ke kanan panggul ibu,

maka kepala bayi akan berputar ke arah kanan. Setelah

kepala melakukan perputaran, bahu depan bayi akan lahir

di bawah simfisis pubis kemudian disusul dengan lahirnya

bahu belakang melalui perineum, dibantu dengan menarik

tubuh bayi ke atas. dengan begitu bayi akan segera keluar

setelah bahu berhasil dilahirkan. (Reeder, 2011)

3) Kala III

Kala III merupakan tahap pengeluaran plasenta

yang dimulai sejak lahirnya bayi hingga lahirnya plasenta

lengkap. Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk melahirkan

plasenta lengkap sekitar 15-20 menit untuk nulipara

maupun multipara. Pada kala III dibagi menjadi dua fase

yaitu fase pelepasan plasenta dan fase pengeluaran plasenta.

Menurut Schultz, bagian tengah plasenta akan lepas lebih

dulu sehingga akan terjadi bekuan retroplasenta. Dengan

begitu, perdarahan tidak akan terjadi sebelum plasenta

benar-benar lahir. Nantinya plasenta akan keluar melalui

serviks setelah plasenta benar-benar lepas. (Oktarina, 2016)

4) Kala IV

Dikatakan memasuki kala IV yaitu ketika plasenta

sudah lahir lengkap sampai dengan 2 jam setelahnya.


16

Seringnya terjadi atonia uteri, terdapat luka pada jalan lahir,

atau adanya sisa plasenta yang masih tertinggal ini biasanya

mengakibatkan terjadinya perdarahan pada ibu setelah

melahirkan sehingga membutuhkan perhatian para

penolong persalinan. Maka dari itu, adanya perdarahan

dana keadaan umum ibu setelah melahirkan harus selalu

dipantau oleh penolong persalinan (tenaga medis yang

berwenang). (Wagiyo & Putrono, 2016)

e. Faktor Penting dalam Persalinan

Pada akhir kehamilan atau usia kehamilan sudah cukup

bulan, ibu dan bayi akan mempersiapkan untuk melalui proses

persalinan, bayi tumbuh dan berkembang untuk menghadapi

kehidupan di luar uteri. Bagi seorang ibu yang akan melahirkan

akan menghadapi beberapa respon tubuh terhadap perubahan

fisiologis selama masa kehamilan untuk mempersiapkan proses

persalinan.

Terdapat beberapa faktor penting dalam proses

persalinan. Faktor-faktor tersebut biasa dikenal dengan sebutan

5P, yaitu passenger, passegeway, power, position, serta

psychologic. (Aji dkk, 2014)

1) Passenger

Passenger bila diartikan menjadi penumpang, dalam

hal ini yang dimaksud penumpang yaitu bayi dan plasenta.


17

Pergerakan bayi dan plasenta ini yang mempengaruhi

kelancaran proses persalinan. Hasil dari sebuah studi

penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

penumpang (passenger) dengan lama persalinan. Presentasi

kejadian persalinan lama pada saat persalinan memiliki

penumpang kurang baik lebih tinggi daripada ibu dengan

penumpang baik pada saat persalinan. (Soviyati, 2015)

Pergerakan bayi dan plasenta ini juga dipengaruhi

oleh interaksi beberapa faktor, (Wagiyo & Putrono, 2016)

seperti berikut:

a) Ukuran Kepala Janin

Ukuran kepala janin ini sangat berpengaruh

terhadap proses persalinan karena ukuran dan sifatnya

yang relatif kaku. Dalam proses persalinan, ketika

ketuban sudah pecah maka dilakukan pemeriksaan

untuk menentukan bagian presentasi, posisi, dan sikap

janin. Pemeriksaan tersebut sangat penting untuk

keselamatan dan kesejahteraan bayi baru lahir.

b) Presentasi

Dalam hal ini yang dimaksud dengan presentasi

yaitu gambaran dari bagian janin yang pertama kali

memasuki pintu atas panggul pada saat kehamilan

sudah cukup bulan dan kemudian akan melalui jalan


18

lahir. Presentasi bagian janin ini dibagi menjadi tiga

yaitu presentasi kepala (kepala yang memasuki pintu

atas panggul lebih dahulu), presentasi bokong yang

biasa disebut dengan sungsang, dan presentasi bahu.

Presentasi bagian janin ini dipengaruh oleh beberapa

faktor diantaranya yaitu letak janin, sikap janin, dan

fleksi ataupun ekstensi kepala janin.

c) Letak Janin

Letak janin ini dilihat dari hubungan antara

sumbu panjang punggung janin terhadap sumbu

panjang ibu. Letak janin dibagi menjadi dua macam

yaitu letak memanjang (vertikal) dan letak melintang

(horizontal). Letak janin memanjang apabila sumbu

panjang janin sejajar dengan sumbu panjang ibu. Letak

memanjang berupa presentasi bokong atau presentasi

kepala. Sedangkan letak janin melintang apabila sumbu

panjang janin membentuk sudut terhadap sumbu

panjang ibu.

d) Sikap Janin

Janin memiliki sikap yang khas saat masih di

dalam rahim ibu. Sikap janin pada kondisi normal

punggung janin cenderung sangat menekuk (fleksi),

kepala membungkuk ke arah dada, dan paha menekuk


19

ke arah sendi lutut. Sedangkan sikap tangan biasanya

disilangkan di depan dada dan tali pusat terletak di

antara tungkai dan lengan.

e) Posisi Janin

Posisi janin yang dimaksud ialah hubungan antara

bagian presentasi janin (puncak kepala, dagu, sakrum,

dan ubun-ubun yang cenderung menengadah) terhadap

empat kuadran panggul ibu.

2) Passegeway

Biasa disebut sebagai jalan lahir, yang merupakan

salah satu faktor penting dalam proses persalinan untuk

mencapai lahirnya bayi. Dengan demikian akan dapat

ditentukan apakah bayi dapat lahir melalui persalinan

spontan atau harus melalui operasi sectio cesaria. Kelahiran

melalui persalinan spontan tidak akan mengalami kesulitan

pada ibu dengan berat badan normal dan jalan lahir dengan

ukuran panggul normal. Ukuran panggul yang terlalu kecil

dari ukuran normal, cenderung akan mengalami kesukaran

dalam proses persalinan secara spontan (pervagina). Otot-

otot dan ligamen memiliki peran yang sangat penting dalam

proses persalinan yaitu sebagai penyokong alat-alat

urogenital. (Oktarina, 2016)


20

3) Power

Keberhasilan proses persalinan sangat dipengaruhi

oleh kekuatan yang mendorong janin untuk mencapai

kelahiran. Kekuatan ibu meneran dengan baik akan

menekan resiko persalinan lama. Sebuah studi penelitian

mengartikan bahwa ibu yang memiliki kekuatan meneran

kurang baik akan mengalami persalinan lama 8,1 kali lebih

besar. (Soviyati, 2016)

Kekuatan yang mendorong janin diantaranya yaitu

adanya kontraksi uterus (his), kontraksi otot-otot perut,

kontraksi diafragma, dan ligament. Jenis kekuatan dalam

proses persalinan ada dua jenis, yaitu:

a) Kontraksi uterus (his)

Kontraksi uterus merupakan gelombang

kontraksi berirama otot polos dinding uterus yang

berawal dari daerah fundus uteri. Otot-otot polos

tersebut akan bekerja dengan baik dan sempurna pada

saat terjadi kontraksi uterus. Hal ini terjadi karena otot

polos memiliki sifat kontraksi simetris, fundus

dominan, dan relaksasi. Otot-otot tersebut akan

menguncup pada saat terjadi kontraksi uterus sehingga

otot akan menebal dan memendek. Kontraksi uterus


21

bersifat terjadi secara tidak sadar, terjadi berselang,

akan menimbulkan rasa sakit, terkoordinasi, dan

terkadang dipengaruhi oleh fisik, kimia, serta psikis.

(Wagiyo & Putrono, 2016)

Frekuensi his juga mempengaruhi lama waktu

kala II. Semakin tinggi frekuensi his, maka waktu yang

ditempuh pada kala II akan semakin berkurang, dan

juga sebaliknya. (Sumarni, dkk, 2012)

b) Kekuatan ibu meneran

Keinginan rasa meneran pada ibu akan muncul

setelah bagian presentasi janin sampai pada dasar

panggul yang kemudian sifat kontraksi uterus akan

berubah sehingga semakin mendorong janin keluar dan

pada saat itulah ibu akan berusaha meneran untuk

mendorong ke bawah. Proses meneran ibu merupakan

kendali penting yang paling menentukan proses

kelahiran. Oleh sebab itu, ibu harus meneran dengan

benar dan baik dari segi kekuatan maupun kestabilan

saat meneran. (Wagiyo & Putrono, 2016)

Kekuatan harus dikerahkan semaksimal dan

sekuat mungkin sesuai dengan instruksi penolong

persalinan. Pada saat kontraksi uterus muncul, ibu akan

diminta untuk tarik napas panjang kemudian buang


22

secara perlahan yang dilakukan beberapa kali. Meneran

yang secara baik dan benar akan mengurangi resiko

perdarahan. Perdarahan pada proses persalinan dapat

dihindari dengan ibu mengikuti intruksi dari penolong

dengan baik. (Reeder, 2011)

4) Position

Posisi ibu dalam proses persalinan kala II memiliki

pengaruh terhadap lama waktu persalinan dan juga

kenyamanan ibu pada proses melahirkan. Posisi kala II

yang edektif dapat membantu mempercepat proses lahirnya

bayi serta dapat memberikan kenyamanan pada ibu.

(Hikmah, dkk, 2016)

Beberapa posisi yang dapat membantu proses

persalinan pada kala II yaitu dorsal recumbent, lateral,

jongkok, dan lithotomy.

a) Posisi Dorsal Recumbent

Posisi ini merupakan posisi yang sering

diaplikasikan pada proses persalinan, karena posisi ini

sangat sederhana dan dianggap mudah dilakukan. Posisi

ibu berbaring terlentang pada tempat tidur dengan

kepala ditopang bantal atau dapat juga dipangku oleh

suami untuk memberikan dukungan mental pada ibu.

Posisi ini memudahkan penolong persalinan dalam


23

memantau pembukaan jalan lahir dan turunnya kepala

bayi sehingga kepala bayi mudah diarahkan dan

dipegang mengikuti putaran paksi kepala, serta

mengurangi resiko terjadinya lilitan tali pusat dan juga

mempermudah jika terjadi lilitan tali pusat maka kepala

bayi akan diarahkan mendekati perut ibu. Akan tetapi,

posisi ini tidak disarankan untuk kala II memanjang

karena akan membuat ibu merasa lelah dengan posisi

terlentang terlalu lama sehingga punggung merasa tidak

nyaman. (Pantiawati, dkk, 2016)

Hasil studi penelitian yang meneliti tentang

efektivitas posisi melahirkan antara posisi dorsal

recumbent dan lithotomi menyatakan bahwa melahirkan

dengan rata-rata posisi dorsal recumbent memiliki

waktu sedikit cepat 0.53 detik jika dibandingkan dengan

posisi lithotomi. (Pantiawati, dkk, 2016)

b) Posisi Lateral

Posisi lateral (miring kiri) untuk melahirkan ini

lebih disukai oleh banyak ibu dan penolong persalinan,

karena posisi ini dapat meningkatkan kenyamanan dan

tidak mengganggu. Posisi ibu berbaring miring ke kiri

dengan tungkai kiri diluruskan, sedangkan lutut kanan

ditekuk atau dinaikkan ke arah abdomen atau dapat juga


24

dilakukan dengan kedua lutut ditekuk. Kelebihan posisi

ini yaitu meningkatkan aliran darah plasenta dan

mencegah hipontensi, menguatkan kontraksi uterus,

lebih efisien, perineum lebih relaks sehingga

mengurangi potensi untuk dilakukan laserasi. Akan

tetapi, terdapat juga beberapa kerugian dari posisi

lateral yaitu penolong akan sedikit kesulitan dalam

memantau jalan lahir dan sukar untuk melakukan

pemantauan DJJ yang konsisten. (Reeder, 2011)

Studi penelitian yang membandingkan posisi

melahirkan antara posisi lateral dengan lithotomi

menghasilkan bahwa terdapat perbedaan waktu antara

posisi persalinan lateral dan lithotomi. Lama waktu

yang diperlukan kala II pada posisi lateral 8.36 menit

lebih lambat dibanding dengan posisi lithotomi. (Aji,

dkk, 2016)

c) Posisi Jongkok

Posisi jongkok lebih mempermudah upaya ibu

meneran karena posisi ini memanfaatkan bantuan gaya

gravitasi dan merupakan posisi yang lebih fisiologis.

Mudah dilakukan oleh ibu dengan berjongkok biasa dan

dapat dibantu oleh orang lain maupun dengan

berpengangan palang jongkok serta diganjal dengan


25

bantal agar kepala bayi tidak cidera. Pada penelitian

yang pernah dilakukan, posisi jongkok ini dikatakan

memakan waktu yang lebih sedikit pada kala II yaitu

rata-rata posisi jongkok 21.35 menit lebih cepat

dibanding dengan posisi lithotomi. (Atikasari, 2017)

Di lain sisi kelebihannya, posisi jongkok juga

memiliki kekurangan yaitu posisi ini pastinya akan

mempersulit penolong persalinan untuk melakukan

pemantauan bayi dan penggunaan alat-alat jika

dibutuhkan misalnya seperti alat untuk melakukan

episiotomi. Tidak semua ibu juga mampu bertahan

dengan posisi jongkok, karena akan kelelahan pada

lutut dan panggul. (Reeder, 2011)

d) Posisi Lithotomy

Posisi lithotomy merupakan posisi yang cukup

sering diaplikasikan oleh ibu melahirkan karena posisi

tersebut dianggap nyaman dan mudah dilakukan. Posisi

lithotomy ini hanya dapat dilakukan di atas tempat tidur

dengan alat penyangga kaki atau yang disebut dengan

bed gynekologi. Kelebihan posisi lithotomy selain

memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam

melakukannya, posisi tersebut juga diyakini


26

mempercepat proses persalinan kala II. (Pantiawati,

dkk, 2016)

Studi penelitian lain yang membandingkan

posisi melahirkan antara posisi lateral dengan lithotomi

menghasilkan bahwa terdapat perbedaan waktu antara

posisi persalinan lateral dan lithotomi. Lama waktu

yang diperlukan kala II pada posisi lithotomi sedikit

lebih cepat 8.36 menit dibanding dengan posisi lateral.

(Aji, dkk, 2016)

5) Psychologic

Kecemasan merupakan masalah psikologi yang

ditemui pada ibu yang sedang dalam proses persalinan. Hal

yang sering dicemaskan oleh ibu melahirkan yaitu

keselamatan bayi, waktu persalinan yang terlalu lama, serta

yang paling nampak adalah cemas karena rasa nyeri akibat

kontraksi uterus. Adanya tekanan bagian presentasi janin

dan dilatasi pada serviks juga dapat meningkatkan

kecemasan ibu. Meningkatnya kecemasan ibu ini

mengakibatkan ibu menjadi kurang fokus untuk

menggabungkan kekuatan kontraksi dengan kekuatan

meneran ibu sehingga dapat menyebabkan proses

persalinan menjadi lama atau bahkan distosia. (Wagiyo &

Putrono, 2016)
27

Suatu penelitian juga menyatakan bahwa psikologi

ibu mempengaruhi lama waktu persalinan. Apabila

psikologi ibu kurang baik, maka waktu yang diperlukan

pada kala II cenderung memanjang. Presentasi kejadian

persalinan lama pada ibu yang melahirkan dengan psikologi

yang kurang baik lebih tinggi daripada ibu dengan

psikologi yang baik. (Soviyati, 2016)

2. Resiko Persalinan Lama

Persalinan lama atau dapat disebut dengan distosia,

merupakan proses persalinan yang abnormal. Terdapat tiga

penyebab terjadinya persalinan lama, yaitu adanya kelainan

kekuatan (his), kelainan janin, serta adanya kelainan jalan lahir.

Persalinan yang lama dapat menyebabkan beberapa kerugian,

(Prawirohardjo, 2010) diantaranya:

a. Bagi ibu

Beberapa kerugian yang diakibatkan oleh persalinan

lama pada ibu antara lain:

1) Infeksi postpartum

Infeksi merupakan suatu hal yang membahayakan

karena dapat mengancam keselamatan ibu dan bayi pada

persalinan yang lama, terlebih jika disertai dengan

pecahnya ketuban. Di dalam air ketuban terdapat bakteri

yang dapat menembus amnion sehingga menyebabkan


28

bakterimia dan sepsi pada ibu dan bayi. Cairan amnion

yang terinfeksi mengakibatkan aspirasi sehingga bayi

mengalami pneumonia.

2) Ruptur uteri

Merupakan penipisan pada segmen bawah yang

tidak normal sehingga dapat menimbulkan dampak yang

serius selama berlangsungnya persalinan lama, terutama

bagi ibu yang memiliki riwayat sectio sesaria. Apabila

disproporsi antara kepala janin dengan panggul terlalu

besar sehingga kepala tidak terikat dan tidak terjadi

penurunan, maka segmen bawah uterus akan menjadi

tegang sehingga terjadi ruptur.

3) Cincin retraksi patologis

Hal ini sangat jarang terjadi pada persalinan yang

lama. Akan tetapi tipe yang cukup sering terjadi yaitu

pembentukan cincin retraksi normal yang secara

berlebihan. Terbentuk karena adanya penumpukan gerakan

kontraksi di bagian bawah.

4) Cidera otot dasar panggul

Upaya ibu meneran untuk melahirkan bayi

mengakibatkan dasar panggul ibu tertekan oleh kepala bayi

dan tertekan ke bawah. Hal tersebut menyebabkan


29

inkontinensia urin dan prolaps panggul karena upaya ibu

meneran tersebut meregangkan dan melebarkan panggul.

b. Bagi bayi

Persalinan yang lama tidak hanya berdampak pada ibu,

tetapi pada bayi juga timbul resiko akibat persalinan lama,

yaitu:

1) Kaput suksedeneum

Apabila panggul sempit, selama persalinan di

bagian paling bawah kepala janin sering terjadi kaput

suksedeneum. Kaput suksedeneum yaitu oedem kepala bayi

karena adanya tekanan berlebihan dari jalan lahir, sehingga

kepala bayi tampak membesar dan bengkak. Kaput

tersebut dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan

kesalahan diagnostic yang cukup serius. Kaput dapat

mencapai dasar panggul sementara kepala janin belum

mencapainya.

2) Molase kepala janin

Molase merupakan suatu proses dimana lempengan

tengkorak saling tertindih satu sama lain sebagai akibat dari

kontraksi yang terlalu kuat. Perubahan tersebut sering

terjadi dengan tidak memberikan dampak yang serius. Akan

tetapi, molase dapat menyebabkan robekan tentorium,

laserasi pembuluh darah janin tanpa perdarahan intrakranial


30

pada janin. Hal tersebut sebagai akibat terjadinya distorsi

yang terlalu mencolok.

3) Asfiksia

Persalinan lama juga dapat menyebabkan bayi

mengalami asfiksia. Durasi kontraksi yang tidak adekuat

dan frekuensi kontraksi yang irreguler dapat mengakibatkan

bayi mengalami asfiksi. Lamanya persalinan kala I dan kala

II yang bihi dari 60 menit dimana normalnya untuk ibu

primi (60 menit) dan multi (30 menit) yang berdampak

pada lamanya bayi di PAP ibu yang membuat penurunan

jumlah oksigen yang diterima bayi, berakibat pada

penurunan nilai Apgar score menjadi 6 pada menit 1 yang

berarti bayi mengalami asfiksi ringan yang ditandai dengan

bayi tampak kebiruan, lemas dan bayi tidak bernapas.

(Halimatussakdiah, 2017)
31

B. Kerangka Teori

Berdasakan landasan teori yang telah dipaparkan, maka

kerangka teori dalam penelitian ini sebagai berikut:

Faktor penting Tahapan


dalam persalinan:
persalinan:
1. Kala I Lama Waktu
1. Passenger 2. Kala II Persalinan
2. Passegeway 3. Kala III
3. Power 4. Kala IV
4. Position
5. Psychologic

Persalinan Lama

Dampak Bagi Dampak Bagi


Ibu Bayi

1. Infeksi 1. Kaput
intrapartum suksedeneum
2. Ruptur uteri 2. Molase
3. Cincin retraksi kepala janin
petologis 3. Asfiksia
4. Cidera otot dasar
panggul

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Aji, dkk (2014); Wagiyo & Putrono (2016); Prawirohadjo (2010);
Pantiawati, dkk (2016); Reeder (2011); Oktarina (2016); dan Hikmah, dkk
(2016); Halimatussakdiah (2017)
32

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Posisi Dorsal
Recumbent

Lama waktu
persalinan kala II

Posisi Kombinasi
Lateral dengan
Dorsal Recumbent

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

D. Hipotesis

Terdapat perbedaan efektivitas antara posisi persalinan dorsal

recumbent dengan posisi kombinasi lateral dan dorsal recumbent

terhadap lama waktu persalinan kala II pada ibu primigravida.

Anda mungkin juga menyukai