Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (postpartum) merupakan masa pemulihan dari sembilan bulan
kehamilan dan proses kelahiran. Dengan pengertian lainnya, masa nifas yang
biasa disebut juga masa puerperium ini dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Setelah persalinan wanita akan mengalami masa puerperium, untuk dapat
mengembalikan alat genitalia interna kedalam keadaan normal, dengan tenggang
waktu sekitar 42 hari atau enam minggu atau satu bulan tujuh hari (Ilmu
Kebidanan, Sarwono,2010).
Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.Masa
nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan-
perubahan fisiologis,yaitu:
1.      Perubahan fisik
2.      Involusi uterus dan pengeluaran lochia
3.      Laktasi/pengeluaran ASI
4.      Perubahan psiikis
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan seblum hamil. Perubahan-
perubahan alat-alat genital ini dalam keseluruhannya disebit involusi.(Ilmu
Kebidanan, Sarwono,2010).
Perawatan postpartum dimulai sejak  kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum, dan infeksi.(Ilmu
kebidanan, Sarwono, 2010)
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi
dalam 24 jam pertama (Hakim, 2020).
Pada tahun 2013 menurut WHO Angka Kematian Ibu ( AKI ) sebesar
109/100.000 kelahiran hidup. Namun pada tahun 2014 AKI kembali naik
menjadi 214/100.000 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan banyaknya
kelompok kehamilan yang beresiko. Berdasarkan Survey Demografi dan

49
Kesehatan Indonesia (SDKI,2012), AKI Di Indonesia mencapai 109/100.000 ,
Infeksi masih menyumbangkan angka kematian pada ibu nifas jika tidak
tertangani akan menimbulkan komplikasi seperti infeksi pada kandung kemih
maupun infeksi dari jalan lahir, infeksi ini tidak bisa dibiarkan karena
menyebabkan kematian pada ibu nifas sebanyak 50%. Faktor penyebab
tingginya AKI adalah perdarahan (45%), terutama perdarahan post partum.
Selain itu ada keracunan kehamilan (24%), infeksi (11%).
Bidan sebagai tenaga kesehatan tidak hanya berperan dalam melakukan
tindakan medis, tetapi memiliki peran sebagai konselor. Dengan dilakukanya
konseling khususnya pada ibu nifas, diharapkan dapat membantu ibu dalam
Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya, mendeteksi
masalah, serta membantu ibu dalam mengambil keputusan untuk ber KB.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam laporan ilmiah
ini adalah, asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. usia tahun post partum hari ke
tujuh dengan nyeri pada perineum di Puskesmas Poasia dengan menggunakan
asuhan SOAP.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam laporan ilmiah
ini adalah, asuhan kebidanan pada ibu nifas Ny. usia tahun dengan nyeri pada
perineum di Puskesmas Poasia dengan menggunakan asuhan SOAP ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis
menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan manajemen kebidanan
menurut varney dan mendokumentasikannya dalam bentuk catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep dasar teori nifas fisiologis
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada ibu nifas
fisiologis dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan
menurut varney.
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis

50
d. Mendokumentasikan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis dalam
bentuk dokumentasi SOAP.
e. Melakukan pembahasan antara konsep teori dan kasus yang
diambil/diasuh.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Diri sendiri
Penulis dapat menerapkan teori, konsep dan prinsip kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada Ibu Nifas fisiologis secara holistik.
2. Bagi Profesi
Tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan kebidanan yang tepat,
cepat dan komprehensif pada Ibu Nifas fisiologis secara holistik.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dan sumber baca, khususnya pada Asuhan Kebidanan
pada Ibu Nifas fisiologis secara holistik.

51
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Tinjauan Teori Medis

a. Pengertian

Masa Nifas (puerperium) menurut (Sarwono, 2006; Saleha, 2009)

merupakan masa setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas ini

berlangsung 6 minggu. Di dalam masa nifas di perlukan asuhan masa nifas

karena periode ini merupakan periode kritis baik ibu ataupun bayinya.

Perubahan yang terjadi pada masa nifas yaitu perubahan fisik, involusi uteri,

laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh ibu dan perubahan

psikis (Hakim, 2020).

b. Tanda Bahaya Pada Masa Nifas

Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa paska persalinan

(memasuki masa nifas). Karena itu sangat penting untuk mendidik para ibu

dan keluarganya mengenal tanda- tanda bahaya masa nifas sehingga ibu

dapat segera mencari pertolongan medis jika terdapat tanda-tanda bahaya

masa nifas yang disebutkan di bawah ini:

1. Perdarahan pervaginam yang luar biasa tiba- tiba bertambah banyak


(lebih dari perdarahan biasa) memerlukan penggantian pembalut 2 – 3
kali dalam setengah jam
2. Pengeluaran vagina yang baunya membusuk
3. Rasa sakit di bagian bawah abdomen/ puggung
4. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastrik
5. Gangguan masalah penglihatan/ penglihatan kabur
6. Pembengkakan di wajah atau tangan
7. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK atau merasa tidak enak badan

52
8. Payudara yang berubah mennjadi merah, panas atau terasa sakit
9. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
10. Rasa sakit, merah, lunak, atau pembengkakan pada kaki
11. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan
diri sendiri
12. Merasa sangat letih atau nafas terengah- rengah (Bahiyatun, 2009).

c. Tahapan Masa Nifas

Menurut Bahiyatun (2009) masa nifas dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Peurperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan untuk

berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per vagina tanpa

komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk

mobilisasi segera.

2. Peurperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara

berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini

berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42 hari.

3. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan

sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan

mengalami komplikasi. Rentang waktu remote puerperium berbeda

untuk setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi yang

dialami selama hamil atau persalinan.

d. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Pada masa nifas organ reproduksi interna dan eksterna akan

mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Perubahan ini terjadi secara

53
berangsur-angsur dan berlangsung selama lebih kurang tiga bulan. Selain

organ reproduksi beberapa perubahan fisiologi yang terjadi selama masa

nifas akan dibahas berikut ini :

1. Sistem reproduksi

Perubahan fisiologi terjadi sejak hari pertama melahirkan, adapun

perubahan fisik yang terjadi adalah: pada masa nifas, alat genetalia

eksternal dan internal akan berangsur-angsur akan pulih seperti ke

kadaan sebelum hamil.

a. Perubahan pada vagina dan perineum

Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan

mukosa vagina dan rugae. Vagina semula sangat teregang akan

kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6 sampai 8

minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat dalam

minggu ke empat, walaupun tidak akan menonjol pada wanita

nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen.

Mukosa tetap ektrofik pada wanita menyusui sekurang-kurangnya

sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina

terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan ekstrogen

menyebabkan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina

kekeringan local rasa tidak nyaman saat koitus menetap sampai

fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi.

b. Perubahan pada serviks

Serviks menjadi lunak setelah ibu melahirkan delapan belas jam

pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih

padat dan kembali kebentuk semula, serviks setinggi segmen bawah

uterus tetap edematosa tipis dan rapuh setelah beberapa hari ibu

54
melahirkan. Ekstroserviks (bagian serviks yang menonjol kevagina)

terlihat memutar dan ada laserasi kecil.

c. Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea

mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari

dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat

membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi

asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis/

anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu menyengat

dan volumenya berbeda-beda pada setiap adanya infeksi. Lochea

mempunyai perubahan karena proses involusi. Proses keluarnya

darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan:

1) Lochea Rubra/ Merah (Kruenta). Lochea ini muncul pada hari

1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Cairan yang keluar

berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa

plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan

mekonium.

2) Lochea sanguinolenta. Cairan yang keluar berwarna kecoklatan

dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7

postpartum.

3) Lochea Serosa. Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena

mengandung serum, leukosit dan robekan/ laserasi plasenta.

Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.

4) Lochea Alba/ Putih. Mengandung leukosit, sel desidua, sel

epitel, selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati.

Lokia alba bisa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu.

d. Perubahan pada uterus

55
Setelah melahirkan uterus/rahim akan berkontraksi untuk

merapatkan dinding rahim sehingga tidak terjadi perdarahan. Rahim

berangsur-angsur mengecil sampai akhirnya kembali seperti

sebelum hamil.Tinggi fundus uteri dan berat uterus masa involusi

terlihat pada

Tabel: 2.1 tabel tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa

involusi.

No. Waktu involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus


1 Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
2 Plasenta lahir Dua jari dibawah 750 gram
pusat
3 1 minggu Pertengahan pusat- 500 gram
sympisis
4 2 minggu Tidak teraba diatas 350 gram
sympisis
5 6 minggu Bertambah kecil 50 gram
6 8 minggu Sebesar normal 30 gram
Sumber: Ambarwati, 2010, Asuhan Kebidanan Nifas.

2. Perubahan sistem pencernaan

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,

tingginya kadar progesterone yang dapat menganggu keseimbangan

cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi

otot-otot polos, pasca melahirkan kadar progesterone menurun, namun

demikian faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal

(Sulistyawati, 2009).

3. Perubahan sistem perkemihan

Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Duiresis terjadi

karena saluran uninaria mengalami dilatasi kondisi ini akan kembali

normal setelah 4 minggu postpartum, pada awal postpartum kandung

kemih mengalami edema, konggesti, dan hipotenik. Hal ini disebabkan

oleh adanya overdistansi pada saat kala II persalinan dan pengeluaran

56
urin yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra

disebabkan oleh adanya trauma pada saat persalinan berlangsung trauma

ini dapat berkurang setelah 24 jam postpartum (Anggraini, 2010).

4. Perubahan sistem Muskuloskeletal

Setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi longgar,

kendur dan melebar selama beberapa minggu atau bahkan sampai

beberapa bulan akibat peregangan yang begitu lama selama hamil.

Ambulasi dini, mobilisasi dan senam nifas sangat dianjurkan untuk

mengatasi hal tersebut. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari

otot-otot rectus abdominalis sehingga seolah-olah sebagian dari dinding

perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit.

Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan

(Maritalia, 2017).

5. Perubahan Endokrin

Perubahan-perubahan Endokrin, yaitu:

a. Hormon Plasenta

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG

(Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan

menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan

sebagai omset pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.

b. Hormon Pituitary

Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat pada wanita tidak

menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH

akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan

LH tetap rendah hingga okulasi terjadi.

c. Hypotalamik Pituitary Ovarium

57
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi

oleh faktor menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini bersifat

anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesterone.

d. Kadar estrogen

Setelah persalinan terjadi penurunan kada estrogen yang bermakna

sehingga aktifitas prolaktin yang juga sudah meningkat dapat

mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI

(Sulistyawati, 2009).

6. Perubahan tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital merupakan tanda-tanda penting pada tubuh yang

dapat berubah bila tubuh mengalami gangguan atau masalah. Tanda-

tanda vital yang sering digunakan sebagai indikator bagi tubuh yang

mengalami gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan,

suhu, tekanan darah. Tanda-tanda vital ini biasanya saling

mempengaruhi satu sama lain. Artinya, bila suhu tubuh meningkat.

Maka nadi dan pernafasan juga akan meningkat, dan sebaliknya. Tanda-

tanda vital yang berubah selama masa nifas adalah:

a. Suhu tubuh

Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5 o

Celcius dari keadaan normal (36oC-37,5oC), namun tidak lebih dari

38oCelcius. Hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme

tubuh pada saat proses persalinan. Setelah 12 jam postpartum, suhu

tubuh yang meningkat tadi akan kembali seperti keadaan semula.

Bila suhu tubuh tidak kembali ke keadaan normal atau semakin

meningkat, maka pertu dicurigai terhadap kemungkinan terjadinya

infeksi.

b. Nadi

58
Denyut nadi normal berkisar antara 60-80 kali per menit. Pada saat

proses persalinan denyut nadi akan mengalami peningkatan. Setelah

proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih

lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.

c. Tekanan darah

Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara 110-140 mmHg

dan untuk diastole antara 60-80 mmHg. Setelah partus, tekanan

darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil

karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan. Bila tekanan

darah mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg pada systole

atau lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya

hipertensi atau preeklamsia postpartum.

d. Pernafasan

Frekuensi pernafasan normal berkisar antara 18-24 kali per menit.

Pada saat partus frekuensi pernafasan akan meningkat karena

kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan

dan mempertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap

terpenuhi. Setelah partus selesai, frekuensi pernafasan akan kembali

normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu

dan denyut nadi (Maritalia, 2017).

7. Perubahan sistem kardiovaskuler

Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung

aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh menyebabkan

terjadinya dieresis dan secara cepat mengurangi volume plasenta

kembali pada proporsi normal, aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama

setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali

jumlah urine. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi

59
cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan

tersebut. (Nurjanah dkk, 2013)

8. Perubahan sistem hematolologi

Pada awal postpartum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit

sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah yang berubah-ubah.

Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari wanita

tersebut. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan

diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari

ke 3-7 postpartum dan akan normal dalam 4-5 minggu postpartum.

Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan +/- 200-500 ml,

minggu pertama postpartum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa

nifas berkisar 500 ml (Marmi, 2012).

e. Adaptasi psikologis masa nifas


a. Taking In
Merupakan fase ketergantunga yag berlangsung dari hari pertama
sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri
sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.
b. Taking Hold
Merupakan fase yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Ibu merasa khawatir dan ketidakmampuan dan rasa tanggung
jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitife sehingga
mudah tersinggung.
c. Leting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah
melahirkan. Iibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.
Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa
percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih mandiri dalam
memenuhi kebutuhan diri dan bayinya (Martalia, 2012).

60
f. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan asuhan masa nifas adalah sebagai berikut:

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik fisik maupun psikis.

2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi, baik pada ibu maupun

bayi.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan perawatan

bayi sehat.

4. Memberikan pelayanan KB.

5. Untuk mendapatkan kesehatan emosi.

6. Memperlancar pembentukan ASI.

7. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa

nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

(Saifuddin AB, 2014)

g. Kebijakan program Nasional Nifas

Menurut Maritalia(2017) kunjungan nifas dilakukan paling sedikit 4 kali

pada masa nifas, dengan tujuan untuk:

1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.

2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya

gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.

3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa

nifas dan menyusui.

4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan menganggu

kesehatan ibu nifas dan maupun bayinya.

61
Tabel 2.1. Frekuensi Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan


1 2-6 jam setelah a. Mencegah perdarahan masa nifas
persalinan karena antonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan, rujuk bila
perdarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu
atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan
bayi.
f. Menjaga bayi agar tetap sehat
dengan cara mencegah terjadinya
hipotermia.
Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran, atau sampai
ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2 2-6 hari setelah a. Memastikan involusi uterus berjalan
persalinan normal: uterus berkontraksi, fundus
uteri di bawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi agar tetap
hangat dan merawat bayi sehari-
hari.
3 Minggu ke-2 setelah a. Memastikan involusi uterus berjalan
persalinan (Marmi, 2012) normal: uterus berkontraksi, fundus
uteri di bawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat.

62
d. Memastikan ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi agar tetap
hangat dan merawat bayi sehari-
hari.

4 Minggu ke-6 setelah a. Menanyakan pada ibu tentang


persalinan kesulitan-kesulitan yang ia atau
bayinya alami.
b. Memberikan konseling KB secara
dini.

Sumber: Saifuddin, 2014, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

h. Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas

Menurut Nurjanah dkk (2013) bidan memiliki peranan yang sangat

penting dalam pemberian asuhan postpartum. Adapun peran dan tanggung

jawab bidan pada masa nifas adalah:

1. Memberikan dukungan yang berkesinambungan selama masa nifas

sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan

psikologis pada masa nifas

2. Sebagai promoter hubungan antara ibu, bayi, dan keluarga

3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa

nyaman

4. Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan

ibu, anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.

5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.

6. Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam perannya

sebagai orang tua(Ambarwati, 2010)

63
7. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara

mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi

yang baik serta mempraktikkan kebersihan yang aman.

8. Melakukan manejemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,

menentukan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya

untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan

memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama nifas.

9. Memberikan asuhan secara profesional.

i. Kebutuhan dasar masa nifas

Pada masa nifas memilihi kebutuhan dasar, yaitu:

1. Nutrisi dan cairan

Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk

keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama

bila menyusui akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses

kesembuhan sehabis melahirkan dan untuk memproduksi ASI yang

cukup untuk menyehatkan bayi. Semua itu akan meningkat tiga kali dari

kebutuhan biasa.

Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktivitas,

metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses memproduksi ASI serta

sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan

dan perkembangan. Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi

adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak,

tidak mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau pewarna.

(Nurjanah dkk, 2013).

Tablet tambah darah (tablet fe) dan vitamin A juga di butuhkan

pada masa nifas. Tablet tambah darah harus diminum setidaknya selama

64
40 hari pasca bersalin agar tidak terjadi anemia dan memberikan ASI

pada bayinya dengan maksimal. Kemudian Minum kapsul vitamin A

(200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui

ASI nya (Ira Jayanti, 2019).

2. Ambulasi dini

Sebagian besar pasien dapat melakukan ambulasi segera setelah

persalinan usai. Aktivitas tersebut amat berguna bagi semua sistem

tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru.

Hal tersebut juga membantu mencegah trombosis pada pembuluh

tungkai dan membantu kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit

menjadi sehat.

Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak

antara aktivitas dan istirahat. Ambulasi dini (Early Ambulatio ) adalah

kebijakan untuk selekas mungkin membimbing klien keluar dari tempat

tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Klien sudah

diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.

Keuntungan Early Ambulation adalah:

a) Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat.

b) Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

c) Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau

memelihara anaknya, memandikan, dll., selama ibu masih dalam

perawatan. (Nurjanah dkk, 2013).

3. Eliminasi

a) Buang air kecil

Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum. Jika

dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali

berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi.

65
Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu

menunggu 8 jam untuk kateterisasi.

b) Buang air besar

Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi) setelah

hari kedua postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka

perlu diberi obat pencahar masih belum bisa BAB, maka digunakan

klisma (Hakim, 2020).

4. Hygine Personal/ Kebersihan diri

Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman pada ibu dan penyembuhan luka

perineum. Upaya yang harus dilakukan di antaranya:

a) Mandi

Mandi teratur minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan alas

tempat tidur, serta lingkungan dimana ibu tinggal, yang terutama

dibersihkan adalah puting susu dan mamae dilanjutkan perawatan

perineum.

b) Perawatan perineum

Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi,

meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat penyembuhan.

Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci

daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang

dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kemudian daerah anus.

Sebelum dan sesudah ibu dianjurkan untuk mencuci tangan. Apabila

setelah buang air besar atau buang air kecil perineum dibersihkan

secara rutin.

Caranya dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal sekali

sehari. Biasanya ibu merasa takut pada kemungkinan jahitannya akan

66
lepas, juga merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihkan atau

dicuci. Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah buang

air kecil atau buang air besar. Dimulai dari simpisis sampai anal

sehingga tidak terjadi infeksi. Ibu diberitahu caranya mengganti

pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai terkontaminasi oleh

tangan. Pembalut yang sudah kotor harus diganti paling sedikit 4 kali

sehari.

Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan bau lochea sehingga

apabila ada kelainan dapat diketahui secara dini. Sarankan ibu untuk

mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah

membersihkan daerah kelaminnya. Apabila ibu mempunyai luka

episiotomi atau laserasi, sarankan ibu untuk menghindari

menyentuhan daerah luka. Perawatan luka perineum dapat dilakukan

dengan cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali

habis BAK/ BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru

kemudian daerah anus (Nurjanah, 2013).

5. Istirahat

Kebutuhan istirahat sangat diperlukan ibu beberapa jam setelah

melahirkan. Proses persalinan yang lama dan melelahkan dapat

membuat ibu frustasi bahkan depresi apabila kebutuhan istirahat tidak

terpenuhi. Bila ibu mengalami kesulitan untuk tidur pada malam hari,

satu atau dua pertama setelah melahirkan, dapat diberikan bantuan obat

tidur dengan mengkonsultasikannya terlebih dulu dengan dokter.

Insomnia pada ibu nifas merupakan salah satu tanda peringatan untuk

psikosis nifas.

Masa nifas sangat erat kaitannya dengan gangguan pola tidur yang

dialami ibu, terutama segera setelah melahirkan. Pada tiga hari pertama

67
dapat merupakan hari yang sulit bagi ibu akibat menumpuknya

kelelahan karena proses persalinan dan nyeri yang timbul pada luka

perineum secara teoritis, pola tidur akan kembali mendekati normal

dalam 2 sampai 3 minggu setelah persalinan. Kebutuhan tidur rata-rata

pada orang dewasa sekitar 7-8 jam per 24 jam. Semakin bertambahnya

usia, maka kebutuhan tidur juga akan semakin berkurang. Pada ibu

nifas, kurang istirahat akan mengakibatkan:

a) Berkurangnya produksi Asi.

b) Memperlambat proses involusi uterus dan meningkatkan

perdarahan.

c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi

dan dirinya sendiri (Maritalia, 2017).

6. Aktivitas seksual

Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifas harus

memenuhi syarat berikut ini:

a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah

merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu-satu dua jarinya ke

dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk memulai

melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap.

b. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami

istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6

minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan

yang bersangkutan (Roito, 2013).

7. Perawatan Payudara

Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil

supaya puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk

menyusui bayinya. Merawat payudara sejak hamil dan setelah

68
melahirkan sangat penting sekali. Selain berguna bagi kesehatan kita

sendiri, juga berguna bagi kebutuhan nutrisi si kecil (Indivira, 2009).

8. ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI dari seorang ibu kepada

bayinya sampai dengan 6 bulan pertama tanpa tambahan makanan

apapun seperti susu formula, madu, air putih, sari buah, biscuit atau

bubur bayi. Setelah bayi berumur 6 bulan barulah bayi diperkenankan

untuk diberikan makanan pendamping ASI berupa bubur, sayur ataupun

buah (Julina Br Sembiring, 2019).

Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat

bila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya.

Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI bersama-sama

dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan.

Manfaat pemberian ASI bagi bayi :

1. ASI sebagai nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi

yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan

bayi. ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi

kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6

bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat

diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.

2. ASI Meningkatkan daya tahan tubuh

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobin (zat

kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Namun kadar zat ini

akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi

sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga

mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9-12 bulan.

69
Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang

dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi

kesenjangan zat kekebalan pada bayi.

3. ASI meningkatkan kecerdasan anak

Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6

bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potensi

kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai

nutrien yang ideal, dengan kompisi yang tepat, serta disesuaikan

dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien

khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrien

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau

sedikit sekali terdapat pada susu sapi, antara lain : taurin, laktosa,

asam lemak ikatan panjang (DHA, AA, omega-3, omega-6).

4. Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan

merasakan kasih sayng ibunya. Ia juga akan merasa aman dan

tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung

ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan

terlindung dan di sayangi inilah yang akan menjadi dasar

perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang

percaya diri dan dasar spiritual yang baik (Julina Br Sembiring,

2019).

9. Keluarga Berencana

Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun


sebelum ibu hamil kembali. Biasanya ibu post partum tidak
menghasilkan telur (ovum) sebelum mendapatkan haidnya selama
meneteki, oleh karena itu Amenore Laktasi dapat dipakai sebelum haid
pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan. Sebelum

70
menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu
pada ibu, meliputi :
a) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan serta metodenya
b) Kelebihan dan keuntungan
c) Efek samping
d) Kekurangannya
e) Bagaimana memakai metode itu
f) Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca
persalinan yang menyusui.
g) Jika pasangan memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk
bertemu dengannya lagi dalam 2 minggu untuk mengetahui apakah
ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau pasangan dan untuk melihat
apakah metode tersebut bekerja dengan baik(Rukiyah, 2011).
10. Infeksi Masa Nifas

Infeksi puerpuralis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah


persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta(Saleha,
2013).
a. Infeksi vulva, vagina, servik
1) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka perinium jaringan
sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi marah dan bengkak,
jahitan mudah lepas, serta luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mengeluarkan pus.
2) Vaginitis
Infeksi vagina bisa terjadi secara langsung pada luka pagina atau
melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus, serta getah mengandung nanah yang
keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada
umumnya infeksi tinggal terbatas.
3) Servisitis
Infeksi servik sering juga terjadi, tetapi biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka servik yang dalam dan meluas
dapat langsung kedasar ligamentum latum sehingga menyebabkan
infeksi menjalar keparametrium.Gejala klinis yang dirasakan pada
servisitis adalah:

71
 Nyeri dan rasa panas pada daerah infeksi
 Kadang perih bila BAK
 Demam dengan suhu badan 39-40
b. Tromboflebilitis
Penyebaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan
penyebab terpenting dari kematian karna infeksi puerpuralis. Radang
vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena-vena
golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.
1) Tromboflebitis pelvis. Tromboflebitis pelvis yang sering
meradang adalah venaovarika karna mengalirkan darah dan luka
bekas plasenta didaerah fundus uteri.
2) Tromboflebitis femoralis. Tromboflebitis femoralis dapat menjadi
Tromboflebitisvena safena magna atau peradangan vena femoralis
sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat
parametritis.
3) Peritonitis. Infeksi puerpuralis melalui saluran getah bening dapat
menjalar keperitonium hinga terjadi peritonitis atau
keparametrium menyebabkan parametritis.
4) Parametris dapat terjadi dengan 3 cara tersebut
 melalui robekan servik yang dalam.
 penjalaran endometritis atau luka servik yang terinfeksi melalui
saluran getah bening.
 sebagai lanjutan tromboflebitis pelvis.
c. Perdarahan dalam masa nifas
Penyebab dari pendarahan masa nifas adalah sebagai berikut.
 Sisa plasenta dan polip plasenta
 Endometritis purpuralis
 Sebab-sebab pungsional
 Perdarahan luka
d. Infeksi saluran kemih
Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan
hal ini dihubungkan dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma
kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang terlalu
sering, kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang
sering.

72
e. Putting susu lecet
 kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai
aerola tertutup oleh mulut bayi.
 monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
 akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim, atau zat iritan lainnya
untuk mencuci puting susu.
 pada bayi lidah yang pendek sehingga menyebabkan bayi sulit
menghisap.
 rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui
dengan kurang hati-hati
f. Payudara bengkak
Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan
adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang
mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak ini
sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan.
Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan
meningkanya tekanan intrakaudal, yang akan mempengaruhi segmen
pada payudaranya, sehingga takanan pada payudara meningkat.
Akibatnya, payudara sering terasa penuh, tegang serta nyeri.
Kemudian diikuti oleh penurunan produksi ASI dan penurunan let
down. Penggunaan Bra yang ketat juga bisa menyebabkan segmental
engorgement, demikian pula puting yang tidak bersih dapat
menyebabkan sumbatan pada duktus (Saleha, 2013).
g. Saluran susu tersumbat
1) Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan lunak
pada perabaan.
2) Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri
dan bengkak yang terlokalisir
h. Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara
karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan
bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan
(Prawirohardjo, 2010).
i. Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara, gejalanya :

73
 Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri local.
 Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local.
 Payudara keras dan berbenjol-benjol.
 Panas badan dan rasa sakit umum.
j. Abses payudara
Harus dibedakan antara mastitis dan abses. Abses payudara
merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan
karena meluasnya peradangan dalam payudara tersebut
(Prawirohardjo, 2010).

11. Senam Nifas

Banyak diantara senam postpartum sebenarnya sama dengan

senam antenatal. Hal yang paling penting bagi ibu adalah agar senam-

senam tersebut hendaknya dilakukan secara perlahan dahulu lalu

semakin lama semakin sering/ kuat. Senam yang pertama paling baik

paling aman untuk memperkuat dasar panggul adalah senam kegel.

Segera lakukan senam kegel pada hari pertama postpartum bila

memang memungkinkan. Meskipun kadang-kadang sulit untuk secara

mudah mengaktifkan otot-otot dasar panggul ini selama hari pertama

atau kedua, anjurkan agar ibu tersebut tetap mencobanya. Senam kegel

akan membantu penyembuhan postpartum dengan jalan membuat

kontraksi dan pelepasan secara bergantian pada otot-otot dasar panggul.

Lakukan senam ini kapan saja. Lakukan sampai 100 kali dalam

sehari. Untuk mengkontraksi pasangan otot-otot ini, bayangkan bahwa

anda sedang BAK dan lalu anda tiba-tiba menahannya atau bayangkan

bahwa dasar panggul merupakan sebuah elevator, secara perlahan anda

menjalankan sampai lantai 2 lalu kemudian ke lantai 3 dan seterusnya,

dan kemudian balik turun secara perlahan.

Secara umum:

74
Pada minggu-minggu pertama para ibu sering mengalami

penegangan yang terasa sakit dipunggung atas yang disebabkan oleh

payudara yang berat serta pemberian ASI yang sering terpaksa

dilakukan dengan posisi yang kaku dan lama diperhatikan. Senam

tangan dan bahu secara teratur sangat penting untuk mengendurkan

ketegangan ini, dan juga dengan menggunakan gerakan tubuh yang baik,

sikap yang baik serta posisi yang nyaman pada waktu memberi ASI.

a. Pernapasan perut

Berbaringlah diatas tempat tidur/ lantai dengan lutut ditekuk.

Lakukan pernapasan perut dengan cara menarik nafas dalam dari

hidung lalu keluarkan dari mulut secara perlahan-lahan selama 3-5

detik.

Gambar 2.1

Sumber (Ambarwati, 2010)

b. Pernapasan abdomen campurkan dan supine pelvic

Berbaring dengan lutut ditekuk. Sambil menarik nafas dalam, putar

punggung bagian pelvis dengan mendatarkan punggung bawah

dilantai/ tempat tidur . keluarkan nafas dengan perlahan, tetapi

dengan mengerahkan tenaga sementara mengkontraksikan otot

perut dan mengencangkan bokong, tahan selama 3-5 detik sambil

mengeluarkan nafas. Rileks.

75
Gambar 2.2

Sumber (Ambarwati, 2010)

c. Sentuh lutut

Berbaring dengan lutut ditekuk. Sementara menarik nafas dalam,

sentuhkan bagian bawah dagu kedada sambil mengeluarkan nafas.

Angkat kepala dan bahu secara perlahan dan halus upayakan

menyentuh lutut dengan lengan direnggangkan. Tubuh hanya boleh

naik pada bagian punggung sementara pinggang tetap berada

dilantai atau tempat tidur. Perlahan-lahan turunkan kepala dan bahu

keposisi semula. Rileks.

Gambar 2.3

(Ambarwati 2010)

d. Angkat bokong

76
Berbaring dengan bantuan lengan lutut ditekuk, dan kaki mendatar.

Dengan perlahan naikkan bokong, dan lengkungkan punggung dan

kembali perlahan-lahan keposisi semula.

Gambar 2.4

Sumber (Ambarwati, 2010)

e. Memutar kedua lutut

Berbaring dengan lutut ditekuk. Pertahankan bahu mendatar dan

kaki diam. Dengan perlahan dan halus putar lutut kekiri sampai

menyentuh laintai/ tempat tidur. Pertahankan gerakan yang halus,

putar lutut kekanan sampai menyentuh lantai/tempat tidur dan

kembali keposisi semula dan rileks.

Gambar 2.5

Sumber (Ambarwati, 2010)

f. Memutar satu lutut

77
Berbaring diatas punggung dengan tungkai kanan diluruskan dan

tungkai kiri ditekuk pada lutut. Pertahankan bahu datar, secara

perlahan putar lutut kiri kekanan sampai menyentuh lantai/ tempat

tidur dan kembali keposisi semula. Ganti posisi tungkai putar lutut

kanan kekiri sampai menyentuh tempat tidur dan kembali keposisi

semula.

Gambar 2.6

Sumber(Ambarwati,2010)

g. Putar tungkai

Berbaring dengan kedua tungkai lurus. Pertahankan bahu tetap datar

dan kedua tungkai lurus, dengan perlahan dan halus angkat tungkai

kiri dan putar sedemikian rupa sehingga menyentuh lantai dan

tempat tidur disisi kanan dan kembali keposisi semula. Ulangi

gerakan ini dengan tungkai kanan dan diputar menyentuh lantai/

tempat tidur disisi kiri tubuh. Rileks.

Gambar 2.7

Sumber(Ambarwati, 2010)

78
h. Angkat tangan

Berbaring dengan lengan diangkat sampai membentuk sudut 90

derajat terhadap tubuh. Angkat lengan bersama-sama sehingga

telapak tangan dapat bersentuhan turunkan secara pelahan.

(Ambarwati, 2010).

Gambar 2.8

Sumber (Ambarwati, 2010).

2. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan


a. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian/tahapan
yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien
Asuhan kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, yang di mulai
dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Tujuh
langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap dan bisa di aplikasikan
dalam suatu situasi (Varney, 2012).
b. Tahapan Asuhan Kebidanan
Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam
memberikan asuhan kebidanan. Menurut Varney (2012), manajemen
kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori

79
ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan-keterampilan dalam rangkaian/
tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien.
Menurut Varney (2012), langkah-langkah manajemen kebidanan tersebut
sebagai berikut:
1. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
lengkap yang berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus
bersifat komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil
pemeriksaan.
2. Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas
dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan
masalah yang spesifik.
3. Langkah III (Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya)
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah
diidentifikasikan.
4. Langkah IV (Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera)
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
5. Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh)
Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh,
ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang
tidak lengkap dapat dilengkapi.
6. Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan Efisien dan Aman)
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah
kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman.
7. Langkah VII (Mengevaluasi Hasil Tindakan)

80
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif dalam pelaksanaannya.
c. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Data Subyektif (S)
Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data
yang diperoleh melalui anamnesis.
a) Nama Klien dan Pasangan
Digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam asuhan, sehingga
antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab (Siwi, 2015).
b) Umur
Dikaji untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau
tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun (Siwi, 2015).
c) Agama
Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan pada ibu
selama memberikan asuhan. Informasi ini terkait dengan pentingnya
agama dalam kehidupan klien, tradisi agama dalam kehamilan dan
lain – lain (Siwi, 2015).
d) Suku Bangsa
Dikaji untuk menentukan adat istiadat atau budayanya. Ras, etnis,
dan keturunan harus diidentifikasi dalam rangka memberikan
perawatan yang peka budaya kepada klien (Siwi, 2015).
e) Pendidikan
Tanyakan tingkat pendidikan tertinggi klien. Mengetahui pendidikan
klien berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat
memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya (Siwi, 2015).
f) Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh lingkungan kerjan pasien terhadap kehamilan
yang dapat merusak janin, dan persalinan prematur (Siwi, 2015).
g) Alamat
Dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal
klien, sehingga lebih memudahkan pada saat akan bersalin sert

81
mengetahui jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan(Siwi,
2015).

h) Alasan Datang
Ditanyakan untuk mengetahui alasan datang ke bidan/ klinik, apakah
untuk memeriksakan keadannya atau untuk memeriksakan keluhan
lain yang disampaikan dengan kata – katanya sendiri(Siwi, 2015).
i) Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke
ke fasilitas kesehatan(Siwi, 2015).
j) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang,
penyakit umum yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami
dahulu (Marmi, 2011). Di isi dengan riwayat penyakit yang pernah
atau sedang di derita baik klien ataupun anggota keluarga, terutama
penyakit – penyakit yang dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi
seperti IMS, HIV/ AIDS, Hepatitis B, Malaria, peyakit tidak menular
(Diabetes, kanker, hipertensi), penyakit genetik, dan masalah
kesehatan jiwa(Siwi, 2015).
k) Riwayat Obstetri
1) Menarch: Dikaji untuk mengetahui kapan pertama kali pasien
menstruasi. Umumnya menarche terjadi pada usia 12-13 tahun
(Sulistyawati, 2015).
2) Siklus: Siklus merupakan jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari. Dikaji
teratur atau tidaknya setiap bulan. Biasanya sekitar 23-32 hari
(Siwi, 2015).
3) Lamanya: lamanya haid yang normal adalah kurang lebih 7 hari.
Apabila sudah mencapai 15 hari berarti sudah abnormal dan
kemungkinan adanya gangguan ataupun penyakit yang
mempengaruhi(Siwi, 2015).
4) Nyeri haid: Nyeri haid perlu ditanyakan untuk mengetahui
apakah klien menderita atau tidak di tiap haid.Nyeri haid juga
menjadi tanda kontroksi uterus klien begitu hebat sehingga
menimbulkan nyeri haid(Siwi, 2015).

82
5) Banyaknya: Dikaji untuk mengetahui berapa banyak darah yang
keluar saat. Normalnya yaitu 2 kali ganti pembalut dalam
sehari.Apabila darahnya terlalu berlebihan,itu berarti telah
menunjukan gejala kelainan banyaknya darah haid(Siwi, 2015).

l) Riwayat Kehamilan Persalinan, dan Nifas yang lalu


Untuk menentukan asuhan yang akan diberikan berdasarkan berapa
kali hamil, anak yang lahir hidup, persalinan tepat waktu, persalinan
premature, keguguran, persalinan dengan tindakan (dengan forcep,
vakum, atau seksio sesaria), riwayat perdarahan pada persalinan,
hipertensi pada kehamilan terdahulu, berat badan bayi kurang dari
2500 gram atau lebih dari 4000 gram(Sulistyawati, 2015).
m) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah klien sudah pernah menggunakan
kontrasepsi atau belum, jika sudah pernah bagaimana pengalaman
kontrasepsi yang dipakai (Sulistyawati, 2015).
n) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari – Hari
1) Pola Nutrisi
Beberapa hasil yang perlu ditanyakan pada pasien berkaitan
dengan pola makan adalah menu, frekuensi, jumlah per hari dan
pantangan (Sulistyawati, 2015).
2) Pola Eliminasi
BAB dan BAK seperti frekuensi perhari, warnanya, ada masalah
selama BAB/BAK atau tidak (Siwi, 2015).

3) Personal Hygiene
Untuk mengetahui kebersihan diri pasien. Dianjurkan untuk
mandi minimal 2 kali sehari, ganti baju minimal 1 kali, ganti
celana dalam minimal 2 kali sehari, berkeramas lebih sering dan
menjaga kebersihan kuku (Sulistyawati, 2015).
4) Pola Istirahat Tidur
Untuk mengetahui kecukupan istirahat pasien. Istirahat sangat
diperlukan calon pengantin. Lama tidur siang hari normalnya 1–
2 jam, malam hari yang normal adalah 6-8 jam (Sulistyawati,
2015).
5) Pola Aktivitas dan Olahraga

83
Mengkaji aktivitas sehari-hari pasien untuk gambaran tentang
seberapa berat aktivitas pasien (Sulistyawati, 2015).
6) Kebiasaan yang Merugikan Kesehatan
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu memiliki kebiasaan seperti
minum jamu, merokok, minum-minuman keras, dan obat
terlarang dan kebiasaan lainnya(Siwi, 2015).
o) Riwayat Psikososial Spiritual
1. Riwayat Perkawinan
a) Kaji usia ibu : saat pertama kali menikah, status perkawinan,
berapa kali menikah dan lama pernikahan. Usia pernikahan
diperlukan karena apabila klien mengatakan bahwa menikah di
usia muda sedangkan klien pada saat kunjungan awal ke tempat
bidan tersebut sudah tak lagi muda dan kehamilannya yang
pertama,ada kemungkinan bahwa kehamilannya saat ini adalah
kehamilan yang sangat diharapkan.hal ini berpengaruh
bagaimana asuhan kehamilan(Siwi, 2015).
b) Pernikahan yang ke berapa: penting untuk dikaji karena dari
data ini akan mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah
tangga pasangan (Sulistyawati, 2015).
c) Lama menikah (mengetahui berapa lama setelah menikah ibu
menuju rencana kehamilan) (Siwi, 2015).
2. Keinginan hamil ini diharapkan atau tidak
Dikaji untuk mengetahui apakah rencana kehamilan ini
diharapkan atau tidak oleh ibu, suami dan keluarga dan bagaimana
respon keluarga terhadap rencana kehamilan ibu(Siwi, 2015).
3. Mekanisme koping
4. Pengambil keputusan utama
Dikaji untuk mengetahui siapa pengambil keputusan utama dalam
keluarga saat terjadi masalah dalam keluarga, terutama apabila
terjadi kegawatdaruratan pada ibu selama hamil (Siwi, 2015).
5. Adat istiadat
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu dan keluarga masih
menggunakan budaya setempat dalam rencana kehamilan.
Menurut (Sulistyawati, 2015)bahwa masih dijumpainya adat

84
istiadat yang merugikan kesehatan ibu hamil sehingga tenaga
kesehatan harus bisa menyikapi hal tersebut dengan bijaksana.
6. Penghasilan Perbulan
Dikaji untuk mengetahui berapa penghasilan ibu/ suami perbulan,
cukup atau tidak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Keadaan ekonomi sangat mempengaruhi kehamilan ibu karena
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ibu selama kehamilan
nantinya(Siwi, 2015).
p) Tingkat Pengetahuan

2. Data Obyektif (O)


Data obyektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan
menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang
diperoleh melalui observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik
pasien,pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain.
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan, yaitu : Baik, jika pasien
memperlihatkan respons yang baik terhadeap lingkungan dan
orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami
ketergantungan dalam berjalan, dan dikatakan lemah, pasien
dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain
dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri
(Sulistyawati, 2015).
2. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita
dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan
composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati, 2015)
3. Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan untuk mendeteksi
adanya hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg). Menurut

85
(Siwi, 2015)tekanan darah normal berkisar systole/diastole 110/80
– 120/80 mmHg.

4. Nadi
Tabel Klasifikasi Denyut Nadi

Denyut Nadi Permenit Klasifikasi


< 60 Bradikardi
60 – 100 Normal
>100 Takikardi
5. Suhu
Suhu tubuh seseorang dapat diukur melalui ketiak/ aksila yang
dilakukan dengan meletakkan thermometer di ketiak (Kemenkes
RI, 2017).
Tabel Klasifikasi Suhu Tubuh

Suhu Tubuh C Kesan


<36, 5 Hipotermi
36, 5 – 37, 5 Normal
37, 5 – 37, 9 Demam
>37, 9 Demam Tinggi
6. Respirasi
Pemeriksaan frekuensi pernafasan dilakukan dengan
menghitung jumlah pernafasan, yaitu inspirasi yang diikuti
ekspirasi dalam satu menit penuh.
Tabel Klasifikasi Frekuensi Nafas

Frekuensi Nafas Klasifikasi


Permenit (RR)
<13 Bradipnea
14 – 20 Normal
>20 Takipnea

86
7. Berat Badan
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
Sebnaliknya dalam keadaan yang abnormal, terhadap dua
kemungkinan perkembangan barat badan, yaitu dapat berkembang
cepat atau lambat dari kedaan normal. Berat badan harus selalu
dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan
intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi
kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang
tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam
konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun
status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan
dengan cara menimbang(Anggraeni, 2012).
8. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat
melihat keadaan status gizi sekaran dan keadaan yang telah lalu.
Pertumbuhan tinggi/panjang badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi pada waktu
singkat (Anggraeni, 2012).
Salah satu cara untuk menentukan status gizi yaitu dengan
membandingkan berat badan dan tinggi badan.
IMT = BB (Kg)/ TB2 (dalam meter)
(1) Untuk Perempuan
Kurus : < 17 Kg/m2
Normal : 17 – 23 Kg/ m2
Kegemukan : 23 – 27 Kg/ m2
Obesitas : > 27 Kg/ m2
(2) Untuk Laki – Laki
Kurus : < 18 Kg/m2
Normal : 18 – 25 Kg/ m2
Kegemukan : 25 – 27 Kg/ m2
Obesitas : > 27 Kg/ m2
9. LILA

87
Ukuran LILA yang normal adalah 23,5 cm, diukur sebelum
hamil. Bila ditemukan pengukuran kurang dari 23,5 cm maka
status gizi ibu kurang (Sulistyawati, 2015).
b. Status Present
1. Kepala: Untuk mengetahui kebersihan kepala. Normalnya bentuk
mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut tidak
rontok(Sulistyawati, 2015).
2. Mata: Untuk mengetahui warna sklera (ikterik atau tidak, menilai
kelainan fungsi hati) dan warna konjungtiva (pucat atau cukup
merah, sebagai gambaran tentang anemia secara kasar) dan
secret (Sulistyawati, 2015).
3. Hidung: Pada masa sebelum hamil pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui adanya gangguan pembentukan hipofisis yang
berhubungan dengan kemungkinan adanya gangguan fungsi
sistim reproduksi sekunder. Cara pemeriksaannya adalah dengan
merangsang indera penciuman menggunakan bahan yang berbau.
Normalnya fungsi penciuman baik, tidak ada polip, tidak ada
septum deviasi(Anggraeni, 2012).
4. Mulut: Normalnya bibir tidak kering, tidak terdapat stomatitis,
gigi bersih tidak ada karies, tidak ada gigi palsu.
5. Telinga: Dikaji untuk memeriksa kebersihan dan kemungkinan
adanya kelainan. Normalnya adalah simetris dan tidak ada
serumen berlebih(Sulistyawati, 2015).
6. Leher: Normalnya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada bendungan vena
jugularis (Sulistyawati, 2015).
7. Ketiak: Untuk memeriksa kemungkinan adanya massa atau
pembesaran pada aksila. Normalnya tidak ada benjolan
(Sulistyawati, 2015).
8. Dada: Normalnya simetris, denyut jantung teratur, dan tidak ada
gangguan pernapasan (Sulistyawati, 2015).
9. Abdomen: Dikaji ada tidak bekas luka operasi, ada massa atau
tidak, terdapat nyeri tekan abdominal atau tidak, terdapat
pembesaran hepar/ limpa atau tidak (Sulistyawati, 2015).

88
10. Genetalia: Pada keadaan normal tidak terdapat bau busuk, dan
tidak ada condiloma. Pada vulva mungkin didapat cairan jernih
atau sedikit berwarna putih tidak berbau, pada keadaan normal,
terdapat pengeluaran cairan tidak ada rasa gatal, luka atau
perdarahan(Siwi, 2015).
11. Punggung: Teraba lurus, tidak ada lubang atau kelainan bentuk.
12. Anus: Normalnya tidak ada haemoroid (Sulistyawati, 2015).
13. Ekstremitas: Pemeriksaan tangan dan kaki yang dikaji untuk
mengetahui adanya edema sebagai tanda awal preeklampsia dan
warna kuku yang kebiruan sebagai gejala anemia. Normalnya
kedua tangan dan kaki tidak oedem, gangguan pergerakan tidak
ada (Sulistyawati, 2015).
c. Pemeriksaan Penunjang
3. Analisa (A)
Analisa merupakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisa merupakan
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah
kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini:
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan
segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan meliputi tindakan
mandiri, tindakan kolaborasi, dan tindakan merujuk klien.
a) Diagnosa: Ny... umur... ibu nifas dengan kebutuhan.
b) Masalah: Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang
dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian,normalnya tidak terjadi masalah .
c) Diagnosa Potensial: Pada keadaan normal, diagnosa potensial dapat
diabaikan
d) Tindakan Segera: Pada keadaan normal, langkah ini dapat diabaikan
4. Penatalaksanaan (P)
Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang
akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan
interpretasi data P dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen
kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh.

89
Jurnal-jurnal yang terkait

Pada penelitian Sriani Timbawa (2015) dengan judul HUBUNGAN VULVA


HYGIENE DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI LUKA PERINEUM PADA IBU POST
PARTUM DI RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH GMIM MANADO. Hasil penelitian
yang diperoleh dari 36 responden yang diambil secara total
sampling menunjukkan bahwa 29 responden (80,6%) memiliki peran vulva hgiene baik
dalam pencegahan infeksi luka perineum, 7 responden (19,4%) memiliki peran vulva hgiene
kurang baik dalam pencegahan infeksi luka perineum.
dengan demikian dapat
dikatakan bahwa ada hubungan vulva
hygiene dengan pencegahan infeksi luka
perineum pda ibu post partum di Rumah
Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado.
Kemudian didapatkan OR = 10,667 yang
berarti bahwa peran vulva hygiene baik
berpeluang 10 kali lebih besar terhadap
pencegahan infeksi dibandingkan dengan
vulva hygiene kurang. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Harijati (2012),

90
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan pengkajian pada tanggal 12 Desember 2020 asuhan kebidanan


pada Ny.N usia 22 tahun dengan kebutuhan asuhan kebidanan nifas normal. Langkah
awal dilakukan pengkajian yang meliputi data subyektif dan data obyektif melalui
anamnesa langsung pada pasien dan beberapa pemeriksaan. Berdasarkan identitas
pasien diketahui bahwa pasien bernama Ny. N berusia 22 tahun, suku bangsa Bugis,
beragama Islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga,
dan beralamat di Anggoeya, Kota Kendari. Berdasarkan anamnesa pada kunjungan
pertama Ny.N sedang dalam masa postpartum dan ibu mengeluh nyeri dan terasa
bengkak pada luka jahitan perineum.
Pengkajian data subjektif dilakukan dengan 2 metode, yang pertama
alloanamnesa dimana menanyakan kepada orang lain bukan pasien terkait, sedangkan
auto anamnesa, yaitu anamnesa yang dilakukan langsung pada pasien yang
bersangkutan (Varney and Jan M.K, 2010). Anamnesa pada kasus Ny.N dilakukan
dengan metode auto anamnesa karena secara fisik maupun psikologis mampu
melakukan komunikasi dengan baik. Saat melakukan asuhan kebidanan nifas
fisiologis pada Ny.N dicantumkan tanggal, jam dan tempat sebagai bukti atau consent
bahwa penulis sudah melakukan asuhan pada tanggal, jam dan tempat seperti yang
dituliskan dalam lembar tinjauan kasus.
Data subjektif berisi pengkajian berupa identitas pasien. Identitas pasien berisi
nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat. (Puspitasari, 2014)
menyebutkan nama pasien perlu dikaji untuk menciptakan kepercayaan antara
pemberi asuhan dengan pasien dan membedakan jika ada kesamaan nama dengan
pasien yang lain.
Sedangkan untuk data objektif pengkajian pemeriksaan status present dan
obstetrikus. Pemeriksaan status present juga dilakukan dengan lengkap mulai dari
head to toe. Tanda-tanda infeksi juga tidak ditemukan pada pasien dapat dilihat dari
hasil pemeriksaan bahwa suhu tubuh pasien dalam keadaan normal 36,5oC, tekanan
darah pasien 100/70 mmHg tidak ditemukan adanya kelainan atau abnormalitas yang
mengarah pada masalah kesehatan.
Mamae dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui adanya massa atau
benjolan yang abnormal pada payudara dengan memijat daerah payudara. Hasil
pemeriksaan payudara pada Ny.N tidak ada kemerahan dan benjolan, tidak ada bagia

91
payudara yang mengeras. Kolostrum sudah keluar.
Analisa data dilakukan setelah melakukan anamnesis data subjektif dan
anamnesis data objektif. Analisis didalamnya mencangkup diagnosis aktual dan
seperlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi masalah
(Varney and Jan M.K, 2010). Diagnosis pada Ny.N adalah Ny.N usia 22 tahun P1A0
post partum hari ke lima.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 12 Desember 2020
pukul 09.50 WITA, penatalaksanaan yang diberikan kepada NY.N yaitu:
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan fisik bahwa ibu dalam keadaan sehat (TD :
100/70 mmHg, suhu : 36,5oC, Nadi : 80x/menit, RR : 21x/menit, TFU : ½ pusat
dan simphysis)
Hasil : Ibu mengerti bahwa ia dalam keadaan baik dan normal.
2. Menganjurkan ibu untuk menarik nafas panjang dari hidung kemudian
dikeluarkan perlahan lewat mulut untuk mengurangi mules yang dirasakan ibu
dan nyeri pada luka jahitan perineum.
Hasil : Ibu melakukan teknik relaksasi nafas panjang, mules pada perut dan nyeri
pada luka jahitan perineum yang dirasakannya berkurang.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dita Amita, dkk pada
penelitiannya tahun 2018 dengan judul Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Salin Normal Di Rumah Sakit
Bengkulu yaitu hasil penelitian menunjukkan dengan dilakukan relaksasi nafas
dalam dapat mengurangi intensitas nyeri pada pasien dengan dilakukan teknik
relaksasi dapat menurunkan intensitas nyeri. Saat dilakukan teknik relaksasi
nafas dalam, pasien merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme
yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami
spasme dan iskemik. Kemudian juga mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin, yang mana opoiod
ini berfungsi sebagai (analgesik alami) untuk memblokir resptor pada sel-sel
93

saraf sehingga mengganggu transmisi sinyal rasa sakit. Maka dapat


menyebabkan frekuensi nyeri pada pasien pasca bersalin normal maupun post
operasi sectio caesarea dapat berkurang (Amita, Fernalia and Yulendasari, 2018).
Nyeri perineum pada ibu nifas dapat disebabkan oleh jaringan perineum
yang terkoyak karena persalinan, proses pengambilan elastisitas perineum setelah
persalinan, robekan pada syaraf di sekitar luka, jahitan perineum, bengkak atau
lecet pada sekitar vagina dan penekanan kepala bayi saat lahir. Untuk
mengurangi nyeri perineum yang dirasakan dilakukan dengan teknik relaksasi
nafas dalam. Ada perbedaan nyeri perineum sebelum dan sesudah relaksasi nafas
dalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat melakukan relaksasi ibu akan
merasa rileks, tenang dan santai, perasaan ini akan mengurangi impuls nyeri yang
sampai ke otak sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang. Setelah dilakukan
relaksasi nafas dalam ibu mengalami penurunan rasa nyeri karena ibu merasa
lebih tenang dan rileks sehingga implus nyeri yang dirasakan berkurang, Hal ini
sesuai dengan teori bahwa ralaksasi dapat membantu mengurangi nyeri
(Makzizatunnisa, Kusyati and Hidayah, 2012).
3. Memberikanpenkes kepada ibu mengenai nutrisi untuk mempercepat
penyembuhan luka jahitan perineum yaitu makan makanan yang banyak
mengandung protein seperti telur, daging, ikan, ayam, serta diimbangi dengan
mengonsumsi makanan yang banyak mengandung serat dan banyak minum air
putih.
Hasil: Ibu bersedia mengkonsumsi makanan kaya protein, buah dan sayur lebih
banyak dari biasanya
Infeksi terjadi karena dampak status gizi yang tidak adekuat dapat
mengganggu proses penyembuhan luka sehingga menyebabkan penyembuhan
luka tertunda, luka kronis dan terjadi infeksi. Beberapa faktor dapat
menyebabkan gangguan penyembuhan luka dengan mempengaruhi satu atau
lebih fase dari proses penyembuhan luka tersebut, salah satunya status gizi
sebagai faktor penting yang mempengaruhi penyembuhan luka. Faktor gizi
94

terutama protein sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka perineum


karena pergantian jaringan sangat membutuhkan protein. Oleh karena
itu,defisiensi protein dapat memperlambat penyembuhan luka. Berdasarkan
seluruh sampel yang diteliti diketahui bahwa sebanyak 69,2% responden
mempunyai tingkat konsumsi protein kurang dengan kondisi penyembuhan luka
perineum lama. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi protein dengan kondisi
penyembuhan luka perineum derajat II. Sebagian besar ibu nifas yang memiliki
tingkat konsumsi protein kurang mengalami kondisi penyembuhan luka
perineum lama (Aziz, Soemardini and Nugroho, 2016).
4. Menjelaskan pada ibu teknik perawatan luka jahitan perineum yaitu
membersihkan dengan air biasa kemudian dikeringkan dengan handuk atau tisu
kering, menganjurkan ibu untuk rajin mengganti pembalut BAB, BAK, dan jika
dirasa sudah lembab.
Hasil : ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang disampaikan.
Vulva hygiene sangatlah penting untuk kesembuhan luka. Perawatan luka
perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan rasa nyaman dan
mempercepat penumbuhan. Perawatan luka perineum dapat dilakukan dengan
cara mencuci daerah genital dengan air dan sabun setiap kali habis BAK atau
BAB yang dimulai dengan mencuci bagian depan, baru kemudian daerah anus.
Sebelum dan sesudahnya ibu dianjurkan untuk mencuci tangan. Pembalut
hendaknya diganti minimal 2 kali sehari. Teknik perawatan dapat mempengaruhi
kesembuhan luka jahitan perineum. Teknik perawatan yang benar akan
menyebabkan luka jahitan sembuh dengan baik. Dan vulva hygiene yang baik
akan mempengaruhi kecepatan kesembuhan luka jahitan perineum. Semakin baik
vulva hygiene maka semakin cepat kesembuhan luka jahitan perineum(Harty,
2015).
5. Mengajarkan pada ibu untuk kompres dingin pada luka perineum untuk
membantu mengurangi nyeri dan pembengkakan
95

Hasil : ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran yang disampaikan.

a. Memberi tahu ibu mengenai tanda bahaya post partum (setelah melahirkan), yaitu
adanya pengeluaran darah yang berlebihan disertai rasa pusing dan kunang
kunang, kontraksi tidak ada, bengkak di muka, tangan, kaki, ibu mengalami
depresi, payudara bengkak, dan memerah
Hasil: ibu mengerti bahwa tanda bahaya post partum (setelah melahirkan), yaitu
adanya pengeluaran darah yang berlebihan disertai rasa pusing dan kunang
kunang, kontraksi tidak ada, bengkak di muka, tangan, kaki, ibu mengalami
depresi, payudara bengkak, dan memerah
b. Mengajarkan dan membantu ibu untuk mobilisasi
Hasil : Ibu sudah bisa miring kiri dan kanan, duduk dan berdiri
Mobilisasi dini sangat penting dilakukan pada ibu nifas untuk mempercepat
penurunan uterus. Hasil penelitian yang dilakukan pada ibu bersalin di Puskesmas
Mangunharjo setalah diberikan perlakukan selama mobilisasi dini diperoleh data
rata-rata penurunan involusi uteri pada ibu yang dilakukan mobilisasi dini lebih
cepat dari yang tidak dilakukan mobilisasi dini. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa mobilisasi dini dapat mempercepat penurunan fundus uteri pada ibu
bersalin. Peran mobilisasi terhadap involusi uteri dijelaskan sebagai berikut,
mobilisasi meningkatkan kontraksi dan retraksi dari otot-otot uterus setelah bayi
lahir. Kontraksi dan retraksi ini diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang
pecah akibat pelepasan plasenta. Dengan adanya kontraksi dan retraksi yang terus
menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus
mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran
jaringan otot – otot tersebut menjadi kecil. Dengan demikian ibu yang melakukan
mobilisasi dini mempunyai penurunan fundus uteri lebih cepat(Absari and Riyani,
2018).
96

c. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar yaitu dengan menyusui bayi sesering
mungkin, setiap 2 jam sekali (on demand), jika bayi tidur >2 jam, bangunkan lalu
susui, susui sampai payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi yang lain.
Hasil : Ibu mengerti cara menyusui yang benar yaitu dengan menyusui bayi
sesering mungkin, setiap 2 jam sekali, jika bayi tidur >2 jam, bangunkan lalu
susui, susui sampai payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi yang lain
Breastfeeding dapat menghentikan pendarahan setelah melahirkan dengan
merangsang timbulnya kontraksi uterus, karena pada waktu bayi menghisap puting
susu ibu terjadi rangsangan ke hipofisis posterior sehingga dapat dikeluarkan
oksitosin yang berfungsi untuk meningkatkan kontraksi otot polos di sekitar
alveoli kelenjar air susu ibu (ASI) sehingga ASI dapat dikeluarkan dan terjadi
rangsangan pada otot polos rahim sehingga rahim akan cepat kembali seperti
semula. Proses involusi dapat berlangsung cepat atau lambat. Adapun faktor yang
mempengaruhi involusi uterus, yaitu menyusui dini, status gizi, pendidikan, usia,
paritas, dan mobilisasi. Ibu yang melakukan breastfeeding akan mempercepat
involusi uterus karena pengaruh hormon oksitosin ditandai dengan rasa mulas
karena rahim yang berkontraksi. Pada proses menyusui ada reflek let down dari
isapan bayi yang merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormon oxytosin
yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus
berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi. Hasil penelitian menyebutkan
ada hubungan antara breastfeeding dengan involusi uterus (Widyawaty and
Yuniarti, 2018).
d. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI saja pada bayinya selama 6 bulan. ASI
merupakan makanan ilmiah bagi bayi yang praktis, ekonomis, memiliki gizi yang
sesuai bagi bayi dan sesuai pencernaan bayi. Selain itu dengan menyusui ibu dapat
lebih dekat dengan sang bayi.
Hasil : ibu paham dan bersedia mengikuti anjuran
e. Menjelaskan pada ibu mengenai nutrisi ibu nifas, yaitu ibu membutuhkan
makanan yang mengandung protein tinggi seperti telur, daging ikan sebagai
97

sumber pemulihan tubuh, makan yang mengandung zat besi seperti sayur sayuran
berwarna hijau serta ibu tidak ada pantangan dalam makan.
Hasil : Ibe bersedia memenuhi kebutuhan nutrisinya
f. Menganjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi obat dan vitamin dari puskesmas
sesuai anjuran tenaga kesehatan dan mengingatkan kembali untuk kontrol ke
puskesmas
Hasil : ibu bersedia mengkonsumsi obat dan vitamin dari puskesmasdengan rutin
berupa Asam mefenamat500 mg (3x1), Amoxilin 500 mg (3x1), vitamin A
200.000 IU(diminum 24 jam dari minum vitamin A yang pertama)dan tablet Sulfat
Ferosus 200 mg (1x1)dan ibu akan kontrol hari Sabtu tanggal 31 Oktober 2020.
98

BAB VI
PEMBAHASAN

Asuhan Kebidanan pada Ny “P” dengan nifas normal menggunakan 7

langkah varney dan pendokumentasian SOAP yang dilakukan asuhan selama 6

minggu dengan kunjungan nifas 2-6 jam, nifas 2-6 hari, nifas minggu ke-2 nifas, dan

nifas minggu ke-6. Data yang digunakan pada studi kasus ini didapatkan oleh peneliti

oleh peneliti melalui observasi langsung dan pemeriksaan fisik.

Berdasarkan pengkajian pada Ny “P” umur 23 tahun P 2A0 nifas 2-6 jam di

dapat data subjektif dari Ny “P” yaitu ibu mengatakan senang telah melahirkan anak

keduannya 2 jam yang lalu yang berjenis kelamin perempuan, dibantu oleh bidan

dengan persalinan normal. Ibu juga memiliki keluhan masih merasa mules dan nyeri

perut serta merasa lelah. Hal ini menunjukkan ada kesamaan antara kasus dan teori

yang dikemukakan oleh Prawirohardjo (2008) bahwa setelah melahirkan rahim akan

berkontraksi untuk merapatkan dinding rahim sehingga tidak terjadi perdarahan,

kontraksi inilah yang menimbulkan rasa mules pada ibu setelah melahirkan.

Berdasarkan data objektif pada Ny “P” nifas 2-6 jam adalah keadaan umum

baik, kontraksi uterus ibu baik, TFU 2 jari dibawah pusat, pengeluaran lochea rubra,

semua hasil pemantauan tidak ada kelainan, tidak terjadi perdarahan abnormal. Sesuai

dengan teori bahwa TFU saat plasenta lahir adalah 2 jari dibawah pusat, dan terjadi

pengeluaran lochea rubra hal ini sesuai dengan Ambarwati (2010) TFU plasenta lahir

adalah 2 jari dibawah pusat dan terjadi pengeluaran lochea rubra.Berdasarkan hasil
99

pemeriksaan tersebut, maka dapat ditegakkan diagnosa Ny “P” umur 23 tahun normal

dengan kebutuhan yang diberikan yaitu informasi keadaan umum dan teknik massase

uterus, observasi uterus, mobilisasi, konseling perdarahan, ASI awal, bounding

attacment, cara pencegahan hipotermia (Saifuddin, 2014).

Intervensi yang direncanakan peneliti pada kasus Ny “P” adalah lakukan

inform consen pada ibu, suami/ keluarga, jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu, suami/

keluarga, ajarkan ibu massase uterus, pastikan ibu melakukan bounding attachment,

pastikan ibu memberikan ASI awal, pastikan ibu sudah mobilisasi dini miring kiri

kanan dan BAK ke kamar mandi (Saifuddin, 2014).

Implementasi yang diberikan peneliti terhadap kasus Ny “P” adalah

menjelaskan maksud dan tujuan yang akan dilakukan selama 6 minggu kepada ibu

dan keluarga bahwa akan dilakukannya tindakan terhadap ibu, menjelaskan hasil

pemeriksaan dan informasi keadaan umum dalam batas normal pada ibu dan

keluarga, mengajarkan ibu massase uterus, memberitahu hasil pemeriksaan kepada

ibu bahwa pengeluaran darah dalam keadaan normal < 80 cc, memberikan konseling

tentang perdarahan., menganjurkan dan membantu ibu memberikan ASI awal serta

mengajarkan teknik menyusui yang benar, memastikan ibu melakukan bounding

attachment dengan mendekatkan bayi dan ibu agar terciptanya hubungan baik antara

ibu dan bayi, menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi ke kiri dan ke kanan

untuk mempercepat proses pemulihan ibu dan memberikan penkes kepada ibu dan

keluarga tentang cara mencegah hipotermi pada bayi dan perawatan tali pusat
100

(Saifuddin, 2014).Evaluasi yang telah dilakukan pada 2-6 jam nifas dengan hasil

keadaan ibu membaik, kontraksi uterus berjalan dengan normal, perdarahan < 80 cc.

Berdasarkan data subjektif pada hari ke-2 sampai hari ke-10 hari nifas. Hari

kedua ibu mengatakan ASI sudah keluar. Hari ketiga ibu mengatakan ASI sudah

keluar dan tidak ada masalah. Hari keempat ibu mengatakan ASI lancar, puting susu

tidak lecet, tidak ada masalah. Hari kelima ibu mengatakan tidak memiliki keluhan

dan produksi ASI lancar serta keadaan semakin membaik. Hari keenam ibu

mengatakan produksi ASI lancar, puting susu tidak lecet. Hari 7-10 ibu mengatakan

tidak ada keluhan. Hal ini sesuai dengan Sulistyawati (2009), bahwa ASI yang

pertama kali keluar berupa kolostrum, merupakan cairan dengan viskositas kental,

lengket, dan berwarna kekuningan. Ibu nifas dianjurkan untuk melakukan senam

nifas agar kekuatan otot perut dan panggul dapat kembali seperti semula sehingga

keluhan sakit punggung dan pegal-pegal berkurang (Ambarwati, 2010).

Dari hasil pengkajian terhadap Ny “P”, didapat TFU ibu nifas hari kedua

yaitu 2 jari dibawah pusat, hari ketiga 3 jari dibawah pusat, hari keempat pertengahan

pusat syimpisis, hari kelima 3 jari diatas syimpisis, hari keenam 1 jari diatas syimpisis

dan hari ketujuh tak teraba lagi . Hasil pengkajian yaitu invoulusi uterus tidak teraba

lagi pada hari ke 7 dan lebih cepat dari involusi uterus normal. Pada Ny “P”

didapatkan bahwa pada hari ke 1-3 pengeluaran darah berwarna merah segar, hari ke

4-7 berwarna merah kecoklatan, hari ke 7-10 berwarna kuning kecoklatan. Menurut

Saifuddin (2014) bahwa pengeluaran lochea hari pertama hingga keempat yaitu

lochea rubra berwarna merah segar, hari ke 4-7 yaitu lochea sanguinolenta berwarna
101

merah kecoklatan, hari ke7-14 yaitu lochea serosa berwarna kuning kecoklatan,

minggu ke 6 yaitu lochea alba berwarna putih/ tidak terdapat cairan. Pengkajian yang

telah dilakukan telah sesuai.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, maka dapat ditegakkan diagnosa Ny

“P” umur 23 tahun nifas 10 hari normal dengan kebutuhan yang diberikan pada ibu

yaitu pastikan keadaan umum baik, TTV normal, involusi uterus berjalan normal,

tidak terjadi infeksi dan perdarahan abnormal, penkes tentang nutrisi cairan dan

istirahat yang cukup, penkes tentang menyusui yang benar, penkes tentang perawatan

bayi, penkes tentang tanda bahaya masa nifas, ajarkan senam nifas (Saifuddin, 2014).

Intervensi yang direncanakan peneliti 2-10 hari pada kasus Ny “P” adalah

pastikan keadaan umum, TTV, involusi uterus, pastikan tidak terjadi tanda-tanda

infeksi dan perdarahan abnormal, pastikan ibu mendapatkan makanan yang bergizi,

cairan dan istirahat yang cukup, ajarkan ibu teknik menyusui yang benar, ajarkan

tentang perawatan bayi baru lahir, tanda bahaya masa nifas, dan ajarkan senam nifas.

Implementasi yang diberikan peneliti terhadap kasus Ny “P” adalah menjelaskan

hasil pemeriksaan dan informasi keadaan umum dalam batas normal pada ibu dan

keluarga, mengajarkan ibu massase uterus, memberitahu hasil pemeriksaan kepada

ibu bahwa pengeluaran darah dalam keadaan normal <150 cc, memberikan konseling

tentang perdarahan., menganjurkan dan membantu ibu memberikan ASI awal serta

memberikan penkes kepada ibu dan keluarga tentang cara mencegah hipotermi pada

bayi dan perawatan tali pusat. Evaluasi yang telah dilakukan hasil keadaan ibu
102

membaik, kontraksi uterus berjalan dengan normal, perdarahan <150 cc, involusi

uterus berjalan normal dan uterus tidak teraba pada hari ke-7 (Saifuddin, 2014).

Berdasarkan data subjektif pada nifas minggu ke-2 adalah ibu tidak ada

keluhan, ibu masih mampu merawat bayinya, ibu sudah melakukan aktifitas seperti

biasa. Hal ini sesuai teori bahwa pada ibu nifas normal tidak terdapat masalah.

Berdasarkan asuhan yang telah diberikan yaitu senam nifas secara teratur selama 10

hari, ibu merasa terdapat perubahan yaitu ibu merasa tubuhnya lebih segar, otot-otot

tidak kaku dan tegang (Ambarwati 2010).

Data objektif pada Ny “P” nifas minggu ke-2 yaitu keadaan umum baik,

semua hasil pemantauan tidak ada kelainan, dan tidak ada perdarahan abnormal. Pada

minggu ke-2 nifas TFU tidak teraba lagi dengan pengeluaran lochea serosa hal ini

sesuai dengan teori bahwa sekitar 10 hari setelah bayi lahir terjadi pengeluaran cairan

berwarna kuning sampai putih/ lochea alba (Ambarwati, 2014).

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, maka dapat ditegakkan diagnosa Ny

“P” umur 23 tahun nifas 23 tahun minggu ke-2 normal dengan kebutuhan yang

diberikan pada ibu yaitu pastikan keadaan umum baik, TTV normal, penkes tentang

nutrisi, cairan dan istirahat yang cukup, penkes teknik menyusui yang benar, penkes

tentang perawatan bayi baru lahir dan tanda bahaya masa nifas, pastikan tidak ada

tanda penyulit yang dialami ibu maupun bayi (Saifuddin, 2014).

Intervensi yang dilakukan peneliti berdasarkan kasus Ny “P” adalah pastikan

keadaan umum baik, TTV normal, pastikan ibu mendapat makanan yang bergizi,

cairan dan istirahat yang cukup, penkes tentang nutrisi, anjurkan ibu tetapm
103

memberikan ASI, ajarkan tentang perawatan bayi baru lahir, pastikan tidak ada tanda

bahaya masa nifas dan penyulit yang dialami ibu maupun bayi. Implementasi yang

diberikan peneliti terhadap kasus Ny “P” adalah menjelaskan hasil pemeriksaan baik,

TTV dalam batas normal, mengingatkan ibu mendapat makanan yang bergizi,

mengingatkan ibu mendapatkan cairan dan istirahat yang cukup, mengingatkan ibu

tentang tentang nutrisi, menganjurkan ibu tetap memberikan ASI, mengajarkan

tentang perawatan bayi baru lahir, memastikan tidak ada tanda bahaya masa nifas dan

penyulit yang dialami ibu maupun bayi (Saifuddin, 2014).

Berdasarkan data subjektif pada nifas minggu ke-6 tidak ada masalah, nutrisi

terpenuhi, ibu ingin menggunakan KB.Data objektif pada Ny “P” nifas minggu ke-6

yaitu keadaan umum baik, semua hasil pemantauan tidak ada kelainan, tidak ada

tanda penyulit pada ibu dan bayi. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut ditegakkan

diagnosa Ny “P” umur 23 tahun dengan nifas minggu ke-6 normal dengan kebutuhan

yang diberikan yaitu pastikan keadaan umum, TTV normal, observasi penyulit-

penyulit masa nifas dan konseling KB (Saifuddin, 2014).

Intervensi yang dilakukan peneliti berdasarkan kasus Ny “P” menurut

Saifuddin (2014) adalah pastikan keadaan umum baik, TTV normal, pastikan tidak

ada penyulit-penyulit masa nifas dan memastikan ibu telah memiliki pilihan

kontrasepsi yang digunakan. Implementasi yang diberikan peneliti terhadap kasus Ny

“P” adalah menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa ibu dalam

keadaan baik, TTV dalam batas normal, memastikan tidak ada penyulit-penyulit pada

ibu dan bayi, ibu sudah memiliki pilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan.
104

Evaluasi keadaan ibu dan bayi baik dan ibu memilih alat kontrasepsi KB suntik 3

bulan.

Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 6 minggu masa nifas didapatkan

output sesuai kriteria hasil yang ditunjukkan yaitu keadaan umum ibu baik,

kebutuhan dasar terpenuhi dengan baik, ibu dapat menyusui dengan benar, tidak ada

penyulit pada ibu maupun bayi, tidak terjadi perdarahan abnormal, involusi uterus

tidak teraba lagi pada hari ketujuh, ibu sudah memiliki pilihan alat kontrasepsi. Maka

dapat disimpulkan bahwa Ny “P” umur 23 tahun sesuai dengan kriteria ibu nifas

normal.
105

BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap Ny “P” umur 23 tahun P 2A0 di

BPM “P” tahun 2018 selama 6 minggu, maka dapat disimpulkan bahwa pengkajian

yang dilakukan pada Ny “P” sesuai dengan adaptasi fisiologis masa nifas. Interpretasi

data dilakukan dengan mengumpulkan data secara teliti dan akurat, sehingga didapat

diagnosa yaitu nifas normal. Diagnosa potensial pada kasus Ny “P” tidak ada.

Kebutuhan segera pada kasus Ny “P” tidak ada.

Rencana tindakan pada Ny “P” dengan nifas normal adalah observasi

keadaan umum, TTV, pendarahan, kontraksi uterus, TFU, pengeluaran lochea,

ajarkan ibu cara massase uterus, anjurkan ibu mobilisasi dini, ajarkan teknik

menyusui, berikan penkes tentang tanda bahaya masa nifas, berikan penkes

perubahan fisiologis dan psikologis masa nifas, berikan tentang ASI esklusif, ajarkan

senam nifas selama sepuluh hari, pantau tanda penyulit bagi ibu dan bayi. Kemudian

penatalaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang dibuat dan kondisi

fisik ibu. Evaluasi pada kasus Ny “P” adalah kondisi ibu dalam batas normal dan

tidak ada masalah. Pembahasan pada asuhan kebidanan nifas terdapat kesenjangan

antara teori dan praktek yaitu proses involusi uteri Ny “P” lebih cepat dari teori

dikarenakan dilakukan asuhan senam nifas selama sepuluh hari secara teratur.
106

B. Saran

1. Bagi Akademik

Laporan tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan

perbandingan bagi mahasiswi kebidanan Politeknik Kesehatan Kementrian

Kesehatan Bengkulu dalam menerapkan ilmu khususnya asuhan kebidanan

pada ibu nifas normal.

2. Bagi Lahan Praktik

Laporan tugas akhir ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dalam

kunjungan nifas yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI sehingga dapat

memantau kondisi ibu nifas supaya tidak terjadi komplikasi selama masa nifas

dan dapat mengajari ibu nifas melakukan senam nifas untuk mempercepat

kembalinya involusi uterus.

3. Bagi mahasiswa

Diharapkan dengan penelitian ini, memberikan masukan kepada profesi bidan

dalam mengembangkan rencana asuhan kebidanan terhadap ibu nifas normal.

Anda mungkin juga menyukai