Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU

DENGAN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RUANG


FLAMBOYAM RUMAH SAKIT PROF. DR. W.Z YOHANES KUPANG

OLEH

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG
2024

BAB I
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP NIFAS
1.1 Pengertian
Post Partum yang baiasa disebut masa nifas ialah masa dimulainya
sesudah kelahiran plasenta dan menutupnya kandung kemih kembali ke
kondisi normal seperti sebelum hamil, dengan jangak waktu 40 Hari.
Secara etimologi, puer adalah bayi dan parous berarti melahirkan. Dalam
bahasa latin, yang disebut puerperium yaitu waktu tertentu setelah
melahirkan seorang anak. Jadi, puerperium ialah masa pulih kembali atau
masa setelah melahirkan seorang bayi (Sutanto, 2019).
Skala antara setelah melahirkan bayi hinggakembalinya organ
reproduksi seperti sebelum waktu hamil disebut masa Post
Partum.Periode post partum disebut juga peurperium atau trimester 4 dari
kehamilan dan terjadi selama 6 minggu (Anggraini et al., 2019).
1.2 Tujuan Asuhan Keperawatan Post Partum
1) Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas
Hilangnya darah sebanyak 500 ml ataupun lebih dari komponen sistem
imun mukosa yang terhubung dari sel serta jaringan yang bekerja
sebagai suatu pertahanan imun yang komplek di permukaan mukosa
setelah melahirkan disebut Pendarahan Post Partum. Penyebab
pendarahan ini yaitu perubahan tanda vitalmisalnya merasa lemah,
berkeringat dingin, kehilangan keseimbangan, menggigil, tekanan
darah sistolik <90 mmHg, nadi >100x/menit, kadar Hb kurang dari 80
gr%.
2) Mempertahankan kesehatan psikologis
Selama masa nifas, adanya pekerjaan lain sebagai ibu atau ibu nifas
yang mengalami kesakitan saat persalinan sangatlah membutuhkan
upaya pemulihan kesehatan mentalnya. Tidak sedikit ibu nifas yang
merasa tidak layak menjadi ibu yang baik untuk bayinya. Perawat
memberikan asuhan untuk menjamin kesehatan mental ibu nifas.
3) Mencegah infeksi dan komplikasi
Resiko infeksi dan komplikasi yang cukup besar terjadi pada ibu nifas.
Perawat memberikan asuhan berupa tindakan perawatan.
4) Menjaga kebersihan diri
Perawatan kebersihan pada daerah kelamin bagi ibu dengan persalinan
normal lebih kompleks daripada ibu bersalin secara operasi, karena ibu
dengan persalinan nirmal mempunyai luka episotomi pada daerah
perineum. Cara merawat perineum ibu melahirkan normal:
a. Ganti pembalut setiap 3-4 jam sekali.
b. Lepas pembalut dari vagina ke anus.
c. Sesudah buang air kecil atau saat ganti pembalut, bilas area
perineum dengan larutan antiseptik.
d. Keringkan dengan handuk lalu ditepuk-tepuk secara pelan-pelan.
e. Tidak boleh memegang area perineum sampai pulih.
f. Tidak boleh duduk terlalu lama untuk menghindari tekanan lama
pada perineum. Disarankan pada ibu bersalin untuk berbaring
miring waktu tidur dan duduk diatas bantal.
g. Dengan adanya rasa gatal menunjukkan luka perineum hampir
sembuh. Rasa gatal dapat diredakan dengan mandi berendam air
hangat.
h. Berikan saran untuk melakukan latihan senam Kegel untuk
merangsang peredaran darah di perineum.
5) Melaksanakan screening secara komprehensif
Tahap ini dilakukan bertujuan untuk mendeteksi masalah apabila ada,
kemudian merujuk serta mengobati ibu dan bayi apabila terjadi
komplikasi.
6) Memberi pendidikan laktasi serta perawatan payudara
a. Merawat payudara agar tetap bersih serta kering.
b. Gunakan bra menyusui agar nyaman waktu melaksanakan peran
sebagai ibu menyusui.
c. Menjelaskan dan mengajari tentang teknik menyusui dan pelekatan
dengan benar.
d. Oleskan kolostrum yang keluar pada sekitar puting susu tiap
sesudah menyusui. Jika puting susulecet.
e. Berikan ke Bayi ASI setiap 2-3 Jam. Apabila payudara bengkak
dan terjadi bendungan kosongkan payudara dengan memompa.
Urutlah payudara dengan cara dari pangkal menuju puting, setelah
itu keluarkanlah ASI sebagian dari arah depan payudara, agar
putting dapat menjadi lunak.
f. Memberikan semangat kepada Ibu untuk tetap menyusui dengan
baik dan benar, walaupuan masih merasakan rasa sakit setelah
melahirkan.
7) Konseling Keluarga Berencana (KB)
Berikut adalah konseling KB yang dapat diberikan bidan kepada Ibu
bersalin:
a. Setiap pasangan suami istri berhak menentukan kapan serta
bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya. Sebelum ibu
hamil kembali, pasangan suami istri harus menunggu minimal yaitu
2 tahun.
b. Perempuan akan mengalami ovulasi sebelum mendapatkan lagi
haidnya sesudah persalinan dan untuk penggunaan KB
diperlukansebelum haid pertama untuk menghindari kehamilan
baru. Pada umumnya metode KB ini bisa dimulai sesudah 2
minggu melakukan persalinan.
c. Untuk melihat hasil metode KB yang diterapkan tersebut bekerja
dengan baik atau tidak maka, suami istri 2 minggu sekali
dianjutkan untuk periksa kembali. Itu jika suami dan istri telah
memilih metode KB tertentu.
8) Mempercepat involusi alat kandungan
9) Meningkatkan kelancaran pada peredaran darah kemudiandapat
mempercepat fungsi hati serta mengeluaran sisa - sisa metabolisme.
(Sutanto, 2019).
1.3 Tahapan Masa Nifas
Ada beberapa tahapan yang di alami oleh wanita selama masa nifas, yaitu
sebagai berikut :
a. Immediate puerperium, yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu
telah di perbolehkan berdiri atau jalan-jalan.
b. Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan.
Pemulihan menyeluruh alat-alat reproduksi berlangsung selama 6-
minggu. Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah
melahirkan, inilah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan
sehat sempurna. Waktu sehat bisa berminggu-minggu, bulan dan
tahun. (Wulandari, 2020)
1.4 Adaptasi Psikologis Post Partum
Periode postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu
baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat.
Faktor-faktor yang memepengaruhi suksesnya masa transisi ke masa
menjadi orang tua pada masa psotpartum, yaitu:
1) Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
2) Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi
3) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain
4) Pengaruh budaya
Satu dua hari postpartum, ibu cenderung pasif dan tergantung. Ia
hanya menuruti nasehat, ragu-ragu dalam membuat keputusan, masih
berfikus untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, masih menggebu
membicarakan pengalaman persalinan. Periode ini diuraikan dalam tiga
tahap:
a. Fase taking in / tergantung
Waktu fase Taking In atau fase keterrgantungan adalah setelah
melahirkan sampai hari ke-2.
Ciri-Ciri :
1) Ibu berfokus pada dirinya sendiri.
2) Ibu belum aktif dan bergantung dengan orang lain.
3) Ibu khawatir akanberubahnya bentuk tubuhnya.
4) Ibu akan selalu mengulangi pengalaman ketika melahirkan.
5) Diperlukan kondisi tenang dalam tidur yang bertujuan untuk
mengembalikan keadaan ke kondisi normal seperti sebelum
melahirkan.
6) Nafsu makan Ibu biasanya bertambah sehingga ibu membutuhkan
peningkatan nutrisi. Ketika nafsu makan kurang menandakan
bahwa proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung
dengan normal.
7) Masalah mental ibu pada tahap ini meliputi, rasa bersalah sebab,
tidak siap menyusui anaknya, frustasi karena tidak mendapatkan
apa yang dibutuhkan dari anaknya, ketidaknyamanan karena
perubahan nyata yang dialami ibu selanjutnya, untuk mengandung
anak dan analisis dari pasangan dan keluarganya tentang
bagaimana benar-benar fokus pada anaknya. Cukup lihat saja tanpa
membuat perbedaan.
b. Fase taking hold / antara tergantung dan mandiri
Waktu fase taking hold atau fase transisi antara ketergantungaan dan
kemandirian adalah hari ke-3 sampai hari ke-10.
1) Kekhawatiran ibuakan ketidakmampuan merawat bayi.
2) Ibu menitikberatkan pada kapasitas sebagai orang tua dan
meningkatkan kewajiban terhadap anaknya.
3) Ibu berfokus pada pengendalian BAK, BAB, dan daya tahan tubuh.
4) Ibu berusaha mendominasi cara untuk benar-benar fokus pada anak
misalnya menyusui,menggendong, mencuci, serta mengembangkan
popok.
5) Ibu pada umumnya akan lebih terbuka untuk mendapatkan
konseling dan data dari dokter spesialis, perawat, dan bidan.
c. Fase letting go / mandiri
Hari ke-10 hingga akhir masa nifas disebut fase mandiri. Ciri-ciri :
1) Ibu merasa lebih percaya diri terhadap perawatan diri serta bayinya.
2) Tanggung jawab seorang ibu dalam merawat bayinya dan
memahami kebutuhan bayi. (Sutanto, 2019)
1.5 Adaptasi Fisiologis Post Partum
Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami
perubahan setelah melahirkan antara lain:
1) Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus
Uterinya (TFU).
Waktu TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gr
1 minggu ½ pst symps 500 gr
2 minggu Tidak teraba 350 gr
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Normal 30 gr
Tabel. Perubahan Uterus
2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya
proses involusi.
Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya:
a) Lokhea rubra Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4
masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
b) Lokhea sanguinolenta Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan
berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post
partum.
c) Lokhea serosa Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.
Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke14.
d) Lokhea alba Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.
Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum.
Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan
adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan
oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau
serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis,
terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila
terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut
dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar
disebut “lokhea statis”.
3) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul
kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.
4) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post
partum hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian
tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum
hamil.
5) Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan
yang berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan,
hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.
6) Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk
buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini
adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah
mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis
selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan
tersebut disebut “diuresis”.
7) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah
yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga
akan menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis,
serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-
angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna
terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
8) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah
bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada
penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari
ketiga sampai kelima postpartum
9) Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus dikaji antara lain:
a) Suhu badan Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan
naik sedikit (37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam
keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari
ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan Air Susu Ibu
(ASI). Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada
endometrium.
b) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit.
Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut
nadi yang melebihi 100x/ menit, harus waspada kemungkinan
dehidrasi, infeksi atau perdarahan post partum.
c) Tekanan darah Tekanan darah biasanya tidak berubah.
Kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat
post partum menandakan terjadinya preeklampsi post partum.
d) Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga
akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada
saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih
cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok. (Risa & Rika, 2014)
1.6 Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas
a. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba
(melebihi haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih
dari 2 pembalut saniter dalam waktu setengah jam).
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras.
c. Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung. Sakit Kepala yang
terus menerus. nyeri epigastrium, atau, masalah penglihatan.
d. Pembengkakan pada wajah dan tangan, deman, muntah, rasa sakit
sewaktu buang air seni, atau merasa tidak enak badan, payudara yang
memerah panas dan/atau sakit.
e. Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan, rasa
sakit, warna merah, kelembutan dan/atau pembengkakan pada kaki.
f. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri-sendiri atau
bayi.
g. Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah.
(Wilujeng & Hartati, 2018).
B. KONSEP SECTIO CAESAREA
2.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah satu bentuk persalinan dengan melakukan
sebuah insisi pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus
dengan tujuan mengeluarkan bayi. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina terdapat kendala/ suatu problem kendati metode ini
semakin umum sebagai pengganti persalinan normal (Jauniaux & Grobman,
2016). Sectio Caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syaraf rahim
dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gr (Jong, 2012).
Persalinan Sectio Caesarea merupakan proses melahirkan janin,
plasenta dan selaput ketuban melalui dinding perut dengan cara membuat
irisan pada dinding perut dan rahim, dilakukan dengan tujuan agar
keselamatan ibu dan bayi dapat ditangani dengan baik (Oxorn, 2012).
Tindakan SC dilakukan karena adanya komplikasi dan penyulit yang
dapat menyebabkan kematian bagi ibu. Indikasi SC secara klinis dibagi
menjadi 3, yaitu indikasi ibu, utero-plasental dan janin. Panggul dan rahim
pada ibu dengan usia ≤ 20 tahun belum berkembang dengan baik sehingga
dapat menjadi penyulit persalinan. Selain itu risiko kematian akibat persalinan
pada wanita usia 35 tahun juga 3 kali lebih tinggi dari kelompok usia
reproduksi sehat (21-35 tahun) (Saifudin, 2013).
2.2 Tujuan Asuhan Keperawatan Post Op Section Caesarea
Asuhan keperawatan post SC dilakukan untuk menggali dan
mengatasi masalah yang muncul akibat insisi pembedahan, diberikan secara
menyeluruh dan komprehenensif baik dari segi bio-fisio-psiko dan spiritual
(Perry & Potter, 2012).
Persalinan section caesarea mempunyai risiko masalah atau
komplikasi lima kali lebih tinggi dibandingkan persalinan normal. Banyak
faktor yang mempengaruhi akan hal tersebut, perdarahan atau pengeluaran
darah yang berlebih dan infeksi merupakan masalah yang sering kali dialami
oleh ibu. Perdarahan terjadi akibat terbukanya cabang-cabang arteria uterine
karena insisi atau pembedahan. Tanda infeksi pada ibu nifas post SC dapat
diamati dengan keluarnya lochea yang berlebih berbentuk layaknya nanah
dan berbau tidak sedap atau busuk, tingginya fundus uteri serta ukuran uterus
yang lebih besar dan lembek dari kondisi yang seharusnya (Ramadanty,
2019).
Nyeri muncul akibat insisi yang menimbulkan gangguan rasa nyaman.
Masalah post SC lain yang dapat muncul yakni risiko lebih tinggi bayi tidak
disusui oleh ibu dibanding dengan persalinan pervaginam, sensasi nyeri yang
dirasakan menjadi faktor penyulit sang ibu untuk menyusui banyinya, jika
inisiasi menyusui dini mengalami keterlambatan dapat berakibat penurunan
dari sekresi prolaktin. Masalah mobilitas fisik muncul dari efek insisi atau
terputusnya kontinuitas jaringan, mobilisasi ibu mengalami keterbatasan
konsekuensi dari rasa nyeri dan sekitar 68% ibu mengalami kesulitan dalam
perawatan terhadap bayinya (Mander, 2012).
2.3 Etiologi
1. Faktor Ibu
a. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 34 tahun
memiliki resiko melahirkan dengan operasi.
b. Tulang Panggul
Chephalopelvic Diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami.
c. Riwayat Sectio Caesarea Sebelumnya
Persalinan melalui bedah sesar tidak mempengaruhi persalinan
selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang
ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya tindakan pembedahan,
seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang
tidak mau membuka maka operasi bisa saja di lakukan.
d. Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat yang pendek dan ibu sulit
nafas.
e. Ketuban Pecah Dini
Robeknya kantunng ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi
harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes
keluar sehingga tinggal sedikit atau habis. (Rosenberg & Smith. 2012)
2. Faktor Janin
a. Gawat Janin
Denyut jantung janin yang lemah, normalnya berkisar antara 120-160.
Namun dengan CTG (cardiotography) denyut jantung janin melemah,
lakukan segera sectio caesarea segera untuk menyelamatkan janin.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang dapat menyebabkan proses janin tidak sesuai dengan
arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan
bokong pada posisi yang lain.
c. Faktor Plasenta
1) Plasenta Previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruhnya dari jalan lahir.
2) Plasenta Lepas (Solution Plasenta)
Merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding
rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk
menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan
oksigen atau kerucunan air ketuban.
3) Plasenta Accreta
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada
umumnya dialami pad ibu yang mengalami persalinan yang berulang
tiga kali, usia ibu rawan untuk hamil (diatas 35 tahun), dan ibu yang
pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan
menempelnya plasenta).
4) Kelainan Tali Pusat
a) Prolapsus Tali
Pusat (Tali
Pusat
Menumbang)
Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada
keadaan ini tali pusat berada didepan atau disamping atau tali pusat
sudah berada dijalan lahir.
b) Lilitan Tali
Pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya selama tali
pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi
dari plasenta ke tubuh janin tetap aman. (Rosenberg & Smith,
2012)
2.4 Jenis Sectio Caesarea
1. Sectio caesarea klasik
Yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini
dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman, bayi
besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah.
2. Sectio caesarea transperitoneal profunda
Yaitu dengan insisi pada segmen bawah rahim merupakan suatu
pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus.
3. Secti caesarea diikuti dengan histerektomi
Yaitu pengangkatan uterus setelah secti caesarea karena atonia uteri yang
tidak dapat diatasi dengan tindakan lain pada mimatousus yang besar dan
banyak atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan.
4. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Yaitu sectio sectio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan
mendorong lipatan peritoneum keatas dan kandung kemih ke bawah atau
ke garis tengah kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah.
(Hutabarat, dkk. 2022)
2.5 Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu serta janin menimbulkan persalinan normal
tidak membolehkan serta akhirnya mesti dicoba tindakan sectio caesarea,
apalagi saat ini secto caesarea jadi salah satu opsi persalinan( Sugeng, 2015).
terdapatnya sebagian hambatan ada proses persalinan yang menimbulkan bayi
tidak bisa dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture
sentralis serta lateralis, panggul kecil, partus tidak maju( partus lama),
preeklamsi, distoksia service serta mall presentasi janin keadaan tersebut
menimbulkan tindakan operasi sectio caesarea( SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang hendak
menimbulkan pasien hadapi mobilisasi sehingga hendak memunculkan
permasalahan intoleransi kegiatan. Terdapatnya kelumpuhan sementara serta
kelemahan raga hendak menimbulkan penderita tidak sanggup melaksanakan
kegiatan perawatan diri penderita secara mandiri sehingga mencuat masalaah
defisit perawatan diri. Minimnya data menimpa proses operasi, pengobatan
serta perawatan post pembedahan hendak memunculkan permasalahan
ansietas pada pasien. Tidak hanya itu dalam proses operasi pula hendak
dilakukan tindakan insisi pada bilik abdomen sehingga menimbulkan
inkontuinuitas jaringan, pembuluh darah serta saraf- saraf di wilayah insisi.
Perihal ini hendak memicu pengeluaran histamin serta prostaglandin yang
hendak memunculkan rasa perih.
Setelah itu, pada saat cedera insisi terasa perih ibu hendak merasa
malas buat bergerak sehingga hendak muncul ketidakefektifan pemberian
ASI. Sesudah seluruh proses operasi berakhir, wilayah insisi hendak ditutup
serta menimbullkan cedera post pembedahan yang apabila tidak dirawat
dengan baik hendak memunculkan permasalahan resiko infeksi. (Nurarif &
Hardhi, 2015)
Indikasi Sectio Caesarea

2.6 Pathway
Faktor Janin: Faktor Ibu:
1. Gawat janin 1. Usia
2. Letak sungsang 2. Tulang panggul
3. Faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta, 3. Riwayat sectio caesarea sebelumnya
plasenta accreta) 4. Hambatan
4. Kelainan tali pusat (prolaps tali pusat, lilitan tali pusat) 5. Ketuban

Sectio Caesarea

Pasca Operatif Post Partum

Trauma jaringan Luka bekas insisi Efek anestesi Adaptasi fisiologis Adaptasi psikologis

Diskontinuitas jaringan Invasi Mempengaruhi tonus Proses laktasi Taking in Taking hold Letting go
uteri
Risiko Isapan bayi Stimulasi Hip.
Nyeri Akut Kelemahan Infeksi Atonia uteri posterior Perubahan peran
fisik
Stimulasi Hip.
Risiko perdarahan anterior
Gangguan Kurang Sekresi Ansietas
Mobilitas informasi oksitosin
Fisik tentang
mobilisasi Sekresi
prolaktin Produksi ASI
sedikit
Defisit
Pengetahuan Putting inverte
Menyusui Tidak Efektif
2.7 Komplikasi Kelahiran Sectio Caesarea
1. Infeksi puerperal : komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu
selama beberapa hari dalam masa nifas bersifat berat seperti peritonitis,
sepsis dsb.
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang-cabang srteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme
paru-paru dan sebagainya sangat jarang terjadi. Suatu komplikasi yang
baru kemudian tampak ialah kuarang kuatnya perut dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
saecarea.(Padila, 2015)
2.8 Penatalaksanaan Sectio Caesarea
1. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar,
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda
sesuai indikasi. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan.
6. Perawatan Luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
7. Pemeriksaan Rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
8. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri. (Padila, 2015)
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. Darah lengkap, elektrolit
4. Golongan darah dan Urinalis
5. Amniosentesis terhadap maturitis paru janin sesuai indikasi
6. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
7. Ultrasound sesuai pesanan
(tucker, susan martin, 1998. Dalam buku aplikasi Nanda, 2015)
BAB II
KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian
yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data
dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien.
Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan
mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien (Perry,
2012).
I. Identitas pasien berisi mengenai : nama, umur, pendidikan, suku, agama, no.
rekam medis dan identitas penanggung jawab
II. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan oleh ibu nifas yaitu nyeri
b. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat penyulit dalam persalian sehingga diharuskan untuk SC
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengalaman perawatan kesehatan meliputi riwayat penyakit yang pernah
dialami pasien, riwayat alergi terhadap makanan atau obat serta gaya
hidup
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan adanya riwayat penyakit kronis atau akut seperti :
hipertensi, DM,penyakit jantung yang mana bisa berpengaruh pada masa
nifas
e. Riwayat perkawinan
Jumlah perkawinan, status persalinan
f. Riwayat menstruasi
Usia menarche, siklus menstruasi meliputi karakteristik darah yang
keluar, keluhan yang dirasakan selama menstruasi, mengetahui Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT)
g. Riwayat kelahiran
Riwayat kehamilan sebelumnya (usia dan faktor penyulit), riwayat
persalinan sebelumnya (jenis, penolong, penyulit), komplikasi pada masa
nifas (perdarahan, laserasi, infeksi) dan jumlah anak
h. Riwayat keluarga berencana
Jenis KB yang digunakan serta masa penggunaan KB

III. Pola Fungsional Gordon


a. Pola manajement kesehatan dan persepsi : pengetahuan terhadap status
kesehatan pasien, persepsi sehat sakit bagi pasien, manajemen terhadap
kesehatan, pemeriksaan diri, perilaku dalam menghadapi masalah
kesehatan
b. Pola nutrisi-metabolik: gambaran tentang pola makan dan minum, jenis
makanan, frekuensi, porsi serta makanan pantangan. Pola nutrisi dapat
mempengaruhi produksi ASI pada ibu nifas. Nutrisi yang baik akan
mempercepat proses penyembuhan post op SC.
c. Pola eliminasi : gambaran pola fungsi skresi pada buang air kecil dan
besar. Meliputi frekuensi, konistensi bau dan warna, serta kebiasaan saat
buang air ataupun kendala.
d. Pola aktivitas latihan : gambaran pola kegiatan pasien setiap hari. Pada
pola ini yang perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses pengembalian alat-
alat reproduksi. Apakah ibu melakukan ambulasi seperti misalnya,
seberapa sering, apakah ada kesulitan, dengan bantuan atau sendiri
e. Pola istirahat-tidur : menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien,
berapa jam pasien tidur, kebiasaan tidur siang, serta penggunaan waktu
luang seperti pada saat menidurkan bayi, ibu juga harus ikut tidur
sehingga istirahat-tidur terpenuhi
f. Pola persepsi-kognitif : menggambarkan tentang pengindraan
(pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba). Biasanya
ibu yang tidak mampu untuk menyusui bayi akan menghadapi kecemasan
tingkat sedang panik dan akan mengalami penyempitan persepsi yang
dapat mengurangi fungsi kerja dari indra
g. Pola konsep diri-persepsi diri : menggambarkan tentang keadaan sosial
(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), identitas personal
(kelebihan dan kelemahan diri), keadaan fisik (bagian tubuh yang disukai
dan tidak), harga diri (perasaan mengenai diri sendiri), riwayat yang
berhubungan dengan masalah fisik atau psikologis pasien
h. Pola hubungan-peran : menggambarkan peran pasien terhadap keluarga,
kepuasan atau ketidakpuasan menjalankan peran, struktur dan dukungan
keluarga, proses pengambilan keputusan, hubungan dengan orang lain
i. Pola seksual-reproduksi : masalah pada seksual-reproduksi, menstruasi,
jumlah anak, pengetahuan yang berhubungan dengan kebersihan
reproduksi.
j. Pola toleransi stress-koping : menggambarkan tentang penyebab, tingkat,
respon stress, strategi koping yang biasa dilakukan untuk mengatasi
stress
k. Pola keyakinan-nilai : menggambarjan tentang latar belakang budaya,
tujuan hidupp pasien, keyakinan yang dianut, serta adat budaya yang
berkaitan dengan kesehatan.

IV. Pemeriksaan fisik


a. Keadaan umum : tingkat kesadaran, jumlah GCS, tanda tanda vital
(tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh), berat
badan, tinggi badan, dan lingkar lengan atas (LILA).
b. Pemeriksaan Haed to Toe
1) Kepala : amati wajah pasien (pucat atau tidak), adanya kloasma.
2) Mata : konjungtiva (anemis atau tidak anemis)
3) Leher : adanya pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, adanya
pembengkakan kelenjar limpha atau tidak
4) Dada : Inspeksi: payudara (warna areola (menggelap atau tidak),
putting (menonjol atau tidak), pengeluaran ASI (lancar atau tidak),
pergerakan dada (simetris atau tidak), penggunaan otot bantu
pernafasan.
Auskultasi : bunyi nafas vaskuker atau tidak
Perkusi : perkusi paru dulnes
5) Abdomen : adanya linea atau striae, keadaan uterus (normal atau
abnormal), kandung kemih (bisa buang air kecil atau tidak).
6) Genetalia : kaji kebersihan genetalia, lochea (normal atau abnormal),
adanya hemoroid atau tidak
7) Ekstremitas : adanya oedema, CRT

V. Data Fokus
1. Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala,
apakah ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat
chloasma gravidarum pada ibu post partum. Pada pemeriksaan mata
meliputi kelengkapan dan kesimetrisan mata,kelompok mata,
konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio
caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan
oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses persalinan yang
mengalami perdarahan.
2. Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami bendungan
ASI meliputi bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri
tekan, kedua puting susu menonjol, areola hitam, warna kulit tidak
kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya keluar sedikit.
3. Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas
operasi apakah ada tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah
terdapat striae dan linea), auskultasi (peristaltic usus normal 5-35
kali permenit), palpasi (kontraksi uterus baik atau tidak).
4. Pada pemeriksaan genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah ada
hematoma, oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi
warna, jumlah, dan konsistensinya).
5. Pada pemeriksaan kandung kemih diperiksa apakah kandung kemih
ibu penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk berkemih, jika ibu
tidak mampu lakukan kateterisasi.
6. Pada pemeriksaan integument meliputi warna, turgor, kerataan
warna, kelembaban, temperatur kulit, tekstur, hiperpigmentasi.
7. Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau tidaknya varises,
oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada
betis, pemeriksaan human sign.
8. Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi
klien, proses berpikir, kemauan atau motivasi serta persepsi klien.
(Dermawan,2012).
VI.Data penunjang
Darah : pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin 13-14 jam pasca
persalinan (apabila nilai Hb dibawah 10% dibutuhkan sumplemen FE)
eritrosit,trombosit dan leukosit.

2.2 Diagnosis Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap
protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. (D.0077)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan dengan
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, ROM
menurun (D.0054)
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
dibuktikan dengan menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan
perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah. (D.0111)
4. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (D.0142)
5. Risiko perdarahan dibuktikan dengan komplikasi pasca partum, tindakan
pembedahan (D.0012)
6. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI,
anomali payudara ibu (mis. putting yang masuk ke dalam),
ketidakadekuatan refleks oksitosin, dibuktikan dengan kelelahan maternal,
kecemasan maternal, bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu, ASI
tidak menetes/memancar, BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam,
nyeri dan/atau lecet terus menerus setelah minggu kedua (D.0029)
7. Ansietas berhubungan dengan berhubungan krisis situasional, kurang
terpapar informasi, dibuktikan dengan merasa bingung, merasa khawatir
dengan kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur.
(D.0080)
2.3 Intervensi

No Diagnosa Luaran Intervensi


1. (D.0077) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
Nyeri akut keperawatan selama 3x24 Observasi
berhubungan jam. Maka tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan agen menurun (L.08066) dengan kualitas, intensitas nyeri
pencedera fisik kriteria hasil : kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
(prosedur operasi) menuntaskan aktivitas 3. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
dibuktikan dengan meningkat (5), keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
pasien mengeluh menurun (5), meringis nyeri
nyeri, tampak menurun (5), sikap protektif 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
meringis, bersikap menurun (5), kesulitan tidur 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
protektif, gelisah, menurun (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
frekuensi nadi 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
meningkat, sulit diberikan
tidur. 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
10. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
18. Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. (D.0054) Setelah dilakukan intervensi (I.05173)
Gangguan keperawatan selama 3x24 Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik jam. Maka Mobilitas fisik Observasi
berhubungan meningkat (L.05042) dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan nyeri kriteria hasil : pergerakan 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
dibuktikan dengan ekstremitas meningkat (5), 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
mengeluh sulit kekuatan otot meningkat (5), memulai mobilisasi
menggerakkan ROM meningkat (5), nyeri 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
ekstremitas, menurun (5), kakku sendi Terapeutik
kekuatan otot menurun (5), gerakan terbatas 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar
menurun, ROM menurun (5), kelemahan fisik tempat tidur)
menurun menurun (5) 6. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis:
duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
3. (D.0111) Setelah dilakukan intervensi Edukasi kesehatan (I.12383)
Defisit keperawatan selama 3x24 Observasi
pengetahuan jam. Maka Tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
berhubungan pengetahuan meningkat 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
dengan kurang (L.121111) dengan kriteria menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
terpapar informasi hasil : perilaku sesuai anjuran Terapeutik
dibuktikan dengan meningkat (5), kemampuan 3. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
menanyakan menjelaskan pengetahuan 4. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
masalah yang tentang suatu topik meningkat 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
dihadapi, (5), perilaku sesuai Edukasi
menunjukkan pengetahuan meningkat (5) 6. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
perilaku tidak 7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
sesuai anjuran, 8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat
persepsi yang
keliru terhadap
masalah.
4. (D.0142) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi (I.14539)
Resiko infeksi keperawatan selama 3x24 Observasi
dibuktikan dengan jam. Maka Tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
efek prosedur menurun Terapeutik
invasif (L.14137) dengan kriteria 2. Batasi jumlah pengunjung
hasil : kebersihan tangan 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
meningkat (5), nafsu makan 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
meningkat (5), demam lingkungan pasien
menurun (5), kemerahan 5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
menurun (5), nyeri menurun Edukasi
(5), bengkak menurun (5), 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
cairan berbau busuk menurun 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
(5), kadar sel darah putih 8. Ajarkan etika batuk
membaik (5) 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Setelah dilakukan intervensi 11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
keperawatan selama 3x24 Kolaborasi
jam. Maka Integritas kulit 12. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
dan jaringan meningkat
(L.14125) dengan kriteria Perawatan luka (I.14564)
hasil : elastisitas meningkat Observasi
(5), hidrasi meningkat (5), 1. Monitor karakteristik luka (mis: drainase, warna, ukuran ,
perfusi jaringan meningkat bau)
(5), kerusakan jaringan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
menurun (5), kerusakan Terapeutik
lapisan kulit menurun (5), 3. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
nyeri menurun (5), 4. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
perdarahan menurun (5), 5. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
kemerahan menurun (5), sesuai kebutuhanBersihkan jaringan nekrotik
hematoma menurun (5), suhu 6. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
kulit membaik (5) 7. Pasang balutan sesuai jenis luka
8. Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka
9. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
10. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien
11. Berikan diet dengan kalori 30 – 35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25 – 1,5 g/kgBB/hari
12. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis: vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
Edukasi
13. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
14. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
15. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
5. (D.0012) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan perdarahan (I.02067)
Risiko perdarahan keperawatan selama 3x24 Observasi
dibuktikan dengan jam. Maka Tingkat 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
komplikasi pasca perdarahan menurun 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
partum, tindakan (L.02017) dengan kriteria kehilangan darah
pembedahan hasil : kelembaban tingkat 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
mukosa meningkat (5), 4. Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT), partial
kelembababn kulit meningkat thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin
(5), distensi abdomen dan/atau platelet)
menurun (5), perdarahan Terapeutik
pasca operasi menurun (5), 5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
hemoglobin membaik (5), 6. Batasi tindakan invasive, jika perlu
hematokrit membaik (5), Edukasi
tekanan darah membaik (5), 7. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
suhu tubuh membaik (5) 8. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
Setelah dilakukan intervensi 9. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
keperawatan selama 3x24 10. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
jam. Maka Status cairan 11. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
membaik (L.03028) dengan Kolaborasi
kriteria hasil : kekuatan nadi 12. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
meningkat (5), turgot kulit perlu
meningkat (5), output urine 13. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
meningkat (5), pengisian 14. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
vena meningkat (5), perasaan
lemah menurun (5), kadar Hb Pemantauan cairan(I.03121)
membaik (5) Observasi
1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi napas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian kapiler
6. Monitor elastisitas atau turgor kulit
7. Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
8. Monitor kadar albumin dan protein total
9. Monitor intake dan output cairan
10. Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis: frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
11. Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis:
prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka
bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pancreas,
penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
12 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
pasien
13 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
15. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
16. Dokumentasikan hasil pemantauan
6. (D.0029) Setelah dilakukan intervensi Edukasi menyusui (I.12393)
Menyusui tidak keperawatan selama 3x24 Observasi
efektif jam. Maka Status menyusui 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
berhubungan membaik (L.03029) dengan 2. Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
dengan kriteria hasil: perlekatan bayi Terapeutik
ketidakadekuatan pada payudara ibu meningkat 1. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
suplai ASI, anomali (5), kemampuan ibu 2. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
payudara ibu (mis. memposisikan bayi dengan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
putting yang masuk benar meningkat (5), miksi 4. Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui
ke dalam), bayi lebih dari 8 kali/24 jam, 5. Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga
ketidakadekuatan berat badan bayi meningkat Kesehatan, dan masyarakat
refleks oksitosin, (5), pancaran ASI meningkat Edukasi
dibuktikan dengan (5), hisapan meningkat (5) 1. Berikan konseling menyusui
kelelahan maternal, 2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
kecemasan 3. Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan (latch on) dengan
maternal, bayi tidak benar
mampu melekat 4. Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan
pada payudara ibu, mengkompres dengan kapas yang telah diberikan minyak
ASI tidak kelapa
menetes/memancar, 5. Ajarkan perawatan payudara post partum (mis: memerah
BAK bayi kurang ASI, pijat payudara, pijat oksitosin)
dari 8 kali dalam
24 jam, nyeri Konseling laktasi (I.03094)
dan/atau lecet terus Observasi
menerus setelah 1. Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan
minggu kedua konseling menyusui
2. Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
3. Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses
menyusui
Terapeutik
4. Gunakan Teknik mendengarkan aktif (mis: duduk sama
tinggi, dengarkan permasalahan ibu)
5. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
Edukasi
6. Ajarkan Teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu.
7. Ansietas Setelah dilakukan intervensi Reduksi ansietas (I.09314)
berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi
dengan jam. Maka Tingkat ansietas 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi,
berhubungan krisis menurun (L.09093) dengan waktu, stresor)
situasional, kurang kriteria hasil 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
terpapar informasi, 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
dibuktikan dengan Terapeutik
merasa bingung, 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
merasa khawatir kepercayaan
dengan kondisi 5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
yang dihadapi, memungkinkan
tampak gelisah, 6. Pahami situasi yang membuat ansietas
tampak tegang, 7. Dengarkan dengan penuh perhatian
sulit tidur. 8. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
(D.0080) 9. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
10. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
11. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
12. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
13. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
14. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
15. Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012).
2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Manurung, 2011)
Menurut Mufidaturrohmah (2017) evaluasi perkembangan kesehatan
pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui
perawatan yang diberikan dapat dicapai dan memberikan umpan balik
terhadap perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur,
proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif adalah hasil dari umpan
balik selama proses keperawatan berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah proses keperawatan selesai
dilaksanakan dan memperoleh informasi efektifitas pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA

IImiasih. 2020. identifikasi skala nyeri kelompok intervensi menggunakan


biblioterapi dan lidokain spray pada anak yang dilakukan tindakan invasif.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, 12 No. 2.
https://doi.org/https://doi.org/10.36760/jka.v13i2.125 Keywords: diakses pada 12
mei 2022
Jauniaux, E., & Grobman, W. . (2016). Textbook of Caesarean Section (1st ed.).
Oxford University Press.
Jong, W. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC.
Mander, R. 2012. Nyeri Persalinan. EGC.
Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri. EGC.
Moore. 2013. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates.
Mulyanti, D. Y. 2017. Bahan Ajar Keperawatan Dokumentasi Keperawatan (1st
ed.). Kementrian Kesehatan RI.
Oxorn. 2012. Ilmu Kebidanan. Yayasan Essentia Medica.
Perry & Potter. 2012. Fundamental Keperawatan, Konsep, Klinis Dan Praktek.
EGC.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Saifudin. 2013. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sitorus. 2012. Operasi Caesar : Pengantar dari A sampai Z. Edsa Mahkot.
Tamsuri. 2015. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. EGC.

Anda mungkin juga menyukai