Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Post Partum

2.1.1 Pengertian Post Partum

Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (2019), post

partum merupakan masa yang dimulai setelah wanita melahirkan sampai

kira-kira 6 minggu.

Post partum merupakan masa pemulihan yang dimulai ketika selesai

persalinan sampai alat-alat kandungan kembali sebelum hamil, lama masa

nifas sekitar 6-8 minggu (Zubaidah et al, 2021).

Post partum merupakan masa transisi baik fisik dan psikologis bagi

ibu dan keluarga. Semua anggota keluarga harus beradaptasi dengan

struktur keluarga baru, menyatukan bayi baru lahir ke dalam sistem

keluarga yang sudah ada dan mengembangkan pola interaksi yang berbeda

dalam unit keluarga tersebut (Reeder, 2014).

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa post partum adalah masa yang berlangsung dari bayi lahir sampai 6

minggu dan dalam masa ini terjadi pemulihan organ-organ reproduksi

kepada keadaan tidak hamil serta terjadi masa transisi baik fisik maupun

psikologis pada ibu dan keluarga.

7
8

2.1.2 Tujuan Asuhan Post Partum

Asuhan post partum diperlukan dalam periode ini karena merupakan

masa kritis bagi ibu dan bayinya. Adapun tujuan dari Asuhan pada post

partum adalah sebagai berikut:

a. Menjaga keadaan ibu dan bayi baik secara fisik maupun psikologis.

b. Membantu ibu beserta pasangannya selama masa transisi awal dalam

mengasuh anak.

c. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah dan

mengobati atau merujuk bila terjadi masalah komplikasi pada ibu dan

bayi.

d. Observasi pemulihan fisiologis dan psikologis.

e. Meningkatkan pemulihan fungsi tubuh.

f. Meningkatkan kenyamanan dan istirahat ibu.

g. Memberikan kesempatan ibu untuk merawat sendiri bayinya.

h. Memberi pendidikan kesehatan perawatan mandiri dan bayi secara

efektif

(Zubaidah et al, 2021)

2.1.3 Periode Post Partum

Periode post partum (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8

minggu setelah persalinan, proses ini dimulai setelah selesainya persalinan

dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum

hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis dan

psikologi karena proses persalinan.


9

Tahapan yang terjadi selama post partum yaitu:

a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu dibolehkan untuk berdiri

dan berjalan.

b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan alat-alat genetalia yang

lamanya 6-8 minggu.

c. Remote puerperium yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pulih sehat

sempurna terutama saat hamil atau melahirkan mengalami komplikasi.

Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu, berbulan bahkan

bertahun.

(Zubaidah et al, 2021)

2.1.4 Perubahan Fisiologis Post Partum

Perubahan yang terjadi pada Ibu post partum, yaitu:

a. Sistem Reproduksi

1. Uterus

Setelah plasenta lahir, uterus akan mulai mengeras karena

kontraksi dan relaksasi otot-ototnya. Uterus berangsur-angsur

mengecil sampai keadaan sebelum hamil.

Tabel 2.1
Perubahan Uterus
Waktu TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gr
1 minggu ½ pst symps 500 gr
2 minggu Tidak teraba 350 gr
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Normal 30 gr
Sumber: Wahyuningsih dan Mahasiswa D3 Keperawatan, 2019.
1

2. Lochea

Lochea atau cairan berasal dari kavum uteri dan vagina

selama masa post partum . Berikut beberapa jenis dari lochea:

a) Lochea Rubra

Cairan ini muncul pada hari ke 1-4 masa post partum. Cairan

yang keluar berwarna merah berisi darah segar dan sia-sisa

selaput ketuban, desidua, verniks kaseosa, lanugo dan

mekonium.

b) Lochea Sanguilenta

Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir

berlangsung selama 3-7 hari post partum.

c) Lochea Serosa

Cairan ini berwarna kuning karena mengandung serum,

jaringan desidua, leukosit dan eritrosit. Muncul pada hari ke 7-

14 post partum.

d) Lochea Alba

Cairan ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,

selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea

ini bisa berlagsung selama 2-6 minggu post partum.

3. Vulva dan Vagina

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami

penekanan serta peregangan yang sangat besar dan berangsur


1

angsur luasnya akan berkurang, tetapi jarang sekali kembali ke

ukuran sebelum multipara.

4. Serviks

Setelah persalinan serviks menganga dan dalam 4 minggu

rongga bagian luarnya baru kembali normal

(Wahyuningsih dan Mahasiswi D3 Keperawatan, 2019).

b. Sistem Pencernaan

Setelah 2 jam pasca persalinan ibu akan merasa lapar, kecuali

ada komplikasi persalinan tidak ada alasan untuk menunda pemberian

makan. Konstipasi bisa terjadi karena kondisi psikis ibu, biasanya

karena takut BAB akibat adanya luka jahitan di perineum

(Wahyuningsih dan Mahasiswi D3 Keperawatan, 2019).

c. Sistem Perkemihan

Pelvis ginjal yang terenggang dan dilatasi selama kehamilan,

akan kembali normal pada akhir minggu ke-4 (Wahyuningsih dan

Mahasiswi D3 Keperawatan, 2019).

d. Sistem Muskuloskeletal

Ligamen, fasia, diafragma dan pelvis yang meregang selama

kehamilan akan berangsur-angsur mengecil seperti semula

(Wahyuningsih dan Mahasiswi D3 Keperawatan, 2019).

e. Sistem Endokrin

Menurut Wahyuningsih dan Mahasiswa D3 Keperawatan

(2019), hormon-hormon yang berperan adalah:


1

1. Hormon Oksitosin

Hormon oksitosin berperan dalam kontraksi uterus untuk

mencegah perdarahan post partum, membantu uterus kembali

normal. Dan isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan

sekresi oksitosin.

2. Hormon Prolaktin

Hormon prolaktin beperan dalam memproduksi ASI, dimana

hormon ini dihasilkan oleh kelenjar pituitrin. Jika ibu post partum

tidak menyusui selama 14-21 hari maka akan timbul menstruasi.

3. Hormon Plasenta

Selama periode post partum terjadi perubahan hormon yang

besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang

diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat

pasca persalinan.

4. Hipotalamik Pituitary Ovarium

Hipotalamik pituitary ovarium mempengaruhi lamanya ibu

untuk mendapatkan menstruasi pada ibu yang menyusui dan tidak

menyusui. Pada ibu yang menyusui akan mendapat menstruasi

pada minggu ke 6 berkisar 16% sedangkan pada ibu yang tidak

menyusui berkisar 40%.

f. Perubahan Tanda-Tanda Vital

1. Suhu Tubuh
1

Suhu tubuh saat post partum dapat naik kurang lebih 0,5 ℃

dari keadaan normal. Kenaikan suhu tubuh ini akibat dari kerja

keras saat proses melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.

Kurang lebih pada hari ke 3 suhu tubuh akan naik lagi karena ada

pembentukan ASI, payudara menjadi bengkak dan berwarna merah

karena banyaknya ASI. Apabila suhu tidak turun dan suhu diatas

38 derajat celcius kemungkinan terjadi infeksi pada endometrium,

mastitis, traktus genetalis.

2. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa yaitu 60-100 x/menit,

setelah melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Setiap

denyut nadi yang melebihi 100 x/menit adalah abnormal dan

mengindikasikan adanya infeksi atau perdarahan post partum.

3. Pernafasan

Frekuensi pernapasan normal pada orang dewasa adalah 16-

24 x/menit. Pada ibu post partum umumnya pernapasan lambat atau

normal, karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi

istirahat bila pernapasan pada masa post partum cepat >30 x/menit ,

kemungkinan adanya tanda-tanda syok.

4. Tekanan Darah

Pasca melahirkan pada kasus normal biasanya tekanan darah

tidak berubah 140/90 mmHg perubahan tekanan darah menjadi

lebih rendah bisa jadi karena perdarahan. Sedangkan perubahan


1

tekanan darah menjadi lebih tinggi pada ibu post partum

merupakan tanda terjadinya preeklamsi post partum.

(Rukiyah & Yulianti, 2018)

2.1.5 Perubahan Psikologi Post Partum

Perubahan fisiologis pada ibu post partum akan diikuti juga oleh

perubahan psikologis secara simultan sehingga ibu harus beradaptasi

secara menyeluruh.

Menurut Aritonang & Simanjuntak (2021), fase-fase yang akan

dialami oleh ibu post partum antara lain:

a. Fase Ketergantungan (Taking In)

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung

selama satu sampai dua hari setelah melahirkan. Pada fase ini,

perhatian ibu hanya berfokus pada dirinya sendiri sehingga cenderung

pasif terhadap lingkungannya. Ibu sangat membutuhkan orang lain

untuk membantu kebutuhannya yang utama adalah istirahat, tidur dan

makan untuk proses pemulihannya.

Gangguan psikologi yang dialami oleh ibu pada fase ini yaitu:

1. Kekecewaan pada bayinya.

2. Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami.

3. Rasa bersalah karena ASI belum keluar.

b. Fase antara Ketergantungan dan Mandiri (Taking Hold)

Fase ini terjadi selama hari ketiga hingga hari kesepuluh pasca

melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan


1

dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Jika Ibu merawat

bayinya, maka Ia harus memperhatikan kualitas dan kuantitas

produksi ASInya.

c. Fase Penerimaan Peran Baru (Letting Go)

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah

mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi

peningkatan akan perawatan diri dan bayinya.


1

2.1.6 Pathway Post Partum

Bagan 2.1

Pathway Post Partum

Post partum spontan

Perubahan Fisiologis

Sistem Sistem Sistem


reproduksi kardiovaskuler endokrin

Servik, vagina, Penurunan volume Estrogen menurun


perineum darah
Produksi
Episiotomi Perfusi prolaktin
perifer tidak menurun

Nyeri akut
Kurang pengetahuan
tentang manajemen
Ganguuan
laktasi
mobilitas fisik
Isapan bayi tidak ASI tidak
adekuat keluar
Risiko infeksi
Menyusui tidak
efektif

Sumber : Zubaidah et al, 2021


1

2.2 Konsep Ketuban Pecah Dini

2.2.1 Pengertian Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini (KPD) adalah ketuban yang pecah sebelum

waktunya. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan 3 cm

dan pada multipara kurang dari 5 cm. hal ini dapat terjadi pada kehamilan

aterem (Rohmawati & Fibriana, 2017).

Ketuban pecah dini (premature rupture of membrane) merupakan

pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan dimulai. Selaput

ketuban yang pecah sebelum sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut

dengan ketuban pecah dini preterm (preterm premature rupture of

membrane) (Negara, 2021).

KPD didefinisikan sebagai pecahnya atau rupturnya selaput amnion

sebelum dimulainya persalinan atau pecahnya selaput amnion sebelum

usia kehamilan 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi, KPD juga dapat

diartikan pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada

akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Erik, 2012).

2.2.2 Etiologi Ketuban Pecah Dini

Penyebab dari KPD Belum diketahui secara pasti, namun sering

terjadi pada kehamilan yang disertai dengan:

a. Peningkatan tekanan intra uteri pada kasus kehamilan ganda,

polihidramnion.

b. Proses inflamasi urogenital pada kasus infeksi menular seksual yang

dapat menjalar sampai terjadi karioamnionitis.


1

c. Trauma saat masa kehamilan misalnya jatuh , hubungan seksual,

pemeriksaan dalam dan amniosintesis.

d. Faktor genetik yang sering dihubungkan dengan rendahnya vitamin C

dalam tubuh seseorang.

(Amrini & Yunitasari, 2016)

2.2.3 Klasifikasi Ketuban Pecah Dini

Berdasarkan waktunya KPD dibedakan menjadi:

a. Ketuban pecah pada usia premature (<37 minggu) disebut dengan

ketuban pecah premature yang dapat memicu terjadinya persalinan

premature).

b. Ketuban pecah pada aterm (>37 minggu) atau apabila ketuban pecah

ketika ibu masih berada pada kala I fase laten dimana masih

memerlukan waktu > 12 jam untuk sampai pada pembukaan lengkap.

(Amrini & Yunitasari, 2016).

2.2.4 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini

Selaput ketuban yang pecah saat persalinan disebabkan oleh

melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang

berulang. Biasanya kontraksi pada uterus yang menyebabkan KPD, namun

10% kejadian KPD muncul sebelum terjadi kontraksi pada uterus pada

kehamilan aterm dan sebanyak 40% pada kehamilan preterm. Hal itu

menunjukkan bahwa kekuatan kontraksi yang menyebabkan peregangan

bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan pecahnya selaput ketuban

(Nagara, 2021).
1

KPD juga dapat terjadi karena adanya penurunan jumlah kolagen

yang menyebabkan kekuatan membran selaput ketuban menjadi lemah

atau terjadinya peningkatan tekanan intraamniotik dan pada kasus infeksi

terjadi respon inflamasi dan pelepasan bakterial protease dan kolagenase

yang menyebabkan penurunan kekuatan kolagen di dalam selaput ketuban

(Amrini & Yunitasari, 2016).

2.2.5 Komplikasi Ketuban Pecah Dini

Menurut Amrini & Yunitasari pada tahun 2016 komplikasi yang

dapat terjadi pada ibu dan janin adalah:

a. Pada Ibu

Komplikasi yang sering terjadi pada ibu pada kejadian KPD

adalah infeksi yang dapat berkembang secara transenden dan bisa

sampai pada kondisi septikemia yang dapat menyebabkan kematian

apabila tidak segera ditangani dengan tepat. Contoh kasus infeksi

akibat dari KPD adalah endometritis dan peritonitis yang terjadi pada

saat ibu memasuki periode post partum. Dampak selanjutnya adalah

terjadinya perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri.

b. Pada Janin

Risiko infeksi akibat invasi mikrobakteri yang berjalan secara

transenden dari jalan lahir dapat pula berdampak pada janin. Apabila

terdapat tanda-tanda infeksi, maka dapat memicu kondisi distress

janin yang bisa berdampak buruk seperti deformitas, asfiksia, bahkan

kematian. Akibat cairan ketuban yang merembes terus-menerus.


2

Selain itu KPD yang terjadi pada usia kehamilan <37 minggu

meningkatkan risiko kejadian prematur yang mungkin disertai kondisi

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Acute Respiratory Distress

Syndrome (ARDS).

2.2.6 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Menurut Ratnawati pada tahun 2017 anamnesa dan pemeriksaan

fisik yang akurat memegang peranan penting dalam penatalaksanaan kasus

KPD. Beberapa hal yang harus dikaji pada kasus KPD adalah:

a. KPD pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa

komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.

b. Jika janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, ibu dirujuk dengan

posisi panggul lebih tinggi dari badannya.

c. Jika ibu demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan dengan

KPD lebih dari 6 jam berikan obat antibiotik.

d. Bila keluarga ibu menolak untuk dirujuk, maka ibu harus beristirahat

dengan posisi berbaring kea rah samping dan berikan obat antibiotik.

e. Pada kehamilan < 32 minggudilakukan tindakan konservatif berupa

tirah baring dan berikan obat sedatif, antibiotic dan tokolisis.

f. Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 24

jam kemudian induksi persalinan.Jika terjadi infeksi akhiri kehamilan

dengan SC.

g. Pada kehamilan > 36 minggu bila terdapat his, pandu dan pimpin ibu

untuk meneran dan akselerasi jika ada inersia uteri.


2

2.3 Konsep ASI

2.3.1 Definisi ASI

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Air Susu Ibu

(ASI) pada tahun 2012 merupakan cairan hasil sekresi kelenjar payudara

ibu.

ASI eksklusif adalah pemberian secara langsung cairan putih yang

dihasilkan oleh kelenjar payudara melalui proses menyusui selama 6

bulan. ASI juga memiliki komposisi gizi yang lengkap untuk pertumbuhan

dan perkembangan bayi (Idawati et al, 2021).

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan makanan dan

minuman pada bayi usia 0-6 bulan. Pemberian ASI eksklusif selama enam

bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. ASI mengandung zat anti

infeksi yang membantu bayi untuk melawan infeksi dan penyakit. ASI

juga menciptakan respons instan terhadap infeksi dengan memproduksi

satu set imunoglobulin baru yang mempercepat sistem kekebalan bayi

dengan membunuh bakteri dan virus ( Widiartini, 2017).

2.3.2 Manfaat ASI

a. Manfaat ASI Eksklusif bagi Bayi 0-6 Bulan

Air susu yang secara alami diproduksi oleh tubuh memiliki

kandungan nutrisi yang sangat penting bagi tumbuh kembang bayi,

seperti vitamin, protein, karbohidrat, dan lemak dengan komposisi

yang mudah dicerna dibandingkan dengan susu formula. Karena itu

ASI dapat dikatakan sebagai makanan utama bayi dalam 6 bulan


2

pertama kehidupannya. Berikut manfaat pemberian ASI eksklusif

pada bayi usia 0-6 bulan menurut Idawati et al (2021) , yaitu:

1. Sistem kekebalan tubuh bayi menjadi lebih kuat

Air susu ibu mengandung zat antibodi pembentuk sistem

kekebalan tubuh yang bisa membantunya melawan bakteri dan

virus. Bayi yang diberi ASI beresiko lebih kecil untuk terserang

penyakit, seperti diare, asma, alergi, kontipasi, meningitis dan

sindrom kematian bayi mendadak.

2. Meningkatkan kecerdasan bayi

Asam lemak yang terdapat pada air susu ibu memiliki

peranan penting bagi kecerdasan otak bayi. Selain itu, hubungan

emosional antara ibu dan bayi yang terjalin selama proses

menyusui akan turut memberi kontribusi positif dalam peningkatan

kecerdasan otak bayi.

3. Menjaga berat badan ideal pada bayi

Para ahli menyatakan bahwa ASI lebih sedikit merangsang

pengeluaran hormon insulin dibanding susu formula, dimana

hormon insulin sendiri dapat meningkatkan produksi lemak. Selain

itu ASI memiliki kadar leptin yang tinggi. Leptin adalah hormon

yang memiliki peranan dalam menimbulkan rasa kenyang dan

dalam metabolisme lemak.


2

4. Menjadikan tulang bayi lebih kuat

Bayi yang diberi ASI selama tiga bulan atau lebih memiliki

tulang leher dan tulang belakang lebih kuat dibandingkan dengan

bayi yang diberi ASI kurang dari tiga bulan. Oleh karena itu ASI

eksklusif berperan penting dalam menunjang pertumbuhan tulang

bayi lebih kuat.

5. Mengurangi risiko terjadinya sindrom kematian bayi mendadak

atau Sudden Infant Death Syndrome (SIDS).

Penelitian menunjukkan bahwa efek ASI dalam mengurangi

risiko (SIDS) baru akan terlihat ketika ASI diberikan secara

eksklusif minimal tiga bulan.

b. Manfaat ASI Eksklusif bagi Ibu

Pemberian ASI Eksklusif juga memiliki manfaat bagi Ibu

menyusui, yaitu:

1. Mengatasi rasa trauma

Dapat menghilangkan trauma saat persalinan sekaligus bisa

menjadi penyemangat hidup seorang ibu.

2. Mencegah kanker payudara

ASI eksklusif juga bisa meminimalkan timbulnya resiko

kanker payudara, sebab salah satu pemicu kanker payudara adalah

kurangnya pemberian ASI eksklusif itu sendiri.


2

2.3.3 Jenis-Jenis ASI

a. ASI Pertama (Kolostrum)

ASI pertama adalah kolostrum, kolostrum merupakan cairan

pertama yang dikeluarkan oleh kelenjar payudara pada 1 hari sampai 4

hari setelah persalinan. Kolostrum berwarna kekuning-kuningan dan

mengandung protein lebih tinggi dibanding dengan kandungan protein

susu yang telah matang. Kolostrum juga memiliki kandungan laktosa

yang lebih rendah daripada susu matang. Kandungan zat

kekebalannya pun 10-17 kali lebih banyak dari kandungan susu

matang. Dibanding dengan ASI matang kolostrum jauh memiliki lebih

banyak kandungan zat kekebalan, protein anti-infeksi lainnya dan

lebih banyak mengandung sel darah putih.

b. ASI Transisi

ASI pada masa transisi diproduksi pada hari ke-4 sampai hari

ke-10 pasca kelahiran. Warna ASI ini pun jauh lebih putih ketimbang

kolostrum, jumlah volume ASI meningkat tetapi kandungan

proteinnya menurun. Selain itu, susu transisi mengandung

imunoglobin dan laktosa. Adapun jumlah kalori, lemak dan hidrat

arang semakin tinggi. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan bayi yang

mulai aktif dengan lingkungan.

c. ASI Matang atau Matur

ASI matang keluar dari hari ke-10 sampai seterusnya. ASI ini

memiliki warna putih kental dan memiliki kandungan lemak dan


2

karbohidrat yang semakin tinggi. ASI matang merupakan nutrisi bayi

yang terus berubah disesuikan dengan perkembangan bayi sampai 6

bulan. ASI matang dibedakan menjadi dua yaitu susu awal (primer)

dan susu akhir (sekunder). Susu awal adalah ASI yang keluar setiap

awal menyusui, sedangkan susu akhir adalah ASI yang keluar setiap

akhir menyusui. Susu awal menyediakan pemenuhan kebutuhan akan

air, jika bayi memperoleh susu awal dengan jumlah yang banyak,

maka semua kebutuhan akan air sudah terpenuhi. Bayi tidak akan

memerlukan lagi air minum sebelum usia 6 bulan. Susu akhir

mengandung lemak lebih banyak dari susu awal. Banyaknya

kandungan lemak pada susu akhir dapat memberikan kandungan

energi lebih besar pada ASI.

( Widiartini, 2017)

2.3.4 Komposisi ASI

Volume dan komposisi ASI berbeda pada setiap ibu tergantung

kebutuhan bayi. Ibu dengan bayi prematur mengandung lemak dan protein

yang rendah pada ASInya dan memiliki komposisi ASI laktosa yang lebih

rendah dibandingkan dengan bayi nonprematur (Widiartini, 2017).

ASI yang ibu berikan pada bayi selama 180 hari setelah melahirkan

mengandung 3,8% lemak, 0,9% protein, 7% laktosa dan 0,2% mineral-

mineral. Konsumsi ASI pada bayi sangat bervariasi, diperkirakan pada

siang hari mencapai 46% sampai 58% dari konsumsi 24 jam (Idawati et al,

2021).
2

2.3.5 Faktor-Faktor Penghambat Pemberian ASI

a. Lelah Pasca Melahirkan

Pasca melahirkan secara normal biasanya ibu akan mengalami

kelelahan, ketika ibu merasa tidak mampu untuk melakukan inisiasi

menyusui dini (IMD) sebenarnya hal tersebut tidak tepat karena

seharusnya rasa lelah ibu hilang setelah melihat dan memeluk

bayinya. Hormon cinta (oksitosin) pun akan keluar saat kontak antar

bayi dan ibunya.

b. ASI Belum Keluar

ASI yang belum keluar atau bayi yang belum/lama menemukan

puting biasanya ibu akan memutuskan untuk menghentikan IMD

karena tidak sabar.

c. ASI Pertama Dianggap Basi

Kolostrum sebagai ASI pertama dianggap basi karena memiliki

warna yang kekuningan sehingga tidak diberikan kepada bayi.

Padahal kolostrum merupakan susu yang paling unggul untuk bayi.

d. Memisahkan Bayi dari Ibunya

Bayi yang tidak diberikan kesempatan untuk kontak langsung

dengan ibunya, pemisahan ibu dan bayi membatasi bayi untuk

mendapatkan makanan yang dibutuhkannya dan membuat ASI ibu

sulit keluar.
2

e. Bayi Diberikan Susu Formula

Bayi yang sudah diberikan susu formula meskipun baru lahir

akan menghambat ketidaklancaran ASI karena tidak melakukan IMD.

Susu formula juga tidak dianjurkan karena komposisinya tidak sesuai

dengan perut bayi.

(Widiartini, 2017)

2.3.6 Penatalaksanaan Kelancaran Produksi ASI

Penatalaksanaan untuk melancarkan produksi ASI pada ibu post

partum salah satunya adalah dengan teknik non farmakologis, diantaranya

adalah:

a. Pijat Oksitosin

Pemijatan pada tulang belakang sampai tulang rusuk kelima

dan keenam dan juga merupakan upaya untuk merangsang hormon

prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan.

b. Akupresure

Akupresur untuk kecukupan ASI dapat dilakukan dengan

pemijatan atau penekanan pada beberapa titik acupoint. Akupresur

pada acupoint tersebut memberikan stimulus pada syaraf-syaraf

kelenjar payudara untuk dapat meningkatkan produksi ASI.

c. Breast care

Salah satu perawatan pada payudara ibu post partum yang dapat

meningkatkan produksi ASI.


2

d. SPEOS

Metode ini merupakan metode antara menstimulasi pijat

endorfin, pijat oksitosin dan sugestif. Manfaat metode SPEOS adalah

untuk memperlancar proses laktasi dan upaya untuk mendukung

proses pemberian ASI eksklusif

(Khusna, 2018)

2.3.7 Penilaian Kelancaran Produksi ASI

Menurut Budiati, ddk (2004) menyatakan bahwa penilaian

kelancaran produksi ASI dapat dilihat pada indikator ibu dan bayi,

indikator ibu meliputi payudara tegang terisi ASI, ibu menggunakan

payudara secara bergantian saat menyusui, frekuensi menyusui ≥ 8

kali/hari, ibu menyusui bayi tanpa jadwal, payudara terasa kosong setelah

bayi menyusu sampai kenyang dan tertidur, bayi tampak menghisap kuat

dengan irama perlahan, sedangkan indikator kelancaran produksi ASI pada

indikator bayi meliputi : BAK 6 kali/hari, berwarna jernih sampai kuning,

bayi tertidur setelah menyusu 2-3 jam dan bayi BAB 2-5 kali/hari

(Perinasia, 2004).

2.4 Konsep Akupresur

2.4.1 Definisi Akupresur

Menurut Kemenkes RI (2015), Akupresur berasal dari kata accus

dan pressure yang berarti jarum dan menekan. Akupresur merupakan

istilah yang sering diberikan untuk memberikan rangsangan pada titik


2

akupuntur dengan teknik penekanan. Penekanan ini dilakukan sebagai

pengganti dari penusukan jarum yang dilakukan di akupuntur tentunya

dengan tujuan yang sama yaitu untuk melancarkan aliran energi vital di

seluruh tubuh.

Menurut Hidayat (2020), Akupresur adalah terapi sentuhan yang

memanfaatkan prinsip-prinsip akupuntur dan pengobatan Cina, dalam

akupresur titik-titik yang digunakan sama dengan akupuntur, tetapi pada

akupresur distimulasi dengan tekanan jari bukan dengan menusuk jarum.

Menurut Setyowati (2018) Akupresur adalah salah satu bentuk

fisioterapi dengan memberikan pemijatan atau penekanan pada titik-titik

tertentu acupoint pada tubuh, akupresur juga diartikan dengan menekan

titik-titik penyembuhan menggunakan jari dan secara bertahap dapat

merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan penyembuhan diri secara

alami.

Berdasarkan dari beberapa pengertian akupresur di atas dapat

disimpulkan bahwa akupresur adalah jenis pijat khusus dengan melakukan

penekanan di berbagai titik pada tubuh. Titik titik yang digunakan dalam

pijat akupresur pada dasarnya adalah titik meridian dimana aliran energi

atau chi mengalir ke seluruh tubuh. Penekanan pada titik meridian ini

dilakukan untuk mengatasi penyumbatan dan memastikan aliran energi

lancar.
3

2.4.2 Manfaat Akupresur

Akupresur bermanfaat untuk pencegahan penyakit, penyembuhan

penyakit, dan pemulihan (rehabilitatif) serta dapat meningkatkan daya

tahan tubuh. Akupresur juga bermanfaat untuk menghilangkan nyeri, dan

gejala-gejala penyakit seperti menurunkan heart rate pada pasien struk.

Akupresur juga dapat mengatasi nyeri pada saat menstruasi dan distress

menstrual. Akupresur selain terbukti mengatasi nyeri yang bersifat umum,

akupresur juga terbukti mengatasi nyeri pada saat persalinan,

memperlancar persalinan, dan memperlancar produksi ASI pada ibu Post

Partum (Setyowati, 2018).

2.4.3 Titik - Titik Akupresur untuk Laktasi

Titik akupresur yang dilakukan pemijatan untuk laktasi adalah titik

lokal pada area payudara dengan fokus meridian ST 15, ST 16, CV 17, ST

18, SP 18. Pemijatan pada titik lokal payudara tersebut bertujuan untuk

meningkatkan produksi hormon prolaktin dan hormon oksitosin (Liliana,

2020). Selain itu dilakukan pemijatan pada titik meridian ST 36, SI 1, LI 4

dan PC 6 dimana pemijatan pada titik ini bertujuan untuk meningkatkan

energi dan kondisi rileks pada ibu post partum (Cholifah, 2014).

2.4.4 Prosedur Pelaksanaan Akupresur

Prosedur pelaksanaan Akupresur (Kemenke RI, 2017), yaitu:

a. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.

b. Pasang sarung tangan bersih.

c. Posisikan pasien sesuai dengan kebutuhan.


3

d. Anjurkan pasien rileks selama dilakukan akupresur.

e. Tentukan area yang akan dilakukan akupresur dan olesi dengan

minyak zaitun.

f. Lakukan penekanan pada titik SI 1 sebanyak 30 kali.

Gambar 2.1

Titik Meridian SI 1

Sumber: Kemenkes RI, 2017

g. Dilanjutkan dengan penekanan pada titik LI 4 sebanyak 30 kali.

Gambar 2.2

Titik Meridian LI 4

Sumber: Kemenkes RI, 2017

h. Lalu lakukan penekanan pada titik PC 6 sebanyak 30 kali.

Gambar 2.3

Titik Meridian PC 6

Sumber: Kemenkes RI, 2017


3

i. Kemudian dilanjutkan dengan penekanan pada titik ST 36 sebanyak

30 kali.

Gambar 2.4

Titik Meridian ST 36

Sumber: Kemenkes RI, 2017

j. Terakhir lakukan penekanan/pemijatan pada ST 15, ST 16, CV 17, ST

18, SP 18 sebanyak 30 kali di tiap titik akupresur tersebut.

Gambar 2.5

Titik Meridian ST 15, ST16, CV 17, ST18, SP 18

Sumber: Kemenkes RI, 2017

k. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan.

l. Lepaskan sarung tangan.

m. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.

n. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respon klien.


3

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan Post Partum dengan Indikasi Ketuban

Pecah Dini (KPD)

2.5.1 Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dari proses keperawatan yang

dilakukan dengan cara mengumpulkam data-data dari klien sehingga dapat

diketahui masalah-masalah yang ada pada klien. Adapun cara

pengumpulan datanya meliputi observasi, wawancara dan pemeriksaan

fisik (Wahyuningsih, 2019).

Adapun format pengkajian asuhan keperawatan adalah sebagai

berikut:

a. Biodata

1. Identitas Klien

Identitas klien meliputi: nama, umur, alamat, jenis kelamin,

agama, pendidikan, pekerjaan, suku, diagnosa medis, nomor

register, tanggal masuk dan tanggal pengkajian. Biasanya wanita

kelompok usia < 20 tahun atau >35 tahun , kehamilan primigravida

atau multigravida.

2. Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis

kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan

klien.
3

b. Keluhan Utama

Keluhan utama saat dikaji atau masalah yang dirasakan oleh

klien saat dilakukan pengkajian pasca persalinan.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Mencakup riwayat kehamilan dan persalinan sekarang. Klien

dengan kasus KPD ditandai dengan ketuban pecah secara tiba-tiba,

tidak merasakan nyeri sama sekali sampai satu jam dan menimbulkan

gejala seperti badan lemah, suhu meningkat dan nadi meningkat.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Penyakit yang pernah diderita oleh klien. Klien dengan KPD

biasanya memiliki riwayat KPD Sebelumya, adanya trauma

sebelumnya akibat pemeriksaan amnion, kehamilan ganda,

polihidramnion, infeksi vagina, selaput amnion yang lemah atau tipis.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga baik penyakit

keturunan, menular dan penyakit keganasan. KPD bukan termasuk

penyakit keturunan.

f. Riwayat Obstetri dan Genokologi

1. Riwayat Genokologi

Mencakup riwayat menarche (haid), perkawinan, kehamilan

dan Jenis alat kontrasepsi yang akan digunakan, lama pemakaian

dan keluhan selama pemakaian. Jenis alat kontrasepsi yang akan

digunakan setelah persalinan.


3

2. Riwayat Obstetri

a) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, menetukan

GPA.

b) Riwayat Persalinan dan Nifas.

Meliputi masalah saat kehamilan dan persalinan nifas

yang lalu.

c) Riwayat Kehamilan Sekarang

Meliputi riwayat kehamilan dari trimester 1, 2 dan 3.

Mencakup riwayat pemeriksaan, kenaikan BB, keluhan dan

terapi yang diberikan saat pemeriksaan.

d) Riwayat Persalinan Sekarang

Meliputi tanggal dan waktu bersalin, tindakan

persalinanya seperti apa, jenis kelamin bayi, BB bayi, PB bayi

dan berapa APGAR skor bayi.

g. Data Biologis

Meliputi aktivitas kehidupan sehari-sehari klien sebelum

melahirkan dan setalah melahirkan.

h. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

a) Status Kesehatan

Meliputi kondisi klien, apakah kondisi baik (tenang) atau

kondisi klien sakit (pucat, berkeringat, lemah dan sulit

bergerak).
3

b) Tingkat Kesadaran

Kemampuan merespon pertanyaan, kemampuan

memberikan perhatian selama pemeriksaan fisik.

c) Tanda-Tanda Vital

Meliputi nadi (frekuensi, irama dan kualitas), pernafasan

(frekuensi, irama, kedalaman dan pola nafas), suhu tubuh serta

tekanan darah.

2. Sistem Pernapasan

Inspeksi kedua rongga hidung bersih atau tidak, ada nyeri

tekan pada hidung atau tidak. Pengembangan dada simetris atau

tidak, irama nafas reguler atau irreguler, kaji frekuensi nafas, taktil

dan vocal fremitus terasa bergetar atau tidak, bunyi nafas resonan

atau tidak, ada suara tambahan nafas atau tidak seperti wheezing

dan ronchi atau tidak.

3. Sistem Kardiovaskuler

Terasa getaran pada daerah katup jantung atau tidak, kaji

suara jantung, auskultasi jantung apakah ada suara tambahan

bunyi jantung.

4. Sistem Pencernaan

Bibir kering atau tidak, kaji warna lidah, ada stomatitis atau

tidak, kaji apakah ada edema atau perdarahan pada gusi, kaji

kebersihan gigi, terdapat karies gigi atau tidak, kaji bentuk


3

abdomen, kaji konsistensi abdomen, ada distensi kandung kemih

atau tidak, auskultasi bising usus.

5. Sistem Perkemihan

Ada nyeri tekan pada kandung kemih atau tidak, terpasang

kateter atau tidak frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau urine.

6. Sistem Persarafan

Kaji tingkat kesadaran: compos mentis, stupor, somnolen,

apatis dan koma.

7. Sistem Panca Indera

Meliputi, fungsi penglihatan, pendengaran dan pengecapan.

8. Sistem integumen

Kaji warna kulit, kelembaban kulit, dan turgor kulit.

Kemudian kaji apakah terdapat hiperpegmintasi disekitar areola

atau tidak, terdapat kloasma gravidarum atau tidak, terdapat striae

gravidarum atau tidak, terdapat linea nigra atau tidak.

9. Sistem Musculoskeletal

a) Ekstermitas Atas

Kaji terdapat edema atau tidak pada ekstermitas atas,

pergerakan sendi apakah baik ke segala arah atau tidak, ada

nyeri tekan pada kedua lengan atau tidak, kekuatan otot penuh

atau tidak, refleks trisep dan bisep kanan kiri.


3

b) Ekstermitas Bawah

Ekstermitas dapat bergerak bebas, kadang diutamakan

adanya edema, varises pada tungkai kaki, ada atau tidaknya

trombofeblitis karena penurunan aktivitas dan refleks patella

yang baik.

10. Sistem Endokrin

Kaji terdapat varises atau tidak, terdapat edema tidak,

terdapat keloid tidak, pergerakkan sendi baik ke segala arah atau

tidak, kaji kekuatan otot, refleks patella, Homan's sign dan refleks

babinski.

11. Sistem Reproduksi

a) Payudara

Mengkaji pembesaran ukuran, bentuk, konsistensi, warna

payudara dan mengkaji kondisi puting, pembesaran puting,

kebersihan puting. Mengkaji juga apakah payudara teraba

hangat dan apakah terdapat rembesan ASI pada payudara.

b) Uterus

Kaji tinggi fundus uterus, konsistensi uterus serta

kontraksi uterus.

c) Genetala Eksterna

Adanya nyeri tekan atau edema pada alat kelamin atau

tidak, kaji lochea (warna, bau, jumlah). Serta kaji ada atau

tidaknya robekan pada perineum.


3

i. Data Psikososial dan Spiritual

1. Riwayat Psikososial

Respon klien terhadap keadanya sekarang, respon terhadap

proses persalinan dan respon terhadap bayi yang baru dilahirkan.

Serta bagaimana hubungan klien dengan keluarga, tetangga dan

respon klien terhadap perawat.

2. Riwayat Spiritual

Bagaimana kehidupan beragama (ibadah) dan bagaimana

keyakinan klien terhadap sakitnya dan spirit klien untuk

kesembuhan dirinya dan anaknya.

j. Pemeriksaan Penunjang

1. Meliputi pemeriksaan jumlah darah lengkap hemoglobin atau

hematokrit (HB/Ht)

2. Urinalis: kultur urin, darah, vaginal, dan lochea, pemeriksaan

tambahan didasarkan pada kebutuhan individual

k. Therapi

Obat yang diberikan dosis dan waktu.

2.5.2 Diagnosa Keperawatan

Masalah yang mungkin muncul pada ibu post partum spontan

menurut TIM POKJA SDKI DPP PPNI (2017), adalah:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.

1. Kode : D.0077

2. Kategori : Psikologis
4

3. Subkategori : Nyeri dan kenyamanan

4. Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif

- Mengeluh nyeri

b) Objektif

- Tampak meringis

- Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari

nyeri)

- Gelisah

- Frekuensi nadi meningkat

- Sulit tidur

b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan volum cairan

menurun.

1. Kode : D.0074

2. Kategori : Fisiologi

3. Subkategori : Respirasi

4. Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif

- (tidak tersedia)

b) Objektif

- Pengisian kapiler >3 detik

- Nadi perifer menurun atau tidak teraba

- Akral teraba dingin


4

- Warna kulit pucat

- Turgor kulit menurun

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

1. Kode : D.0054

2. Kategori : Fisiologi

3. Subkategori : Aktivitas/Istirahat

4. Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif

- Mengeluh sulit menggerakan ektermitas

b) Objektif

- Kekuatan otot menurun.

- Rentang gerak ROM menurun

d. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai

ASI.

1. Kode : D.0080

2. Kategori : Fisiologis

3. Subkategori : Nutrisi dan Cairan

4. Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif

- Kelemahan maternal

- Kecemasan maternal

b) Objektif

- Bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu


4

- ASI tidak menetes atau memancar

- BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam

- Nyeri atau lecet terus menerus setelah minggu kedua

e. Risiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive

1. Kode : D.0142

2. Kategori : Lingkungan

3. Subkategori : Keamanan
2.5.3 Intervensi Keperawatan

Tabel. 2.3

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Perencanaan

Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1. Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan Manajemen Nyeri (I.08238)
agen pencedera fisik Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
selama 3x24 jam intensitas nyeri.
diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi skala nyeri.
menurun (L.08066).  Identifikasi respon nyeri non verbal.
Dengan kriteria hasil:  Identifikasi faktor yang memperingan dan memperberat nyeri.
1. Keluhan nyeri
menurun. Terapeutik
2. Meringis menurun.  Berikan tekhnik farmakologis untuk mengurangi nyeri
3. Gelisah menurun.  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (missal suhu
4. Kesulitan tidur ruangan, pencahayaan, kebisingan)
menurun.
Edukasi
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk menurangi nyeri

43
4

Kolaborasi .
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
2. Perfusi perifer tidak efektif Tujuan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan dengan volum cairan Setelah dilakukan Observasi
menurun. tindakan keperawatan  Periksa tanda dan gejala hipovolemia. Misalnya frekuensi nadi
selama 3x24 jam meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
diharapkan perfusi nadi menurun, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
perifer meningkat urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah.
(L.02011). Dengan  Monitor intake dan output cairan.
kriteria hasil:
1. Denyut nadi perifer Terapeutik
membaik.  Berikan asupan cairan
2. Tekanan darah
normal. Kolaborasi
3. Turgor kulit  Kolaborasi pemberian cairan iv.
membaik.  Kolaborasi pemberian produk darah.
3. Gangguan mobilitas fisik Tujuan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
berhubungan dengan nyeri. Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
selama 3x24 jam  Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.
diharapkan mobilitas
fisik meningkat. Dengan Teraputik
kriteria hasil:  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (missal pagar
1. Pergerakan tempat tidur).
ekstermitas  Fasilitasi melakukan pergerakan.
meningkat.  Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan
2. Kekuatan otot pergerakan.
meningkat.

44
4

3. Rentang gerak Edukasi


meningkat.  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
4. Nyeri menurun.  Anjurkan melakukan mobilisasi dini.
5. Kecemasan menurun.  Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (missal
6. Gerakan terbatas duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
menurun. tempat tidur ke kursi).
7. Kelemahan fisik
menurun.
4. Menyusui tidak efektif Tujuan Edukasi Menyusui (I.12393)
berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi
ketidakadekuatan suplai ASI. tindakan keperawatan  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
selama 3x24 jam  Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui.
diharapkan status
menyusui membaik. Terapeutik
Dengan _riteria hasil:  Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui.
1. Berat badan bayi  Libatkan keluarga.
meningkat.
2. Miksi bayi lebih dari Edukasi
8 kali/24 jam.  Berikan konseling menyusui.
3. Tetesan atau pancaran  Jelaskan manfaat menyusui untuk ibu dan bayi.
ASI meningkat.  Ajarkan perawatan payudara post partum (terapi akupresur)
4. Suplai ASI adekuat.
5. Risiko infeksi dibuktikan dengan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
efek prosedur invasive. tindkan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.
diharapkan tingkat
infeksi menurun. Dengan Terapeutik
kriteria hasil:  Batasi jumlah pengunjung.

45
4

1. Kebersihan tangan  Berikan perawatan kulit pada area edema.


meningkat.  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien dan
2. Kebersihan badan lingkungan klien.
meningkat.  Pertahankan teknik aseptik pada klien berisiko tinggi.
3. Demam menurun.
4. Kemerahan menurun. Edukasi
5. Nyeri menurun.  Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
6. Bengkak menurun.  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
7. Kadar sel darah putih
membaik.
Sumber : (PPNI, 2017); (PPNI, 2018); (PPNI, 2019)

46
4

2.5.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan atau pelaksanaan merupakan realisasi

rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan

yang dilakukan dalam implementasi meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah

pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Walid,

2014).

2.5.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan penilaian dengan cara

membandingkan perubahan pada kondisi klien (hasil yang diamati) dengan

tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan

(Rohmah & Walid, 2014).

Evaluasi keperawatan dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi formatif

dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau evaluasi berjalan dilakukan

setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara

terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. Evaluasi

sumatif atau evaluasi akhir dilakukan setelah akhir dari tindakan

keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan,

menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan dan rekapitulasi serta

kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang

ditetapkan. Perawat dalam mengevaluasi atau memantau perkembangan


4

klien menggunakan komponen SOAP/SOAPIER. Penggunaanya tergantur

dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER adalah sebagai berikut:

a. S : Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan klien yang masih dirasakan setelah

tindakan dilakukan.

b. O : Data Objektif

Data yang diperoleh berdasarkan hasil observasi perawat secara

langsung kepada klien dan apa yang dirasakan klien setelah dilakukan

tindakan.

c. A : Analisis

Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang

masih terjadi atau dapat juga dituliskan masalah atau diagnosis baru

yang terjadi akibat dari perubahan status kesehatan klien yang telah

teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.

d. P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah dilakukan sebelumnya.

e. I : Implementasi

Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai

dengan instruksi yang telah reidentifikasi dalam perencanaan dan juga

tidak lupa menuliskan tanggal dan jam kegiatan.


4

f. E : Evaluasi

Evaluasi merupakan respon klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

g. R : Reassesment

Reassment merupakan pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencaan setelah diketahui hasil evaluasi, apalah dari rencana

tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.

(Rohmah & Walid, 2014).


5

2.6 Kerangka Teori


Bagan 2.2 Kerangka Teori

Post Partum

Nyeri Cemas Gannguan


Mobilisasi

Laktasi

Produksi ASI Berkurang

Terapi Non Titik


Terapi Akupresur
Farmakologi Akupresur
untuk Laktasi

Meningkatkan kadar
Produksi ASI
endokrin, membantu
meningkat
memaksimalkan reseptor
prolaktin dan oksitosin

Sumber : Angriani & Sudayarti, 2018 ; Renityas,2020 ; Wahyuningsih, 2019


BAB III

METODE KARYA TULIS ILMIAH

3.1 Desain

Desain karya tulis ilmiah ini menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan studi kasus untuk mengeksplorasi masalah keperawatan pada

klien post partum spontan dengan teknik penyelesaian masalah klien

menggunakan terapi akupresur untuk memperlancar produksi ASI sehingga

suplai ASI adekuat.

3.2 Subjek

Subyek yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah 2 klien

dengan post partum spontan dengan KPD yang memiliki masalah yang sama

yaitu ketidaklancaran produksi ASI dan dilakukan intervensi pelaksanaan

terapi akupresur yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi.

Berikut kriteria inklusi dan eksklusi dalam studi kasus ini adalah

a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah ibu post partum dengan

indikasi yang sama yaitu Ketuban Pecah Dini (KPD) yang mengalami

masalah produksi ASI dan bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi dalam studi kasus ini adalah ibu post partum yang

mengalami pembengkakan dan peradangan pada payudara dan tidak

bersedia menjadi responden.

51
5

3.3 Batasan Istilah

Menjelaskan definisi operasional dari istilah yang digunakan dalam

judul Karya Tulis Ilmiah.

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Istilah Definisi Operasional


1. Terapi akupresur Terapi yang dilakukan dengan cara
penekanan pada titik-titik meridian laktasi
dengan tujuan untuk merangsang
pengeluaran hormon prolaktin dan oksitosin
sehingga pengeluaran ASI lancar.

2. Produksi ASI Proses pengeluaran ASI pada klien


yang dirangsang dengan terapi akupresur
sehingga terpenuhinya indikator kelancaran
produksi ASI. Indikator tersebut meliputi,
payudara tegang terisi ASI, menyusui
menggunakan payudara secara bergantian,
frekuensi menyusui ≥ 8 kali sehari,
menyusui tanpa jadwal, payudara terasa
kosong setelah bayi menyusu sampai
kenyang dan tertidur, bayi menghisap kuat
dengan irama perlahan, BAK bayi 6 kali
sehari, urin bayi berwarna jernih dan BAB 2-
5 kali sehari.

3. Ibu Post Partum Ibu yang telah melahirkan spontan dan


pada hari ke-3 mengalami masalah
ketidaklancaran produksi ASI.

3.4 Lokasi dan Waktu

a. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan pemberian tindakan terapi akupresur pada ibu post partum di

ruang nifas RSUD Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa barat.


5

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian studi kasus dilaksanakan di RSUD Arjawinangun

Kabupaten Cirebon dan studi kasus ini dilaksanakan selama 3 hari pada

periode 9 Mei sampai dengan 28 Mei 2022.

3.5 Prosedur Penyusunan KTI

Penulis melakukan studi kasus di RSUD Arjawinangun. Data yang

dikumpulkan berupa hasil wawancara, observasi kelnacara produksi ASI,

pelaksanaan terapi akupresur dan asuhan keperawatan pada ibu post partum

spontan dengan KPD. Data yang didapatkan kemudian dirumuskan menjadi

KTI yang utuh melalui proses bimbingan KTI kemudian diujikan dalam

seminar hasil KTI sebagai pertanggung jawaban penulis terhadap studi kasus

yang telah dilakukan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Penulis melakukan pembuatan KTI yang diawali dengan pengajuan

judul proposal yang akan diambil oleh penulis. Setelah judul yang diajukan

disetujui, penulis mulai menyusun proposal dengan judul Pelaksanaan Terapi

Akupresur pada Ibu Post Partum sebagai langkah awal dalam penyusunan

KTI, kemudian dilanjutkan dengan ujian sidang proposal KTI dan setelah itu

dilakukan perbaikan. Selanjutnya penulis melakukan perizinan dengan

prosedur surat izin dari Kepala Program Studi Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Tasikmalaya Wilayah Cirebon ke pihak RSUD Arjawinangun


5

Kabupaten Cirebon. Setelah mendapat persetujuan untuk melakukan studi

kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon, penulis mulai

mengumpulkan data pengkajian untuk menentukan masalah sesuai dengan

kasus yang diambil melalui catatan medis, menanyakan kepada petugas

kesehatan lain dan melakukan observasi secara langsung untuk memastikan

kondisi klien secara nyata dengan melakukan wawancara. Data yang

diperoleh selain dari klien dan perawat, penulis juga menanyakan kepada

keluarga klien serta melakukan pemeriksaan fisik pada klien dan penulis

menentukan diagnosa keperawatan yang sama pada kedua klien yaitu

menyusui tidak efektif dengan intervensi yang sama yaitu terapi akupresur.

Selanjutnya, penulis meminta izin kepada klien atas ketersediaan klien

menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed

consent).

Penulis melaksanakan pengamatan terhadap pelaksanaan terapi

akupresur selama 3 hari. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat dan

mencatat respon klien dan produksi ASI setiap hari selama dilakukannya

terapi akupresur. Penulis kemudian mengobservasi hasil dari respon klien

setelah dilaksanakan terapi akupresur dan membandingkan respon dari dua

klien yang telah diberikan tindakan yang sama, yaitu dari peningkatan

produksi ASI.
5

3.7 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada studi kasus

ini adalah format pengkajian Asuhan Keperawatan post partum, SOP terapi

akupresur dan lembar observasi dan wawancara yang digunakan untuk

mengetahui tingkat kelancaran produksi ASI klien.

3.8 Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori atau standar yang ada dan selanjutnya dapat

menjadi salah satu opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan

cara menarasikan informasi yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara

mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah KTI. Teknik

analisis digunakan dengan cara observasi dan studi dokumentasi yang

menghasilkan data untuk diinterpretasikan dan dibandingkan antara kasus I

dan kasus II dan antara teori dan standar yang ada dengan kasus sebagai

bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.

3.9 Etika Penelitian

Setiap penelitian kesehatan yang mengikut sertakan relawan manusia

sebagai subyek penelitian wajib didasarkan pada tiga prinsip etik, yaitu:

1. Respec for persons

Prinsip etik ini pada dasarnya bertujuan menghormati otonomi untuk

mengambil keputusan mandiri (self determination).


5

2. Beneficence & Non Maleficence

Prinsip berbuat baik (beneficence) dengan memberikan manfaat yang

maksimal serta risiko yang minimal, sebagai contoh ketika terjadi risiko

harus yang wajar (resonable), dengan desain penelitian yang ilmiah,

peneliti memiliki kemampuan melaksanakan dengan baik serta dengan

diikuti prinsip tidak merugikan (non maleficence)

3. Justice

Prinsip ini menekankan bahwa setiap orang layak mendapatkan sesuatu

sesuai dengan haknya. Peneliti harus peka terhadap keadaan kesehatan dan

kebutuhan subyek serta tidak dibolehkan mengambil

keuntungan/kesempatan dari klien.

Anda mungkin juga menyukai