Keperawatan Maternitas
Disusun oleh :
ADINDA DEWI UTARI
221FK04054
2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau
amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang
berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan
warna dan volume karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis
berdasarkan warna dan waktu keluarnya:
a. Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post partum. Cairan
yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisasisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
b. Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir serta berlangsung dari hari
ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
c. Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum, leukosit, dan
robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampaihari ke14.
d. Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks,
dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat berlangsung
selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang menetap pada awal periode post
partum menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin
disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa
yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai
dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan
nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea
yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.
3) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina
kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.
4) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke-5, perinium
sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada
keadaan sebelum hamil.
5) Perubahan Sistem
Pencernaan Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu
persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.
6) Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air
kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme
sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan)
antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar hormon
estrogen yang besifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok.
Keadaan tersebut disebut “diuresis”.
7) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang
berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan
perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada
waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi
secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
8) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah persalinan, shunt akan hilang tibatiba. Volume darah bertambah,
sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal
ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada
hari ketiga sampai kelima postpartum.
9) Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus dikaji antara lain:
a) Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit
(37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan
dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan menjadi
biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada
pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya
infeksi pada endometrium.
b) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi
sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi
100x/ menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau perdarahan
post partum.
c) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan
darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada saat post partum menandakan terjadinya
preeklampsi post partum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya,
kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada
masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
D. Perubahan Psikologis Masa Post Partum
Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum menurut Sutanto
(2019) :
- Fase Taking In (Setelah melahirkan sampai hari ke dua)
a) Perasaan ibu berfokus pada dirinya.
b) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.
c) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.
d) Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktu melahirkan.
e) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke
kondisi normal.
f) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan
nutrisi.
g) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak
berlangsung normal.
F. Patofisiologi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses
ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada
akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah
umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12
jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira
1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada
di pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis Uterus pada waktu hamil penuh
baratnya 11 kali beratsebelum hamil.
Uterus akan mengalami proses involusi yangdimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Proses involusi yang terjadi mempengaruhi
perubahan dari berat uterus pasca melahirkan menjadi kira-kira 500 gram setelah 1
minggu pasca melahirkan dan menjadi 350 gram setelah 2 minggu pasca melahirkan.
Satu minggusetelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen danprogesteron bertanggung jawab
untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar
hormon menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsungjaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil. Intesitas kontraksi otot otot
polos uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, kondsi tersebut sebagai
respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar.
Pada endometrium timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi
plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Regenerasi
endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakaiwaktu 2 sampai 3
minggu.
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula
darah menurun secara bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron
menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan
dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil.
Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam
menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada wanita
menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi
FSH ketika kadar prolaktin meningkat.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah laboratorium untuk menilai
torium untuk menilai Hb darah, Hb darah, terutama bila Hb kurang dari 8gr/dL.
Selain itu, juga diperlukan pemeriksaan golongan darah untuk keperluan transfusi bila
untuk keperluan transfusi bila dibutuhkan.
2. Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan USG dan radiologi untuk melihat ada
tidaknya gumpalan darah dan retensi sisa plasenta. Untuk pemeriksaan USG, perlu
diperhatikan pada saat periode antenatal yang dapt melihat adanya resiko tinggi atau
factor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum, seperti plasenta previa.
3. Pada kegawatdaruratan post partum terdapat beberapa pemeriksaan penunjang khusus
untuk menilaian kegawatdaruratan yaitu MDCT (multi-detector computed
tomography) yang lebih sensitive untuk mendeteksi perdarahan aktif. Selain itu CT
memiliki keunggulan pada kecepatan imaging dan jangkauan pada seluruh abdomen.
Kemudian untuk mennilai kegawatdaruratan yang kedua dengan Protrombin Time
(PT) dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) sebagai pemeriksaan untuk
melihat pembekuan darah dalam satuan detik. PT merupakan pemeriksaan untuk
melihat factor pembekuan darah ekstrinsik, sedangkan APTT adalah pemeriksaan
untuk melihat factor pembekuan darah intrinsic (Saifudin, 2014).
H. Komplikasi
1. Perdarahan
Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir. Perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama akibat antonia
uteri, retensio plaseta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan involusio
uteri.
b. Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam. Penyebab
perdarahan sekunder adalah sub involusio uteri, retensio sisa plasenta,
infeksi postpartum.
Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum, vagina
serviks, forniks dan rahim. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan yang banyak
apabila tidak segera diatasi. Robekan jalan lahir atau ruptur perineum sekitar klitoris dan
uretra dapat menimbulkan perdarahan hebat dan mungkin sangat sulit untuk diperbaiki.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau
vena yang besar, episitomi luas, ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau ada
penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
2. Infeksi
Infeksi masa postpartum (puerpuralis) adalah infeksi pada genitalia setelah
persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38ºC atau lebih
selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24
jam pertama. Infeksi postpartum mencakup semua peradangan yang disebabkan
oleh masuk kuman-kuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu
persalinan dan postpartum.
Infeksi postpartum dapat disebabkan oleh adanya alat yang tidak steril,
luka robekan jaljalan lahir, perdarahan, pre-eklamsia, dan kebersihan daerah
perineum yang kurang terjaga. Infeksi masa postpartum dapat terjadi karena
beberapa faktor pemungkin, antara lain pengetahuan yang kurang, gizi,
pendidikan, dan usia.
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang
didapat baik pengalaman pribadi maupun pengalaman oranglain.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan ibu
karena ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih rendah akan sulit
menerima masukan dari pihak lain.
c. Usia
Usia berpengaruh terhadap imunitas. Penyembuhan luka yang terjadi pada
orang tua sering tidak sebaik pada orang yang muda. Hal ini disebabkan suplai
darah yang kurang baik, status nutrisi yang kurang atau adanya penyakit
pendamping seperti diabetes melitus sehingga penyembuhan luka lebih cepat
terjadi pada usia muda dari pada usia tua.
d. Gizi
Proses fisiologi penyembuhan luka perineum bergantung pada tersedianya
protein, vitamin (terutama vitamin A dan C), dan mineral renik zink dan
tembaga. Kolagen adalalah protein yang terbentuk dari asam amino yang
diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk
mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif stereroid pada
penyembuhan luka (Siska S, 2019).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan menurut SDKI 2016 :
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, luka episiotomy post partum spontan
2. Perubahan pola eliminasi BAK (disuria) b.d trauma perineum
3. Perubahan pola eliminasi BAB (konstipasi) b.d trauma persalinan
4. Resiko defisit volume cairan b.d perdarahan
5. Resiko infeksi b.d luka episiotomy post partum spontan
6. Gangguan pola tidur b.d tanggung jawab member asuhan pada bayi
7. Resiko gang ko gangguan parenting b.d kurangnya pengetahuan ten uan tentang cara
merawat bayi
8. Ketidakefektifan menyusui b.d suplai ASI tidak cukup.
C. INTERVENSI
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Beberapa petunjuk pada
implementasi petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut: adalah sebagai
berikut:
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat.
3. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap dimana proses penilaian dicapai meliputi pencapaian
tujuan dan kriteria hasil. Pelaksanaan evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
catatan perkembangan dengan menggunakan metode SOAP (Subjektif, Objektif,
Assesment, dan Planning)
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, R. Wulandari, A. Nurrohmah. (2020). Metode Pijat Bayi Sebagai Upaya Meningkatkan
Berat Badan Bayi. Universitas Aisyiyah Surakarta
Andriyani Rika dan Risa Pitriani. (2014). Panduan Lengkap Kebidanan Ibu Nifas Normal (Askeb
III). Yogyakarta: Deepublish.
Saifuddin AB, editor. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2014.
Sri Wahyuningsih. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum. CV BUDI UTAMA.
www.deepublish.co.id
Sutanto, AndinaVita. 2019. Nifas Dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.192 halaman
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Yuliana Wahida, & Hakim, B. N. (2020). Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan Masa Nifas. In
asuhan kebidanan masa nifas (p. 2). https://books.google.co.id/books?
id=PZgMEAAAQBAJ&pg=PA1&dq=peng
ertian+masa+nifas&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwj0n7mb0OrtAhVNAXIKH
WrhAm4Q6AEwAXoECAMQAg#v=onepage&q=pengertian masa nifas&f=false