Anda di halaman 1dari 20

BAB I Pendahuluan

I.I Latar Belakang


Menyusui adalah proses pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi sejak lahir sampai
berusia 2 tahun. Jika bayi diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan tanpa menambahkan
dan mengganti dengan makanan atau minuman lainnya merupakan proses menyusui
eksklusif. menyusui eksklusif dapat melindungi bayi dan anak terhadap penyakit
berbahaya dan mempererat ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan anak. Proses
menyusui secara alami akan membuat bayi mendapatkan asupan gizi yang cukup dan
limpahan kasih sayang yang berguna untuk perkembangannya. ASI Eksklusif
merupakan pemberian air susu ibu sedini mungkin tanpa tambahan apapun seperti air
putih, air teh, jeruk, susu formula, madu dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur, susu, biskuit, nasi atau tim kepada bayi baru lahir sampai bayi
tersebut berusia 6 bulan. Kemudian pemberian ASI tetap berlanjut hingga bayi berusia
2 tahun dengan makanan tambahan atau disebut makanan pendamping ASI (Roesli,
2008). Pemberian ASI Eksklusif yang berkelanjutan telah ditetapkan sebagai salah satu
intervensi yang paling efektif dan murah untuk mencegah kematian pada bayi dan
anak-anak. Anak-anak yang mendapat ASI eksklusif 14 kali lebih mungkin untuk
bertahan hidup dalam enam bulan pertama kehidupan dibandingkan anak yang tidak
diberikan ASI. Mulai menyusui pada hari pertama setelah lahir dapat mengurangi
risiko kematian bayi baru lahir hingga 45%, namun hanya 39% bayi dibawah enam
bulan di seluruh dunia mendapatkan ASI eksklusif pada tahun 2012. Pemberian ASI
Eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan meningkatkan pertumbuhan, kesehatan dan
status pertahanan bayi baru lahir dan ini adalah salah satu bentuk obat pencegahan
alami yang terbaik. ASI Eksklusif mengurangi angka kematian balita sampai 13% pada
negara dengan penghasilan rendah. Persentase bayi yang diberikan ASI eksklusif di
dunia hanya mencapai angka 39%. Secara global, lebih dari 10 juta anak dengan usia
dibawah 5 tahun meninggal setiap tahunnya. Penyebab kematian tersebut karena
pemberian ASI eksklusif yang tidak memadai (Teka, 2014) Menurut Kemenkes RI
(2014), menyatakan bahwa persentase pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan di
Indonesia pada tahun 2012 yaitu sebesar 48,6%. Pada tahun 2013 yaitu 54,3% sedikit
meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Walaupun sudah mengalami
peningkatan, namun angka tersebut jelas masih dibawah target nasional yang
diharapkan dalam mencapai tujuan peningkatan pemberian ASI Eksklusif yang
seharusnya mencapai angka 80%. Persentase pemberian ASI eksklusif provinsi
Sumatera Barat pada tahun 2012 adalah sebanyak 4.968 atau hanya 62,4% dan
persentase pada tahun 2013 yaitu sebesar 68,9% (Infodatin ASI, Kemenkes 2013).
Namun demikian, angka tersebut harus terus ditingkatkan untuk dapat mencapai target
nasional yaitu 80%. Cakupan ASI Eksklusif di kota Bukittinggi tahun 2013 yaitu
63,5%. Pada tahun 2014 yakni 70,3 %, sedikit mengalami peningkatan signifikan dari
tahun (DKK Bukittinggi, 2015). Dampak bayi yang tidak diberikan ASI secara penuh
sampai pada usia 6 bulan pertama kehidupan memiliki resiko diare yang parah dan
fatal. Resiko tersebut 30 kali lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI secara penuh.
Dan bayi tidak diberikan ASI eksklusif, memiliki risiko kematian lebih besar karena
terjadinya malnutrisi (Kemenkes, 2010). Hasil riset WHO (2005) menyebutkan bahwa
42 persen penyebab kematian bayi di dunia yang terbesar adalah malnutrisi (58%).
Data dari Dinas Kesehatan tahun 2015 yakni balita berumur 6-24 bulan yang
mengalami gizi buruk terbanyak terdapat di puskesmas guguk panjang yakni 0,16 %
dan balita gizi kurang 13,5%. Balita tersebut mengalami gizi buruk dan gizi kurang
karena ibu mereka bekerja sehingga proses pemberian ASI yang kurang efektif.

I.2 Tujuan
BAB II Tinjauan Pustaka

II.1 Pengertian
A. Manajemen Laktasi
Manajemen adalah suatu tatalaksana yang mengatur agar keseluruhan proses menyusui
bisa berjalan dengan sukses, mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi mengisap
dan menelan ASI, yang dimulai pada masa antenatal, perinatal dan postnatal. Ruang
lingkup Manajemen Laktasi periode postnatal pada ibu bekerja meliputi ASI
Eksklusif, teknik menyusui, memeras ASI, memberikan ASI Peras, menyimpan ASI
Peras, memberikan ASI peras dan pemenuhan gizi selama periode menyusui.
Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada masa
kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya.
B. Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses
bayi mengisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus
reproduksi mamalia termasuk manusia..

II.2 Proses Laktasi


A. Persiapan Psikologi
Langkah – langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan
untuk menyusui adalah :
1. Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses dalam
menyusui bayinya; menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah
proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil menjalaninya; bila ada masalah,
dokter/petugas kesehatan akan menolong dengan senang hati
2. Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formula
3. Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lain
4. Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam keluarga,
ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayi sehingga perlu
adanya pembagian tugas dalam keluarga
5. Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas kesehatan
harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam membantu ibu
sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk bertanya tentang masalah yang
tengah dihadapinya
Hal-hal Lain Yang Perlu Diperhatikan :
1. Ukuran dan Bentuk Tidak berpengaruh pada produksi ASI. Perlu diperhatikan bila
ada kelainan; seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan
posisi
2. Kontur/Permukaan Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau
luka pada kulit payudara harus dipikirkan kearah tumor atau keganasan dibawahnya.
Saluran limfe yang tersumbat dapat menyebabkan kulit membengkak, dan membuat
gambaran seperti kulit jeruk
3. Warna Kulit Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang
perlu diperhatikan adalah warna kemerahan tanda radang, penyakit kulit atau
bahkan keganasan
4. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting susu
dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan
menjaga kelembaban puting susu
5. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara - Ibu duduk atau berbaring dengan
santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah (kaki ibu tidak
tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi
6. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan
telapak tangan)
7. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di depan - Perut
bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya
membelokkan kepala bayi)
8. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus - Ibu menatap bayi dengan
kasih sayang
9. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang dibawah,
jangan menekan puting susu atau areolanya saja.

II.3 Anatomi dan Fisiologi Payudara


Selama kehamilan, hormone estrogen dan progesterone menginduksi perkembanga
alveolus dan duktus laktiverus di dalam mammae atau payudara dan juga merangsang
produksi kolostrum. Namun, produksi ASI tidak berlangsung sampai sesudah kelahiran
bayi ketika kadar hormon estrogen menurun. Penurunan kadar estrogen ini
memungkinkan meningkatnya kadar prolactin dan produksi ASI pun dimulai. Produksi
prolactin yang berkesinambungan disebabkan proses menyusui.

Pelepasan ASI berada dibawah kendali neuro-endokrin. Rangsangan sentuhan pada


payudara akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel
mioepitel. Proses ini disebut reflex let down atau pelepasan ASI dan membuat ASI
tersedia bagi bayi. Pada awal laktasi, reflex pelepasan ASI ini dipengaruhi oleh keadaan
emosi ibu. Namun, pelepasan ASI dapat dihambat oleh keadaan emosi ibu, misalnya
ketika ia merasa sakit, lelah, malu, merasa tidak pasti, atau merasa nyeri.
Isapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mammae melalui duktus ke sinus
laktiferus. Isapan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hipofise posterior.
Oksitosin memasuki darah dan menyebabkan kontraksi sel-sel khusus yang
mengelilingi alveolus mammae dan duktus laktiferus. Kontraksi sel-sel khusus ini
mendorong ASI keluar dari alveolus melalui duktus laktiferus menuju sinus laktiferus
untuk disimpan. Pada saat bayi menghisap puting, ASi didalam sinus tertekan dan
keluar kemulut bayi. Gerakan ASI dari sinus ini dinamakan let down dapat dipicu tanpa
rangsangan isapan. Pelepasan dapat terjadi ketika ibu mendengar bayi menangis atau
sekedar memikirkan tentang bayinya.
Pelepasan ASI penting sekali dalam pemberian ASI yang baik. Tanpa pelepasan, bayi
mungkin menghisap terus menerus. Akan tetapi, bayi hanya memperoleh sebagian dari
ASI yang tersedia dan tersimpan dalam payudara.bila pelepasan gagal secra berulang
kali dan payudara berulang kali tidak dikosongkan pada waktu pemberian ASI, reflex
ini akan berhenti berfungsi dan laktasi akan berhenti.
Cairan pertama yang diperoleh bayi dari ibunya sesudah dilahirkan adalah kolostrum
yang mengandung campuran yang lebih kaya protein, mineral, dan atibodi
dibandingkan dengan ASi yang telah matur. ASi mulai ada kira-kira pada hari ke-3
atau ke-4 setelah kelahiran bayi, dan kolostrum berubah menjadi ASI yang matur kira-
kira 15 hari sesudah bayi lahir. Bila ibu menyusui sesudah bayi lahir dan diperbolehkan
sering menyusu, proses pembentukan ASI akan meningkat.
Disamping protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin dalam kadar yang
diperlukan oleh bayi,ASI juga mengandung enzim, immunoglobulin, leukosit,
hormone dan factor pertumbuhan. Susu terdiri dari kira-kira 90% air sehngga bayi yang
menyusu tidak memerlukan tambahan air atau cairan lain bagi tumbuhnya.
Terdapat dua reflek yang berperan, Yaitu reflex prolactin dan aliran yang timbul akibat
perangsangan putting susu dikarenakan isapan bayi.
1. Reflex prolactin
Akhir kehamilan hormone prolactin memegang peranan untuk membuat kolostrum,
tetapi jumlah kostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolactin dihambat oleh estrogen
dan progesterone yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan
berkurangnya fungsi korpus loseum maka estrogen dan progesterone juga berkurang.
Hisapan bayi akn merangsang putting susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung
saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan
akan menekan pengeluaran factor penghambat sekresi prolactin dan sebaiknya
meragsang pengeluaran factor pemacu sekresi prolactin. Factor pemacu prolactin akan
merangsang hipofise anterior sehingga keluar prolactin. Hormone ini merangsang sel-
sel aleoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolactin pada ibu menyusui
akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyampihan anak dan pada
saat tersebut tidak aka nada peningkatan prolactin walau ada hisapan bayi. Namun
pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu ifas yang tidak menyusui, kadar
prolactin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3 sedangkan pada ibu menyusui
prolactin akan meningkat dalam keadaan seperti stress atau psikis, anastesi, operasi dan
rangsangan putting susu.
2. Reflex aliran (let down reflex)
Bersamaan dengan pembentukan prolactin oleh hipofise anterior, rangsangan yang
berasal dari isapan bay dilanjutkan ke hifose posterior yang kemudian dikeluarkan
oksitosin. Melalui aliran darah, hormone ini menuju uterus sehingga menimbulkan
kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras susu yang telah terbuat, keluar dari alveoli
dan masuk kedalam system duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus lactiferous
masuk kemulut bayi.
 Factor-faktor yang meningkatkan let down adalah melihat bayi, mendengarkan
suara bayi mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
 Factor-faktor yang menghambat reflex let down adalah stress seperti keadaan
bingung pikiran kacau, takut dan cemas.

II.4 Masalah Yang Sering Terjadi Pada Laktasi


A. Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau
mastitis puerperalis. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis. Dua penyebab utama mastitis adalah stasis
ASI dan infeksi. Patogen yang paling sering diidentifikasi adalah staphilokokus aureus.
Pada mastitis infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar natrium dan klorida yang
tinggi dan merangsang penurunan aliran ASI. Ibu harus tetap menyusui. Antibiotik
(resisten-penisilin) diberikan bila ibu mengalami mastitis infeksius.
Gejala mastitis non – infeksius :
• Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan yang akut
• Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri tekan tersebut
• Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja Gejala mastitis infeksius
• Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu
• Ibu dapat mengeluh sakit kepala
• Ibu demam dengan suhu diatas 34oC
• Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara
• Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya (tanda-tanda akhir)
• Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang “pembengkakan” Pengobatan :
• Lanjutkan menyusui
• Berikan kompres panas pada area yang sakit • Tirah baring (bersama bayi) sebanyak
mungkin
•Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik (Ibuprofen,
asetaminofen) untuk mangurangi demam dan nyeri
• Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi (<39oC), periksa
kultur susu terhadap kemungkinan adanya infeksi streptokokal
• Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika demam dan gejala
berkurang.

Tabel.2 Penisilin Anti Stafilokokus


Dosis harian
Obat
Dewasa (gr) Cara

Methcillin (Staphcillin) 4 - 12 Injeksi

Oxacillin (Prostaphlin) 4 - 12 Oral, Injeksi

Nafcillin (Unipen) 4 – 12 Oral. Injeksi

Cloxacillin (Cloxapen, Tegopen) 1- 2 Oral

Dicloxacillin (Dynapen) 0,5 – 1 Oral

Erythtromicin (jika alergi terhadap 0,5 – 1,0 Oral


penisilin)

B. Kandida/Sariawan
Merupakan hal yang biasa terjadi pada ibu yang menyusui dan bayi setelah pengobatan
antibiotik. Manifestasinya seperti area merah muda yang menyolok menyebar dari area
puting, kulit mengkilat, nyeri akut selama dan setelah menyusui; pada keadaan yang
parah, dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan yang berat dan rasa tidak nyaman,
khususnya selama dan segera setelah menyusui Bayi dapat menderita ruam popok,
dengan pustula yang menonjol, merah, tampak luka dan/atau seperti luka terbakar yang
kemerahan. Pada kasus-kasus yang berat, bintik-bintik atau bercak-bercak putih
mungkin terlihat merasakan nyeri dan menolak untuk mengisap.
Pengobatan :
• Obati ibu dan bayinya
• Oleskan krim atau losion topikal antijamur ke puting dan payudara setiap kali sehabis
menyusui, dan seka mulut, lidah dan gusi bayi setiap kali sehabis menyusui
• Anjurkan ibu untuk mengkompreskan es pada puting sebelum menyusui untuk
mengurangi nyeri

Tabel.3 Pengobatan Kandida/Sariawan


Obat Aplikasi

Nistatin - Oleskan pada payudara empat kali sehari


- Berikan supisitoria vagina setiap hari
Klotrimazol - Oleskan pada payudara empat kali sehari
- Berikan supositoria vagina setiap hari (tersedia
bebas)

Mikonazol Oleskan pada payudara empat kali sehari

Flukonazol Gunakan dosis oral tunggal 150 mg untuk


kandidiasis vagina

C. Cacar Air
Periode infeksius dapat bermula 1-5 hari sebelum erupsi vesikel. Lesi bermula dari
leher atau tenggorokan dan menyebar ke wajah, kulit kepala, membran mukosa dan
akstremitas. Kebanyakan ibu dan pekerja rumah sakit pernah menderita cacar air dan
tidak berisiko. Ketika ibu mengidap cacar air beberapa hari sebelum kelahiran bayi,
bayi menjadi berisiko karena antibodi ibu yang memberikan kekebalan pada bayi
belum mempunyai kesempatan untuk berkembang.
Perawatan :
• Jika ibu sudah pernah mengalami cacar, menyusui akan memberikan antibodi kepada
bayi. Menyusui tidak perlu dihentikan
• Jika ibu belum pernah mengidap cacar air, ibu dan bayinya harus menerima vaksin
varisela jika mereka sudah terpapar
• Jika ibu mengidap cacar beberapa hari sebelum melahirkan :
- ibu dan bayi harus diisolasi secara terpisah jika neonatus tidak mengalami lesi. Hanya
sekitar 50 % bayi yang terpapar akan berkembang menjadi penyakit
- keluarkan ASI jika bayi ditempatkan pada tempat lain
- jika bayi menderita lesi, isolasi bayi dengan ibu; menyusui tidak dihentikan.
D. Cytomegalovirus (CMV)
CMV adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki antibodi CMV di dalam
darahnya. Organisme tersebut dapat dijumpai dalam saliva, urin dan ASI. Janin
mungkin sudah terinfeksi sejak di dalam uterus. Masalah kongenital yang paling serius
terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang memiliki CMV primer selama kehamilan
Menyusui merupakan alat yang penting untuk memberikan imunitas pasif CMV pada
bayi. Anak yang disusui, yang diimunisasi CMV melalui ASI akan terlindungi dari
gejala infeksi nantinya dan dari infeksi primer selama kehamilan.
Perawatan :
 Bayi cukup bulan
Anjurkan supaya bayi cukup bulan disusui jika ibu telah terbukti seropositif selama
kehamilan. Mengkonsumsi ASI yang terinfeksi akan mengarah pada infeksi CMV dan
sero-konversi dari bayi tanpa akibat yang merugikan.
 Bayi preterm
Pertimbangkan dengan hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu yang terinfeksi
CMV pada bayi prematur khususnya jika bayi seronegatif. Segera ke neonatolog untuk
evaluasi dan pembuatan keputusan
E. Hepatitis B (HBV)
HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan) dan ditularkan
melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi tubuh atau transfusi darah. Bayi
yang lahir dari ibu dengan HBV + langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di dalam
rahim.
Perawatan :
• Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir. Selain itu, bayi harus
menerima imunoglobulin hepatitis B (HBIG)
• Menyusui tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV
F. HIV/AIDS
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (510%), persalinan
(10-20%) dan menyusui (10-15%). Meskipun secara umum prevalensi HIV di
Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia telah
dikategorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat
kantung-kantung dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada beberapa populasi tertentu
(pada pengguna narkoba suntikan, PSK, waria, dan narapidana). Karena mayoritas
pengguna narkoba suntukan yang terinfeksi HIV berusia reprodukasi aktif (15-24
tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV positif akan meningkat.
Dengan intervensi yang tepat maka risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 25
45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%. Menurut estimasi Depkes, setiap tahun
terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak
ada intervensi sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV positif setiap tahunnya
di Indonesia.
Perawatan :
 Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko terinfeksi HIV,
segera melakukan VCT (Voluntary Counseling & Testing) untuk mengetahui status
serologis secepatnya.
 Bila status serologisnya negatif, dianjurkan untuk mempertahankannya dengan
menghindari paparan menggunakan kondom setiap sanggama, melakukan perilaku
hidup sehat, dan melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran (memastikan
hasil pemeriksaan di luar “masa jendela”).
 Bila status serologisnya positif, dianjurkan untuk melaksanakan profilaksis
Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan seksio sesarea, dan tidak
menyusui/menghentikan menyusui sedini mungkin/menggunakan susu formula
(Exclusive Formula Feeding)
 Pemakaian susu formula harus memenuhi syarat AFASS dari WHO : Affordable
(Terjangkau), Feasible (Layak), Acceptable (Dapat diterima), Safe (Aman), dan
Sustainable (Berkelanjutan). Apabila kelima syarat AFASS tidak dapat terpenuhi,
maka ASI tetap diberikan setelah melalui proses konseling mengenai kemungkinan
penularan infeksi.
 Setelah persalinan, ibu dengan HIV positif dianjurkan melanjutkan pengobatan
ARV (ARV Terapi) sesuai Pedoman Nasional Pengobatan ARV
 Bayi dari ibu HIV positif perlu dijaga kesehatan dengan pemberian nutrisi yang
sesuai, dan diperikasa status serologisnya pada usia 18 bulan
 Pasangan seksual dari ibu HIV positif dianjurkan untuk melakukan VCT dan
anjuran yang sesuai.

II.5 Komposisi Asi


Komposisi ASI sedemikian khususnya, sehingga komposisi ASI dari satu ibu dan ibu
lainya berbeda. Pada kenyataanya komposisi ASI tidak tetap dan tidak sama dari waktu
ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Jenis-jenis ASI sesuai
perkembangan bayi. Kandungan colostrum berbeda dengan air susu yang
mature, karena colostrum mengandung berbeda dengan air susu yang mature, karena
colostrum dan hanya sekitar 1% dalam air susu mature, lebih banyak
mengandung imunoglobin A (Iga), laktoterin dan sel-sel darah putih, terhadap,
yang kesemuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap
serangan penyakit (Infeksi) lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih banyak,
mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral natrium (Na)
dan seng (Zn).

II.6 Keuntungan ASI


Beberapa keuntungan yang diperoleh bayi dari mengkonsumsi ASI:
1. ASI mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi
2. Dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas bakteri,
dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan alat bantu
3. Bebas dari kesalahan dalam penyelidikan
4. Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit dari pada bayi
yang mendapat susu formula
5. Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit infeksi usus dan
alat pencernaan
6. Mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah

II.7 Manfaat ASI


1. Manfaat ASI bagi bayi. Pemberian ASI membantu bayi untuk memulai kehidupan
dengan baik. Kolostrum/susu jolong atau susu pertama mengandung antibody
yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi lebih kuat.penting sekali
untuk segera memberi ASI pada bayi dalam jam pertama sesudah lahir dan
kemudian setiap 2 atau 3 jam. ASI mengandung campuran yang tepat dari berbagai
bahan makanan yang baik untuk bayi. ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI saja tanpa
makanan tambahan lain merupakan cara terbaik pemberian makan bayi dalam 4-
6 bulan pertama kehidupannya. Sesudah 6 bulan, beberapa makanan lain yang baik
harus ditambahkan kedalam menu bayi. Pemberian ASI pada umumnya harus
disarankan selama tahun pertama kehidupan anak.
2. Manfaat ASI bagi ibu. Pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses
persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat Rahim
berkontraksi dengan cepat dan memperlambat pendarahan. Wanita yang menyusui
bayinya akan lebih cepat pulih atau turun berat badannya keberat badan sebelum
kehamilan. Ibu yang menyusui yang haidnya belum muncul kembali akan kecil
kemungkinannya menjadi hamil. Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi
ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa
nyaman.
3. Manfaat ASI bagi semua orang. ASI selalu bersih dan dan bebas dari hama yang
menyebabkan infeksi. Pemberian ASI tidak menuntut persiapan khusus. ASI selalu
tersedia dan gratis. Bila ibu memberi ASI pada waktu Diperlukan dan tanpa
memberi makanan tambahan, kecil kemungkinannya ia akan menjadi hamil dalam
6 bulan pertama sesudah melahirkan. Ibu menyusui yang siklus menstruasinya
belum pulih kembali akan memperoleh perlindungan sepenuhnya dari
kemungkinan menjadi hamil.

II.8 Penyimpanan ASI


ASI yang dikeluarka dapat disimpan untuk beberapa saat dengan syarat, bila disimpan
1. Di udara terbuka / bebas 6-8 jam
2. Di lemari es (40 C) 24 jam
3. Di lemari pendingin/ beku (−180 C) 6 bulan

ASI yang telah didinginkan bila akan digunakan tidak boleh direbus, karena
kualitasunsur kekebalannya akan menurun. ASI tersebut cukup didiamkan beberapa
saat di dalam suhu kamar agar tidak terlalu dingin atau dapat direndam didalam wadah
yang terisi air panas. Masih belum ada penelitian yang membuktikan efek perendaman
ASI di air panas terhadap zat-zat anti yang terdapat di dalam ASI. Pada penelitian efek
pemanasan dengan gelombang mikro terbukti bahwa dengan pemanasan yang rendah
dapat menurunkan aktivitas lisomzim dan IgA, terutama pada pemanasan yang tinggi,
sehingga semua aktivitas zat anti yang diteliti tidak berfungsi.

II.9 Farmakokinetika dan Farmakodinamik Pada Laktasi


A. Farmakokinetika
Secara umum, terdapat hubungan langsung antara dosis yang diterima oleh ibu dengan
kadarnya dalam ASI. Rute pemberian obat akan mempengaruhi kadar obat dalam
plasma ibu. Sebagai contoh, pemberian obat secara parenteral umumnya menghasilkan
kadar obat dalam plasma yang lebih tinggi dari pada pemberian melalui mulut.
Kemampuan ibu untuk mengeksresikan obat juga akan mempengaruhi kadar obat
dalam ASI. Penimbulan akibat gangguan hati dan ginjal dapat mengakibatkan
peningkatan bahaya terhadap bayi.
B. Farmakodinamika
Mekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak berbeda.
BAB III Pembahasan

III.1 Kasus
Ibu R berusia 28 Tahun dan mempunyai hipertensi. Ia memperoleh resep antagonis
reseptor angiotensin II( losartan 50 mg di pagi hari) dan diuretika golongan thiazide (
bendrofluazid 2,5 mg pada pagi hari). Setelah melahirkan seorang bayi laki-laki yang
sehat, ibu R ingin segera menyusui.

Pertanyaan 1
Apakah permasalahan yang muncul pada kasus ini?
Jumlah bendrofluazid yang keluar melalui ASI terlalu kecil untuk memberikan efek
yang membahayakan bayi , walaupun dosis besar dapat menekan produksi ASI .
Namun, the American academy of pediatrics (1994) mempertimbangkan
bendrofluazid, klortalidon, klorotiazid dan hidroklortiazid dapat digunakan pada masa
menyusui .sebaiknya dihindari dosis besar. Oleh karena itu, penting untuk selalu
memantau bayi terhadap efek samping yang tidak diharapkan. Produsen obat
cenderung menganjurkan tidak menggunakannya karena berpotensi menekan produksi
ASI.
Tidak diketahui apakah losartan terekskresi ke dalam ASI. Namun, kadar yang
bermakna losartan dan metabolit aktifnya ditemukan dalam ASI tikus. Produsen
menyarankan penggunaan losartan sebaiknya dihindari pada wanita yang menyusui
sebab tidak tersedia informasi dalam jumlah yang memadai. Oleh karena potensi efek
samping pada bayi yang meminum ASI. Keputusan apakah harus meneruskan
menyusui atau tidak melanjutkan pengobatan tegantung pada pentingnya pengobatan
bagi ibu serta pilihan / alternative lain yang tersedia.
Pertanyaan 2
Apakah tindakan yang akan diambil?
Anjurkan agar pemakaian losartan dihentikan, cukup dengan bendrofluazid saja, jika
tekanan darah tidak terkontrol maka dianjurkan penggunaan beta bloker yaitu
asebutolol, atenolol, nadolol atau sotalol hindari penggunaan seliprolol atau nebivolol.
BAB IV Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pedoman Pelayanan Farmasi untuk
Ibu Hamil dan Menyusui.2006.

Aslam, M., Tan, C.K.,Prayitno, A.,2003, Farmasi Klinis(Clinical Pharmacy) : Menuju


Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pasien, 321,PT. ElexMedia Komputindo,
kelompok Gramedia, Jakarta.

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar asuhan Kebidanan Nifas normal. Jakata: EGC.

Eny Sendra, Dewi Indriani. (2017). Hubungan Antara Menyusui Dengan Involusi
Uterus Pada Ibu Nifas Fisiologis Di RSIA Aura Syifa Kabupaten Kediri, Jurnal Ilmu
Kesehatan, 64-65.

Ratna Sari Hardiani. (2017). Status Paritas dan Pekerjaan Ibu Terhadap
Pengeluaran ASI Pada Ibu Menyusui 0-6 Bulan, NurseLine Journal,45.

http://scholar.unand.ac.id/17593/2/BAB%20I.pdf

https://dokumen.tips/documents/makalah-manajemen-laktasi.html

https://dokumen.tips/documents/makalah-laktasi-568c321696e9f.html

Anda mungkin juga menyukai