Anda di halaman 1dari 7

MANAJEMEN DYSPNEA DENGAN INTERVENSI NONFARMAKOLOGIS PADA PASIEN LANSIA DALAM

PERSPEKTIVE PERAWATAN PALIATIF; SEBUAH REVIEW


SISTEMATIK

YODANG, S.Kep. Ns. Grad.Dipl.Pall.Care 1,2*


Program Studi DIII Keperawatan Universitas Avicenna Kendari, Sulawesi Tenggara.
2
Intensive care unit, RS Benyamin Guluh, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara
email: yodangrsbgkolaka@gmail.com.

Abstract - The aim is to review the published scientific literature for studies evaluating non- pharmacological interventions
for breathlessness management in older patients in palliative care setting. Methods: A literature search of English language
papers was made through several databases from January 2005 to March 2016. The search included grey literature,
textbooks and guidelines. Results: this review retrieved three studies that met all inclusion criteria. All the studies reported
the potential benefits of non-pharmacological interventions in improving breathlessness regardless of differences in clinical
contexts, components of programs and power of the interventions. Conclusion: Based on the results, the nonpharmacological interventions such as physiotherapy led non-pharmacological breathlessness program, acu-TENS, and CBT
are identified has potential to manage breathlessness in older patients.

key words: Breathlessness, Non-pharmachological intervention, Older people, Palliative care.

Abstrak Tujuan dari studi ini untuk mereview literature ilmiah tentang evaluasi interevensi non-parmakologis untuk
managemen dyspnea pada pasien lanisa di setting perawatan paliatif. Metode: penelusuran literature ilmiah yang dipublikasi
dalam bahasa Inggris dan telah di peer review, dengan menggunakan berbagai jurnal database dari Januari 2005 sampai
maret 2016. Artikel jurnal yang terseleksi adalah artikel yang memenuhi semua syarat kriteri inkulsi yang ditetapkan. Dari
semua artikel jurnal tersebut melaporkan potensi manfaat dari intervensi non parmakologis untuk memperbaiki status
dyspnea pasien seleksi tanpa memandang perbedaan dalam konteks klinis, komponen intervensi dan signifikansi intervensi .
Hasil: berdasarkan hasil review intervensi non parmakologis seperti fisioterapy, acu-TENS dan CBT di identifikasi memiliki
potensi untuk mengatasi dyspnea pada pasien lansia.
Kata kunci: Dyspnea, Lansia, Non-parmakologis, Perawatan Paliatif.

1.

LATAR BELAKANG

Secara actual untuk mendefinisikan dyspnea atau sesak nafas sangatlah sulit karena dyspnea
merupakan sebuah pengalaman subjektif dari ketidak nyamanan bernafas dari berbagai sensasi secara
kualitatif dan intensitas yang berbeda (Dunger et al, 2015). Pasien merasakan sesak nafas berupa
sensasi tercekik, kelaparan udara atau oksigen, bernafas yang tidak adekuat, peningkatan frekuensi
nafas, peningkatan usaha untuk bernafas, atau menyatakan dada sesak (Cachia & Ahmedzai, 2008;
Loveridge & White, 2012).
Dyspnea diklasifikasikan menjadi dyspnea episodic dan dyspnea yang terus menerus atau kontinyu
(Simon et al, 2013), sedangkan Loveridge & White (2012) dan Yorke (2014b) mengklasifikasikan
dyspnea menjadi tiga kategori yaitu akut, sub akut atau paroxysmal, dan kronis.
Di pelayanan paliatif, dyspnea merupakan gejala yang lasim ditemukan pada pasien lanjut usia,
dimana prevalensi kejadiannya dilaporkan sekitar 20-60% (Ahmed et al, 2012). Akan tetapi hasil
penelitian yang lain melaporkan bahwa angka kejadian dyspnea bervariasi dari sekitar 65% pada pasien
dengan usia lebih dari 65 tahun dan sekitar 16% kejadian pada pasien laki-laki dengan rata-rata usia
sekitar 59 tahun (Ho et al, 2001). Pada pasien kanker stadium lanjut melaporkan mengalami dyspnea
terutama pada enam minggu di akhir kehidupannya, dimana kejadianya sekitar 60% (Ben-Aharon et al,
2008). Lebih lanjut, kejadian dyspnea pada pasien dengan penyakit paru obstruksi menahun dan kanker
paru dilaporkan sekitar 90-95% (Farquhar et al, 2014; Powell, 2014; Weingartner et al, 2015),
sedangkan untuk kasus kanker lainnya angka kejadiannya dapat mencapai 70% (Farquhar et al, 2014;
Weingartner et al, 2015), dan beberapa penyakit kronis lainnya seperti gagal jantung (88%), penyakit
ginjal stadium akhir (80%) dan penyakit saraf stadium lanjut sekitar 85% (Powell, 2014).
Secara umum penyebab kejadian dyspnea pada pasien lanjut usia dapat berupa anemia, asites,
asidosis metabolic, obesitas, pneumothorax, emboli paru, gagal jantung, infeksi, asma, efek samping
obat, dan kecemasan akut juga mungkin dapat menjadi penyebab tambahan (ORourke, 2007; Cachia
& Ahmedzai, 2008), cryptogenic fibrosing alveolitis (Gysels et al, 2007), terpapar polusi udara dalam
ruangan yang mengandung aldehydes and volatile organic compounds (VOCs) (Bentayeb et al, 2013).
Hingga saat ini belum ada terapi tunggal untuk mengatasi dyspnea terutama dyspnea refraktori
kronis, karena hal tersebut disebabkan oleh multifaktorial sehingga menyebabkan kejadian dyspnea
melalui proses yang beragam (Currow et al, 2013). rencana pengelolan dyspnea idealnya harus
diarahkan untuk mengurangi atau menghilangkan penyebab utama secara langsung termasuk penyakit
penyerta (Cachia & Ahmedzai, 2008). Lebih lanjut Cachia & Ahmedzai (2008) menjelaskan bahwa
akibat dari efek samping dari penggunaan obat, biaya pembelian dan penggunaan obat dan oksigen
maka sangat penting untuk mempertimbangkan pendekatan non medis untuk mengatasi dyspnea
dengan menggunakan intervensi holistic seperti intervensi non parmakologis. Membantu pasien untuk
mengurangi sensasi dyspnea merupakan tujuan utama dari terapi non-parmakologis tersebut (Barnett,
2009).
Saat ini banyak peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai terapi non parmakologis pada
pasien lansia yang mengalami dyspnea (Cairns, 2012). Pada studi ini akan dilakukan review terhadap
beberapa jurnal artikel yang focus pada intervensi non-parmakologis untuk pasien dyspnea terkhusus
pada kelompok lansia di pelayanan paliatif. Sehingga hasil akhir dari studi ini diharapkan akan
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca mengenai manajemen pengelolaan dyspnea
pada pasien lansia.
2.

METODE

Penelurusan literature ilmiah yang telah di publikasi dengan menggunakan beberapa jurnal database
seperti CINAHL, MEDLINE, PUBMED, Google scholar, dan Proquest, termasuk grey literature,
textbooks and guidelines. Penelusuran melalui jurnal database tersebut bertujuan untuk
mengidentifikasi semua literature ilmiah yang memiliki konten mengenai intervensi non parmakologis
untuk manajemen dyspnea pada pasien lanjut usia. Proses pencarian pada jurnal databases penulis
menggunakan beberapa kata kunci seperti berikut: dyspnea, breathlessness, shorth of breath,
management, intervention or therapy, treatment, non-pharmacological, alternative therapies, alternative
medicine, complementary therapies, complementary medicine, dan traditional medicine. Semua kata
kunci tersebut diatas di kombinasikan sehingga dapat di identifikasi sekitar 146 jurnal artikel. Dari
sekitar 146 jurnal artikel tersebut hanya sekitar 14 jurnal artikel yang memenuhi kriteria inklusi.
Dimana kriteria inklusi dari studi review ini adalah sebagai berikut:
1) Literature ilmiah yang dipublikasi dengan menggunakan bahasa Inggris.
2) Literature ilmiah yang di publikasi sejak tahun 2005 hingga desember 2015.

3) Partisipan atau sampel atau responden adalah pasien lanjut usia yang mengalami dyspnea.
4) Penelitian tersebut menggunakan non farmakologis sebagai intervensi.
Lebih lanjut dari 14 jurnal artikel diatas yang terseleksi melalui kriteria inklusi, 11 jurnal artikel
dieksklusikan berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1) Penelitian yang fokus pada pasien lanjut usia yang dalam keadaan sekarat.
2) Penelitian yang lebih fokus terhadap fatigue dibandingkan dyspnea.
3) Literature ilmiah yang ditulis dalam bentuk systematic review, literature review.
Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang penulis tetapkan tersebut akhirnya terseleksi 3 literature
ilmiah untuk selanjutnya akan dibahas dan didiskusikan berikutnya.
3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Berdasarkan proses seleksi literature ilmiah yang di dapatkan melalui penelusuran dari beberapa
jurnal database dengan menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi diatas, maka literature ilmiah yang
terpilih adalah sebagai berikut;
Peneliti

Metode
penelitian

Responden

Connors,
Graham
&
Peel, 2007

Experimental
with pre and
post-test design

Pasien yang dirujuk


dari klinik kanker
paru sebanyak 169
orang, namun hanya
14
yang
menyelesaikan semua
sesi intervensi yang
dilakukan selama 4
minggu.

Intervensi non
farmakologis
Minggu 1: pengkajian,
pengontrol pernafasan
Minggu 2: review,
relaksasi, managemen
kecemasan.
Minggu 3: review,
konversi energy, readaptasi gaya hidup.
Minggu 4: review,
pengkajian.

Hasil
Berdasarkan
pengkajian
dngan
menggunakan Chronic
Respiratory
Disease
Questionnaire (CRQ)
dan visual analog scale
ditemukan
pasien
mengalami perbaikan,
akan
tetapi
tidak
seorang
pun
dari
sampel
tersebut
mengalami perubahan
secara signifikan.

Minggu 8: pengkajian
ulang, review.
Lau & Jones,
2008

Randomized
placebocontrolled with
pre-test
and
post-test design

Pasien rujukan untuk


mengikuti
program
rehabilitasi
paru
sebanyak 46 orang

Transcutaneous electrical
nerve stimulation (AcuTENS) yang dilakukan
selama 45 menit setiap
sesinya.

Penilaian fungsi paru


dengan
melakukan
pengukuran
forced
expiratory volume in 1
second (FEV1) and
forced vital capacity
(FVC)
dengan
menggunakan
spirometer.
sampel
pada
kelompok
perlakuan melaporkan
dyspnea
berkurang
dibandingkan
pada
kelompok control.

Howard, et al
2010

Retrospective
and
cohort
study,
experimental
with
pre-test
and
post-test
design.

48 pasien COPD
dengan
mayoritas
mantan perokok

Intervensi
cognitive
behavior berupa relaksasi,
tehnik
pernafasan,
pengaturan posisi dan
tehnik pembersihan jalan
nafas efektif, strategi
koping dan konversi

Penilaian
status
dyspnea pasien dengan
menggunakan The St.
Georges respiratory
questionnaire (SGRQ),
Hospital anxiety and
depression
scale
(HADS).
terdapat

energy.

perbedaan
yang
signifikan sebelum dan
sesudah
intervensi.
pasien
yang
mengalami perubahan
melaporkan
sudah
mampu
mengontrol
dyspnea
yang
di
alaminya.

Pembahasan
penulis mengeksklusikan sekitar 3 jurnal artikel yang ditulis dalam bentuk systematic review dan
literature review atas dasar pertimbangan bahwa pada tulisan tersebut penulis memasukkan beberapa
hasil penelitian sebelumnya yang mana tulisan tersebut juga masuk dalam proses seleksi, sehingga
dengan mengeksklusikan jurnal artikel tersebut maka tidak akan terjadi tumpang tindih dalam proses
sitasi. studi review ini akan fokus pada analisis pengaruh dari beberapa aspek terhadap hasil akhir
intervensi non farmakologis seperti konteks klinis dari intervensi, komponen intervensi dan signifikansi
intervensi.
Konteks klinis
Ada beberapa perbedaan yang penting mengenai karakteristik sampel pada penelitian tersebut
sebagai contoh pada studi yang dilakukan oleh Lau & Jones, sampel adalah pasien copd dengan level i
dan ii berdasarkan klasifikasi the gold. Hal serupa juga pada studi yang dilakukan Howard dimana
sampelnya adalah pasien COPD, akan tetapi howard tidak melakukan klasifikasi derajat penyakit
terhadap sampel yang direkrutnya. Sedangkan study yang dilakukan oleh Connor dkk, merekrut pasien
yang terdiagnosa kanker paru dengan berbagai variannya sebagai sampel. lebih lanjut, pada studi yang
dilakukan Howard sekitar 85% sampel adalah pasien dengan riwayat merokok. sedangkan sampel pada
studi yang dilakukan oleh Lau & Jones dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu berhenti merokok
sekitar 12 bulan yang lalu, masih tetap merokok, dan tidak pernah merokok.
Komponen intervensi
Melihat komponen dari intervensi yang dilakukan, penulis menemukan adanya kesamaan pada
penelitian yang dilakukan oleh Connor dan Howard, namun ada beberapa perbedaan yang signifikan
pada kedua penelitian tersebut. Intervensi yang dlakukan oleh Howard, sampel diajari tentang
relaksasi/tehnik distraksi, tehnik bernafas, pengaturan posisi dan tehnik batuk efektif, sedangkan
sampel pada peneilitian Connor, mereka diajari tentang tehnik relaksasi, manajemen kecemasan,
konversi energi, goal setting dan re-adaptation gaya hidup. semua sampel diajari tehnik sekaligus lalu
di lakukan review diakhir sesi latihan dan selanjutnya di evaluasi ulang pada sesi berikutnya. Pada
penelitian Howard, tehnik distraksi merupakan elemen kunci untuk memodifikasi respon pasien
terhadap kecemasan dan kondisi panik, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Connor,
konservasi energi merupakan intervensi yang utama. Lebih lanjut sampel pada penelitian Connor di
intervensi secara individu dan dilakukan selama 4 minggu berturut-turut lalu di ikuti oleh sesi review 1
bulan kemudian. sedangkan sampel pada penelitian Howard, mereka diberi buku panduan dan rekaman
relaksasi, dan mereka di dorong untuk terlibat dalam sesi latihan dan melakukan setiap hari secara
mandiri lalu dilakukan follow up 6 minggu setelah sesi berakhir. pada penelitian yang dilakukan oleh
Lau & Jones, sampel pada kelompok perlakuan menerima intervensi berupa Acu-TENS berupa
stimulasi listrik pada titik akupuntur yang ditetapkan oleh peneliti selama 45 menit setiap sesi.
Sedangkan pada kelompok kontrol, sampel menerima intervensi plasebo TENS dengan durasi yang
sama yaitu 45 menit.
Signifikansi intervensi
Jumlah sampel menjadi salah satu isu pada penelitian yang dilakukan oleh Lau & Jones, dan
Howard. Dimana jumlah sampel pada kedua penelitian tersebut yaitu 46 dan 48 pada masing-masing
penelitian. Hal menarik, sampel pada penelitian yang dilakukan oleh Connor sebanyak 169 orang akan
tetapi hanya sekitar 14 sampel yang menyelesaikan seluruh sesi intervensi. Connor akhirnya
menemukan penyebab tingginya angka drop out dari penelitian tersebut yaitu proses seleksi sampel,
dimana diidentifikasi beberapa sampel memiliki kondisi yang buruk dan beberapa sampel yang masih
menjalani kemoterapi selama proses peneltian dilakukan. pada penelitian Howard mayoritas sampel
menggunakan obat salbutamol (85%), 65% menggunakan fluticasone dan inhaler kombinasi

salmeterol, 38% menggunakan triotropium, dan sekitar 33% yang menggunakan terapi oksigen jangka
panjang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Connor perubahan nilai rata-rata dari visual analog scale dan
chronic respiratory disease questionnaire yang digunakan untuk mengukur tingkat atau derajat dyspnea
yaitu -1.79 dan 0.91, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Lau & Jones nilai rata-rata dari
visual analog scale pada kelompok perlakuan dan kontrol yaitu -14 dan -3. pada penelitian Howard, the
St. George respiratory questionnaire (SGRQ) digunakan untuk mengukur tingkat dyspnea pada sampel
penelitian. terdapat perbedaan total skor pada setiap kali pengukuran, akan tetapi setelah
membandingkan nilai awal dan nilai akhir dengan menggunakan sistem penyesuaian Bonferroni nilai
p=0.005 yang mengindikasikan adanya perbaikan dari status kesehatan kelompok sampel. Berdasarkan
data diatas, menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan oleh Connor dan Howard secara statistik
tidak menunjukkan signifikansi walaupun pasien pada penelitian tersebut beberapa yang melaporkan
adanya perubahan terhadap tingkat dyspnoe yang dirasakan. sedangkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Lau & Jones menemukan bahwa Acu-TENS meningkatkan skor FVC sekitar 3% pada kelompok
perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Akan tetapi nilai tersebut secara statistik juga tidak
bermakna atau tidak signifikan. dari kedua hasil studi yang dilakukan oleh Connor dan Howard
menunjukkan peningkatan kemampuan koping terhadap dyspnea cukup signifikan dan rata-rata sampel
mampu melakukan relaksasi saat terjadi serangan dyspnea. beberapa sampel melaporkan adanya
perbaikan setelah intervensi dilakukan, penyebab dari uji statistik yang menyatakan tidak adanya
signifikansi intervensi terhadap pasien kemungkinan diakibatkan oleh jumlah sampel yang sedikit dan
banyaknya sampel yang drop out selama proses penelitian dilakukan.
Hal menarik bahwa fan terapi merupakan terapi non farmakologis yang telah digunakan secara
luas di pelayanan paliatif baik di rumah sakit maupun di nursing home dan komunitas, akan tetapi dari
3 literature ilmiah yang terseleksi diatas tidak ada yang menjelaskan tentang fan terapi tersebut. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Connor dimana interensi yang digunakan berupa relaksasi, manajemen
kecemasan, konservasi energi, goal setting, dan re-adaptasi gaya hidup. Webb et al (2000) meyakini
bahwa relaksasi merupakan interevnsi yang mudah untuk diajarkan kepada pasien dan interevnsi
tersebut juga dapat menjadi solusi terhadap masalah efek samping terkait penggunaan obat. Dari
beberapa hasil studi yang dilakukan ditemukan bahwa relaksasi dapat mengurangi gejala dyspnea,
status fungsional dan kualitas hidup pasien pada kondisi penyakit paru stadium lanjut. Akan tetapi studi
yang dilakuka oleh Pan et al (2000) menemukan bahwa pasien yang mengikuti program relaksasi otot
progresif selama 4 minggu menunjukkan bahwa tidak ada signifikansi secara statistik terhadap
perubahan dyspnea. Namun pasien menujukkan adanya perubahan frekuensi nafas, frekuensi detak
jantung dan tingkat kecemasan, dan pasien kelompok perlakuan mampu berjalan lebih jauh dibanding
kelompok kontrol. Selain itu, Webb et al (2000) juga mengemukakan bahwa konversi energi dapat
membantu pasien untuk melakukan aktifitas harian dasar seperti makan dan minum. Lebih lanjut
Barnet (2009) menyatakan bahwa pasien harus diajarkan tentang konversi energi karena dengan itu
pasien dapat melakukan aktifitas hidup harian dengan energi yang lebih sedikit. Tehnik ini juga sering
dimasukkan sebagai bagian dari program rehabilitasi paru (Leyshon, 2012).
Sekalipun studi yang terkait dengan efektifitas akupuntur dan sejenisnya seperti Acu-TENS
terhadap dyspnea masih sangat terbatas, akan tetapi menurut Ozalevli (2013), menyatakan bahwa
akupuntur dapat dijadikan sebagai solusi alternatif untuk mengatasi dyspnea tersebut. Studi yang
dilakukan oleh Pan et al (2000) yang dilakukan secara randomised controlled trial pada pasien dyspnea
akibat kanker dan COPD menemukan bahwa akunfuntur dapat mengurangi keluhan dyspnea dan
pasien merasakan lebih rileks. Pada penelitian yang dilakukan oleh Howard mengenai intervensi CBT,
menemukan bahwa status kesehatan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal serupa juga
yang di temukan oleh Hately et al (2003) bahwa kombinasi tehnik pernafasan dan strategi psikologis
yang diajar pada pasien dalam program CBT menunjukkan sangat bermanfaat untuk membantu pasien
dalam mengontrol keluhan dyspnea. lebih lanjut Powel (2014) menyatakan bahwa CBT dapat
meningkatkan kemampuan pengontrolan diri pasien saat pada kondisi dyspnea, dan sekaligus
mengontrol efek psikologis yang ditimbulkan oleh dyspnea (Norweg &Collins, 2013).
4.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil review ini, penulis menemukan bahwa intervensi non farmakologis pada pasien
lansia yang mengalami dyspnea menunjukkan potensi untuk mengatasi keluhan dyspnea pada
berbagai macam penyakit. akan tetapi penelitian lebih lanjut dengan menggunakan intervensi
tersebut pada kelompo sampel yang lebih besar sangat dibutuhkan untuk membuktikkan
efektifitasnya.

5.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terimah kasi kepada pimpinan Universitas Avicenna (STIK Avicenna)
Kendari dan Direktur RS Benyamin Guluh Kolaka atas dukungan kepada penulis. Pendanaan
kegiatan ini bersumber dari penulis. Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dalam
proses penulisan review ini.

6.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, T., Steward, J., & OMahony, M. (2012). Dyspnoea and mortality in older people in the community:
A 10-year follow-up. Age and Ageing, 41(4), 545-549.
Barnett, M. (2009). Management of breathlessness. Journal of Community Nursing, 23(12).
Ben-Aharon, I., Gafter-Gvili, A., Paul, M., Leibovici, L., & Stemmer, S. (2008). Interventions for alleviating
cancer-related dyspnea: A systematic review. Journal of Clinical Oncology, 26(14), 2396-404.
Bentayeb, M., Billionnet, C., Baiz, N., Derbez, M., Kirchner, S, & Annesi- Maesano, I. (2013). Higher
prevalence of breathlessness in elderly exposed to indoor aldehydes and VOCs in a representative
sample of French dwellings. Respiratory Medicine, 107(10), 1598-1607.
Cachia, E, & Ahmedzai, S. H. (2008). Breathlessness in cancer patients. European Journal of Cancer, 44(8),
1116-1123.
Cairns, L. (2012). Managing breathlessness in patients with lung cancer. Nursing Standard, 27(13), 44-49.
Connors, S., Graham, S., & Peel, T. (2007). An evaluation of a physiotherapy led non-pharmacological
breathlessness programme for patients with intrathoracic malignancy. Palliative medicine, 21(4), 285287.
Currow, D., Higginson, I., & Johnson, M. (2013). Breathlessness current and emerging mechanisms,
measurement and management: A discussion from a European Association of Palliative Care
workshop. Palliative Medicine, 27(10), 932-938.
Dunger, C., Higginson, I. J., Gysels, M., Booth, S., Simon, S. T., & Bausewein, C. (2015). Breathlessness
and crises in the context of advanced illness: A comparison between COPD and lung cancer patients.
Palliative and Supportive Care, 13(02), 229-237.
Farquhar, M., Prevost, A., Mccrone, P., Brafman-Price, B., Bentley, A., Higginson, I., . . . Booth, S. (2014).
Is a specialist breathlessness service more effective and cost-effective for patients with advanced
cancer and their carers than standard care? Findings of a mixed-method randomised controlled trial.
BMC Medicine, 12(1), 194.
Gysels, M., Bausewein, C., & Higginson, I. (2007). Experiences of breathlessness: A systematic review of
the qualitative literature. Palliative Supportive Care, 5(3), 281-302.
Hately, J., Laurence, V., Scott, A., Baker, R., & Thomas, P. (2003). Breathlessness clinics within specialist
palliative care settings can improve the quality of life and functional capacity of patients with lung
cancer. Palliative Medicine, 17(5), 410-417.
Ho, S., OMahony, M., Steward, J., Breay, P., Buchalter, M., & Burr, M. (2001). Dyspnoea and quality of life
in older people at home. Age and Ageing, 30(2), 155-159.
Howard, C., Dupont, S., Haselden, B., Lynch, J., & Wills, P. (2010). The effectiveness of a group cognitivebehavioural breathlessness intervention on health status, mood and hospital admissions in elderly
patients with chronic obstructive pulmonary disease. Psychology, Health & Medicine, 15(4), 371-385.
Lau, K. S., & Jones, A. Y. (2008). A single session of Acu-TENS increases FEV1 and reduces dyspnoea in
patients with chronic obstructivepulmonary disease: a randomised, placebo-controlled trial. Australian
Journal of Physiotherapy, 54(3), 179-184.
Leyshon, J. (2012). Managing severe breathlessness in patients with end- stage COPD. Nursing standard,
27(6), 48-56.
Loveridge, J., & White, V. (2012). Breathlessness and cough. Medicine, 41(2), 108-112.
Norweg, A, & Collins, E.G. (2013). Evidence for cognitive--behavioral strategies improving dyspnea and
related distress in COPD. International Journal of Chronic Obstructive Pulmonary Disease, 8, 439.

ORourke, M. (2007). Clinical Dilemma: Dyspnea. Seminars in Oncology Nursing, 23(3), 225-231.
Ozalevli, S. (2013). Impact of physiotherapy on patients with advanced lung cancer. Chronic Respiratory
Disease, 10(4), 223-232.
Pan, C.X., Morrison, R.S., Ness, J., Fugh-Berman, A., & Leipzig, R.M. (2000). Complementary and
alternative medicine in the management of pain, dyspnea, and nausea and vomiting near the end of life:
a systematic review. Journal of pain and symptom management, 20(5), 374-387.
Powell, B. (2014). Managing breathlessness in advanced disease. Clinical Medicine, 14(3), 308-11.
Simon, S.T., Higginson, I.J., Benalia, H., Gysels, M., Murtagh, F.E.M., Spicer, J, & Bausewein, C. (2013).
Episodic and Continuous Breathlessness: A New Categorization of Breathlessness. Journal of Pain
and Symptom Management, 45(6), 1019-1029.
Webb, M., Moody, L. E., & Mason, L. A. (2000). Dyspnea assessment and management in hospice patients
with pulmonary disorders. American Journal of Hospice and Palliative Medicine, 17(4), 259-264.
Weingrtner, V., Scheve, C., Gerdes, V., Schwarz-Eywill, M., Prenzel, R., Otremba, B., Simon, S. (2015).
Characteristics of episodic breathlessness as reported by patients with advanced chronic obstructive
pulmonary disease and lung cancer: Results of a descriptive cohort study. Palliative Medicine, 29(5),
420-428.
Yorke, J. (2014). Breathlessness in the community: Part 1 - assessment. Journal of Community Nursing,
28(5), 83-90.

Anda mungkin juga menyukai