Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI

PADA KLIEN DENGAN DISFAGIA

DISUSUN OLEH:

KEZIA PRAMESWARI MUSKITTA


NPM. 18210100101

CI INSTITUSI

Susaldi, S.ST., M.Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS INDONESIA MAJU
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan
penyertaanNya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan mengenai
“Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Klien Dengan Disfagia” ini tepat pada
waktunya.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari stase mata kuliah
Keperawatan Dasar Profesi yang dimana merupakan salah satu mata kuliah yang harus
dipenuhi dan laporan ini juga dibuat untuk menunjang proses pembelajaran. Dengan harapan,
semoga laporan pendahuluan ini dapat dijadikan sumber referensi yang dapat membantu
dalam pembelajaran mata kuliah ini.

Menyadari sungguh, saya adalah manusia yang lemah yang tak luput dari kesalahan,
oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 15 April 2022

ii
DAFTAR ISI

Halaman Awal.................................................................................................................... i

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii

Daftar Isi............................................................................................................................. iii

A. Definisi....................................................................................................................... 1

B. Anatomi Fisiologi....................................................................................................... 1

C. Proses Kebutuhan Manusia Sesuai Kasus.................................................................... 5

D. Patway........................................................................................................................ 6

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi.............................................................................. 6

F. Manifestasi Klinis...................................................................................................... 8

G. Diagnosa Keperawatan............................................................................................... 9

H. Intervensi Keperawatan.............................................................................................. 9

Daftar Pustaka

iii
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI
PADA KLIEN DENGAN DISFAGIA

A. Definisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses - proses dalam tubuh manusia untuk menerima
makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan
tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat
dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi
reaksi dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. Nutrisi juga
dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat lain yang terkandung, aksi, dan
keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan penyakit ( Wartonah, 2010 ).
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan yang
berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia berarti
makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam proses
menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu (Fradsen, G, 2016).

B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar.1

1. Anatomi
a. Rongga mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar ototorbikularis oris yang
dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antaramukosa pipi bagian dalam dan gigi

1
adalah vestibulum oris. Palatumdibentuk oleh tulang dari palatum durum di bagian
depan dansebagian besar dari otot palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut
di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagiandari kelenjar
submandibula.
Muara duktus sub mandibularis terletak di depan dari frenulumlidah. Lidah
merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depandapat digerakkan,
sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpanimempersarafi cita rasa lidah
duapertiga bagian depan dan glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.
b. Laring
Laring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong
dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung keesofagus setinggi vertebra
servikal. Laring berhubungan denganrongga hidung melalui koana dan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan
laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan
esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang longitudinal dan
melingkar sirkular. Otot-otot yang sirkuler terdiri dari konstriktor faring superior,
media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya
menutup sebagian otot bagian atasnyadari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini
bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan ikat yang
disebut rafefaring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis,
batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikalserta esofagus di
bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopistruktur pertama yang tampak di
bawah dasar lidah adalah valekula.
Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum
glossoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di
bawah valekula adalah permukaan laryngeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi
melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus
tersebut menuju kesinus piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan
sensorik daerah faring berasal dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh
cabang faringeal dari esovagus, cabang dari glossofaringeus dan serabut simpatis.
Dari pleksus faringealis keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali
stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang glosofaringeus.

2
c. Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkanhipofaring
dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitusesofagus yang terletak
setinggi batas bawah kartilago krikoid atausetinggi vertebra servikal. Di dalam
perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke dalam rongga toraks. Di
dalam rongga toraks , esofagus berada di mediastinum superior antara trakea dan
kolumna vertebra terus ke mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan
menembus diafragma setinggi vertebra torakal dengan jarak kurang lebih 3cm di
depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu
dengan lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal,torakal dan
abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat.Penyempitan pertama yang
bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara esofagus
dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos.
Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan
lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat
sfingter.Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat
esofagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat
sfingter. Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis
nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia simpatis servikalis
inferior, nervus torakal dan splangnikus.

2. Fisiologi Menelan
Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur
dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan
dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju ke
bawah. Jaringan saraf, yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini, disebut
dengan polagenerator pusat. Batang otak, termasuk nucleus traktus solitarius dan
nukleus ambigus dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan
motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.
Tiga Fase Menelan adalah sebagai berikut:
a. Fase Oral
Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga
dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsive oral berarti pedorongan makanan

3
dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah
dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk
mencampur bolus makanan dengan saliva dan mendorong bolus makanan dari
rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan
involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V
(trigeminal, VII (facial) dan XII (hypoglossal).
Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1
detik. Untuk menelan makanan padat, suatu penundaan selama 5-10 detik terjadi
Ketika bolus berkumpul di orofaring.
b. Fase Faringeal
Fase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme perlindungan
faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada fase ini. Fase ini melibatkan
rentetan yang tepat dari beberapa kejadian yang saling tumpang tindih. Palatum
mole terangkat. Tulang hyoid dan laring bergerak keatas dan kedepan. Pita suara
bergerak ke tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk menutupi jalan napas.
Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring untuk meluncurkan
bolus kebawah. Lidah di bantu oleh dinding faringeal, yang melakukan gerakan
untuk mendorong makanan kebawah.
Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk menelan dan
membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan laring kedepan. Sphincter akan
menutup setelah makanan lewat, dan struktur faringeal akan kembali ke posisi
awal. Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya
adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang terjadi sampai reflek menelan
dipicu. Reflek ini melibatkan tractus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX
(glossofaringeal) dan X (Vagus).
c. Fase Esophageal
Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik.
Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi
sampai bolus makanan mencapai lambung. Tidak seperti sphincter esophageal
bagian atas, sphincter bagian bawah membuka bukan karena pengaruh otot-otot
ekstrinsik. Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun
menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri. Suatu interval selama 8-20

4
detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam menodorong bolus ke dalam
lambung.
C. Proses Kebutuhan Manusia Sesuai Kasus
Tahap-Tahap Pemrosesan Nutrisi
1. Ekskresi
Ekskresi adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme dalam tubuh untuk
menjaga homeostasis,caranya melalui defekasi yaitu mengsksresi sisa metabolisme
berupa feses melalui saluran cerna.Miksi membuang sisa metabolisme dalam bentuk
urin yang dikeluarkan oleh urogenitalia.Diaforesis merupakan pembuangan zat sisa
metabolisme melalui keringat.
2. Absorbsi
Absorbsi merupakan proses nutrien diserap usus melalui saluran darah dan getah
bening menuju ke hepar .Di lambung hanya terjadi absorbsi alkohol,pada usus halus
terjadi proses utama yaitu 90% dari nutrien yang sudah dicerna dan sedikit absorbsi
air. 1Secara spesifik ,absorpsi yang terjadi di usus halus adalah Pada usus halus bagian
atas mengabsorbsi vitamin yang larut dalam air,asam lemak,dan
gliserol,natrium,kalsium.Fe,serta klorida.Usus halus bagian tengah mengabsorbsi
monosakarida,asam amino,dan zat lainnya.Sedangkan usus halus bagian bawah
mengabsorbsi garam empedu dan vitamin B12.Absorpsi air paling banyak dilakukan
pada kolon.
3. Digesti
Merupakan rangkaian kegiatan fisik dan kimia pada makanan yang dibawa kedalam
tubuh. Terjadi penyederhanaan zat makanan sehingga dapat diabsorpsi oleh saluran
intestinal.
4. Ingesti
Proses masuknya makanan kedalam tubuh yang terdiri dari dimulai koordinasi otot-
otot lengan dan tangan untuk membawa makanan ke mulut:
a. Proses mengunyah:
Proses pemecahan, penyederhanaan makanan dari ukuran besar menjadi ukuran
lebih kecil. Proses mengunyah melibatkan gigi dan kontrol volunter otot-otot mulut
bila makanan berada pada gigi, gusi, palatum keras dan lidah, maka akan terjadi
refleks mengunyah yang volunteer (disadari)
b. Proses menelan:

5
Merupakan tahap terakhir dari peristiwa ingesti, yaitu bergeraknya makanan dari
mulut ke esophagus dan masuk lambung. Proses ini terjadi secara refleks sebagai
akibat adanya penekanan pada bagian faring dan mulai sejak makanan sudah
dikunyah secara adekuat, serta refleks ini akan menahan proses respirasi.

D. Patways

Malnutrisi Kerusakan saluran pencernaan

Kurangnya nutrisi masuk Gangguan makanan yg dicerna


ke sel

Sel kekurangan nutrisi Terjadinya mual dan refluks

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Lemah Lemas Gangguan aktifitas Berat badan turun

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi


1. Fisiologis (intake nutrient)
a. Kemampuan mendapat dan mengolah makanan
b. Pengetahuan
c. Gangguan menelan
d. Perasaan tidak nyaman setelah makan
e. Anoreksia
f. Nausea dan vomitus
g. Intake kalori dan lemak yang berlebih
2. Kemampuan mencerna nutrient
a. Obstruksi saluran cerna
b. Malaborbsi nutrient
c. DM

6
3. Kebutuhan metabolism
a. Pertumbuhan
b. Stres
c. Kondisi yang meningkatkan BMR (latihan,hipertyroid)
d. Kanker
4. Gaya hidup dan kebiasaan
a. Kebiasaan makan yang baik perlu diterapkan pada usia toddler
b. Kebudayaan dan kepercayaan
Kebudayaan orang asia lebih memilih padi sebagai makanan pokok
c. Sumber ekonomi
d. Tinggal sendiri
Seseorang yang hidup sendirian sering tidak mempedulikan tugas memasak untuk
menyediakan makanannya.
5. Kelemahan fisik
Contohnya atritis atau cedera serebrovaskular (CVA) yang menyebabkan kesulitan
untuk berbelanja dan masak. Mereka tidak mampu merencanakan dan menyediakan
makanannya sendiri.
6. Kehilangan
Terutama terlihat pada pria lansia yang tidak pernah memasak untuk mereka sendiri.
Mereka biasanya tidak memahami nilai suatu makanan yang gizinya seimbang.
7. Depresi
Menyebabkan kehilangan nafsu makan. Mereka tidak mau bersusah payah berbelanja,
memasak atau memakan makanannya.
8. Pendapatan yang rendah
Ketidakmampuan untuk membeli makanan yang cermat untuk meningkatkan
pengonsumsian makanan yang bergizi.
9. Penyakit saluran pencernaan
Termasuk sakit gigi, ulkus
10. Obat
Pada lansia yang mendapat lebih banyak obat dibandingkan kelompok usia lain yang
lebih muda ini berakibat buruk terhadap nutrisi lansia. Pengobatan akan
mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin jauh.
Selain itu, ada faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan nutrisi,
antara lain:

7
1. Pengetahuan
Rendahnya pengetahuan tentang manfaat makanan bergizi dapat mempengaruhi pola
konsumsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya informasi, sehingga
dapat terjadi kesalahan dalam pemenuhan kebutuhan gizi (Hidayat, 2008).
2. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan yang bernilai gizi tinggi,
dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa daerah tempe yang
merupakan sumber protein yang baik dan murah, tetapi tidak digunakan sebagai
makanan sehari-hari karena masyarakat menganggap bahwa mengkonsumsi tempe
dapat merendahkan status derajat (Hidayat, 2008).
3. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan tertentu dapat
juga mempengaruhi status gizi. Misalnya, di beberapa daerah terdapat larangan makan
pisang dan papaya bagi para gadis remaja. Padahal makanan itu merupakan sumber
vitamin yang baik (Hidayat, 2008).
4. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan
kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh zat-zat gizi yang
dibutuhkan secara cukup. Kesukaan dapat mengakibatkan banyak terjadi kasus
malnutrisi pada remaja karena asupan gizinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh tubuh (Hidayat, 2008).
5. Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi. Penyediaan makanan
bergizi membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga perubahan status gizi
dipengaruhi oleh status ekonomi. Dengan kata lain, orang dengan status ekonomi
kurang biasanya kesulitan dalam penyediaan makanan bergizi dan sebaliknya (Hidayat,
2008).

F. Manifestasi Klinis

Disfagia Oral atau faringeal Disfagia Esophageal

8
- Batuk atau tersedak saat menelan - Sensasi makanan tersangkut di
- Kesulitan pada saat mulai menelan tenggorokan atau dada
- Makanan lengket di kerongkongan - Regurgitasi oral atau faringeal
- Sialorrhea - Perubahan pola makan
- Penurunan berat badan - Pneumonia rekuren
- Perubahan pola makan
- Pneumonia berulang
- Perubahan suara (wet voice)
- Regusgitasi Nasal

G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada klien dengan gangguan nutrisi dengan masalah
Disfagia menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017) yaitu:
1. Gangguan Menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskuler, gangguan saraf
kranialis, paralisis serebral, akalasia, abnormalitas laring, abnormalitas orofaring,
anomaly jalan napas, defek anatomic kongenital, defek laring, defek nasal, defek
rongga nasofaring, defek trakea, refluk gastroesofagus, obstruksi mekanis,
prematuritas yang ditandai dengan mengeluh sulit menelan, batuk sebelum menelan,
batuk setelah makan, atau minum, tersedak, makanan tertinggal di rongga mulut.
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,
peningkatan kebutuhan metabolisme, factor ekonomi, factor psikologis yang ditandai
dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal, cepat kenyang
setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif,
otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum
albumin turun, rambut rontok berlebihan, diare.

H. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Intervensi Kepperawatan
No Keperawatan
Hasil (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Gangguan Status Menelan Dukungan Perawatan Diri:
Menelan (L.06052): Makan/Minum (I.11351)
berhubungan a. Mempertahankan
dengan gangguan makanan di mulut (5) Observasi:

9
serebrovaskuler, Meningkat - Identifikasi diet yang
gangguan saraf b. Reflek menelan (5) dianjurkan
kranialis, paralisis meningkat - Monitor kemampuan menelan
serebral, akalasia, c. Kemampuan - Monitor status hidrasi pasien ,
abnormalitas menggosongkan kalo perlu
laring, mulut (5) meningkat Teraupetik:
abnormalitas d. Kemampuan - Ciptakan lingkungan yang
orofaring, mengunnyah (5) menyenangkan selama makan
anomaly jalan meningkat - Atur posisi yang nyaman
napas, defek e. Usaha menelan (5) untuk makan minum
anatomic meningkat - Lakukan oral hygiene sebelum
kongenital, defek f. Pembentukan bolus makan, jika perlu
laring, defek (5) meningkat - Letakkan makanan di sisi
nasal, defek g. Frekuensi tersedak (5) mata yang sehat
rongga menurun
- Sediakan sedotan untuk
nasofaring, defek h. Batuk (5) menurun
minum, sesuai kebutuhan
trakea, refluk i. Muntah (5) menurun
- Siapkan makanan dengan
gastroesofagus, j. Refluks lambung (5)
suhu yang meningkatkan
obstruksi menurun
nafsu makan
mekanis, k. Gelisah (5) menurun
prematuritas l. Regurgitasi (5) - Sediakan makanan dan
menurun minuman yang disukai
m. Produksi saliva (5) - Berikan bantuan saat
membaik makan/minum sesuai tingkat
n. Penerimaan makanan kemandirian
(5) membaik - Motivasi untuk makan di
o. Kualitas suara (5) ruang makan
membaik Edukasi:
- Jelaskan posisi makanan pada
pasien yang mengalami
gangguan penglihatan dengan
menggunnakan arah jarum
jam
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
(mis. Analgetic, antiemetik),
sesuai indikasi

Pemberian Makanan Enteral


(I.03126)

Observasi:
- Periksa posisi nasogastric
tube (NGT) dengan
memeriksa residu lambung
atau mengauskultasi
hembusan udara
- Monitor tetesan makanan pada
pompa setiap jam
- Monitor rasa penuh, mual, dan

10
muntah
- Monitor residu lambung tiap
4-6 jam selama 24 jam
pertama, kemudian tiap 8 jam
selama pemberian makan via
enteral, jika perlu
- Monitor pola buang air besar
setiap 4-8 jam, jika perlu

Teraupetik:
- Gunakan teknik bersih dalam
pemberian makanan via
selang
- Berikan tanda pada selang
untuk mempertahankan lokasi
yang tepat
- Tinggikan kepala tempat tidur
30-45 derajat selama
pemberian makan
- Ukur residu sebelum
pemberian makan
- Hindari pemberian makan
lewat selang 1 jam sebelum
prosedur atau pemindahan
pasien.
- Hindari pemberian makanan
jika residu lebih dari 150cc
atau lebih dari 110%-120%
dari jumlah makanan tiap jam
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan angkah-
langkah prosedur
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemeriksaan sinar
x untuk konfirmasi posisi
selang, jika perlu
- Kolaborasi pemebrian jenis
dan jumlah mkaanan enteral

2. Defisit Nutrisi Status Nutrisi (L.03030) MANAJEMEN NUTRISI (I.


berhubungan a. Kekuatan otot 03119)
dengan pengunyah (5)
ketidakmampuan meningkat Observasi
menelan b. Kekuatan otot - Identifikasi status nutrisi
makanan, menelan (5) - Identifikasi alergi dan
ketidakmampuan meningkat intoleransi makanan
mencerna c. Verbalitas keinginan - Identifikasi makanan yang
makanan, untuk meningkatkan disukai
ketidakmampuan nutrisi (5) meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori

11
mengabsorbsi d. Pengetahuan tentang dan jenis nutrient
nutrient, pilihan makan yang - Identifikasi perlunya
peningkatan sehat (5) meningkat penggunaan selang
kebutuhan e. Pengetahuan tentang nasogastrik
metabolisme, pilihan minum yang - Monitor asupan makanan
factor ekonomi, sehat (5) meningkat - Monitor berat badan
factor psikologis f. Pengetahuan tentang - Monitor hasil pemeriksaan
standar asupan nutrisi laboratorium
yang tepat (5)
meningkat Terapeutik
g. Sikap terhadap - Lakukan oral hygiene sebelum
makanan/minuman makan, jika perlu
sesuai dengan tujuan - Fasilitasi menentukan
Kesehatan (5) pedoman diet (mis. Piramida
meningkat makanan)
h. Perasaan cepat - Sajikan makanan secara
kenyang (5) menurun
menarik dan suhu yang sesuai
i. Nyeri abdomen (5)
- Berikan makan tinggi serat
menurun
untuk mencegah konstipasi
j. Sariawan (5) menurun
- Berikan makanan tinggi kalori
k. Rambut rontok (5)
menurun dan tinggi protein
l. Diare (5) menurun - Berikan suplemen makanan,
m. Berat badan (5) jika perlu
membaik - Hentikan pemberian makan
n. IMT (5) membaik melalui selang nasigastrik jika
o. Frekuensi makan (5) asupan oral dapat ditoleransi
membaik
p. Nafsu makan(5) Edukasi
membaik - Anjurkan posisi duduk, jika
q. Bising usus (5) mampu
membaik - Ajarkan diet yang
r. Tebal lipatan kulit diprogramkan
trisep(5) membaik
s. Membrane mukosa(5) Kolaborasi
membaik - Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

Pemberian makanan parenteral


(I.03127)

Observasi:
- Identifikasi terapi yang
diberikan sesuai untuk usia,

12
kondisi, diosis, kecepatan, dan
rute
- Monitor tanda phlebitis,
inflamasi, dan trombhosis
- Monitor nilai laboratorium
(mis, BUN, kratinin, gula
darah, elektrolit, faal hepar
- Monitor berat badan
- Monitor produksi urine
- Monitor jumlah cairan yang
masuk dan keluar

Teraupetik:
- Cuci tangan dan pasang
sarung tangan
- Gunakan teknnik aseptic
dalam perawatan selang
- Berikan label pada wadah
makanan parenteral dengan
tanggal, waktu, dan inisial
perawat
- Atur laju infus, konsentrasi
dan volume yang akan
dimasukan
- Pastikan alarm infus
dihidupkan dan berfungsi, jika
tersedia
- Ganti balutan tiap 24-48 jam
- Ganti set infus maksimal 2x24
jam
- Ganti posisi pemasangan infus
maksimal 3x24 jam (perifer)
- Hindari pengambilan sampel
darah dan pemberian obat
pada selang nutrisi parenteral
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan Langkah-
langkah prosedur

13
DAFTAR PUSTAKA

Bermen, A.,Snyder, S & Fradsen, G (2016). Kozier& Erb’s Fundamentals of Nursing (10th
ed.) USA: Pearson Education
Dougherty, L & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9th ed). UK:
The Royal Marsden NHS Foundation Trust
Perry, A, G., & Potter, P, A (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed). St Louis:
Elsevier
Wilkinson J.M, Threas , L.S, Barnett.K & Smith, M.H (2016). Fundamentals of Nursing
(3th ed). Philadelphia: F.A Davis Copany
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

14

Anda mungkin juga menyukai