Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ORGAN ESOFAGUS

Disusun Oleh :
Kelompok 2
 Annisa Eka Putri
 Fadilla Al-Zohar
 Yola Erlina

AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA


2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih, yang telah melimpahkan
rahmat, inayah, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini . Semoga makalah ini dapat bermanfaat, bagi kita semua.
Besar harapan kami agar makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar
dapat lebih baik. Kami mengakui bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan masalah....................................................................................................................4
C. Tujuan masalah.......................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAAN................................................................................................................................5
A. Pengertian Esofagus................................................................................................................5
B. Anatomi dan Fisiologi Esofagus..............................................................................................5
C. Gangguan Pada Esofagus........................................................................................................6
I. DYSPHAGIA.......................................................................................................................6
II. ACHALASIA......................................................................................................................18
BAB II................................................................................................................................................31
PENUTUP..........................................................................................................................................31
A. Kesimpulan............................................................................................................................31
B. Saran.......................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................32

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menelan merupakan proses kompleks dan terintegrasi yang melibatkan banyak
saraf dan otot. Pada keadaan normal, rongga mulut, faring, laring dan esofagus serta
persarafannya berkoordinasi dengan baik saat terjadi proses menelan. Kemampuan
menelan yang baik sangat penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, hidrasi dan
kualitas hidup. Gangguan dalam proses menelan mulai dari proses persiapan menelan,
transportasi bolus dari rongga mulut melewati faring dan esofagus menuju ke
lambung disebut dengan disfagia. Gangguan ini dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan terutama pada pasien anak dan orang tua.
Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan
gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke
lambung. Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi
mengenai kelainan yang terjadi.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari esofagus ?
2. Apa saja anatomi dan fisiologi dari esofagus ?
3. Apa saja gangguan dari esofagus ?
4. Bagaimana asuhan dasar keperawatan dari gangguan yang terdapat di
esofagus?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari esofagus
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologis dari esofagus
3. Untuk mengetahui gangguan yang terdapat di esofagus
4. Untuk mengetahui asuhan dasar keperawatan dari gangguan yang terdapat di
esofagus

4
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Pengertian Esofagus
Esofagus merupakan salah satu bagian organ pencernaan yang terletak setelah
faring dan sebelum lambung, serta berlekatan dengan trakea. Kata Esofagus berasal
dari bahasa Yunani yaitu, “Oeso” yang artinya “membawa” dan “phagus” yang
artinya “memakan”. Dalam bahasa indonesia, esofagus sering disebut dengan
kerongkongan. Esofagus adalah organ pencernaan berbentu seperti tabung berotot
yang berfungsi membawa makanan dari mulut ke lambung. Esofagus mendorong
makanan dengan sebuah gerakan hasil kombinasi kontraksi otot yang disebut gerakan
peristaltik. Panjang esofagus pada orang dewasa sekitar 23 – 25 cm dengan lebar
sekitar 2 cm.
B. Anatomi dan Fisiologi Esofagus

Esofagus mempunyai tiga daerah normal penyempitan yang sering


menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus. Penyempitan pertama adalah
disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana pertemuan antara serat otot
striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif melemah. Daerah penyempitan
kedua disebabkan oleh persilangan cabang utama bronkus kiri dan arkus
aorta.Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh mekanisme sfingter
gastroesofageal(Chandramata, 2000).
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut :
1) pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
2) upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase
menelan

5
3) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat
respirasi
4) mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan
laring
5) kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke arah lambung
6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan di mulut,
faring, laring, dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat
secara berkesinambungan (Soepardi, 2007
Esofagus (kerongkongan) merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan
faring, panjangnya kirakira 25 cm dengan posisi mulai dari tengah leher sampai ujung
bawah rongga dada di dada di belakang trak belakang trakea.
Pada bagian dalam dibelakang jantung menembus diafragma sampai ke rongga dada
dan ke fundus lambung melewati persimpangan sebelah kiri diafragma.
Sekresi esofagus bersifat mukoid yaitu memberi pelumas untuk penggerakan
makanan melalui esofagus.
Pada peralihan esofagus ke lambung terdapat sfingter kardiak yang dibentuk oleh
lapisan otot sirkuler esofagus. Sfingter ini terbuka secara refleks pada akhir proses
menelan.
Lapisan dinding esofagus dari dalam keluar:
 lapisan selaput (mukosa)
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring
bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi
lambung yang sangat asam.
 lapisan submukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa
dari cedera akibat zat kimia.
 Lapisan otot melingkar (muskular sirkuler)
 lapisan otot memanjang (muskular longitudinal).
C. Gangguan Pada Esofagus
1. Dysphagia
2. Achalasia

I. DYSPHAGIA
1. Pengertian Dysphagia
Dysphagia adalah perkataan yang berasal dari bahasa  Yunani, dys
yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia berarti makan
Disphagya adalah kesulitan pada proses menelan dan melewatkan
makanan dari esofagus ke lambung.
Dysphagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan
dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua
kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur,
dan/atau kondisi medis tertentu
2. Etiologi Dysphagia

6
Pada disphagia dapat ditemukan beberapa penyebab yang dapat
menimbulkan keadaan tersebut antara lain :
 Stroke
 Penyakit neurologi progresif
 Adanya selang trachestomy
 Paralise atau tidak adanya pergerakan pita suara
 Tumor dalam mulut
 Pembedahan kepala
3. Patofisiologi Dysphagia
Gangguan menelan adalah gejala terjadinya gangguan/kegagalan untuk
mentransfer makanan dari rongga mulut ke arah lambung. Gejalanya
bisa ringan sehingga tidak begitu disadari oleh penderita, sampai gejala
berat, sehingga makanan sama sekali tidak dapat masuk ke lambung.
Oleh karena itu gangguan tersebut diatas, “intake” makanan akan
berkurang sehinbgga penderita makin kurus. Tidak jarang gangguan
menelan dapat menimbulkan gejala tersedak, karena makanan masuk
ke dalam jalan nafas (aspirasi paru). Lebih lanjut akan menimbulkan
infeksi paru (pneumonia aspirasi) yang dapat berakibat fatal.
Gangguan menelan dapat terjadi pada anak-anak, orang dewasa atau
usia lanjut. Penyebab gangguan menelan dapat bermacam-macam,
yaitu adanya gangguan pada susunan syaraf pusat (stroke, tumor otak,
dll). Gangguan sistem neuromuskuler yang berperan dalam proses
menelan (akibat kencing manis, penyakit syaraf, dll), adanya gangguan
sumbatan mekanik di rongga mulut, faring, laryng dan esophagus
(pada anak amandel yang besar, radang atau tumor pada lidah,
tenggorokan atau jalan makanan).
a. Disfagia Mekanis
Disfagia mekanis dapat disebabkan oleh bolus makanan yang
sangat bes makanan yang sangat besar, penyempitan intri ,
penyempitan intrinsik atau kompresi ekstrinsik lumen lintasan
untuk gerakan menelan
b. Disfagia Motorik
Disfagia Motorik dapat terjadi akibat kesulitan dalam memulai
gerakan menel memulai gerakan menelan atau abnormalitas
pada an atau abnormalitas pada gerakan peristaltik dan akibat
inhibisi deglutisi yang disebabk disebabkan oleh penyakit pada
otot lurik atau otot an oleh penyakit pada otot lurik atau otot
polos esofagus.
4. Manifestasi Klinis Dyspagia
 Disfagia merupakan gejala atau keluhan yang disebabkan
kelainan struktur esofagus. Pada umumnya pasien
mengeluhkan kesulitan menelan makanan padat atau cairan,
terutama bila terjadi refluks nasa, berarti adanya kelainan saraf
(neuromuscular disorder).

7
 Kesulitan meneruskan makanan dari mulut kedalam lambung
biasanya disebabkan oleh kelainan dalam tenggorokan biasanya
infeksi atau tumor.
 Lamanya disfagia juga dapat digunakan sebagai parameter
klinik dalam membedakan striktur maligna dan benigna.
5. Penatalaksanaan Dyspagia
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis
dysphagia. Pertama dokter dan speech-language pathologists yang
menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan berbagai
pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi
menelan. salah satu pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat
optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam
tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang
mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang
menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri
memperlihakab tahapan-tahapan dalam menelan.
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau
obatobatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab
dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien
kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan
mengobati masalah gangguan menelan. Pengobatan dapat melibatkan
latihan otot ntuk memperkuat otototot facial atau untuk meninkatkan
koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan
menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus
makan denan posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat
lurus ke depan. Menyiapkan makanan sedemikian rupa atau
menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai
contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin
memerlukan pengental khusus untukminumannya. Orang lain mungkin
harus menghindari makanan atau minuman yang panan ataupun dingin.
Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi
makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka
harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti
suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang
tidak mampu bekerja normal.
Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia
orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung
disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan
makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
6. Pengobatan Dyspagia
a. Pembedahan
Pada gangguan menelan akibat massa yang menekan biasanya
digunakan terapi bedah.
 Pembedahan gastrostomy

8
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy
memerlukan laparotomy dengan anestesi umum ataupun
lokal.
 Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang
dilakukan untuk mengurangi tekanan pada sphicter
faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen
otot utama dari PES. Injeksi botulinum toxin kedalam
PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari CPM.
b. Modifikasi diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum
disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur
direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral,
atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk
mengunyah makanan padat. Jika fungsi menelan sudah
membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-
padat sampai konsistensi normal.
c. Suplai nutrisi
Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia
dapat menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang
tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan
pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang
diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak
adekuat, pikirkan pemberian parenteral.

d. Hidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala
keadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena
diberikan jika terdapat dehidrasi.
7. Asuhan Keperawatan Dyspagia
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
2) Riwayat kesehatan
 Keluhan utama: Sulit menelan
 Riwayat kesehatan sekarang: Perhatikan tanda-tanda
atau gejala klinis dari disfagia (nyeri menelan, demam,
sesak napas dan batuk)
 Riwayat kesehatan dahulu: Adanyanya riwayat stroke,
gangguan neuromuscular, hipertensi, dan kaji adanya
riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya
3) Pemeriksaan fisik
 Periksa keadaan umum dan TTV pasien.
 Pasiem terlihat mengalami kesulitan pada saat
melakukan proses menelan
 Pasien terlihat batuk setelah berusaha untuk
makan

9
 Terdapat perubahan suara pasien pada saat
bicara.
 Terdapat adanya kumpulan makanan pada
rongga mulut.
 Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan
mengevaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut
dan otot lidah.
 Periksa adanya peradangan atau pembesaran
tonsil (amandel).
 Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan
sensorik saraf  cranial.
 Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang
servikal, evaluasi massa leher, pembesaran
kelenjar leher dan adanya lesi massa leher,
pembesaran kelenjar leher dan adanya lesi
trauma.
4) Pemeriksaan penunjang
 Barium swallow (esofagogram): Untuk menilai
kondisi anatomi dan fisiologi dari otot faring
dan esophagus Untuk mendeteksi adanya
sumbatan oleh tumor, striktur esophagus,
esophagus, akalasia, akalasia, atau divertikulum.
rtikulum.
 CT scan:Untuk mendeteksi adanya kelainan
anatomi di kepala, leher, dan dada yang berh ng
berhubungn dengan disfagia.
 MRI: Deteksi Deteksi tumor, kelainan kelainan
vascular/ vascular/stroke, proses degenerative
diotak.
 Laringoskopi direk: Menilai keadaan dan
pergerakkan otot laring.
 Esofagoskopi: Menilai lumen esophagus dan
apusan biopsy.
 Endoskopi: Menilai lesi submukosa.
 Manometri : Menilai gangguan motilitas
peristaltic
 pH metri 24 jam: Pemeriksaan refluks
esofagitis.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan menelan b.d gangguan pengiriman, transit
dan adanya obstruksi gastrointestinal.
2) Risiko aspirasi b.d refluks material dari esophagus,
ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf
control fasial.
3) Nyeri b.d iritasi mukosa esophagus, spasme esophagus,
peradangan mukosa esophagus,peradangan mukosa
10
esophagus, refluks asam lambung, atau sekret empedu
ke esophagus.
4) Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d kurangnya makanan yang adekuat.
5) Risiko tinggi ketidakseimbangan cairan atau elektrolit
b.d intake cairan yang kurang adekuat.
6) Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterprestari
informasi.
c. Intervensi Keperawatan
1) Dx 1
Gangguan menelan b.d gangguan pengiriman, transit
dan adanya obstruksi gastrointestinal
Tujuan:
Dalam waktu 2x24 jam terjadi peningkatan kemampuan
menelan dan penurunan keluhan disfagia.
Kriteria Hasil :
Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan
yang tepat tanpa menimbulkan keputusasaan. Keluhan
odinofagia berkurang, pirosis berkurang.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan pasien Pasien yang
dalam menelan, catat setiap mengalami disfagia
gangguan fisik atau dalam dapat terjadi pada
proses menelan. fase oral, fase
faringeal, dan fase
esofegeal, pengenalan
yang baik pada
gangguan setiap fase
dapat menjadi data
dasar intervensi
keperawatan
selanjutnya.
Identifikasi factor Disfungsi otot seperti
predisposisi penyebab pada pascastroke,
disfagia. scastroke, desaklan
massa tumor, maupun
gangguan anatomi
dari gangguan
anatomi dari saluran
saluran pencernaan
bagian atas dapat
menyebabkan
terjadinya gangguan
proses
menelan.Selain itu
pasien dengan pasca-
kemoradioterapi pada
kepala dan leher juga

11
mengalami disfagia
Kolaborasi dengan ahli gizi Kondisi disfagia bisa
tentang  jenis diet  jenis diet disebabkan oleh
yang sesuai dengan yang kondisi multifactor.
sesuai dengan kondisi Pemberian diet
individu. dengan kolaborasi
bersama ahli gizi
dapat
memaksimalkan
tujuan dalam
pemenuhan nutrisi
pasien.
Observasi intake nutrient Intervensi dalam
pasien intake nutrient pasien mengevaluasi factor
dan kaji hal-hal yang yang memperberat
menghambat/mempersulit kondisi menelan dan
proses menelan. sebagai bahan
tambahan untuk
intervensi selanjutnya
Stimulasi bibir untuk Membantu melatih
membuka dan membuka dan kembali sensori dan
menutup mulut secara meningkatkan control
manual dengan menekan muscular
ringan bagian atas bibir/di
bawah dagu.
Sentuh bagian pipi paling Meningkatkan
dalam dengan spatel untuk gerakan dan control
mengetahui adanya lidah, serta
kelemahan lidah menghambat lidah,
serta menghambat
jatuhnya jatuhnya
lidah.
Anjurkan untuk  Anjurkan Menjadi intervensi
untuk berpartisipasi positif dengan
berpartisipasi dalam program dukungan motivasi
latihan untuk meningkatkan
kemampuan menelan.

2) Dx 2
Risiko aspirasi berhubungan dengan refluks material
dari esophagus, ketidakmampuan menelan akibat
kerusakan saraf kontrol fasial.
Tujuan dan kriteria hasil : dalam waktu 1x24 jam risiko
aspirasi tidak terjadi. Pasien dapat menunjukkan metode
menelan makanan yang tepat. Tidak terjadi refluks dan
aspirasi pada saat pasien makan secara oral. Terjadi
penurunan gejala refluks esophagus,meliputi:
odinofagia berkurang, pirosis berkurang, RR dalam
batas normal 12-20x/menit

12
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan pasien Pada pasien yang
menelan. mengalami gangguan
Tingkatkan upaya untuk akibat paralisis, perawat
dapat melakukan proses mencatat adanya risiko
menelan yang efektif aspirasi terhadap makanan
seperti membantu yang masuk.
pasien seperti Gaya gravitasi untuk
membantu pasien memudahkan proses
menegakkan menelan dan menurunkan
menegakkan kepala risiko terjadinya aspirasi
Letakan pasien pada
posisi duduk/tegak
selama dan setelah
makan
Letakkan makanan pada Memberikan stimulasi
daerah daerah mulut sensori yang dapat
yang tidak menimbulkan usaha dan
sakit/terganggu. menelan.
Berikan makanan Pasien dapat
dengan perlahan pada berkonsentrasi Pasien
lingkungan yang tenang dapat berkonsentrasi
selama mekanisme makan
tanpa ada gangguan dari
luar/lingkungan
Mulai dengan Makanan lunak/kental/cair
memberikan makanan lebih mudah untuk
per oral makanan per mengendalikannya di
oral setengah cair, dalam mulut sehingga
setengah cair, kemudian mudah ditelan
makanan lunak ketika
pasien dapat menelan
air
 Anjurkan pasien Menguatkan otot-otot
menggunakan sedotan fasial dan otot menelan,
untuk meminum cairan serta menurunkan risiko
terjadinya
aspirasi/tersedak.
Monitor kondisi jalan Aspirasi merupakan hal
napas pada saat pasien yang berbahaya berbahaya
makan dan setelah pada jalan napas. Oleh
makan. karena itu, dengan
memonitor jalan napas,
perawat dapat lebih cepat
memberikan intervensi.
Evaluasi keberhasilan Apabila tingkat toleransi
pemberian makanan pasien tidak optimal,
perawat
mempertimbangkan
pemberian nutrisi dengan

13
selang nasogatrik atau
cairan intravena

3) Dx 3
Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esophagus,
spasme esophagus, peradangan mukosa
esophagus,peradangan mukosa esophagus, refluks asam
lambung, atau sekret empedu ke esophagus.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam terjadi penurunan
respons nyeri atau nyeri dapat teradaptasi.
Kriteria Hasil: Secara subjektif pernyataan nyeri
berkurang atau teradaptasi. TTV dalam batas normal,
wajah pasien rileks dan tidak ada gejala nyeri  yang
tidak terkontrol.
Intervensi Rasional
Jelaskaan bantu pasien Pendekatan dengan
dengan tindakan pereda menggunakan
nyeri nonfarmakologi dan relaksasi dan
noninvasive. nonfarmakologi
Lakukan menejemen nyeri lainnya telah
keperawatan: menunjukkan
 Istirahatkan pasien keefektifan dalam
pada saat nyeri mengurangi nyeri.
muncul. Istirahat secara
fisiologis akan
menurunkan
kebutuhan oksigen
yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.
 Ajarkan teknik Meningkatkan intake
relaksasi pernapasan oksigen sehingga akan
dalam pada saat menurunkan nyeri
nyeri muncul sekunder dari iskemia
intestinal.
 Ajarkan teknik Distraksi (pengalihan
distraksi pada saat perhatian) dapat
nyeri. menurunkan stimulus
internal
 Manajemen Lingkungan tenang
lingkungan: akan menurunkan
lingkungan tenang, stimulus nyeri
batasi pengunjung eksternal dan
dan istirahatkan pembatasan
pasien. pengunjung akan
membantu
meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang

14
akan berkurang
apabila banyak
pengunjung yang
berada di ruangan.
 Tingkatkan Pengetahuan yang
pengetahuan akan dirasakan akan
tentang: sebab-sebab dirasakan membantu
nyeri, dan mengurangi nyerinya
menghubungkan dan dapat membantu
berapa lama nyeri dapat mengembangkan
akan berlangsung. kepatuhan pasien
terhadap rencana
terapeutik.
 Kolaborasi dengan Analgetik diberikan
tim medis untuk untuk membantu
pemberian analgetik menghambat stimulus
nyeri kepusat persepsi
nyeri di korteks serebri
sehingga nyeri dapat
berkurang

4) Dx 4
Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
makanan yang adekuat.
Tujuan: dalam waktu 3x24 terjadi peningkatan intake
nutrisi. Kriteria Hasil : Pasien dapat menunjukkan
metode menelan makanan yang tepat. Terjadi
penurunan gejala refluks esophagus, meliputi:
odinofagia berkurang, pirosis berkurang, RR dalam
batas normal 12-20x/menit
Intervensi Rasional
 Anjurkan pasien makan Makanan dapat lewat
dengan perlahan dan dengan mudah ke
mengunyah makanan lambung
dengan seksama
Evaluasi adanya alergi Beberapa pasien
makanan dan mungkin mengalami
kontraindikasi makanan. alergi terhadap
beberapa komponen
makanan tertentu dan
beberapa penyakit lain,
seperti diabetes
mellitus, hipertensi,
gout, dan lainnya
memberikan
manifestasi terhadap
persiapan komposisi

15
makanan yang
diberikan
Sajikan makanan dengan Membantu merangsang
cara yang menarik nafsu makan
Fasilitasi pasien Memperhitungkan
memperoleh diet biasa keinginan individu
yang disukai pasien (sesuai dapat memperbaiki
indikasi). intake nutrisi
Pantau intake dan output, Berguna dalam
anjurkan untuk timbang mengukur keefektifan
berat badan secara periodic nutrisi dan dukungan
(sekali seminggu) cairan.
Lakukan dan ajarkan Menurunkan rasa tak
perawatan mulut sebelum enak karena sisa
dan sesudah makan, serta makanan, bau obat
sebelum dan sesudah untuk yang dapat
intervensi/pemeriksaan per merangsang pusat
oral muntah
Hindari makan-makanan Mencegah terjadinya
atau minuman yang iritasi jaringan sehingga
mengandungn zat iritan menambah masalah
seperti alkohol. kesulitan menelan
Berikan makanan dengan Pasien dapat
perlahan pada lingkungan berkonsentrasi pada
yang tenang. mekanisme makan
tanpa adanya distraksi/
gangguan dari luar
Mulailah untuk Makanan lunak/ cairan
memberikan makanan per kental mudah untuk
oral setengah cair, mengendalikannya di
makanan lunak ketika dalam mulut,
pasien dapat ketika pasien menurunkan terjadinya
dapat menelan air aspirasi.
Timbang berat badan tiap Intervensi untuk
hari dan catat evaluasi terhadap
pertambahannya intervensi keperawatan
yang telah diberikan
Kolaborasi dengan tim Cimetidine berfungsi
medis untuk pemberian: untuk menghambat
Pemakaian penghambat H2 histamine H2,
(seperti menurunkan produksi
Cimetidine/Ranitidin). asam gaster ksi,
Sukralfat atau antasida meningkatkan pH
gaster, dan menurunkan
iritasi pada gaster. Hal
ini penting untuk
meningkatkan rasa
nyaman.  
Antasida untuk
Antasida

16
mempertahankan pH
gaster pada tingkat 4,5

5) Dx 5
Risiko tinggi ketidakseimbangan cairan atau elektrolit
berhubungan dengan intake cairan yang kurang adekuat.
Tujuan: dalam waktu 3 jam pasca-intervensi terjadi
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil: Pasien tidak mengeluh pusing,
membrane mukosa lembap, turgor kulit normal, TTV
dalam batas normal, CRT>3 detik, urine>600 ml/hari.
Laboratorium: nilai elektrolitnormal, nilai hematokrit
dan protein serum meningkat, BUN/ keratinin menurun
Intervensi Rasional
Monitoring status cairan Jumlah dan tipe cairan
(turgor kulit, membrane peng cairan pengganti
mukosa, urine output). ditentukan dari keadaan
status cairan. Penurunan
volume cairan
mengakibatkan
menurunnya produksi
urine, apabila < 600
ml/hari merupakan tanda-
tanda terjadinya syok
hipovolemik
Kaji sumber kehilangan Kehilangan cairan dari
cairan muntah dapat disertai
dengan keluaranya natrium
via oral yang juga akan
meningkatkan risiko
gangguan elektrolit.
 Auskultasi TD Hipotensi dapat terjadi
pada hipovolemik yang
memberikan manifestasi
sudah terlibatnya
terlibatnya sistem
kardiovaskuler untuk
melakukan kompensasi
mempertahankan tekanan
darah.
Kaji warna kulit, suhu, Mengetahui adanya
sianosis, nadi perifer, pengaruh peningkatan
dan diaphoresis secara tahanan perifer
teratur
Kolaborasi Pertahankan Jalur yang paten penting
pemberian cairan secara untuk pemberian cairan
intravena. secara cepat dan
memudahkan perawat

17
dalam melakukan control
intake serta output cairan

6) Dx 6
Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit,
misinterprestari informasi.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam pasien secara subjektif
melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria Hasil : Pasien mampu mengungkapkan
perasaannya kepada perawat. Pasien dapat
mendemonstrasikan keterampilan pemecahan
masalahnya dan perubahan koping yang digunakan
sesuai situasi yang dihadapi. Pasien dapat mencatat
penurunan kecemasan atau ketakutan dibawah standar.
Pasien dapat rileks dan tidur atau istirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
Monitor respons fisik, Digunakan dalam
seperti kelemahan, mengevaluasi derajat/tingkat
perubahan tanda vital, kesadaran/kosentrasi,
gerakan yang khususnya ketika melakukan
berulang-ulang, catat komunikasi verbal.
kesesuaian respons
verbal dan nonverbal
selama komunikasi.

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai perencanaan tindakan.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi setelah diberikan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut:
 Pasien teradaptasi dengan kondisi klinik disfagia dan
intake nutrisi bisa dilaksanakan.
 Tidak terjadi aspirasi pada saat dan setelah dilakukan
pemberian makanan oral.
 Terjadi penurunan respons nyeri.
 Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
 Kecemasan pasien berkurang

II. ACHALASIA
1. Definisi Achalasia
Istilah achalasia berarti “gagal untuk mengendur” dan merujuk
pada ketidak mampuan dari lower esophageal sphincter (cincin otot
antara esophagus bagian bawah dan lambung) untuk membuka dan
membiarkan makanan lewat ke dalam lambung.

18
Kelainan ini menyebab kan obstruksi fungsional dari batas
esofagus dan lambung. Akibatnya, terjadi stasis makanan dan
selanjutnya timbul dilatasi esofagus
Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltic
esophagus distal disertai dengan kegagalan sfingter esophagus untuk
rileks dalam respon terhadap menelan. Penyempitan esophagus tepat
tepat diatas lambung menyebabkan peningkatan dilatasi esophagus
secara bertahap di dada atas. Akalasia dapat berlanjut secara
perlahan.ini terjadi palig sering pada individu usia 40 atau lebih.
Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga. Akalasia akibat dari
retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai meningktnya
obstruksi dan dilatasi esophagus. Penyebab keadaan ini tidak diketahui,
tetapi ditemukan berkurangnya sel ganglion pleksus minterik dan
degenerasi wallerian pada akson bermielin maupun tak bermielin dari
nervus vagus ekstra esophagus.
2. Etiologi Akalasia
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat
bukti bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan
pengaturan neurologis. Beberapa teori yang berkembang berhubungan
dengan gangguan autoimun, penyakit infeksi atau kedua-duanya.
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :
 Akalasia primer,(yang paling sering ditemukan). Penyebab
yang jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus
neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus
pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus.
Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada
kelainan ini.
 Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat
disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti tumor
kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista
pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat
antikolinergik atau pascavagotomi. Penyebab penyakit ini
sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik diteraukan
kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach
sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa data disebutkan
bahwa faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan
degeneratif adalah kemungkinan penyebab dari akalasia.
 Teori Genetik
Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu
keluarga telah mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat
diturunkan secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1
% sampai 2% dari populasi penderita akalasia.
 Teori Infeksi
Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria
pertussis, clostridia, tuberculosis dan syphilis), virus (herpes,
varicella zooster, polio dan measles), Zat-zat toksik (gas

19
kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine pada
saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling
kuat mendukung faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi.
Pertama, lokasi spesifik pada esofagus dan fakta bahwa
esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan dimana otot
polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan
infiltrasi faktor infeksi. Kedua, banyak perubahan patologi
yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan faktor
neurotropik virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis
menunjukkan hubungan antara measles dan varicella zoster
pada pasien akalasia.
 Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa
somber. Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus
esofagus didominasi oleh limfosit T yang diketahui berpefan
dalam penyakit autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari
antigen kelas II, yang diketahui berhubungan dengan penyakit
autoimun lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus akalasia
ditemukan autoantibodi dari pleksus mienterikus.
 Teori Degeneratif
Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia
berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi
atau penyakit psikis, seperti penyakit Parkinson dan depresi

3. Patofisiologi Akalasia
Kontraksi dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah diatur oleh
neurotransmitter perangsang seperti asetilkolin dan substansi P, serta
neurotransmitter penghambat seperti nitrit oxyde dan vasoactve
intestinal peptide.
Menurut Castell ada dua efek penting pada pasien akalasia:
a. Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat
peningkatan sfingter esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di
atas normal dan gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna.
Beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan antara
kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap hormon gastrin.
Panjang SEB manusia adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB
basal normal ratarata 20 mmHg. Pada akalasia tekanan SEB
meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50 mmHg.
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan
sebesar 30-40% yang dalam keadaan normal turun sampai
100% yang akan mengakibatkan bolus makanan tidak dapat
masuk ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat tertahannya
makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmampuan relaksasi
sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila

20
tekanan hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi
tekanan residual, makanan dapat masuk ke dalam lambung.
b. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena
aperistaltik dan dilatasi ⅔ bagian bawah korpus esofagus.
Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltik sehingga
tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB.
Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas, secara
obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik
pada keadaan normal dan akalasia.
Pada literature lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi
akalasia, yaitu:
a. Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak
dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer
(misal : hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus),
dimana yang lainnya (misal : perubahan degeneratif dari n.
vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus, ataupun
kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan penyebab
sekunder dari stasis dan obstruksi esofagus yang lama.
 Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di
nukleus motoris dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan
gerakan peristaltik yang merupakan respon dari proses
menelan. Dengan mikroskop cahaya, serabut saraf vagus
terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian, dengan
menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya
degenerasi Wallerian dari n. vagus dengan disintegrasi dari
perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann dan degenarasi
dari sehlbung myeh'n, yang merupakan perubahan-perubahan
yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.
 Kelainan pada Innervasi Intrinsik
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi
inhibisi disepanjang badan esofagus dan LES yang timbul pada
proses menelan. Inhibisi ini penting untuk menghasilkan
peningkatah kontraksi yang stabil sepanjang esofagus, dimana
menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada
akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi
rusak yang disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di
sepanjang pleksus mienterikus Auerbach.
 Kelainan Otot Polos Esofagus
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler
biasanya menebal pada pasien akalasia. Goldblum
mengemukakan secara mendetail beberapa kelainan otot pada
pasien akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi otot
muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen memberikan
bukti adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis

21
tapi tennasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar,
dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga bahwa perubahan
degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai
darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan dilatasi
esofagus. Kemungkinan lain menyebutkan bahwa hipertrofi
otot merupakan reaksi dari hilangnya persarafan.
 Kelainan pada Mukosa Esofagus.
Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis
luminal kronik yang telah digambarkan pada akalasia. Pada
semua kasus, mukosa skuamosa dari penderita akalasia
menandakan hiperplasia dengan papillamatosis dan hiperplasia
sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa skuamosa dan sel CD3+
selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan
inflamasi kronik, yang kemungkinan berhubungan dengan
tingginya resiko karsinoma sel skuamosa pada pasien akalasia.
 Kelainan Otot Skelet
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter
esofagus atas terganggu pada pasien akalasia. Meskipun
peristaltik pada otot skelet normal tetapi amplitude kontraksi
peristaltik mengecil. Massey dkk. juga melaporkan bahwa
refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan esofagus
berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
b. Kelainan Neurofisiologik
Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori
melepaskan asetilkolin menyebabkan kontraksi otot dan
meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi neuron NO/VIP
memediasi inhibisi sehingga mengbambat respon menelan
sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan
relaksasi LES. Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan
dari neuron inhibitor postganglionik dari otot sikuler LES.
4. Tanda dan Gejala Akalasia
 Sulit menelan baik cair dan padat
 Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian
bawah esophagus.
 Muntah, secara spontan aau sengaja untuk menghilangkan
ketidak nyamanan
 Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan
atau tidak.
 Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
 Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia.
Disfagia dapat terjadi secara tibatiba setelah menelan atau bila
ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara
atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari
pada makanan padat.

22
 Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha
mengurangi makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi
dan perasaan nyeri di daerah substernal.
 Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat
timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering
regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur,
sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses
paru.
 Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada
stadium permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri
hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat
menyerupai serangan angina pektoris.
 Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh
pada substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
 Adanya ruptur esofagus karena dilatasi
 Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi
esofagus yang sangat hebat
5. Manifestasi Klinis Achalasia
Adanya manifestasi klinis si klinis yang sering berupa:
 Disfagia
Klien mengalami disfagia atau sukar menelan baik untuk
makanan padat maupun cair. Letak obstruksi biasanya
dirasakan pada biasanya dirasakan pada retrosternal bagian
bawah.
 Regurgitasi
Bila penyakit makin kronis, maka pada saat kronis, maka pada
saat penderita berbaring sisa makanan dan saliva yang terdapat
pada kantong esofagus dapat mengalir ke faring dan mulut
sehingga akhirnya dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.
 Penurunan berat badan
Hal ini disebabkan karena klien takut makan akibat adanya
odinifagia (nyeri menelan).
 Nyeri dada
Gejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri
biasanya di substernal dan dapat menjalar ke belakang bahu,
rahang dan lengan, timbul bila makan/minum dingin
6. Penatalaksanaan Akalasia
 Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan
minum cairan pada saat makan.
 Kalsum dan nitrit, digunakan untuk menurunkan tekanan
esophagus dan memperbaiki menelan, jika tidak berhasil
dilakukan pembedahan dengan dilatasi pneumetik atau
pemisaha serat otot.
 Akalasia dapat diobati secara konserfatif dengan meregangkan
area esophagus yang menyempit disertai dilatasi pneumatic.
7. Pemeriksaan Akalasia

23
 Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-
gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga
menunjukkan gambaran air fluid level pada sebelah posterior
mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan
pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua
pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang
abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal
esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai
seperti bird-beak like appearance.
 Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
semua pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk
menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat
keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk
memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan
ini, tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal
yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di
bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus
berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-
tanda esofagitis aldbat retensi makanan. Sfingter esofagus
bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada
esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan
mudah.
 Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk mem'lai fungsi motorik esofagus dengan
melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter
esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan
motilitas secarakuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan
dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan
manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang
dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter
esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat
dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah
yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme
relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan
istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan
peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan.
Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi
dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan
 Film dada
Pelebaran esophagus yang disebabkan tetahannya ini maknan
akan memperlihatkan gmabaran mediastinum yang melebar.
Udara yang berkurang pada lamung menghasilkan gelembung
udara yang berjumlan sedikit atau tidak ada samasekali.

24
Aspirasi kealam paru dapat menyebabkan berbagai perubahan
dibagian basal
 Penelanan barium, menunjukan dilatasu esophagus yang
berukuran besar dan berliku, biasanya disertai adanya resdiu
makanan yang tertahan. Terdapat aktifitans peristaltic yang
buruk disertai penyempitan sambungan esofagograstit akibat
kegagalan rlaksasi sfingter bagian bawah.
8. Terapi Akalasia
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik
esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan
dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi,
psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).
a. Terapi NonBedah
 Terapi Medikasi
Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg
SL atau 10 mg PO, dan juga methacholine, dapat membuat
sfingter esofagus bawah relaksasi dan membantu membedakan
antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter
esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium
channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat
mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah. Namun
demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi
ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang
mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau
pembedahan.
 Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan
untuk menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter
esofagus bawah, yang kemudian akan mengembalikan
keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi dan inhibisi.
Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan
memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam
dinding esophagus dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum
dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1- 2 cm di atas
squamocolumnar junction.
Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas
proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal
ke dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100
unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan
pada setiap kuadran dari LES. Injeksi diulang dengan dosis
yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian
terbatas dimana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak
merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini
selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah beberapa kali
penyuntikan dua setengah tahun kemudian.

25
Sebagai tambahan, terapi ini sering menyebabkan reaksi
inflamasi pada bagian gastroesophageal junction, yang
selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi
ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa
menjalani dilatasi atau pembedahan.
 Pneumatic Dilatation
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama
bertahun-tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian
gastroesophageal junction yang bertujuan luituk merupturkan
serat otot, dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase
keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan
turun menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah
beberapa kali dilatasi. Rasio terjadinya perfbrasi sekitar 5%.
 Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi
untuk penurupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan
cara thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux
yang abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam
penanganan pneumatic dilatation biasanya di terapi dengan
miotomi Heller.
 Obat-Obat Oral
Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral,
pelebaran atau peregangan dari sphincter esophagus bagian
bawah (dilation), operasi untuk memotong sphincter
(esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum (Botox)
kedalam sphincter. Semua keempat perawatan mengurangi
tekanan didalam sphincter esophagus bagian bawah untuk
mengizinkan lewatnya makanan lebih mudah dari esophagus
kedalam lambung.
Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter
esophagus bagian bawah termasuk kelompok-kelompok obat
yang disebut nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil)
dan calcium-channel blockers, contohnya nifedipine
(Procardia) dan verapamil (Calan). Meskipun beberapa pasien-
pasien dengan achalasia, terutama pada awal penyakit,
mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan obat-obat,
kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral
mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan
bukan jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak
pasien-pasien mengalami efek-efek sampingan dari obat-obat
b. Terapi bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication
adalah suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi
ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari
sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung
(2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk
mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48

26
jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2
minggu. Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil
mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens
refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena
keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang
tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini
dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia
esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini,
mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau
pengangkatan esofagus (mis: esofagektomi)
9. Komplikasi akalasia
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan
pada esofagus adalah sebagai berikut :
 Obstruksi saluran pernapasan Bronkhitis
 Pneumonia aspirasi
 Abses para
 Divertikulum
 Perforasi esofagus.
 Small cell carcinoma
 Sudden death
 Esophagitis, yang disebabkan oleh efek iritasi dari makanan
dan cairan-cairan yang menumpuk di esophagus untuk periode-
periode waktu yang berkepanjangan. Mungkin juga ada
pemborokanpemborokan esophagus.
10. Asuhan Keperawatan Pada Achalasia
a. Pengkajian
1) Anamnesis
2) Keluhan Keluhan utama : Keluhan Keluhan utama yang
sering menjadi sering menjadi masalah saat makan atau
minum.
3) Riwayat Penyakit Sekarang : Mengalami masalah saat
makan atau minum, seringkali tersedak sampai
beberapa kali makanan bukannya tertelan tapi masuk ke
rongga hidung sehingga terbatuk dan bersin saat makan.
4) Riwayat penyakit dahulu :
5) Riwayat Penyakit Keluarga : Untuk adanya penyakit
yang sama pada generasi sebelumnya.
6) Pola kebiasaan :
 Pola nutrisi
 Pola tidur/istirahat
 Pola aktivitas
 Pola eliminasi
 Pola koping
 Konsep diri.
7) Pemeriksaan fisik

27
 B1 (Breathing) : awasi adanya peningkatan RR,
penggunaan otot bantu nafas dan nyeri di dada.
 B2 (Blood) : Nadi normal (60-100 x/menit), TD
normal (120/80 mmHg)
 B3 (Brain) : -
 B4 (Bladder) : -
 B5 (Bowel) : nafsu makan turun, nyeri saat
menelan
 B6 (Bone) : pasien lemah, turgor kulit jele
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
masukan nutrisi yang kurang.
2) Resiko nyeri b.d kesulitan kesulitan menelan
3) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
sulit menelan
4) Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan makanan
masuk ke saluran nafas.
c. Intervensi Keperawatan
1) Dx 1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
masukan nutrisi yang kurang.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan maka masalah
kekurangan nutrisi dapat diatasi
Kriteria hasil:
 Perawat mampu meningkatkan status nutrisi
pasien
 Perawat mampu mengontrol BB pasien
 Pasien terbebas dari tanda-tanda malnutrisi
Intervensi Rasional
Tanyakan pada Untuk menentukan
pasien apakah ia nutrisi yang tepat
memiliki riwayat untuk pasien.
alergi terhadap
makanan.
Beri dukungan pada Agar terjadi
pasien untuk keseimban terjadi
mendapatkan intake keseimbangan antar
kalori yang adekuat gan antara kebutuhan
sesuai dengan tipe kalori dengan
tubuh dan pola pemasukan kalori.
aktivitasnya.
Pasien dianjurkan Makan perlahan dan
untuk makan dengan mengunyah secara
perlahan dan seksama dapat
mengunyah makanan memudahkan
secara seksama makanan lewat ke

28
dalam lambung.
Pemberian makanan Meningkatkan
sedikit dan sering pencernaan dan
dengan bahan mencegah terjadinya
makanan yang tidak iritasi pada mukosa
bersifat iritatif. saluran pencernaan.

2) Dx 2
Resiko nyeri berhubungan dengan kesulitan menelan
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan nyeri akut dapat
diatasi dan berkurang.
Kriteria hasil:
 Mampu menurunkan tingkat nyeri,
meningkatkan tingkat kenyamanan dan
mengontrol nyeri.
 Pasien mampu menggunakan skala nyeri untuk
mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan
menentukan tingkat kenyamanan yang
diinginkan
Intervensi Rasional
Mintalah kepada Intensitas, lokasi dan
pasien untuk kualitas nyeri
melaporkan lokasi, hendaknya dilaporkan
intensitas dengan sesudah prosedur
menggunakan skala tindakan untuk
nyeri dan kualitas mengetahui
nyeri. keberhasilan treatmen
Pemberian makan pemberian makan
sedikit dan sering. sedikit dan sering
dianjurkan karena
jumlah makanan
yang terlalu banyak
akan membebani
lambung dan
meningkatkan refluks
lambung
Ajari pasien metode Digunakan untuk
nonfarmakologi sebagai suplemen dari
untuk menurunkan metode
nyeri klien. pharmakologik.
Anjurkan pasien Mencegah terjadinya
untuk menggunakan penyalahgunaan obat
obat analgesik sesuai
dengan yang
dianjurkan

3) Dx 3

29
Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
sulit menelan
Tujuan : Kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi /
tidak mengalami kekurangan cairan tubuh.
Kriteria Hasil :
 Pasien tidak bermasalah saat minum
 Turgor kulit baik
Intervensi Rasional
Memantau jumlah Agar dapat mengetahui
keluaran urin pasien jumlah cairan  yang
harus diberikan dan
jenis cairan
Memberikan cairan Agar pasien tidak
yang adekuat kekurangan elektrolit
dan kebutuhan cairan
stabil (normal)
Memberikan buah Untuk menambah
dan sayur yang cairan yang dibutuhkan
mengandung
banyak air
Kaji suhu, warna Mengindikasikan
kulit, kelembapan terjadinya dehidrasi
kulit

4) Dx 4
Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan makanan
masuk ke saluran nafas.
Tujuan : Pasien tidak lagi beresiko aspirasi saat
pemberian nutrisi
Kriteria Hasil :
 Pasien tidak tersedak saat makan.
 Pola nafas pasien tidak terganggu
Intervensi Rasional
Dorong latihan Memberikan
abdomen atau bibir beberapa cara untuk
mengatasi dan
mengontr mengontrol
dispnea dan
menurunkan jebakan
udara
Mengajarkan pasien Posisi duduk
posisi duduk saat mengurangi resiko
makan terjadinya aspirasi

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai intervensi keperawatan
e. Evaluasi Keperawatan

30
 Nutrisi pasien kembali seimbang yang dilihat dari
jumlah intake dan output n nutrisi yang sama
 pasien tidak mengeluh nyeri saat menelan
 Pasien kembali bisa menelan sehingga kebutuhan cairan
terpenuhi
 Tidak terjadi aspirasi pada pasien setelah makan

BAB II

PENUTUP
A. Kesimpulan
Esofagus merupakan salah satu bagian organ pencernaan yang terletak setelah
faring dan sebelum lambung, serta berlekatan dengan trakea. Esofagus adalah organ
pencernaan berbentu seperti tabung berotot yang berfungsi membawa makanan dari
mulut ke lambung.
achalasia berarti “gagal untuk mengendur” dan merujuk pada ketidak
mampuan dari lower esophageal sphincter (cincin otot antara esophagus bagian bawah
dan lambung) untuk membuka dan membiarkan makanan lewat ke dalam lambung.
Kelainan ini menyebab kan obstruksi fungsional dari batas esofagus dan lambung.
Akibatnya, terjadi stasis makanan dan selanjutnya timbul dilatasi esofagus.
Dysphagia adalah kesulitan menelan. Berrati dibutuhkan lebih banyak waktu
dan usaha untuk memindahkan makanan atau cairan dari mulut keperut. Dysphagia
juga dapat berhubungan dengan nyeri. Dalam beberapa kasus,menelan mungkin
mustahil.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis sadari sepenuhnya masih banyak terdapat
kekeliuran dan kesalahan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, saran dari
berbagai pihak yang sifatnya membangun sangat diharapkan dalam perbaikan
makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

 runner and Sudarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
 Christian Birkedal. Esophageal Spasme.e.Medicine 2006;1-16 (diakses pada 20 september
2014 pk 20.05)
 http://scholar.google.co.id/scholar?
q=data+kejadian+esofagus&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2C5&as_vis=1
 Ester Monica. 2001. Keperawatan Medikal Bedah : Pendekatan Sistem
Gastrointestinal  Jakarta  Jakarta : EGC
 Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. Jakarta: EGC
 Isselbacher, etc. 2000. Harrison Harrison’s Principles of ’s Principles of Internal Medicine
Internal Medicine. Jakarta: EGC
 Khanna N. How do I dilate a benign esophageal stricture? . Can J Gastroenterol 2006, 20(3):
Gastroenterol 2006, 20(3): 153-5
 Luedtke P, Levine MS, Rubesin SE et al. 2003. Radiologic diagnosis of benign esophageal
strictures strictures: A pattern pattern approach. approach. RadioGraphics RadioGraphics 23:
897 -909
 Mary Courtney Moore. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II.
 Priyanto, Agus & Sri Lestari. 2009. Endoskopi Endoskopi Gastrointe Gastrointestinal  stinal .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika
 Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson. Jakarta: EGC
 Robbins & Cotran/Richard N. Mitchell [et al.]. 2008. Buku saku dasar Buku saku dasar
patologis peny patologis penyakit. alih bahasa :  Andry Hart  Andry Hartono; edit ono; editor
edisi bahasa isi bahasa indonesia indonesia ; Inggrid T ; Inggrid Tania [et al.], edisi 7, J ],
edisi 7, Jakarta: EG akarta: EGC
 Schwartz, S.I., 2000. Hernia Dinding Abdomen. Dalam: Chandranat Hernia Dinding
Abdomen. Dalam: Chandranata, Linda., a, Linda., ed. Intisari Prinsip- ed. Intisari Prinsip-
prinsip Ilmu  prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 509–517.
 William  William F. Ganong . Ganong. 2001. . 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
20. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
 https://pdfcoffee.com/asuhan-keperawatan-akalasia-pdf-free.html
 https://pdfcoffee.com/anatomi-esofagus-pdf-free.html
 https://pdfcoffee.com/askep-disfagia-pdf-free.html

32
HASIL DISKUSI
1. Dedeh Destriana Putri (Kel 3) Yola erlina ( Penjawab)
P
a. Pertanyaan : Mengapa pada lansia kesulitan menelan?

b. Jawaban : Pada usia tua kesulitan menelan dapat terjadi karena penurunan
fungsi otot secara alamiah atau dapat juga karena ada penyakit lain yang
diderita. Penyakit yang sering menyebabkan gangguan menelan pada usia tua
salah satunya adalah stroke.

2. Yulia Irmaningsih ( Kel 1) Annisa eka putri ( Penjawab)


P
a. PertanyaaN : Disfagia apa bisa sembuh sendiri ?
b. Jawaban : sebagian besar iya. Dengan mengidentifikasi apa
penyebabnya, dan melakukan pengobatan sesuai dengan penyebab yang
mendasarinya itu, disfagia dapat disembuhkan. Bahkan dalam kasus disfagia
yang disebabkan oleh kanker mulut atau kanker esofagus, pengobatan tetap
dapat dilakukan untuk meringankan gejala.

3. Aulia Lutfiyani ( Kel 6 ) Fadilla Al-zohar ( Penjawab)


P
a. Pertanyaan : bagaimana cara mencegah disfagia?
b. Jawaban : Disfagia tidak dapat dicegh , tapi ada cara untuk mengurangi
risiko kesulitan menelan, yaitu dengan makan perlahan dan mengunyah
makanan dengan baik , deteksi dini dan pengobatan efektif GERD dapat
menurunkan risiko disfagia

4. Nurhidayah ( Kel 1 ) Fadilla Al-Zohar (penjawab)


P
a. Pertanyaan : Apakah yang sebenarnya menyebabkan kita tersedak saat kita
sedang makan atau minum?

33
b. Jawaban : sebenarnya, penyebab kita tersedak atau batuk karena adanya
benda asing yang masuk ke dalam tenggorokan. contoh: biasanya makanan
masuk ke dalam kerongkongan, tapi dalam konteks ini malah ke dalam
tenggorokan (untuk bernafas), hal inilah yang membuat kta jadi tersedak.

34

Anda mungkin juga menyukai