PENDAHULUAN
1
akalasia, klien mungkin mengalami nyeri substernal karena kejang esofagus
atau mungkin tidak dapat bersendawa. Klien dapat memuntahkan makanan
yang tidak tercerna, makan banyak jam sebelumnya serta sejumlah besar
lendir yang telah dirangsang oleh iritasi esofagus. Infeksi saluran pernapasan
atas, gangguan emosi, makan berlebihan, obesitas, dan kehamilan dapat
memperburuk masalah. Tes diagnostik yang digunakan untuk menentukan
adanya akalasia termasuk pemeriksaan radiologic, esofagoskopi, manometri.
(Joyce, 2011).
2
4) Sebagai referensi tambahan dalam proses pembeajaran mata kuliah sistem
pencernaan.
5) Memberikan informasi tentang penyakit aklasia, penyebab, manifestasi
klinis, serta cara perawatan dan pengobatanya.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang
sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga
kardia lambung. Esophagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior
vertebarata, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta.
Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus
membentuk sfingter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot
rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau
kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah,
walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan
sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus. Dalam
keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam
lambung atau waktu muntah.
Dinding esophagus terdiri dari empat lapisan, yaitu:
1. Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis
yang berlanjut ke faring di ujung atas. Mukosa esophagus dalam
keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung
yang sangat asam.
4
2. Lapisan submukosa mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi
mucus. Mucus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan
dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.
5
Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung
melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar
mukus untuk melumasi dan melindungi esofagus. Esofagus tidak memproduksi
enzim pencernaan.
2.1.1 Menelan
6
Pada tahun 1672, Sir Thomas Willis mendeskripsikan Akalasia, kemudian
pada 1881 Von Mikulicz mendeskripsikan penyakit seperti spasme jantung
dan memberikan gejala gangguan pada mekanisme menelan. Pada tahun 1929,
Hurt dan Rake menyatakan penyakit ini muncul akibat kelemahan pada
sfingter bawah esofagus (LES) yang kemudian menjadi kegagalan dalam
melakukan relaksasi (Sawyer, 2006).
Akalasia adalah suatu gangguan motorik primer esofagus yang ditandai
oleh kegagalan sfingter esofagus bagian bawah yang hipertonik untuk
berelaksasi pada waktu menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus.
Kelainan ini menyebabkan obstruksi fungsional dari batas esofagus dan
lambung (Fisichella, 2009).
2.3 Etiologi
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Namun, secara
histologik pada penyakit akalasia ditemukan penyebab berupa degenerasi sel
ganglion plexus auerbach di sepanjang esophagus parstorakal yang menyebabkan
control neurologis dan sebagai akibatnya gelombang peristaltik primer tidak
mencapai sfingter esophagus bawah.
Berdasar teori, penyebab akalasia antara lain:
1. Teori genetik
7
Akalasia dapat diturunkan berkisar antara 1%-2% dari populasi penderita
akalasia.
2. Teori infeksi
Akalasia disebabkan oleh:
a. Bakteri (diphtheria pertusis, dostridia, tuberculosis, sipilis)
b. Virus (herpes, varicella zooster)
c. Zat toxic (gas kombat)
3. Teori autoimun
Akalasia disebabkan oleh respons inflamasi dalam pleksus mienterikus
esophagus didominasi oleh limfosit T yang berperan dalam penyakit
autoimun.
4. Teori degenerative
Akalasia berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi atau
penyakit psikis seperti Parkinson atau depresi.
8
Bentuk esofagus sangat bergantung pada lamanya proses, bisa berbentuk
botol, fusiform, samapai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan
sirkuler dan longitudinal. Mukosa dapat mengalami peradangan akibat
rangsangan retensi makanan
WOC Akalasia
Penumpukan makanan
Dilatasi esofagus
Dilatasi esofagus
Disfagia
Heartburn (pirosis dan Peregangan Respons
odinofagia) saraf lokal psikologis
9
2.5 Manifestasi Klinis Aklasia
Akalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang
ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut. Biasanya gejala yang
ditemukan adalah:
1. Disfagia
Merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat
terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi.
Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya
cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat. Perjalanan penyakit
biasanya kronis dengan disfagia yang bertambah berat. Berat ringannya
disfagia menurut British Oesophageal Surgery dibagi menjadi 5 tingkat,
yaitu:
1) Tingkat 0 : normal.
2) Tingkat 1 : tidak dapat menelan makanan padat.
3) Tingkat 2 : tidak dapat menelan makanan daging halus.
4) Tingkat 3 : tidak dapat menelan sup atau makanan cair.
5) Tingkat 4 : tidak dapat menelan ludah.
Disfagia dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Disfagia Oral atau faringeal
1) Batuk atau tersedak saat menelan
2) Kesulitasn pada saat mulai menelan
3) Makanan lengket di kerongkongan
4) Sialorrhea
5) Penurunan berat badan
6) Perubahan pola makan
7) Pneumonia berulang
8) Perubahan suara (wet voice)
9) Regurgitasi Nasal
b. Disfagia Esophageal
1) Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
10
2) Regurgitasi Oral atau faringeal
3) Perubahan pola makan
4) Pneumonia rekuren
2. Regurgitasi
Klien mengalami regurgitasi (naiknya makanan dari kerongkongan
atau lambung tanpa disertai oleh rasa mual maupun kontraksi otot perut
yang sangat kuat). Hal ini berhubungan dengan posisi klien (seperti saat
berbaring) dan sering terjadi pada malam hari karena adanya akumulasi
makanan pada esofagus yang melebar sehingga dapat menimbulkan
pneumonia aspirasi dan abses paru.
3. Penurunan berat badan
Hal ini disebabkan karena klien takut makan akibat adanya odinofagia
(nyeri menelan). Namun, jika penyakit ini sudah berlangsung lama akan
terjadi kenaikan berat badan karena pelebaran esofagus akibat retensi
makanan dan akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan melebihi
tekanan sfingter esofagus bagian bawah (SEB).
4. Nyeri dada
Gejala ini dialami sekitar 30% kasus tetapi tidak begitu dirasakan oleh
klien. Sifat nyeri dengan lokasi susternal dan biasanya dirasakan apabila
meminum air dingin. Hal ini merupakan akibat komplikasi retensi
makanan dalam bentuk batuk dan pneumonia aspirasi.
11
esofagus bawah relaksasi dan membantu membedakan antara suatu
striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter esofagus bawah.
Selain itu, dapat juga diberikan calcium channel blockers (nifedipine
10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi tekanan pada sfingter esofagus
bawah.
Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan
terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang
mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.
12
menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia
yang kurang bisa menjalani dilatasi atau pembedahan.
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama
bertahun-tahun. Suatu balon dikembangkan pada bagian
gastroesophageal junction yang bertujuan luituk merupturkan serat
otot, dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan
awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50% 10
tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi. Rasio
terjadinya perfbrasi sekitar 5%.
Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi
untuk penurupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara
thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal
adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic
dilatation biasanya di terapi dengan miotomi Helle.
c. Obat-Obat Oral
Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral,
pelebaran atau peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah
(dilation), operasi untuk memotong sphincter (esophagomyotomy), dan
suntikan racun botulinum (Botox) kedalam sphincter. Semua keempat
perawatan mengurangi tekanan didalam sphincter esophagus bagian
bawah untuk mengizinkan lewatnya makanan lebih mudah dari
esophagus kedalam lambung.
Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter esophagus
bagian bawah termasuk kelompok-kelompok obat yang disebut
nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil) dan calcium-
channel blockers, contohnya nifedipine (Procardia) dan verapamil
(Calan). Meskipun beberapa pasien-pasien dengan achalasia, terutama
pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan
obat-obat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral
mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan
13
jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak pasien-pasien
mengalami efek-efek sampingan dari obat-obat.
2. Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah
suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari
suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5
cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial
fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit
selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2
minggu.
Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala
sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara
10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan
rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka
terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia
esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan
membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (mis:
esofagektomi). (Muttaqin: 2011)
14
2) Barium kontras
Pada pemeriksaan dengan barium kontras terlihat gambaran
penyempitan dan stenosis pada kardia esofagus dengan dilatasi
esofagus bagian proksimal. Pada akalasia berat akan terlihat
dilatasi esofagus, sering berkelok-kelok dan memanjang dengan
ujung distal yang meruncing disertai permukaan yang halus
memberikan gambaran paruh burung (bird’s beak appearrance).
Bagian esofagus yang berdilatasi tampak hipertropi dengan dinding
yang menipis dan pada stadium lanjut menunjukkan tanda
elongasi.
3) Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
semua pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk
menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya,
untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada
tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak
pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit,
terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari
daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema
dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat retensi
makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan
melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop
dapat masuk ke lambung dengan mudah.
Pada kebanyakan pasien, dengan pemeriksaan esofagoskopi
ditemukan gambaran mukosa normal, kadang-kadang didapatkan
hiperemia ringan difus di bagian distal esofagus. Juga didapatkan
gambaran bercak putih pada mukosa, erosi dan ulkus akibat
retensi makanan. Dengan pemeriksaan ini dapat disingkirkan
kelainan karena striktur atau keganasan. Endoskopi pada akalasia
selain untuk diagnosis juga dapat membantu terapi, sebagai alat
15
pemasangan kawat penunjuk arah sebelum tindakan dilatasi
pneumatik.
4) Pemeriksaan Manometrik
Manometrik gunanya untuk mengetahui fungsi motorik
esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen
sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan
motorik secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan
dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui
mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi
motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan
esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya.
Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan
istirahat dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang
khas adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak
terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi
proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal
atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu
menelan.
Kriteria Manometrik:
a) Keadaan normal:
1) Tekanan SEB 10-26 mmHg dengan relaksasi normal.
2) Amplitudo peristaltik esofagus distal 50-110 mmHg.
3) Tidak dijumpai kontraksi spontan, repetitif, atau simultan.
4) Gelombang tunggal.
5) 5 waktu gelombang peristaltik esofagus distal rata-rata 30
detik.
b) Pada akalasia:
1) Tekanan SEB meningkat >26 mmHg atau >30 mmHg.
2) Relaksasi SEB tidak sempurna.
3) Aperistaltik korpus esophagus.
4) Tekanan intraesofagus meningkat (>lambung).
16
2.7 Prognosis
Prognosis Akalasia bergantung pada durasi penyakit dan banyak
sedikitnya gangguan motilitas, semakin singkat durasi penyakitnya dan
semakin sedikit gangguan motilitasnya maka prognosis untuk kembali ke
ukuran esofagus yang normal setelah pembedahan (Heller) memberikan hasil
yang sangat baik. Pembedahan memberikan hasil yang lebih baik dalam
menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien dan seharusnya lebih baik
dilakukan daripada pneumatic dilatation apabila ada ahli bedah yang tersedia.
Obat-obatan dan toksin botulinum sebaiknya digunakan hanya pada pasien
yang tidak dapat menjalani pneumatic dilatation dan laparascopic Heller
myotomy (Lansia). Follow-up secara periodik dengan menggunakan
esofagoskopi diperlukan untuk melihat perkembangan tejadinya kanker
esophagus.
2.7. Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat dari retensi makanan
pada esophagus adalah sebagai berikut:
17
Pneumonia spirasi adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh
terhirupnya bahan-bahan kedalam saluran pernapasan.
4) Abses paru
Diartikan sebagai kematian jaringan paru – paru dan pembentukan
rongga yang berisi sel –sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri.
5) Diverticulum meekel
Diverticulum meekel adalah suatu kelainan bawaan yang merupakan
suatu kantung (diverticula) yang menjulur / menonjol dari dinding usu
halus; diverticula bisa mengandung jaringan lambung maupun jaringan
pancreas.
6) Perforasi esophagus
Perforasi esophagus adalah pecahnya dinding esophagus karena
muntah – muntah. 90 % penyebb raptur esophagus adalah iatrogenic,
yang biasanya diakibatkan oleh instrumentasi medis seperti
paraesophageal endoskopi atau pembedahan.
7) Small cell carcinoma
8) Sudden death
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
18
3.1.1 Pengkajian
3.1.1.1 Identitas
Akalasia sering terjadi pada individu berusia 20-an dan 30-an dan
muncul sama sering pada pria dan wanita. Dengan ditandai gejala disfagia,
nyeri dada, muntah yang makin lama makin membrat, nyeri
dadaretrosternal, berat badan menurun.
Klien dengan aklasia mengalami kekurangan nonadregernik,
nonkolinergik, dan sel-sel penghambat ganglionik disebabkan oleh
ketidakseimbangan neurotransmitter peningkat dan penghambat. Kondisi
ini akhirnya menghasilkan peningkatan tekanan nonrelaksasi dari sfingter
esophageal. Kegagalan relaksasi esophagus ini akan meningkatkan risiko
stasis makanan dan selanjutnya timbul dilatasi esophagus.
Pada sebagian besar pasien akalasia mengalami kecemasan akan
kondisi sulit menelan makanan yang mnyebabkan pasien mengalami
penurunan brat badan secara progresif.
3.1.1.2. Anamnesa
19
1. B1 : Breathing
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Auskultasi
2. B2 : Blood
3. B3 : Brain
4. B4 : Bladder
20
5. B5 : Bowel
6. B6 : Bone
1. Pemeriksaan Radiologik
21
esofagitis aldbat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan
terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan
esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.
e) Pemeriksaan Manometrik
Pemeriksaan Manometrik adalah pemeriksaan gold standard untuk
diagnosis akalasia (Gonlachavit, 2001). Pada pemeriksaan ini akan
didapatkan tekanan di dalam sfingter kardiak, relaksasi yang tidak
komplit dn tidak adanya paralisis (Fisichella, 2008)
Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
DS :
Kelemahan dan
- Sulit untuk menelan Nutrisi kurang darikegagalan pada
makanan atau cairan kebutuhan sfingter bawah
esofagus untuk
(disfagia) melakukan relaksasi
- Mengeluh nyeri
Sulit menelan
meliputi pirosis (nyeri
ulu hati) dan odinofagia
Akalasia
(merupakan sensasi
nyeri ketat atau rasa Makanan tertahan
terbakar) pada saat di
Esofagus
menelan
Absorpsi nutrient
- Mengeluh sering berkurang
bersendawa pada
malam hari saat akan Nutrisi kurang
memulai tidur dari
kebutuhan
22
lemah
DO :
- Pemeriksaan
radiologis :
Dilatasi esofagus dan
kegagalan relaksasi
sfingter bawah
esofagus.
- Pengkajian endoskopi :
Pelebaran lumen
esofagus dengan bagian
distal yang menyempit,
terdapat sisa-sisa
makanan dan cairan di
bagian bawah proksimal
dari daerah
penyempitan.
- Mukosa esofagus
berwarna pucat, edema,
dan esofagitis akibat
retensi makanan
23
3. Nyeri b.d iritasi mukosa esofagus, respons pembedahan
1. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake
makanan yang adekuat
Tujuan :
Pada periode praoperasi dan setelah 7x24 jam pascaoperasi intake nutrisi dapat
optimal dilaksanakan.
Kriteria hasil :
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat
- Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang,
pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit
- Berat badan pada hari ke-7 pascaoperasi meningkat 0,5 kg
Intervensi Rasional
Intervensi prabedah :
Anjurkan pasien makan dengan Makanan dapat lewat dengan mudah
perlahan dan mengunyah ke lambung
makanan dengan saksama.
Evaluasi adanya alergi makanan Manifestasi terhadap persiapan
dan kontraindikasi makanan. komposisi makanan yang akan
Pantau intake dan output, diberikan
anjurkan untuk timbang berat
24
badan secara periodik (sekali Berguna dalam mengukur keefektifan
seminggu). nutrisi dan dukungan cairan
Kolaborasi pemberian penyekat
saluran calcium channel Menurunkan tekanan esophagus dan
blockers dan nitrat. memperbaiki menelan
Kolaborasi pemberian injeksi
agen penghambat neuromuskular Peningkatan kemampuan menelan
(Neuromuscular Blocker Agents)
jenis Botulinum toxin A.
Intervensi pasca-bedah dilatasi
pneumatik : Mengontrol jumlah dan jenis nutrisi
Batasi intake oral selama 24 jam yang masuk dan jumlah yang keluar
setelah intervensi.
Intervensi pasca-bedah Heller’s
dilatation : Mengontrol jumlah dan jenis nutrisi
Batasi intake oral selama 24-48 yang masuk dan jumlah yang keluar
jam setelah pembedahan. Bila
tidak ada gejala kebocoran, diet
diberikan sesuai tingkat Komposisi dan jenis diet diberikan
toleransi. sesuai tingkat toleransi individu
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang jenis dan komposisi diet.
Intervensi pasca-bedah gastrotomi :
Beri cairan via selang, segera Cairan mengandung nutrisi pertama
setelah pembedahan. kali diberikan segera setelah
pembedahan dan biasanya
mengandung air hangat dan glukosa
10%.
Lakukan aspirasi lambung.
Memberikan volume total yg
diinginkan sehingga dilatasi lambung
dapat diatasi.
25
Beri makanan halus dan
makanan cair secara bertahap Kerja organ pencernaan tidak terlalu
dan dicampur dengan air. berat
Atur posisi duduk dan lakukan
optimalisasi gravitasi pada saat Meningkatkan efektivitas asupan
memberikan makanan cair. nutrisi dan meningkatkan penerimaan
dari lambung.
Timbang berat badan tiap hari dan catat Intervensi untuk evaluasi terhadap
kenaikannya. intervensi keperawatan yang telah
diberikan.
Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jam pasca-intervensi prosedur dilatasi pneumatik, bedah
Heller’s dilatation, dan gastrostomi, pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Kondisi kepatenan selang nutrisi optimal
- Tidak terjadi perforasi, infeksi pada insisi gastrostomi, apabila
didapatkan dapat diatasi dengan berkolaborasi dengan tim medis
Intervensi Rasional
Intervensi pasca-intervensi dilatasi
penumatik:
Monitor kondisi fungsi Pantau adanya perubahan TTV,
gastrointestinal. nyeri tekan abdomen, dan
Laporkan pada ahli gastroenterologi hipertermi.
apabila didapatkan ada gejala Mencegah kondisi sepsis yang
perforasi. membahayakan
26
dilatation:
Monitor adanya tanda-tanda refluks Pantau adanya nyeri tekan pada
esofageal dan laporkan pada tim abdomen dan nyeri pada dada
medis
Intervensi pasca-operasi gastrotomi :
Kaji kondisi selang gastrotomi dan Adanya respons peradangan lokal
laporkan pada ahli bedah apabila akan menganggu kondisi selang
ditemukan tanda-tanda infeksi pada dan memerlukan intervensi dari
sekitar area insersi ahli bedah
Fiksasi selang pada dinding abdomen
dengan plester Selang dapat dipertahankan dengan
plester tipis yang diputar
melingkari selang dan kemudian
Libatkan keluarga dalam memonitor dengan kuat dilekatkan pada
kondisi sekitar gastrotomi abdomen
Pasien dan anggota keluarga harus
dianjurkan untuk berpartisipasi
dalam inspeksi dan aktivitas
hygiene ini. Bila masalah kulit
27
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau teradaptasi.
- Pasien mampu melakukan manajemen nyeri nonfarmakologik apabila
sensasi nyeri muncul.
- TTV dalam batas normal.
- Skala nyeri (0-1).
- Ekspresi pasien relaks dan mampu melakukan mobilitas ringan dengan
nyeri yang terkontrol.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan
pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif. menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan
dalam mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
Istirahatkan pasien pada saat nyeri Istirahat secara fisiologis akan
muncul menurunkan kebutuhan oksigen
yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
Monitor kondisi kepatenan selang metabolisme basal
gastrotomi, adanya komplikasi bedah
seperti refluks esofageal, perforasi, Adanya gangguan pada
dan infeksi luka gastrotomi. kepatenan dari selang dan
komplikasi pascaoperasi akan
Ajarkan teknik relaksasi pernapasan memberikan stimulus nyeri
dalam pada saat nyeri muncul yang perlu perawat perhatikan.
28
Bantu menyangga sekitar luka pasien Distraksi (pengalihan
pada saat latihan batuk efektif atau perhatian) dapat menurunkan
ajarkan menggunakan bantal apabila stimulus internal
pasien akan batuk.
Manajemen lingkungan: lingkungan Menurunkan tarikan pada kulit
tenang, batasi pengunjung, dan akibat peningkatan dari
istirahatkan pasien. intraabdomen sekunder dari
Lakukan manajemen sentuhan. batuk akan menurunkan
stimulus nyeri dan pasien
mendapat dukungan, serta
kepercayaan diri untuk
melakukan pernapasan
diafragma karena pada kondisi
klinik sebagian besar pasien
pascaoperasi takut
Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab Pengetahuan yang akan
nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri membantu mengurangi
akan berlangsung nyerinya dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan
pasien terhadap rencana
terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian : Analgesik diberikan untuk
Analgesik membantu menghambat
stimulus nyeri ke pusat persepsi
nyeri di korteks serebri
sehingga nyeri dapat
berkurang.
4. Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan
Tujuan :
Dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi; terjadi perbaikan pada integritas
29
jaringan lunak.
Kriteria hasil :
- Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal,
TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, Mengidentifikasi kemajuan atau
dan apakah ada order khusus tim dokter penyimpangan dari tujuan yang
bedah dalam melakukan perawatan luka. diharapkan.
Lakukan perawatan luka :
Lakukan perawatan luka steril Menurunkan kontak tindakan
pada hari ke-3 operasi dan diulang dengan luka yang dalam kondisi
setiap 2 hari sekali steril sehingga mencegah
kontaminasi kuman ke luka bedah.
Bersihkan luka dan drainase
dengan cairan antiseptik jenis Mencegah kontaminasi kuman ke
iodine providum dengan cara jaringan luka.
swabbing dari arah dalam ke luar
30
Kaji kondisi selang gastrotomi dan Adanya respons peradangan lokal
laporkan pada ahli bedah apabila akan menggganggu kondisi selang
ditemukan tanda-tanda infeksi pada dan memerlukan intervensi dari
sekitar area insersi ahli bedah.
Kolaborasi penggunaan antibiotik Mengkaji adanya reaksi dan
riwayat alergi antibiotik, serta
memberikan antibiotik sesuai advis
dokter.
31
masa depan. disampaikan kepada pasien.
6. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d adanya selang pada abdomen
pascagastrotomi
Tujuan :
Dalam waktu 1x24 jam terjadi peningkatan gambaran diri. Pasien dapat
mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negative pada diri
sendiri.
Kriteria hasil :
- Pasien merasa harga dirinya naik, menggunakan koping yang adaptif
dan menyadari dapat mengontrol perasaannya.
- Menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti
dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi positif dengan
orang lain.
- Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang perubahan peran yang
telah terjadi.
- Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup
- Berpartisipasi dalam tim sebagai upaya melaksanakan rehabilitasi
Intervensi Rasional
Bina hubungan saling percaya dan Kesadaran diri sangat diperlukan
keterbukaan. dalam membina hubungan
terapeutik perawat-pasien.
Kaji perasaan pasien saat ini. Membantu perawat dalam
mengidentifikasi tingkat perasaan
dari pasien.
Eksplorasi respons koping adaptif dan Respons koping adaptif sangat
maladaptif terhadap masalahnya. dibutuhkan dalam penyelesaian
masalah secara konstruktif.
Buat perencanaan yang realistik. Pasien membutuhkan bantuan
perawat untuk mengatasi
permasalahannya dengan cara
menentukan perencanaan yang
32
realistic
Bantu pasien untuk melakukan tindakan Penggunaan koping yang adaptif
yang penting untuk mengubah respons membantu dalam proses
maladaptif dan mempertahankan respons penyelesaian masalah klien.
koping yang adaptif
Hadirkan individu yang pernah atau Berbicara dengan orang yang telah
sedang mendapat intervensi gastrotomi. mengalami gastrotomi dapat
membantu pasien untuk menerima
perubahan yang dialami.
Diskusikan secara perlahan kondisi Diskusi yang tenang mengenai
gastrotomi pada saat pemberian tujuan dan rutinitas pemberian
makanan makan melalui gastrotomi dapat
membantu mempertahankan
gastrotomi sebagai sesuatu yang
wajar.
Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, Pasien dapat mengalami depresi
depresi, marah cepat setelah menerima informasi
menderita kanker mulut dan
menyangkal. Penerimaan
perubahan tidak dapat dipaksakan
dan proses kehilangan
membutuhkan waktu untuk
membaik.
Beri dukungan psikologis Bentuk dukungan psikologis dapat
mempererat hubungan perawat dan
pasien dengan permasalahan yang
sedang dihadapinya.
33
Kriteria hasil :
- Pasien dan keluarga mengetahui teknik perubahan pola hidup dan
dampak dari perubahan pola hidup terhadap adanya gastrotomi dan
pernyataan sukjektif merasa termotivasi untuk melaksanakan anjuran
yang diberikan.
- Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan.
- Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan dan
secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan
aturan atau prosedur praoperasi yang telah dijelaskan.
- Pasien beserta keluarga mengungkapkan alasan pada setiap instruksi
dan latihan preoperatif
- Secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi
emosional
- Pasien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang Apabila pasien mendapat
perubahan pola hidup atau prosedur keputusan pembedahan atas
intervensi medis kondisi penyakitnya, maka
persiapan prabedah sama seperti
persiapan pembedahan abdomen
lainnya. Peran perawat
mengklarifikasi bahwa informasi
dimengerti dan dilaksanakan pada
pasien.
Cari sumber yang meningkatkan Keluarga terdekat dengan pasien
penerimaan informasi perlu dilibatkan dalam pemenuhan
informasi untuk menurunkan
risiko misinterpretasi terhadap
informasi yang diberikan
Intervensi pemenuhan praoperasi :
Diskusikan jadwal pembedahan Pasien dan keluarga harus diberi
waktu dimulainya pembedahan.
34
Beritahu persiapan pembedahan,
meliputi : Pencukuran area operasi dilakukan
Persiapan kulit are operasi apabila protokol lembaga atau ahli
bedah mengharuskan kulit untuk
dicukur, pasien diberitahukan
tentang prosedur mencukur,
dibaringkan dalam posisi yang
nyaman, dan tidak memajan
bagian yang tidak perlu.
Beritahu persiapan pembedahan meliputi :
Persiapan istirahat dan tidur Istirahat merupakan hal yang
penting untuk penyembuhan
normal.
Persiapan administrasi dan Pasien sudah menyelesaikan
informed consent administrasi dan mengetahui
secara finansial biaya
pembedahan. Pasien sudah
mendapat penjelasan dan
menandatangani informed consent
Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien Pasien akan mendapat manfaat
sudah dikunjungi bila mengetahui kapan keluarga
dan temannya bisa berkunjung
setelah pembedahan.
Intervensi prosedur perawatan rumah :
Kaji tingkat pengetahuan pasien Mengkaji tingkat pengetahuan
tentang prosedur perawatan rumah pasien, minat dalam pembelajaran
pascaintervensi gastrotomi. tentang pemberian makan per
selang, serta kemampuan untuk
memahami dan menerapkan
Jelaskan tujuan dari perawatan informasi.
rumah
Untuk memudahkan perawatan
35
diri, pasien dijelaskan tentang
perawatan pasca-rumah sakit dan
disorong untuk membuat rutinitas
Demonstrasikan cara memeriksa senormal mungkin.
residu pada selang gastrotomi
Menunjukkan pada pasien cara
memeriksa isi lambung residu
sebelum pemberian makan,
menentukan patensi selang dengan
Ajarkan cara memasukkan memberikan air pada suhu
makanan cair pada spuit dengan ruangan sebelum dan setelah
memaksimalkan efek gravitasi pemberian makan.
3.1.3 Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah diberikan intervensi keperawatan
adalah sebagai berikut:
36
1. Intake nutrisi dapat dicapai sesuai tingkat toleransi dan pasien
tidak mengalami penurunan berat badan.
2. Terjadi penurunan respons nyeri.
3. Terjadi penurunan risiko injuri.
4. Infeksi tidak terjadi selama asuhan keperawatan dilakukan.
5. Peningkatan gambaran diri.
6. Kecemasan pasien berkurang.
7. Terpenuhinya informasi prabedah dan prosedur perawatan rumah.
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Akalasia merupakan keadaan sfingter esophagus inferior yang
gagal berelaksasi selama menelan. Sebagai akibatnya makanan yang
ditelan ke dalam esophagus gagal untuk melewati esophagus masuk ke
dalam lambung.
Akalasia merupakan disfungsi neuromuscular dengan lesi primer
mungkin terletak di dinding esophagus, nervus vagus, atau batang otak
(Saunderlin, 1993). Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor gangguan
autoimun dan penyakit infeksi mempunyai peran penting dalam
terbentuknya aklasia (Fisichella, 2009). Akalasia sendiri disebabkan oleh
ketidakadekuatan relaksasi LES terjadi akibat impuls saraf tidak bisa
mencapai esophagus atau tidak ada regulasi dari reseptor simpatis LES
(Black, 1997).
Akalasia biasa dimulai dengan adanya gejala utama seperti disfagia
esofagial dimana pasien merasa makanan tertahan di esophagus. Prognosis
Akalasia bergantung pada durasi penyakit dan banyak sedikitnya
37
gangguan motilitas. Pembedahan memberikan hasil yang lebih baik dalam
menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien. Obat-obatan dan toksin
botulinum sebaiknya digunakan hanya pada pasien yang tidak dapat
menjalani pneumatic dilatation dan laparascopic Heller myotomy (Lansia).
Follow-up secara periodik dengan menggunakan esofagoskopi diperlukan
untuk melihat perkembangan tejadinya kanker esophagus.
Komplikasi yang terjadi kepada klien dengan akalasia adalah
Obstruksi saluran pernapasan, bronchitis, abses paru, pneumonia
aspirasi,diverticulum meekel ,perforasi esophagus,small cell carcinoma,
sudden death.
Akalasia dapat diobati dengan melebarkan katup secara mekanik,
contohnya dengan menggelembungkan sebuah balon didalam
kerongkongan dengan pemberian nitrat contohnya nitroglycerin yang
ditempatkan dibawah lidah sebelum makan atau penghambat saluran
kalsium contohnya nifedipine, maka tindakan untuk melebarkan
kerongkongan dapat ditangguhkan.
1.2 Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami
sebagai kelompok mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing
dan teman – teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit akalasia ini
sangat berbahaya dan kita sebagai host harus bisa menerapkan pola hidup
sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.
38
DAFTAR PUSTAKA
Artur C, Hall, John E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton. Jakarta.
EGC
Black Joyce M., Hawks Jane Hokanson. 2009. Medical Surgical Nursing Clinic
Management for Positive Outcomes. United State of America: Elsevier
Bailey J Byron. Esophageal disorders. Head and neck surgery Otolaringology.
Vol.1.2.1998;56:781-8014.
Doenges Marilynn, Moorhouse, Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan
:Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien
(terjemahan). Edisi 3. Jakarta, EGC.
Isselbacher, Kurt J. 1995. Horrison: Prinsip-PrinsipIlmu Penyakit Dalam, Vol. 1,
Ed. 13. Jakarta: EGC.
Juniati Sri Herawati. 2013. Ilmu Kesehatan THT-KL Esofagus Edisi 2. Surabaya:
AUP
J., Finley R. 2002. Achalasia: Thoracoscopic and Laparoscopic Myotomi. In:
Pearson F.G. MD, Cooper J.D. MD,
Kaiyo, Takubo. 2009. Pathology of the Esophagus: An Atlas and Textbook.
Tokyo : Springer Science & Business Media.
39
Marks, Jay W., Lee, Dennis. 2010. Achalasia. http://www.medicinenet.com.
Accessed on: 5 th August 2015
Muttaqin, Arif. Dkk. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
40