Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DISFAGIA

I.

PENGERTIAN
Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah

perkataan yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau
gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan
makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat
terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan
struktur, dan/atau kondisi medis tertentu.
Disfagia adalah kesulitan menelan yang dapat pula disertai dengan nyeri
menelan. Esofagus normal merupakan suatu aktifitas terkoordinasi yang rumit
dimana cairan dan makanan padat diteruskan dari mulut kelambung. Mekanisme
ini juga mencegah aspirasi makanan ke dalam paru, regurgitasi kehidung, dan
refluks melalui sfingter esophagus bawah. Oleh sebab itu disfagia menyebabkan
dua masalah yang berbeda yaitu: pertama, seringkali ada penyebab dasar yang
serius. Dan kedua, menyebabkan konsekuensi berbahaya (misal, aspirasi atau
malnutrisi) (Walsh, 1999).

II.

ANATOMI PATOLOGI
1. Rongga mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis
oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi bagian
dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh tulang dari
palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot palatum mole di
bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar
sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.
Muara duktus sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah.
Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat

digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani mempersarafi


cita rasa lidah duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga
lidah bagian belakang.
2. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi
vertebra servikal. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana
dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan
dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang
(longitudinal) dan melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m.
konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas
dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang.
Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian
belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas
hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah
laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta esofagus di bagian inferior.
Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar
lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang
dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan
laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan
minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring
berasal dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal
dari n. vagus, cabang dari n. glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari
pleksus faringealis keluar cabang-cabang untuk otot otot faring kecuali m.
stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang glosofaringeus.
3. Esofagus

Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan


hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus
yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi vertebra
servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke
dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks , esofagus berada di
mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke
mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan menembus diafragma
setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di depan vertebra.
Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu dengan
lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal
dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama
yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara
esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot
polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat
tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak
bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus
diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos
pada bagian ini murni bersifat sfingter.
Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf
parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia
simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.

III.

FISIOLOGI
Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara

teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses
menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral
menuju kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung jawab untuk menelan
otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus
tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan
dengan kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.

1. Tiga Fase Menelan


Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan
dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition
normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian
rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi
bagian yang berbeda: (1) oral, (2) faringeal, dan (3) esophageal. Masing-masing
fase memiliki fungsi yang spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu oleh kondisi
patologis, gejala spesifik dapat terjadi.
2. Fase Oral
Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga
dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan makanan
dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah
dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi
untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan dan mendorong bolus
makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek
menelan involunter dimulai.
Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V
(trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal). Dengan menelan suatu cairan,
keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat,
suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di
orofaring.
3. Fase Faringeal
Fase faringeal adalah sangat penting karena, tanpa mekanisme
perlindungan faringeal yang utuh, aspirasi paling sering terjadi pada fase ini. Fase
inimelibatkan rentetan yang cepat dari beberapa kejadian yang saling tumpang
tindih. Palatum mole terangkat. Tulang hyoid dan laring bergerak keatas dan
kedepan. Pita suara bergerak ke tengah, dan epiglottis melipat ke belakang untuk
menutupi jalan napas. Lidah mendorong kebelakang dan kebawah menuju faring

untuk meluncurkan bolus kebawah. lidah dubantu oleh dinding faringeal, yang
melakukan gerakan untuk mendorong makanan kebawah.
Sphincter esophageal atas relaksasi selama fase faringeal untuk menelan
dan dan membuka oleh karena pergerakan os hyoid dan laring kedepan. Sphincter
akan menutup setelah makanan lewat, dan struktur faringeal akan kembali ke
posisi awal. Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan
kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang ter jadi sampai
reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan motoris dari
nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X (vagus).
4. Fase Esophageal
Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik.
Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini
terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung. Tidak seperti shincter esophageal
bagian atas, sphincter bagian bawah membuka bukan karena pengaruh otot-otot
ekstrinsik. Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun
menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri. Suatu interval selama 820 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam menodorong bolus ke dalam
lambung.

IV.

ETIOLOGI
Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini

adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler),


miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris. Keadaan ini memicu
peningkatan resiko tersedak minuman atau makanan yang tersangkut dalam trakea
atau bronkus (Price, 2006). Disfagi esophageal mungkin dapat bersifat obstruktif
atau disebabkan oleh motorik. Penyebab obstruksi adalah striktura esophagus dan
tumor-tumor ekstrinsik atau instrinsik esofagus, yang

mengakibatkan

penyempitan lumen. Penyebab disfagi dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak


adanya, atau tergangguanya peristaltik atau disfungsi sfingter bagian atas atau

bawah. Gangguan disfagi yang sering menimbulkan disfagi adalah akalasia,


scleroderma, dan spasme esophagus difus (Price, 2006).
V.

PATOFISIOLOGI
Transportasi normal bolus makanan yang ditelan lewat lintasan gerakan

menelan tergantung pada ukuran bolus makanan yang ditelan, diameter lumen
lintasan untuk gerakan menelan, dan kontraksi peristaltik (Price, 2006). Disfagia
dibedakan atas disfagia mekanis dan disfagia motorik.
1.

Disfagia mekanis
Disfagia mekanik dapat disebabkan oleh bolus makanan yang sangat besar,
adanya penyempitan instrinsik atau kompresi ekstrinsik lumen lintasan
untuk gerakan menelan. Pada orang dewasa, lumen esofagus dapat
mengembang hingga mencapai diameter 4 cm, jika esofagus tidak mampu
berdilatasi hingga 2,5 cm, gejala disfagia dapat terjadi tetapi keadaan ini
selalu terdapat kalau diameter esofagus tidak bisa mengembang hingga
diatas 1,3 cm. lesi yang melingkar lebih

sering mengalami disfagia

daripada lesi yang mengenai sebagian lingkaran dari dinding esofagus saja
2. Disfagia motorik
Disfagia motorik dapat terjadi akibat kesulitan dalam memulai gerakan
menelan atau abnormalitas pada gerakan peristaltik dan akibat inhibisi
deglutisi yang disebabkan oleh penyakit pada otot lurik atau otot polos
esofagus. Disfagia motorik faring disebabkan oleh kelainan neuromuskuler
yang menyebabkan paralisis otot (Price, 2006)
VI.

KLASIFIKASI
1. Disfagia Mekanis
a. Luminal
Diakibatkan oleh: Bolus yang besar, Benda asing,
b. Penyempitan instrinsik
1)

Keadaan inflamasi yang menyebabkan pembengkakan seperti

Stomatitis, Faringitis,epiglottis, Esofangitis


2) Selaput dan cincin dapat dijumpai pada Faring (sindroma pulmer,
Vinson), Esophagus (congenital, inflamasi), Cincin mukosa esophagus
distal

3) Striktur Benigna seperti Ditimbulkan oleh bahan kaustik dan pil,


Inflamasi , Iskemia, Pasca operasi, Congenital.
4) Tumor-tumor malignan, Karsinoma primer, Karsinoma metastasik,
Tumor-tumor benigna, Leiomioma, Lipoma, Angioma, Polip fibroid
inflamatorik, Papiloma epitel
c. Kompresi ekstrinsik Spondilitis servikalis, Osteofit vetrbra, Abses dan
masa retrofaring, Tumor pancreas, Hematoma dan fibrosis
2. Disfagia motorik
a. Kesulitan dalam memulai reflek menelan Seperti lesi oral dan paralisis
lidah,

Anesthesia orofaring, Penurunan produksi saliva, Lesi pada

pusat menelan
b. Kelainan pada otot lurik
1) Kelemahan otot (Paralisis bulbar, Neuromuskuler, Kelainan otot)
2) Kontraksi dengan awitan stimultan atau gangguan inhibisi deglutisi
(Faring dan esophagus, Sfingther esophagus bagian atas)
c. Kelainan pada otot polos esophagus
1) Paralisis otot esophagus yang menyebabkan kontraksi yang lemah
2) Kontraksi dengan awitan simultan atau gangguan inhibisi deglutis
3) Sfingter esophagus bagian bawah. (Harrison, 1999)
VII.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari disfagia dapat dilihat dengan adanya gangguan pada

neurogenik mengeluh bahwa cairan lebih mungkin menyebabkan tersedak


daripada makanan padat atau setengah

padat. Batuk dan regurgitasi nasal

menunjukkan kelemahan otot-otot palatum atau faring bagian atas. Suara serak,
nyeri menelan, dan nyeri telinga merupakan gejala tumor hipofaring. Sedang
aspirasi sering terjadi pada gangguan neurologik (Walsh, 1999).
Tanda dan gejala secara umum:

1. Disfagia Oral atau faringeal


Batuk atau tersedak saat menelan
Kesulitasn pada saat mulai menelan
Makanan lengket di kerongkongan
Sialorrhea
Penurunan berat badan
Perubahan pola makan
Pneumonia berulang
Perubahan suara (wet voice)
Regusgitasi Nasal
2. Disfagia Esophageal
Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
Regurgitasi Oral atau faringeal
Perubahan pola makan
Pneumonia rekuren
VIII. KOMPLIKASI
Disfagia adalah kondisi yang kompleks yang memiliki pengaruh besar
pada kehidupan pasien. Pasien yang mengalami disfagia masalah yang sering
ditemukan adalah kehilangan nafsu makan serta penurunan berat badan yang
diakibatkan oleh asupan nutrisi yang berkurang. Dalam manejemen gizi pada
pasien yang mengalami disfagia harus lebih diperhatikan lagi tentang cara
penyediaan makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien agar
komplikasi seperti terjadinya aspirasi dapat dihindari (Collier, 2009)

IX.

PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Terapi terbaik untuk Disfagia adalah terapi langsung pada penyebab
disfagia itu sendiri, dapat diberikan obat seperti pada gangguan disfagia
akibat radang pada esophagus. Pengobatan dapat melibatkan latihan
otot untuk memperkuat otot-otot facial atau untuk meningkatkan koordinasi.

Pada gangguan menelan akibat massa yang menekan biasanya digunakan


terapi bedah.
b.

Pembedahan
1. Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan
2.

laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.


Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan untuk
mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan
mengincisi komponen otot utama dari PES.

c. Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti


dari CPM.
d. Gizi
Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia
orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia
telah digambarkan. Pendekatan langsung biasanya melibatkan makanan,
pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
Makanan padat dan cairan encer biasanya merupakan penyebab utama
kesulitan. Makanan-makanan yang dapat menciptakan bulatan lembut kecil
ketika dikunyah merupakan yang paling dapat ditoleransi. Cairan dapat
dikentalkan dengan sereal kering bayi, bubur kentang atau serpihan kentang,
pati jagung, atau yogurt. Cairan juga dapat disajikan dalam bentuk beku,
sebagai contoh, sherbet atau es buah. Speech therapistmungkin mampu
membantu individu disfagia untuk teknik penelanan.
Menyiapkan makanan sedemikian rupa atau menghindari makanan
tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat
menelan

minuman

minumannya. Orang

mungkin
lain

memerlukan

mungkin harus

pengental

menghindari

khusus
makanan

untuk
atau

minuman yang panas ataupun dingin. Untuk beberapa orang, namun


demikian, mengkonsumsi makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak
mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian


makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian
menelan yang tidak mampu bekerja normal.
Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan
dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan dengan
posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Bila
ada kerusakan esofagus atau refluks atau disfagia sangat parah, pemasukan
menjadi terganggu sedemikian rupa sehingga terjadi kehilangan berat atau
menempatkan individu pada risiko tinggi aspirasi paru, pemberian makanan
pipa (via gastrostomi atau jejustomi, jika ada kerusakan esofagus) mungkin
dibutuhkan.
e.Modifikasi diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum
disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada
pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki
retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat. Jika fungsi menelan sudah
membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai
konsistensi normal.
f. Suplai Nutrisi
Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat
menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk
memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang
diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi
oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.
g. Hidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan
hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terdapat
dehidrasi

X.

PENGKAJIAN
Pada Pemeriksaan fisik, periksa mekanisme motoris oral dan laryngeal.

Pemeriksaan nervus V dan VII-XII penting dalam menentukan bukti fisik dari
disfagia orofaringeal.
1.

Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah, pergerakan


dan kekuatan lidah, elevasi palatal dan laryngeal, salivasi, dan sensitifitas

2.

oral.
Periksa kesadaran dan status kognitif pasien karena dapat mempengaruhi

3.

keamanan menelan dan kemampuan kompensasinya.


Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur-

4.
5.
6.
7.

struktur yang terlibat pada menelan.


Periksa mukosa dan gigi geligi mulut
Periksa reflek muntah.
Periksa fungsi pernapasan
Tahap terakhir adalah pengamatan langsung aktivitas menelan. Setelah

menelan, amati pasien selama 1 menit atau lebih jika ada batuk tertunda.
8. Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)
9.
Lama dan progresifitas keluhan disfagia
10. Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat,
cair, stress psikis dan fisik)
11. Keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas,
12.

batuk, perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.


Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun,

kardiovaskuler dll)
13. Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi,
muskulorelaksan pusat)
14. Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan
15. Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya
16. Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan pada pasien yang
mengalami gangguan menelan atau disphagya meliputi :
Riwayat penyakit

Riwayat stroke

Riwayat pemakaian alat medik : trakeostomi, NGT, mayo tube, ETT,


post pemeriksaan endoscopy
Riwayat pembedahan darah laryx, pharynx, esophagus, tiroid

Post operasi daerah mulut

17. Pemeriksaan fisik

XI.

Bentuk mulut tidak simetris


Tampak adanya peradangan pada pharynx
Adanya candida dalam oral/mulut
Edema pharynx

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan spesifik untuk menilai adanya kelainan anatomi atau

sumbatan mekanik :

Penunjang

1.

Barium Swallow
(Esofagogram)

Kegunaan

Menilai anatomi dan fs otot


faring/esofagus, deteksi sumbatan o/k
tumor, striktur,web, akalasia,
divertikulum

2. CT Scan
3. MRI

Kelainan anatomi di kepala, leher dan


dada
Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke,

4. Laringoskopi direk

degeneratif proses diotak


Menilai keadaan dan pergerakan otot

5.

Esofagoskopi

6.

Endoskopi
ultrasound

laring
Menilai lumen esofagus, biopsi
Menilai lesi submukosa

Pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi menelan :

Penunjang

Kegunaan

1.

Menilai keadaan kedua sfingter esofagus,

Modified barium

swallow

2.

Leksible fiber

menganalisa transfer dysphagia

optic faringoskop
Menilai pergerakan faring dan laring
3.

Video floroscopy

recording

Menilai pergerakan faring dan laring

4.

Menilai gangguan orofaring, esofagus,

Scintigraphy

pengosongan lambung dan GERD


5.

EMG

(Gastroesophageal refluks disease)

6.

Manometri

Menilai defisiensi fungsi saraf kranial

pHmetri 24 jam
Menilai gangguan motilitas peristaltik
Pemeriksaan refluks esofagitis

XII.

PATHWAY

Gangguan esophagus:
-

Peradangan inflamasi
Kelemahan
(diverticulum)
Penyempitan
Trauma
Obstruksi
Degenerative
Gangguan
Neurologis peristaltic

otot

esophagus
Nyeri saat
menelan
Anorexia
Resiko aspirasi

Resiko nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

XIII. DIAGNOSA
1. Gangguan menelan b/d gangguan neuromuscular ( penurunan kekuatan
atau ekskursi otot/ penurunan syaraf menelan).
2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa esofagus.
3. Risiko asirasi b/d ketidak mampuan menelan
XIV. INTERVENSI
No
1.

Diagnose
Gangguan
b/d

Noc
Nic
menelan Setelah dilakukan
1. Pantau gerakan
lidah klien saat
gangguan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam,
makan

neuromuscular
( penurunan kekuatan
atau

ekskursi

penurunan
menelan).

otot/
syaraf
1.

2.

3.

klien
dapat
menunjukkan
perawatan
diri
:
makan yang ditandai
dengan :
Mengidentifikasi
factor
emosi/psikologis
yang
memengaruhi
menelan
Makan
tanpa
tersedak
atau
aspirasi
Tidak ada kerusakan
otot
tenggorok
atau
fasial,
menelan,
menggerakkan
lidah, atau reflex
muntah

2.

Pantau
adanya
penutupan
bibir
saat
makan,
minum,
dan
menelan
3. Kaji mulut dari
adanya makanan
setelah makan
Pendidikan
untuk
pasien/keluarga
4. Ajarkan pasien
untuk menggapai
makanan di bibir
atau di pipi dengan
menggunakan
lidah
5. Ajarkan
pasien/pemberi
perawatan tentang
tindakan
kegawatan
terhadap tersedak
Aktivitas kolaboratif
6. Konsultasikan
dengan ahli gizi
tentang makanan
yang
mudah
ditelan
7. Kolaborasikan
dengan ahli terapi
wicara
untuk
mengajarkan
keluarga
pasien
tentang
program
latihan menelan
Aktivitas Lain
8. Berikan
perawatan mulut,
jika diperlukan
9. Bantu
pasien
untuk
memposisikan

kepala fleksi ke
depan
untuk
menyiapkan
menelan.
2.

Nyeri

berhubungan Setelah dilakukan


dengan iritasi mukosa tindakan keperawatan
selama 2x24 jam,
esofagus.
klien
dapat
menunjukka
nnyeri
efek merusak yang
ditandai dengan :
1. Gangguan kerja,
kepuasan hidup
atau
kemampuan
untuk
mengendalikan.
2.
Penurunan
konsentrasi
3. Terganggunya
tidur
4.
Penurunan
nafsu
makan
atau kesulitan
menelan
5.
Mengenali
factor penyebab
dan
menggunakan
tindakan untuk
mencegah nyeri

1. Gunakan laporan
dari pasien sendiri
sebagai
pilihan
pertama
untuk
mengumpulkan
informasi
pengkajian.
2. Dalam mengkaji
nyeri
pasien,
gunakan kata-kata
yang
konsisten
dengan usia dan
tingkat
perkembangan
pasien
Pendidikan
untuk
pasien
dan
keluarga
3. Instruksikan
pasien
untuk
menginformasikan
kepada
perawat
jika
pengurang
nyeri tidak dapat
dicapai
4. Informasikan
pada
pasien
tentang prosedur
yang
dapat
meningkatkan
nyeri dan tawarkan
saran koping
Aktivitas lain
5. Bantu
pasien
untuk
lebih
berfokus
pada
aktifitas daripada

nyeri/
ketidaknyamanan
dengan melakukan
pengalihan melalui
televisi, radio, tape
dan kunjungan.
3.

Risiko
ketidak
menelan

asirasi

b/d Setelah

dilakuakan

mampuan tindakan keperawatan


2x24 jam pasien dapat
menelan

dan

tersedak
kriteria hasil:
1. Klien
bernafas
mudah
2. Asien

tidak
dengan
dapat
dengan
dapat

menelan,
mengunyah tanpa
terjadi aspirasi
3. Jalan nafas paten

DAFTAR PUSTAKA
Collier,J,2009. Nutrisi dalam Disfagia.diatetics.co.uk

1. Berikan posisi
tubuh
tegak/duduk/sete
ngah duduk pada
saat makan atau
minum
2.
Hindari posisi
kepala over
ekstensi pada saat
pasien mencoba
makan atau
minum
3. Berikan makanan
yang lunak yang
dapat diatur oleh
lidah untuk
didorong
masuk/ditelan
4. Hindari memberi
air dalam jumlah
yang banyak
sekaligus untuk
diteguk

Harrison. 2000. Prinsip-prinsi ilmu penyakit dalam, volume 1, Jakarta. EGC


Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Walsh, T.1999. kapita selekta penyakit dan terapi, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai