BAB I
PENDAHULUAN
ANATOMI ESOFAGUS
Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervusvagus) dari pleksus
esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbachyang terletak di antara otot
longitudinal dan otot sirkular sepanjang esophagus
Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional. Bagian paling atas adalah upper esophageal
sphincter (sfingter esofagus atas), suatu cincin otot yang membentuk bagian atas esofagus dan
memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter iniselalu menutup untuk mencegah makanan
dari bagian utama esofagus masuk kedalam tenggorokan. Bagian utama dari esofagus disebut
sebagai badan dariesofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian
fungsionalyang
ketiga
dari
esofagus
yaitu
lower
esophageal
sphincter
(sfingter
esophagusbawah), suatu cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus danlambung.
Seperti halnya sfingter atas, sfingter bawah selalu menutup untuk mencegah makanan dan asam
lambung untuk kembali naik/regurgitasi ke dalambadan esofagus. Sfingter bagian atas akan
berelaksasi pada proses menelan agar makanan dan saliva dapat masuk ke dalam bagian atas dari
badan esofagus.
Kemudian, otot dari esofagus bagian atas yang terletak di bawah sfingter berkontraksi,
menekan makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.Kontraksi yang disebut gerakan
peristaltik mi akan membawa makanan dan salivauntuk turun ke dalam lambung. Pada saat
gelombang peristaltik ini sampai padasfingter bawah, maka akan membuka dan makanan masuk
ke dalam lambungEsofagus berfungsi membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke
gastermelalui suatu proses menelan, dimana akan terjadi pembentukan bolus makanandengan
ukuran dan konsistensi yang lunak, proses menelan terdiri dari tiga fase yaitu :
1. Fase oral, makanan dalam bentuk bolus akibat proses mekanik bergerak padadorsum
lidah menuju orofaring, palatum mole dan bagian atas dindingposterior faring terangkat.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posteriorfaring sehingga
menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atasakibat kontraksi m. palato faringeus
(n. IX, n.X dan n.XII) Jadi pada fase oral inisecara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut
efferen (motorik).
b. FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior(arkus palatoglosus)
dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal initerjadi:
1.
m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dann.XI)
berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudianu vu latertarik
2.
3.
tertutup.
Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karenakontraksi
4.
5.
(n.X)
Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus
dandorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turunke
bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanyaberlangsung sekitar
satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bilamenelan makanan padat.
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai
serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,meningkatkan
waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktupembukaan sfingter esofagus bagian
atas. Bertambahnya volume bolusmenyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,
pergerakanpalatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. Kecepatan gelombang peristaltik
faring rata-rata 12 cm/detik.
c. FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun
lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi
akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal.
Gelombang peristaltik pertama ini akan diikutioleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respons akibat regangandinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksusmienterikus yang
terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dindingesofagus dan gelombang ini bergerak
seterusnya secara teratur menuju kedistal esofagus.
BAB II
PEMBAHASAN
Kasus 4
Ny. Y, 38 tahun dirawat di ruang penyakit dalam hari ke 4 karena mengalami kesulitan menelan
baik air maupun makanan padat. Ny. Y mengeluh dadanya seperti terbakar sebelum makan
maupun sesudah makan. Hasil pemeriksaan X-ray, esophagus dilatasi.
Pembahasa:
1.
Kemungkinan diagnose?
2.
3.
4.
5.
6.
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul dan 1 renpra untuk diagnose utama!
A.
Diagnosa Medis
Berdasarka tanda dan gejala yang muncul pada pasien, diagnose yang mungkin adalah
Akalasia.
B.
Definisi Akalasia
Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia, Kardiospasme,
Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau Dilatasi esofagus idiopatik adalah
suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan
menyebabkan dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita
akalasia merasa perlu mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman
guna menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan
umumnya terjadi regurgitasi.
Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga
penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang
ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer
melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913 Heller melakukan pembedahan
dengan cara kardiomiotomi di luar mukosa yang terus dianut sampai sekarang
Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltic esophagus distal disertai
dengan kegagalan sfingter esophagus untuk rileks dalam respon terhadap menelan. Penyempitan
esophagus tepat tepat diatas lambung menyebabkan peningkatan dilatasi esophagus secara
bertahap di dada atas. Akalasia dapat berlanjut secara perlahan.ini terjadi palig sering pada
individu usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga.
Akalasia akibat dari retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai meningktnya
obstruksi dan dilatasi esophagus. Penyebab keadaan ini tidak diketahui, tetapi ditemukan
berkurangnya sel ganglion pleksus minterik dan degenerasi wallerian pada akson bermielin
maupun tak bermielin dari nervus vagus ekstra esophagus.
C.
Insiden
Insidens terjadinya akalasia adalah 1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan perbandingan jenis
kelamin antara pria dan wanita 1 : 1. Akalasia lebih sering ditemukan orang dewasa berusia 20 60 tahun dan sedikit pada anak-anak dengan persentase sekitar 5% dari total akalasia.
D.
Epidemiologi
Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Di Amerika
Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun. Suatu penelitian internasional
melaporkan bahwa dari 28 populasi di 26 negara, angka kematian tertinggi tercatat di Selandia
Baru dengan angka kematian standar 239 dan yang terendah dengan angka kematian standar 0.
Angka ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia baik primer maupun sekunder. Kelainan akalasia
tidak diturunkan dan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala.
E.
ETIOLOGI
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti bahwa degenerasi plexus
Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan neurologis. Beberapa teori yang berkembang
berhubungan
dengan
gangguan
autoimun,
penyakit
infeksi
atau
kedua-duanya.
Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi, tumor
intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista pankreas.
Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik atau pascavagotomi.
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik diteraukan kelainan
berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa
data disebutkan bahwa faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah
kemungkinan penyebab dari akalasia.
TeoriGenetik
Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah mendukung bahwa
akalasia kemungkinan dapat diturunkan secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1 %
sampai 2% dari populasi penderita akalasia.
Teori Infeksi
Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia, tuberculosis dan
syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles), Zat-zat toksik (gas kombat), trauma
esofagus dan iskemik esofagus uterine pada saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti
yang paling kuat mendukung faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi
spesifik pada esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan dimana
otot polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan infiltrasi faktor infeksi. Kedua,
banyak perubahan patologi yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan faktor neurotropik
virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara measles dan
varicella zoster pada pasien akalasia.
Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa somber. Pertama, respon
inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus didominasi oleh limfosit T yang diketahui
berpefan dalam penyakit autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari antigen kelas II, yang
diketahui berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus
akalasia ditemukan autoantibodi dari pleksus mienterikus.
Teori Degeneratif
Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan proses penuaan
dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit Parkinson dan depresi.
F.
Patofisiologi
Kontraksi dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah diatur oleh neurotransmitter
perangsang seperti asetilkolin dan substansi P, serta neurotransmitter penghambat seperti nitrit
oxyde dan vasoactve intestinal peptide.
Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia:
a.
Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan sfingter esofagus bawah
(SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa
penulis menyebutkan adanya hubungan antara kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap
hormon gastrin. Panjang SEB manusia adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB basal normal ratarata 20 mmHg. Paa akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50
mmHg.
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar 30-40% yang dalam
keadaan normal turun sampai 100% yang akan mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk
ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat tertahannya makanan dan minuman di esofagus.
Ketidakmampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan
hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan dapat masuk ke
dalam lambung.
b.
Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan dilatasi bagian
bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak
efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke
arah motilitas, secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada
keadaan normal dan akalasia.
Pada literature lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia, yaitu:
1.
Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak dikemukakan. Beberapa dari
perubahan ini mungkin primer (misal : hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus),
dimana yang lainnya (misal : perubahan degeneratif dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis
dari n. vagus, ataupun kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari
stasis dan obstruksi esofagus yang lama.
mikroskop cahaya, serabut saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian,
dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi Wallerian dari n. vagus
dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann dan degenarasi dari
sehlbung myeh'n, yang merupakan perubahan-perubahan yang serupa dengan percobaan
transeksi saraf.
Kelainan pada Innervasi Intrinsik.
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi disepanjang badan esofagus dan
LES yang timbul pada proses menelan. Inhibisi ini penting untuk menghasilkan peningkatah
kontraksi yang stabil sepanjang esofagus, dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi
dari LES. Pada akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi rusak yang disertai
inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di sepanjang pleksus mienterikus Auerbach.
Kelainan Otot Polos Esofagus.
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya menebal pada pasien
akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail beberapa kelainan otot pada pasien
akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi otot muncul pada semua kasus, dan 79% dari
specimen memberikan bukti adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapi
tennasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga
bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai darahnya oleh
karena obstruksi yang lama dan dilatasi esofagus. Kemungkinan lain menyebutkan bahwa
hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya persarafan.
Kelainan pada Mukosa Esofagus.
Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis luminal kronik yang telah
digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa skuamosa dari penderita akalasia
menandakan hiperplasia dengan papillamatosis dan hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada
mukosa skuamosa dan sel CD3+ selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan
inflamasi kronik, yang kemungkinan berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel
skuamosa pada pasien akalasia.
Kelainan Otot Skelet.
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus atas terganggu pada pasien
akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet normal tetapi amplitude kontraksi peristaltik
mengecil. Massey dkk. juga melaporkan bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini
menyebabkan esofagus berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
2.
Kelainan Neurofisiologik.
Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin menyebabkan
kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi neuron NO/VIP memediasi inhibisi
sehingga mengbambat respon menelan sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan
peristaltik dan relaksasi LES. Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron
inhibitor postganglionik dari otot sikuler LES.
G.
Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.
Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat terjadi secara
tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara
atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi makannya unruk
mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah substernal.
Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada
saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur, sehingga
dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium
lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai
serangan angina pektoris.
Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal dan akibat
komplikasi dari retensi makanan.
Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat hebat
H.
Penatalaksaan
Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan minum cairan pada saat
makan.
Kalsum dan nitrit, digunakan untuk menurunkan tekanan esophagus dan memperbaiki
menelan, jika tidak berhasil dilakukan pembedahan dengan dilatasi pneumetik atau pemisaha
serat otot.
Akalasia dapat diobati secara konserfatif dengan meregangkan area esophagus yang
menyempit disertai dilatasi pneumatic.
I.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung udara pada bagian
atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level pada sebelah posterior
mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak
dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta
gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai
seperti bird-beak like appearance.
Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien akalasia oleh karena
beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya,
untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada
pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit,
terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa
esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat
retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada
esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.
Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk mem'lai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di
dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas secarakuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan
manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan
esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas
peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan
mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan
esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses
menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi
relaksasi sfingter pada waktu menelan
Film dada
Pelebaran esophagus yang disebabkan tetahannya ini maknan akan memperlihatkan gmabaran
mediastinum yang melebar. Udara yang berkurang pada lamung menghasilkan gelembung udara
yang berjumlan sedikit atau tidak ada samasekali. Aspirasi kealam paru dapat menyebabkan
berbagai perubahan dibagian basal
Penelanan barium, menunjukan dilatasu esophagus yang berukuran besar dan berliku,
biasanya disertai adanya resdiu makanan yang tertahan. Terdapat aktifitans peristaltic yang buruk
disertai penyempitan sambungan esofagograstit akibat kegagalan rlaksasi sfingter bagian bawah.
J.
Terapi
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat
dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa,
tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).
a.
Terapi NonBedah
Terapi Medikasi
Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL atau 10 mg PO, dan juga
methacholine, dapat membuat sfingter esofagus bawah relaksasi dan membantu membedakan
antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu,
dapat juga diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat
mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah.
Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi ini. Terapi ini
sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang mempunyai kontraindikasi atas pneumatic
dilatation atau pembedahan.
Obat-Obat Oral
Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral, pelebaran
atau peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah (dilation), operasi untuk
memotong sphincter (esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum (Botox)
kedalam sphincter. Semua keempat perawatan mengurangi tekanan didalam
Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah suatu prosedur
pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis:
miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang
diikuti oleh partial fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama
24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.
Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari
pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan
yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat,
maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang
gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau
pengangkatan esofagus (mis: esofagektomi)
K.
Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada esofagus adalah
sebagai berikut :
Perforasi esofagus.
Small cell carcinoma
Sudden death
Esophagitis, yang disebabkan oleh efek iritasi dari makanan dan cairan-cairan yang menumpuk
di esophagus untuk periode-periode waktu yang berkepanjangan. Mungkin juga ada
pemborokan-pemborokan esophagus.
L.
Pasien
Etiologi
Masalah keperawatan
Sulit menelanakhalasia Nutrisi
kurang
dari
mengeluh makanan
mengalami
tertahan
di kebutuhan
kesulitan esofagusabsorpsi
nutrient
kurang
makanan padat.
dari
X-ray,
esophagus
dilatasi
Diagnosa keperawatan
1.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang, nyeri
2.
1.
Diagnosa no 1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang,nyeri.
a.
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan maka masalah kekurangan nutrisi dapat diatasi
b.
Kriteria hasil
c.
kalori
dengan
seksama
memudahkan
makanan
dapat
lewat
kedalam lambung.
4.
2.
Diagnosa 2
Resiko nyeri b.d kesulitan menelan
a.
Tujuan
Setelah dilakukan perawatan nyeri akut dapat diatasi dan berkurang.
pencernaan
dan
b.
Kriteria hasil
Perawat mampu menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan tingkat kenyamanan dan
mengontrol nyeri.
Pasien mampu menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan
menentukan tingkat kenyamanan yang diinginkan.
c.
Intervensi
Rasional
Mintalah kepada pasien untuk Intensitas, lokasi dan kualitas
melaporkan
dengan
lokasi,
intensitas nyeri
menggunakan
hendaknya
dilaporkan
mengetahui
keberhasilan
treatmen .
2.
sering.
dianjurkan
karena
jumlah
Ajari
pasien
nonfharmakologi
metode Digunakan
untuk
sebagai
untuk suplemen
dari
metode
Anjurkan
menggunakan
pasien
obat
pharmakologik.
untuk Mencegah terjadinya penyalah
KESIMPULAN
Akalasia adalah keadaan sfingter esofagus inferior yang gagal berelaksasi selama
menelan. Sebagai akibatnya, makanan yang ditelan ke dalam esofagus gagal untuk melewati
esofagus masuk ke dalam lambung..
Jika akalasia menjadi berat, esofagus sering tidak mengosongkan makanan yangditelan ke
dalam lambung selama beberapa jam, padahal waktu yang normal adalahbeberapa detik. Setelah
berbulan-bulan dan bertahun-tahun, esofagus menjadi sangatmembesar sehingga sering kali
dapat menampung sebanyak satu liter makanan, yangsering menjadi terinfeksi dan membusuk
selama periode statis esofagus yang lama.Infeksi juga dapat mengakibatkan ulserasi mukosa
esofagus, kadang-kadangmenimbulkan nyeri subternal atau bahkan ruptur dan kematian.\
Akalasia dapat diobati dengan melebarkan katup secara mekanik, contohnyadengan
menggelembungkan sebuah balon di dalam kerongkongan. 40% hasil dariprosedur ini
memuaskan, tetapi mungkin perlu dilakukan secara berulang. Denganpemberian nitrat
(contohnya nitroglycerin) yang ditempatkan di bawah lidah sebelummakan atau penghambat
saluran kalsium (contohnya nifedipine), maka tindakanuntuk melebarkan kerongkongan dapat
ditangguhkan.
Sebagai perawat kita dapat memberikan Health Education kepada kliendengan cara
menghindari alcohol, dan makanan panas, dingin, dan pedas dandianjurkan untuk tidur dengan
kepala terangkat untuk menghindari aspirasi.