A. PENGERTIAN
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan, karenan posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltic primer.
Isi lambung yang mengalir ke esophagus segera dikembalikan ke lambung.
Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esophagus dan tidak menimbulkan
keluhan dan gejala, oleh karena itu dinamakan refluks fisologis. Keadaan ini baru
dikatakan patologis bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan
esophagus distal karena pengaruh isi lambung untuk waktu lama. Istilah esofagitis
refluks berarti kerusakan esophagus akibat refluks cairan lambung seperti erosi dan
ulserasi epitel skuamosa esophagus (Susanto, 2010).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Ketika tidak ada makanan, mukosa lambung berbentuk lipatan yang besar,
disebut rugae, dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada saat terisi makanan, rugae
menghilang dengan lancer seperti alat music akordion dimainkan. Mukosa
lambung terdiri dari tiga sel sekresi: sel chief , sel parietal, dan sel mucus. Sel chief
menyekresikan enzim pepsinigen, sel parietal menyekresikan asam klorida yang
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, dan sel mucus menyekresikan mucus
untuk melindungi gaster (Rizzo, 2016)
Esophagus dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tidak berkeratin yang tebal
dan memiliki dua spingter yaitu spingter atas dan bawah. Spingter esophagus atas
merupakan daerah bertekanan tinggi dan daerah ini berada setinggi kartilago
krikoid. Fungsinya mempertahankan tonus, kecuali ketika menelan, bersendawa,
dan muntah. Meskipun spingter esophagus atas bukan merupakan barrier pertama
terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk mencegah refluks keluar dari
espfagus proksimal manuju ke hipofaring (Asroel,2009).
Fisiologi Menelan
1. Fase oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercambur dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak
dari rongga mulut melalui dorsum lidah terletak ditengah lidah akibat kontraksi
otot intrinsic lidah.
Kontraksi m.elevator veli platini mengakibatkan rongga pada lekukan
dorsum lidah diperluaspalatum mole terangkat dan pada bagian atas dinding
posterior faring (passavants ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke
posterior karena lidah terangkat ke atas, bersamaan dengan ini terjadi penutupan
nasofaring sebagai akibat kontraksi m.elevator veli platini. Selanjutnya terjadi
kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup diikuti oleh
kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga
mulut.
2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindaha
bolus makanan dari faring ke esogfagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh m.
stilofaring, m.salfinofaring, m.tirohiaid, m.palatofaring.
Aditus laring tertutup tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga spingter
laring yaitu plika ariepligotikaplika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena
kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritonoid obliges. Bersamaan dengan ini juga
terjadi penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang menghambat
pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk kedalam saluran nafas.
Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke esophagus, karena valekula dan
sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus (Guyton, A.C, 2007)
www.google.images esophagus.com
3. Fase esophageal
Fase esophageal adalah fase terpindahnya bolus makanan dari esophagus
ke lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan
adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi
m.krikofaring. sehingga introitus esofagu terbuka dan bolus makanan masuk
kedalam esophagus terbuka dan bolus makanan masuk kedalam esophagus
(Guyton A.C, 2007).
Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh
kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus
makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam
keadaan istirahat spingter esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan
rata-rata 8mmhg lebih dari tekanan didalm lambung, sehingga tidak akan terjadi
regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esophageal spingter ini akan terbuka
segera refleks untuk mendorong bolus makanan ke distal. selanjutnya setelah bolus
makanan lewat maka spingter ini akan tertutup kembali (Guyton A.C, 2007).
C. ETIOLOGI
D. PATOFISIOLOGI
1. Asam lambung
2. Integritas structural, fungsi dan kompetensi dari LES untuk mencegah
refluks
3. Mekanisme sensori yang memberikan manifestasi gejala yang muncul
(Rayhom, 2009).
4. Mekanisme pertahanan mukosa esophageal yang memerankan pertahanan
penting dari asam lambung
Kondisi inkompetensi LES akan menyebabkan terjadinya aliran abnormal
(refluks) yang berikan asam lambung ke esophagus, dimana asam ini akan merusak
mukosa esophagus dan memberikan gejala klinis. Ketika lebih banyak refluks asam
dan penurunan dan pembersihan esophagus maka asam lambung tersebut akan lebih
lama kontak dengan mukosa esophageal.
Kondisi dimana bertambahnya waktu frekuensi kontak dengan mukosa
esophageal dan kerusakan dari kerusakan esophagus, serta terjadi esofagitis akan
menimbulkan berbagai masalah yang muncul pada pasien (Rayhom, 2009).
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi GERD, dapat berupa gejala yang tipikal (esophagus) dari gejala atipikal
(ekstraesofagus) gejala GERD 70% merupakan tipikal yaitu:
a. Hearth bun, yaitu sensasi terbakar didaerah restroternal, gejala hearth burn
adalah gejala tersering.
b. Regurgitasi adalah kondisi dimana material lambung terasa difaring,
kemudian mulut terasa asam dan pahit.
c. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf,
2009) .
Gejala Atipikal:
Gejala Lain:
F. KOMPLIKASI
a. endoskopi
b. radiologi
H. PENATALAKSANAAN MEDIK
- tidak merokok
2. Terapi Endoskopik
A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti kesadaran kualitas atau GCS
2. Tanda-Tanda Vital
3. Keluhan Utama
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Pola fungsi keperawatan
6. Pemeriksaan fisik
7. Riwayat penyakit keluarga
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko aspirasi b.d hambatan menelan, penurunan refluks laring dari
glottis terhadap cairan refluks
2. Defisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang mual dan muntah/
pengeluaran yang berlebihan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
4. Nyeri akut b.d inflamasi lapisan esophagus
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif cairan ke laring dan tenggorokan
6. Gangguan menelan b.d penyempitan/striktur pada esophagus akibat
GERD
7. Ansietas b.d proses penyakit
C. INTERVENSI
D. EVALUASI
1. Resiko aspirasi pada klien dapat teratasi
2. Defisit volume cairan dapat dilatasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi pada pasien GERD dapat ditangani
4. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi
5. Bersihan jalan nafas efektif
6. Gangguan menelan pada klien dapat dilatasi
7. Ansietas pada pasien dapat dilatasi
DAFTAR PUSTAKA
Aru, Sudoyo, 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah jilid 1 edisi iv. Jakarta: EGC