Anda di halaman 1dari 18

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN

Refluks esophageal atau biasa disebut GERD adalah kembalinya isi


lambung ke esophagus atau lebih proksimal. Isi lambung tersebut berupa biasa
berupa asam lambung, udara, maupun makanan (Resto, 2010).

Refluks esophageal merupakan aliran balik isi lambung/duodenum


kedalam esophagus, hal ini adalah normal baik pada orang dewasa dan anak-anak,
refluks berlebihan ini dapat terjadi karena spingter esophagus tidak kompeten,
pilorik atau gangguan motilitas. Kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai
penambahan usia (Rayhom, 2009).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan, karenan posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltic primer.
Isi lambung yang mengalir ke esophagus segera dikembalikan ke lambung.
Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esophagus dan tidak menimbulkan
keluhan dan gejala, oleh karena itu dinamakan refluks fisologis. Keadaan ini baru
dikatakan patologis bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan
esophagus distal karena pengaruh isi lambung untuk waktu lama. Istilah esofagitis
refluks berarti kerusakan esophagus akibat refluks cairan lambung seperti erosi dan
ulserasi epitel skuamosa esophagus (Susanto, 2010).

B. ANATOMI FISIOLOGI

Gaster adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak diantara


esophagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan
perbedaan struktur dan fungsi yaitu: fundus korpus, dan antrum. Fundus adalah
bagian lambung yang terletak di atas lubang esophagus. Bagian tengah atau utama
lambung adalah korpus. Antrum adalah bagian lapisan otot yang lebih tebal
dibagian bawah lambung ( Sherwood, 2014)
Fungsi utama system pencernaan adalah memindahkan nutrient, air, elektrolit
dari makanan yang kita makan kedalam lingkungan internal tubuh. System
pencernaan melakukan empat proses pencernan dasar yaitu: motilitas, sekresi,
digesti, dan absorbs (Guyton, 2014)

Ketika tidak ada makanan, mukosa lambung berbentuk lipatan yang besar,
disebut rugae, dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada saat terisi makanan, rugae
menghilang dengan lancer seperti alat music akordion dimainkan. Mukosa
lambung terdiri dari tiga sel sekresi: sel chief , sel parietal, dan sel mucus. Sel chief
menyekresikan enzim pepsinigen, sel parietal menyekresikan asam klorida yang
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, dan sel mucus menyekresikan mucus
untuk melindungi gaster (Rizzo, 2016)

Gaster bekerja dengan memperkecil partikel makanan menjadi larutan yang


dikenal dengan nama kimus. Kimus tersebut mengandung fragmen molekul
protein dan polisakarida, butiran, lemak, garam, air, dan berbagai melekul kecil
lain yang termasuk bersama makanan. Faktor dilambung yang mempengaruhi laju
pengosongan gaster yaitu volume kimus dan derajat fluiditas. Faktor duodenum
yang memengaruhi laju pengosongan lambung (Guyton, 2014)

Esophagus merupakan saluran otot vertical antara hipofaring sampai ke


lambung. Panjangnya 23-25 cm pada orang dewasa. Dimulai dari batas bawah
tulang rawan krikoid atau setinggi vertebra c.vi, berjalan sepanjang leher.
Mediastinus superior dan posterior didepan vertebra servikal dan torakal dan
berakhir pada orifisium kordia lambung setinggi vertebra th.xi. melintas melalui
hiatus esophagus diafragma setinggi vertebra th.x (Asroel, 2009).

Esophagus dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tidak berkeratin yang tebal
dan memiliki dua spingter yaitu spingter atas dan bawah. Spingter esophagus atas
merupakan daerah bertekanan tinggi dan daerah ini berada setinggi kartilago
krikoid. Fungsinya mempertahankan tonus, kecuali ketika menelan, bersendawa,
dan muntah. Meskipun spingter esophagus atas bukan merupakan barrier pertama
terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk mencegah refluks keluar dari
espfagus proksimal manuju ke hipofaring (Asroel,2009).

Spinter bawah esophagus panjangnya kira-kira 3cm dapat turun 1-3cm


pada pernafasan normal dan naik sampai 5cm pada pernafasan dalam, merupakan
daerah bertekanan tinggi yang berada setinggi difragma. Spingter ini berfungsi
mempertahankan tonus waktu menelan dan relaksasi saat dilalui makanan yang
akan memasuki lambung serta mencegah refluks, relaksasi juga dibutuhkan untuk
bersendawa Menurut letaknya esophagus dari beberapa segmen (Asroel, 2009):

1. Segmen servikalis 5 - 6cm


2. Segmen torakalis 16 - 18cm
3. Segmen diafragmatika 1 - 1,5cm
4. Segmen abdominalis 2,5 - 3cm

Esophagus memeiliki beberapa daerah penyempitan:

1. Daerah krikofaringealdaerah tersebut juga bab el mandeb/gale of tear. Merupakan


bagian yang paling sempit, mudah terjadi perforasi sehingga paling ditakutiahli
esofagoskopi.
2. Daerah aorta
3. Daerah bronkus kiri
4. Daerah diafragma

Fisiologi Menelan

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal sebagai berikut, pembentukan


bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik, upaya spingter
mencegah terhambatnya bolus ini dalam fase-fase menelan, mempercepat
masuknya bolus makanan kedalam faring pada saat respirasi, mencegah masuknya
makanan dan minuman kedalam nasofaring dan laring, kerjasama yang baik dari
otot-otot rongga mulut untuk mendorong bolus makanan kearah lambung, usaha
untuk membersihkan kembali esophagus, proses menelan dimulut, faring, dan
esophagus secara keseluruhan akan terlihat secara berkesinambungan ( Soepardi,
2011). Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase:

1. Fase oral
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercambur dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak
dari rongga mulut melalui dorsum lidah terletak ditengah lidah akibat kontraksi
otot intrinsic lidah.
Kontraksi m.elevator veli platini mengakibatkan rongga pada lekukan
dorsum lidah diperluaspalatum mole terangkat dan pada bagian atas dinding
posterior faring (passavants ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke
posterior karena lidah terangkat ke atas, bersamaan dengan ini terjadi penutupan
nasofaring sebagai akibat kontraksi m.elevator veli platini. Selanjutnya terjadi
kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup diikuti oleh
kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga
mulut.
2. Fase Faringeal
Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindaha
bolus makanan dari faring ke esogfagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh m.
stilofaring, m.salfinofaring, m.tirohiaid, m.palatofaring.
Aditus laring tertutup tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga spingter
laring yaitu plika ariepligotikaplika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena
kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritonoid obliges. Bersamaan dengan ini juga
terjadi penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang menghambat
pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk kedalam saluran nafas.
Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke esophagus, karena valekula dan
sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus (Guyton, A.C, 2007)
www.google.images esophagus.com
3. Fase esophageal
Fase esophageal adalah fase terpindahnya bolus makanan dari esophagus
ke lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan
adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi
m.krikofaring. sehingga introitus esofagu terbuka dan bolus makanan masuk
kedalam esophagus terbuka dan bolus makanan masuk kedalam esophagus
(Guyton A.C, 2007).
Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas masih dipengaruhi oleh
kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus
makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esophagus. Dalam
keadaan istirahat spingter esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan
rata-rata 8mmhg lebih dari tekanan didalm lambung, sehingga tidak akan terjadi
regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esophageal spingter ini akan terbuka
segera refleks untuk mendorong bolus makanan ke distal. selanjutnya setelah bolus
makanan lewat maka spingter ini akan tertutup kembali (Guyton A.C, 2007).

C. ETIOLOGI

- menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Spinter)

- bersihan asam dari lumen esophagus menurunan

- ketahanan epitel esophagus menurun


- bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu pH < 2, adanya pepsin, garam,
empedu, HCL

- kelainan pada lambung

- infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis

- alergi makanan/ tidak bias menerima makanan juga membuat refleks

- Mengkonsumsi makanan asam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,


alcohol, merokok, dan obat-obat yang bertentangan dengan fungsi esophageal
spinter bagian bawah termasuk yang memiliki efek kolinergik (seperti beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesterone, dan nitrat.

- Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).

D. PATOFISIOLOGI

Secara patologis factor anatomis mencegah terjadinya refluks asam lambung


ke esophagus melalui beberapa mekanisme berikut ini:

a. Spingter esophageal bawah, Lower Esophageal Spingter (LES) harus


memiliki ukuran dari tekanan yang normal serta mempunyai kemampuan
pada relaksasi sementara pada episode mekanisme menelan
b. Persimpangan anatomis gastroesophageal harus terletak didalam abdomen
sehingga obat diafragma dapat membantu aktivitas LES.
c. Mekanisme pembersihan esophageal harus dapat menetralkan refluks
asam yang melewati LES
d. Mekanisme pengosongan lambung harus optimal

Kondisi abnormal pada refluks gastroesophageal disebabkan oleh tidak


optimalnya atau lebih dari mekanisme protektif sebagai berikut:

a. Gangguan fungsi (relaksasi sementara LES) atau mekanikal (penurunan


tekanan LES) menyebabkan peningkatan refluks gastrosophageal
b. Kompenen makanan, obat-obatan, atau hormone yang dapat menurunkan
tekanan LES
c. Kegemukan merupakan faktor penting yang berkontribusi dalam refluks
gastroesophageal yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrabdomen
d. Walaupun refluks esophageal dapat terjadi pada semua usia, tetapi pada
usia lanjut kondisi refluks gastroesophageal meningkat seiring dengan
penurunan tekanan LES

Meskipun banyak faktor yang memepengaruhi, pada dasarnya terdapat empat


faktor utama:

1. Asam lambung
2. Integritas structural, fungsi dan kompetensi dari LES untuk mencegah
refluks
3. Mekanisme sensori yang memberikan manifestasi gejala yang muncul
(Rayhom, 2009).
4. Mekanisme pertahanan mukosa esophageal yang memerankan pertahanan
penting dari asam lambung
Kondisi inkompetensi LES akan menyebabkan terjadinya aliran abnormal
(refluks) yang berikan asam lambung ke esophagus, dimana asam ini akan merusak
mukosa esophagus dan memberikan gejala klinis. Ketika lebih banyak refluks asam
dan penurunan dan pembersihan esophagus maka asam lambung tersebut akan lebih
lama kontak dengan mukosa esophageal.
Kondisi dimana bertambahnya waktu frekuensi kontak dengan mukosa
esophageal dan kerusakan dari kerusakan esophagus, serta terjadi esofagitis akan
menimbulkan berbagai masalah yang muncul pada pasien (Rayhom, 2009).

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi GERD, dapat berupa gejala yang tipikal (esophagus) dari gejala atipikal
(ekstraesofagus) gejala GERD 70% merupakan tipikal yaitu:
a. Hearth bun, yaitu sensasi terbakar didaerah restroternal, gejala hearth burn
adalah gejala tersering.
b. Regurgitasi adalah kondisi dimana material lambung terasa difaring,
kemudian mulut terasa asam dan pahit.
c. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf,
2009) .

Gejala Atipikal:

a. Batuk kronik dan kadang wheezing


b. Suara serak
c. Pneumonia
d. Fibrosis paru
e. Bronkietaksis
f. Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009)

Gejala Lain:

a. Pneumonia berat badan


b. Anemia
c. Hematemesis atau melena
d. Odinofagia (nyeri ketika menelan)
e. Nyeri/ tidak enak di epigastrium

F. KOMPLIKASI

Komplikasi GERD antara lain menurut Asroel, 2009:

a. Esophagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner


metaplastik
b. Esofagitis ulseratif
c. Perdarahan
d. Struktur esophagus
e. Aspirasi
G. TES DIAGNOSTIK

a. endoskopi

b. radiologi

c. pengukuran pH dan esophagus : untuk menentukan waktu dan kejadian


asidifikasi esophagus, serta frekuensi lamanya refluks

d. pemeriksaan manometri: suatu teknik untuk mengukur tekanan otot.

H. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. modifikasi gaya hidup :

- tidak merokok

- tempat tidur bagian kepala di tinggikan

- Tidak minum alcohol

- diet rendah lemak

- penurunan berat badan pada pasien gemuk

- jangan makan terlalu kenyang

2. Terapi Endoskopik

Tetapi ini masih terus dikembangkan, contohnya adalah radiofrekuensi


endoskopik emplatation . radiofrekuensi adalah dengan memanaskan
gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi
penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi refluks

3. Terapi medika mentosa


Sampai saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah supresi
pengeluaran asam lambung ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi
medika mentosa:
a. Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obatan yang kurang kuat menekan
sekeresi asam seperti antacid antagonis reseptor H2 (simetidine, panitidine,
farmotidine, nizatidine) atau golongan prokinetik (metaklopamid, donperidon,
cisaprid) bila gagal berikan obat-obatan supresi yang lebih kuat dengan masa
lebih lama ( PPI).
b. Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan proton pump inhibitor (PPI) dan
setelah berhasil lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk
pemeliharaan.
4. Terapi terhadap komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur, bila terjadi
rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus
dari squamosa menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s
(piemaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus
a. Striktur Esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm
maka dapat dilanjutkan dilatasi busi, bila gagal juga dilakukan biopsi
b. Barret’s Esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi
bedah (fundoskopi) selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi
(Djajapranata, 2010).

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti kesadaran kualitas atau GCS
2. Tanda-Tanda Vital
3. Keluhan Utama
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Pola fungsi keperawatan
6. Pemeriksaan fisik
7. Riwayat penyakit keluarga
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko aspirasi b.d hambatan menelan, penurunan refluks laring dari
glottis terhadap cairan refluks
2. Defisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang mual dan muntah/
pengeluaran yang berlebihan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
4. Nyeri akut b.d inflamasi lapisan esophagus
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif cairan ke laring dan tenggorokan
6. Gangguan menelan b.d penyempitan/striktur pada esophagus akibat
GERD
7. Ansietas b.d proses penyakit
C. INTERVENSI

NO Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Resiko Setelah dilakukan - Monitor - Meningkatkan ekspansi
ansietas b.d tindakan tingkat paru maksimal dan alat
hambatan keperawatan kesadaran pembersih jalan nafas
menelan, selama…x 24 jam reflek batuk - Meningkatkan
penurunan masalah aspirasi dan pengisian udara seluruh
refleks laring pada klien dapat kemampuan segmen
dan glotis dilatasi, dengan menelan paru memobilisasi dan
terhadap kriteria hasil: - Naikan kepala mengeuarkan sekret
cairan refluks - Klien dapat 30-450 setelah - Menghindari terjadinya
bernapas makan resiko aspirasi
dengan mudah, - Potong yang terlalu
frekuensi makanan kecil- tinggi
pernapasan kecil
normal - Hindari
- Pasien mampu makanan kalau
menelan, residu masih
mengunyah banyak
tanpa terjadi
aspirasi, dan
mampu
melakukan
oral hygiene
- Jalan nafas
paten mudah
bernafas, tidak
merasa
tercekik, dan
tidak ada suara
nafas
abnormal.
2 Defisit Setelah dilakukan - Monitor status - Perubahan pada
volume cairan tindakan hidrasi kapasitas gaster dan
b.d keperawatan - Kaji tanda-tanda mual sangat
pemasukan selama…x 24 vital catat mempengaruhi
yang kurang jam, defisit perubahan TD, masukan dan
mual dan volume cairan turgor kulit, kebutuhan cairan
muntah/penge pada klien dapat kelembapan peningkatan resiko
luaran yang dilatasi dengan membrane dehidrasi
berlebihan criteria hasil: mukosa - Indicator dehidrasi
- Memperhatika - Berikan cairan keadekuatan
n urine output tambahan iv penggantian cairan
sesuai dengan sesuai indikasi - Menggantikan
usia BB - Dorong masukan kehilangan cairan dan
- Tidak ada oral bila memperbaiki
tanda-tanda mampu. keseimbangan cairan
dehidrasi dalam fase segera dan
elastic turgor pasien mampu
kulit baik dan memenuhi cairan per
tidak ada rasa oral
haus yang - Memungkinkan
berlebihan penghentian tindakan
- BB stabil dukungan cairan infasif
- Tidak ada dan kembali ke normal.
acites
3 Ketidakseimb Setelah dilakukan -
angan nutrisi tindakan
dari keperawatan
kebutuhan b.d selama…x 24 jam
intake kurang nutrisi pada klien
akibat mual dapat dilatasi
dan muntah dengan criteria
hasil:
- Peningkatan
BB
- Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi
- Tidak ada
penurunan BB
- Mengidentifik
asi skala
nutrisi
4 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan - Kurangi - Dengan
inflamasi tindakan faktor berkurangnya
lapisan keperawatan presipitasi faktor pencetusnya
esophagus selama…x 24 jam nyeri maka klien tidak
pasien tidak - Tingkatkan terlalu merasakan
mengalami nyeri istirahat intensitas nyeri
dengan kriteria - Berikan - Menurunkan
hasil: informasi tegangan abdomen
- Mampu tentang dan meningkatkan
mengontrol nyeri rasa control
nyeri - Ajarkan - Pemberian
- Menggunakan tentang informasi yang
teknik teknik berulang dapat
nonfarmakolo nonfarmak mengurangi rasa
gi untuk ologi kecemasan pasien
mengurangi seperti terhadap rasa nyeri
nyeri teknik - Meningkatkan
- Melaporkan relaksasi relaksasi
bahwa nyeri nafas memfokuskan
berkurang dalam kembali perhatian
dengan - Berikan dan meningkatkan
menggunakan analgesic kemampuan koping
manajemen untuk - Perlu penggunaan
nyeri mengurang obat untuk
i nyeri memudahkan
istirahatadkuat dan
penyembuhan
5 Bersihan jalan Setelah dilakukan - Posisikan - Peninggian kepala
nafas tidak tindakan pasien tempat tidur
efektif b.d keperawatan untuk mempermudah
refluks cairan selama… x 24 memaksim fungsi pernapasan
kelaring dan jam klien dapat alkan dengan
tenggorokan menunjukan ventilasi menggunakan
kriteria hasil: - Lakukan gravitasi
- Jalan fisioterapi - Fisioterapi dada
nafas yang dada jika dapat mengeluarkan
paten perlu sisa sekret yang
(tidak - Atur intake masih tertinggal
tercekik, untuk - Keseimbangan akan
irama mengoptim stabil antara
nafas dan alkan pemasukan dan
pola nafas cairan pengeluaran diatur
dalam keseimban
rentang gan
normal)

6 Gangguan Setelah dilakukan - Bantu - Menetralkan


menelan b.d tindakan pasien hiperekstensi
penyempitan/ keperawatan dengan membantu
striktur pada selama… x 24 mengontrol mencegah aspirasi
esophagus jam maka kepala dan meningkatkan
akibat GERD gangguan - Letakan kemampuan untuk
menelan pada pasien pada menelan
klien dapat posisi - Menggunakan
dilatasi dengan duduk/sesa gravitasi untuk
kriteria hasil: k selama memudahkan
- Klien dan setelah proses menelan
dapat makan - Pasien dapat
menelan - Berikan berkonsentrasi pada
makanan maka mekanisme makan
dengan perlahan tanpa adanya
sempurna pada gangguan distraksi
lingkungan dari luar
yang
tenang

7 Ansietas b.d Setelah dilakukan - Dorong - Memberikan


dengan prose tindakan pasien kesempatan untuk
penyakit keperawatan untuk memeriksa rasa
selama…x 24 jam mengungka takut realistis serta
ansietas pada pkan kesalahan konsep
klien dapat pikiran dan tentang diagnosis.
dilatasi dengan perasaan - Memungkinkan
kriteria hasil: - Berikan interaksi
- Menyingkirka informasi interpersonal lebih
n tanda yang baik dan
kecemasan didapat, menurunkan rasa
- Merencanakan dipercaya, cemas
strategi dan - Memudahkan
koping dukungan istirahat
- Intensity untuk menghemat energi
kecemasan orang dan meningkatkan
- Mencari terdekat kemampuan koping
informasi - Tingkatkan - Memberikan
untuk rasa tenang keyakinan bahwa
menurunkan di pasien tidak sendiri.
cemas lingkungan
- Pertahanka
n kontak
seiring
dengan
pasien
bicara.

D. EVALUASI
1. Resiko aspirasi pada klien dapat teratasi
2. Defisit volume cairan dapat dilatasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi pada pasien GERD dapat ditangani
4. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi
5. Bersihan jalan nafas efektif
6. Gangguan menelan pada klien dapat dilatasi
7. Ansietas pada pasien dapat dilatasi

DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo, 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah jilid 1 edisi iv. Jakarta: EGC

Asroel, Harry, 2009. Penyakit Rfluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara:


fakultas kedokteran bagian tenggorokan dan telinga.

Buku ajar fisiologi kedokteran edisi II: EGC.jakarta.2007


Guyton. A.c. propulasi dan pencampuran makanan dalam saluran pencernaan dalam,
Jakarta: EGC

Yusuf, ismail,2009. Diagnosis gastroesophageal refluks disease (GERD)secara


klinis.PPDS ilmu penyakit dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai