Anda di halaman 1dari 29

REFLUKS

GASTROESOFAGUS

OLEH :
DEA OKTARI
12-062

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


BAITURRAHMAH PADANG 2014
1. ANATOMI ESOFAGUS
Esofagus merupakan saluran otot vertikal antara
hipofaring sampai ke lambung. Panjangnya 23
sampai 25 cm pada orang dewasa. Di mulai dari
batas bawah tulang rawan krikoid atau setinggi
vertebra C.VI, berjalan sepanjang leher,
mediastinum superior dan posterior, di depan
vertebra servikal dan torakal,dan berakhir pada
orifisium kardia lambung setinggi vertebra Th.XI.
Melintas melalui hiatus esofagus diafragma setinggi
vertebra Th.X.
Esofagus dilapisi oleh epitel gepeng berlapis tak
berkeratin yang tebal dan memiliki dua sfingter yaitu
sfingter atas dan sfingter bawah. Sfingter esofagus atas
merupakan daerah bertekanan tinggi dan daerah ini
berada setinggi kartilago krikoid. Fungsinya
mempertahankan tonus, kecuali ketika menelan,
bersendawa dan muntah. Meskipun sfingter esofagus
atas bukan merupakan barrier pertama terhadap refluks,
namun dia berfungsi juga untuk mencegah material
refluks keluar dari esofagus proksimal menuju ke
hipofaring.
Sfingter bawah esofagus panjangnya kira-kira 3 cm, dapat turun 1-3

cm pada pernafasan normal dan naik sampai 5 cm pada pernafasan dalam,

merupakan daerah bertekanan tinggi yang berada setinggi diafragma.

Sfingter ini berfungsi mempertahankan tonus waktu menelan dan relaksasi

saat dilalui makanan yang akan memasuki lambung serta mencegah refluks.

Relaksasi juga diperlukan untuk bersendawa.

Menurut letaknya esofagus terdiri dari beberapa segmen :

1. Segmen servikalis 5-6 cm ( C.VI-Th. I )

2. Segmen torakalis 16-18 cm ( Th. I-V )

3. Segmen diafragmatika 1-1,5 cm ( Th. X )

4. Segmen abdominalis 2,5-3 cm ( Th. XI )


Esofagus memiliki beberapa daerah penyempitan:
1. Daerah krikofaringeal, setinggi C. VI
Daerah ini disebut juga Bab el Mandeb / Gate of Tear,
merupakan bagian yang paling sempit, mudah terjadi perforasi
sehingga paling ditakuti ahli esofagoskopi.
2. Daerah aorta, setinggi Th. IV
3. Daerah bronkus kiri, setinggi Th. V
4. Daerah diafragma, setinggi Th. X
2. ANATOMI GASTER
Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti
huruf J, dengan volume 1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada
bagian superior, lambung berbatasan dengan bagian distal esofagus,
sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan duodenum.
Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke
hipokhondrium kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke
gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor. Kelengkungan
lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran
dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat
didalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum.
Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah
(gambar 2.3.) yaitu: (1). Kardia, daerah yang kecil
terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal
junction; (2). Fundus, bagian berbentuk kubah yang
berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan meluas ke
superior melebihi tinggi gastroesofageal junction; (3).
Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan
berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah
yang melengkung ke kanan membentuk huruf J; (4).
Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari
lambung. Keberadaannya secara horizontal meluas dari
korpus hingga ke sphincter pilori; dan (5). Sphincter
pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari
lambung. Bagian ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh
lapisan otot yang tebal dan berfungsi untuk mengontrol
lewatnya makanan ke duodenum.
Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai
lipatan rugae lambung. Pembuluh darah yang
mensuplai lambung merupakan percabangan dari
arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran pembuluh
vena lambung dapat secara langsung masuk ke
sistem portal atau secara tidak langsung melalui
vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus
vagus mensuplai persyarafan parasimpatik ke
lambung dan pleksus celiac merupakan inervasi
simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran
limfatik dan kelenjar getah bening lainnya. Drainase
pembuluh limfe di lambung terbagi atas empat
daerah yaitu:
(1). Kardia dan sebagian kurvatura minor ke kelenjar
getah bening gastrik kiri; (2). Pilorik dan kurvatura
minor distal ke kelenjar getah bening gastrik dan hepatik
kanan; (3). Bagian proksimal kurvatura mayor ke
kelenjar limfe pankreatikosplenik di hilum splenik; serta
(4). Bagian distal kurvatura mayor ke kelenjar getah
bening gastroepiploik di omentum mayor dan kelenjar
getah bening pilorik di kaput pankreas.
3. FISIOLOGI REFLUKS GASTROESOFAGUS
A. SFINGTER OROFARING MENCEGAH UDARA
MASUK SALURAN CERNA SEWAKTU BERNAFAS

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif


lurus dan terbentang antara faring dan lambung.
Struktur ini , yang sebagian besar terletak di rongga
thoraks, menembus diafragma dan menyatu dengan
lambung di rongga abdomen beberapa sentimeter di
bawah diafragma.
Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter.
Sfingter adalah struktur otot berbentuk cincin yang
ketika tertutup, mencegah lewatnya sesuatu melalui
saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus atas
adalah sfingter faringoesofagus, dan sfingter
esofagus bawah adalah sfingter gastroesofagus.
Karena esofagus terpajan ke tekanan intrapleura
subatmosfer akibat aktivitas pernafasan maka
terbentuk gradien tekanan antara atmosfer dan
esofagus. Kecuali sewaktu menelan, sfingter
faringoesofagus menjaga pintu masuk ke esofagus
selalu tertutup untuk mencegah masuknya udara
dalam jumlah besar ke dalam esofagus dan lambug
sewaktu bernafas. Udara hanya diarahkan ke dalam
saluran napas. Jika tidak, maka saluran cerna akan
menerima banyak gas, yang dapat menimbulkan
sendawa. Sewaktu menelan, sfingter ini terbuka dan
memungkinkan bolus masuk ke dalam esofagus.
Setelah bolus berada di dalam esofagus, sfingter
faringoesofagus menutup, saluran napas terbuka,
dan bernapas kembali dilakukan. Tahap orofaring
selesai, dan sekitar 1 detik telah berlalu sejak proses
menelan pertama kali dimulai.
B. GELOMBANG PERISTALTIK MENDORONG
MAKANAN MELALUI ESOFAGUS
Tahap esofagus dari proses menelan kini
dimulai. Pusat menelan memicu gelombang
peristaltik primer yang menyapu dari pangkal ke
ujung esofagus, mendorong bolus di depannya
menelusuri esofagus untuk masuk ke lambung.
Kata peristaltis merujuk kepada kontraksi otot
polos sirkular berbentuk cincin yang bergerak
progresif maju, mendorong bolus ke bagian di
depannya yang masih melemas. Gelombang
peristaltik memerlukan waktu sekitar 5 sampai 9
detik untuk mencapai ujung bawah esofagus.
Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat
menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus.
Jika bolus yang tertelan besar atau lengket, misalnya
potongan roti lapis selai kacang, tidak dapat didorong
mencapai lambung oleh gelombang peristaltis primer,
maka bolus yang tertahan tersebut akan meregangkan
esofagus, merangsang reseptor tekanan di dindingnya.
Akibatnya, terjadi pengaktifan gelombang peristaltik
kedua yang lebih kuat, yang diperantarai oleh pleksus
saraf intrinsik di tempat peregangan. Gelombang
peristaltik kedua ini tidak melibatkan pusat menelan,
dan yang bersangkutan tidak menyadari kejadiannya.
Peregangan esofagus juga secara refleks meningkatkan
sekresi liur. Bolus yang terperangkap akhirnya terlepas
dan bergerak maju melalui kombinasi pelumasan oleh
liur tambahan yang tertelan dan gelombang peristaltik
kedua yang kuat. Peristaltis esofagus sedemikian efektif
sehingga dapat menghabiskan sepiring makanan akan
terodorong ke dalam lambung.
C. SFINGTER GASTROESOFAGUS MENCEGAH
REFLUKS ISI LAMBUNG
Kecuali sewaktu menelan, sfingter gastroesofagus
tetap berkontraksi mempertahankan sawar antara
lambung dan esofagus, mengurangi kemungkinan refluks
isi lambung yang asam ke dalam esofagus. Jika isi
lambung akhirnya mengalir balik meskipun terdapat
sfingter maka keasaman isi lambung ini mengiritasi
esofagus, menyebabkan rasa tak nyaman di esofagus
yang dikenal sebagai heartburn . (jantung itu sendiri
tidak terkena sama sekali).
Sewaktu gelombang peristaltis menuruni esofagus,
sfingter gastroesofagus melemas secara refleks sehingga
bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus
masuk ke lambung , proses menelan tuntas dan sfingter
gastroesofagus kembali berkontraksi.
D. SEKRESI ESOFAGUS SELURUHNYA BERSIFAT
PROTEKTIF
Sekresi esofagus seluruhnya terdiri dari mukus.
Pada kenyataanya, mukus disekresikan di sepanjang
saluran cerna oleh sel kelenjar penghasil mukus di
mukosa. Dengan menghasilkan pelumasan, mukus
esofagus mengurangi kemungkinan kerusakan
esofagus oleh tepi-tepi tajam makanan yang harus
masuk. Selain itu, mukus melindungi dinding
esofagus dari asam dan enzim di getah lambung jika
terjadi refluks lambung. Keseluruhan waktu transit
di faring dan esofagus hanya sekitar 6 sampai 10
detik, terlalu singkat untuk terjadinya pencernaan
atau penyerapan di bagian ini.
4. PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS
A. ETIOLOGI
Penyakit refluks gastroesofagus disebabkan
oleh proses yang multifaktor. Pada orang dewasa
faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter
esofagus bawah sehingga terjadi refluks
gastroesofagus antara lain coklat, obat-obatan
(misalnya aspirin), alkohol, rokok, kehamilan.
Faktor anatomi seperti tindakan bedah, obesitas,
pengosongan lambung yang terlambat dapat
menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah
sehingga menimbulkan refluks gastroesofagus
B. PATOFISIOLOGI
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan
isinya, volume, lamanya, dan hubungannya dengan
makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter
esofagus bawah dalam keadaan relaksasi atau
melemah oleh peningkatan tekanan intraabdominal
sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan
lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat
ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai
esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas
berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada
di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya
ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas
relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus
maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut
atau nasofaring.
C. MANIFESTASI KLINIS PRGE
Manifestasi klinis PRGE sangat bervariasi dan
gejalanya sering sukar dibedakan dengan kelainan
fungsional lain dari traktus gastrointestinal.
Gejala refluks gastroesofagus dapat tipikal dan
atipikal. Gejala tipikal atau klasik pada orang dewasa
adalah :
Rasa panas di dada terjadi setelah makan
(postprandial heart burn), didefinisikan sebagai rasa
panas substernal di bawah tulang dada, rasa terbakar
atau panas menjalar ke atas sampai tenggorok atau
mulut 1-2 jam setelah makan atau setelah
mengangkat berat atau posisi membungkuk.
Regurgitasi isi lambung secara spontan ke
esofagus atau mulut.
Bila kedua gejala terjadi bersamaan, diagnosis PRGE
dapat ditegakkan lebih dari 90%. Gejala atipikal
merupakan manifestasi dari refluks ekstra esofagus
termasuk nyeri dada non kardiak , asma, bronkitis, batuk
kronik, pneumonia rekuren, suara serak, laringitis
posterior kronik, sensasi sukar menelan, otalgia,
sariawan, kecegukan dan erosi email gigi. Gejala refluks
terjadi 50% pada pasien yang mengeluh dispepsia, nyeri
abdominal, rasa tidak nyaman di perut. Kira-kira 10%
pasien PRGE mengalami gejala gangguan struktural
esofagus dengan gejala tanda bahaya ( alarm symptoms)
yang serius yaitu nyeri dada, disfagia, odinofagia, gejala
sistemik seperti berat badan menurun, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan yang lebih ekstensif sebelum
ditegakkan diagnosis PRGE. Tes diagnosis dilakukan bila
diagnosis klinis PRGE meragukan dan diduga terjadi
komplikasi.
Gejala tipikal biasanya disebabkan oleh refluks
esofagitis, sedangkan gejala atipikal berhubungan
dengan kompleks laringotrakea yaitu refluks
laringitis antara lain suara serak, stridor, mengi,
batuk kronik, apnea, bradikardi, keadaan
mengancam nyawa yang nyata (ALTE atau apparent
life threatening event), sindrom kematian anak
mendadak (SIDSS atau sudden infant death
syndrom), pneumonia rekuren, asma.
PRGE pada bayi dan anak-anak digolongkan
dalam 4 kategori :
PRGE fisiologik
PRGE fungsional
PRGE patologik
PRGE sekunder
D. DIAGNOSIS
Diagnosis PRGE ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan khusus, seperti:
1. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen esofagus dengan kontras Barium (esofagogram) atau fluoroskopi
dan pemeriksaan serial traktus gastrointestinal bertujuan untuk
menyingkirkan penyakit penyakit seperti striktur esofagus, akalasia, dll.
Bila tidak ada kelainan, bukan berarti tidak ada PRGE.
2. Pemeriksaan Manometri
3. Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dapat menilai kelainan mukosa esofagus dan
melakukan biopsi esofagus untuk mendeteksi adanya esofagus Barret atau
suatu keganasan.
4. Tes Provokatif
Tes perfusi asam dari Bernstein merupakan tes sederhana dan akurat
untuk menilai kepekaan mukosa esofagus terhadap asam.
5. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran ini menggunakan alat yang dapat mencatat pH intra-esofagus
post prandial selama 24 jam dan tekanan manometrik esofagus. Bila pH <
4 dianggap ada PRGE.
6. Tes Skintigrafi gastroesofagus.
Bertujuan untuk menilai pengosongan esofagus dengan menggunakan
radioisotop dan bersifat non invasif.
E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita PRGE terdiri dari1-4:
A. Tahap I 1
Bertujuan untuk mengurangi refluks, menetralisasi
bahan refluks, memperbaiki barrier anti refluks dan
mempercepat proses pembersihan esofagus dengan cara:
1. Posisi kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
2. Diet dengan menghindari makanan tertentu seperti
makanan berlemak, berbumbu, asam,coklat, alkohol, dll.
3. Menurunkan berat badan bagi penderita yang gemuk
4. Jangan makan terlalu kenyang
5. Jangan segera tidur setelah makan dan menghindari
makan malam terlambat
6. Jangan merokok dan menghindari obat-obat yang dapat
menurunkan SEB seperti kafein, aspirin, teofilin, dll.
B. Tahap II 4
Menggunakan obat-obatan, seperti :
1. Obat prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan
meninggikan tekanan SEB, misalnya Metoklopramid : 0,1
mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur dan
Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan
sebelum tidur.
2. Obat anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung
dan menurunkan jumlah sekresi asam lambung, umumnya
menggunakan antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin : 2
mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg
sebelum tidur (dewasa), dan jenis penghambat pompa ion
hidrogen seperti Omeprazole: 20 mg 1-2x/hari untuk dewasa
dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.
3. Obat pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x
sehari, diberikan sebagai campuran dalam 5-15 ml air.
4. Antasida
Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah makan atau sebelum
tidur, untuk menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.
C. Tahap III 4
Pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu
dengan indikasi antara lain mal-nutrisi berat, PRGE
persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan yaitu
fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.
5. KOMPLIKASI
Komplikasi PRGE antara lain :
1. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel
skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
2. Esofagitis ulseratif
3. Perdarahan
4. Striktur esofagus
5. Aspirasi
KESIMPULAN
Refluks gastroesofagus merupakan proses fisiologis yang
terjadi secara berulang ketika makanan memasuki lambung.
Sfingter bawah esofagus berperan penting dalam membatasi
udara yang masuk ke lambung agar tidak terlalu banyak
udara yang masuk ke saluran cerna. Namun, jika sfingter ini
mengalami kerusakan maka udara yang masuk akan berlebih
dan akan menimbulkan refluks yang bersifat asam ke
esofagus sehingga akan menyebabkan heartburn atau rasa
terbakar pada esofagus. Keadaan patologik tersebut sering
disebut dengan Penyakit Refluks Gastro Esofagus (PRGE).
Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis yang cermat tentang keluhan penderita ditunjang
dengan pemeriksaan khusus. Penatalaksanaan PRGE terdiri
dari beberapa tahap antara lain mengubah kebiasaan hidup,
obat-obatan dan operasi
DAFTAR PUSTAKA
1.Lucente, Frank E dkk. 2011. Ilmu THT EsensiaI.
Jakarta : EGC.
2. Malik, Amirmuslim. 2012. Buku Rancangan
Pengajaran (BRP) Modul Diagnostik Fisik. Padang
: Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah
Padang.
3. Sherwood, Laurale. 2011. Fisiologi Manusia Dari
Sel Ke Sistem.Jakarta :EGC.
4. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2011. Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai