Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

TRAUMA KEPALA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

POLTEKKES KEMENKES MANADO JURUSAN KEPERAWATAN D-IV


TAHUN 2016

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di
unit gawat darurat suatu rumah sakit No head injury is so serious that is should be
despaired of nor so trivial as to be lightly ignored , menurut Hippocrates bahwa tidak
ada cedera kepala yang perluh dikhwatirkan serius yang bisa kita putus harapan dan
tidak ada juga keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun di Amerika Serikat
mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya di
rawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua
jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh National Trauma Project di Islamic Republic of Iran bahwa diantara
semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala
dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, Zandi,
Rouzrokh, Zarei, 2009).
Rata-rata rawat inap pada lelaki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa
trauma kepala sebanyak 146,3 per100.000 dan 158,3 per100.000 (Thomas, 2006).
Angka kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki-laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000. Bagi lansia pada usia
65 tahun ke atas, kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000 kematian dari 1,8
juta lansia di Amerika yang mangalami trauma kepala akibat terjatuh (CDC, 2005).
Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya ditemukan bahwa anak remaja hingga
dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat dalam kecelakaan lalu lintas
dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua cenderung mengalami trauma
kepala disebabkan oleh terjatuh.
Penyebab utama trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan dan
terjatuh (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Pejalan kaki yang mengalami
tabrakan kendaraan bermotor merupakan penyebab trauma kepala terhadap pasien
anak-anak bila dibandingkan dengan pasien dewasa (Adeolu, Malomo, Shokunbi,
Komolafe dan Abio, 2005). Estimasi sebanyak 1,9 juta hingga 2,3 juta orang
menerima perawatan kecederaan yang tidak fatal akibat kekerasan (Rosenberg,
Fenley, 1991).

Menurut Akbar (2000), insiden trauma kepala pada tahun 1995 sampai 1998
terdiri dari tiga tingkat keparahan trauma kepala yaitu trauma kepala ringan sebanyak
60,3% (2463 kasus), trauma kepala sedang sebanyak 27,3% (1114 kasus) dan trauma
kepala berat sebanyak 12,4% (505 kasus). Kematian akibat trauma kepala
mencatatkan sebanyak 11% berjumlah 448 .Bila dilihat prevalensi penderita trauma
kepala cukup besar dan meningkat dari tahun ke tahun, hal ini menjadi perhatian
khusus bagi tenaga kesehatan, khususnya perawat . Supaya lebih meningkatkan
pengetahuan tentang trauma kepala , sehingga bisa memberikan pelayanan yang lebih
baik dan maksimal dibidangnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian dari trauma kepala?
Apa saja klasifikasi dari trauma kepala?
Apa saja etiologi dari trauma kepala?
Bagaimana patofisiologi dari trauma kepala?
Apa saja manifestasi klinis dari trauma kepala?
Komplikasi apa yg dapat terjadi akibat trauma kepala?
Pemeriksaan punujang apa yang dilakukan pada pasien trauma kepala?
Penatalaksanaan apa yang dilakuka n pada pasien trauma kepala?
C. TUJUAN
1. Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu untuk mengerti dan memahami
asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Trauma Kepala dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan
2. Tujuan Instruksional Khusus
Diharapkan pada akhir penulisan ini mahasiswa mengetahui gambaran
penderita yang mengalami trauma kepala dengan rumusan seperti berikut:
a. Anatomi dan fisiologi kepala
b. Pengertian trauma kepala
c. Etiologi trauma kepala
d. Klasifikasi trauma kepala
e. Patofisiologi trauma kepala
f. Manifestasi klinik trauma kepala
g. Penatalaksanaan trauma kepala
h. Pembuatan dan penerapan asuhan keperawatan trauma kepala

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi Kepala
1. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu;


skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau
galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium
2. Tulang Tengkorak
Tulang kepala terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital .
Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebrum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu :
- Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras,
terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka
terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura
mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat .
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
-

yang terletak pada fosa temporalis (fosa media) .


Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang .
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater
sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh

ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis . Perdarahan sub
-

arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala .


Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri . Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater .

4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg). Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan)
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan
serebellum .
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus . Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses
penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi
dan keseimbangan .
5. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui
foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV.
CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang
terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat
granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intrakranial . Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa
volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
6. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial


(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial
(berisi fosa krani posterior).
7. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus
Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan
secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4
10 mmHg . Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap .
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini
dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie .Otak memperoleh suplai darah yang besar
yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan
glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang
dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa
lebih besar tergantung pada usainya . ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam
pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat
dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah
normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan
perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan
untuk meningkatkan ADO .
B. DEFINISI

Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan


kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan
jaringan otak itu sendiri. Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik. Menurut David A Olson dalam artikelnya cedera kepala didefenisikan
sebagai beberapa perubahan pada mental dan fungsi fisik yang disebabkan oleh suatu
benturan keras pada kepala.
C. KLASIFIKASI
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi .
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;
1. Cedera kepala tumpul
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda
tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat
menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada
protuberans tulang tengkorak .
2. Cedera tembus
Disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.Berdasarkan morfologinya cedera
kepala dikelompokkan menjadi;
- Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar
tengkorak . Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari
satu titik (stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif).
Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak
memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan
-

perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak .


Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural,
perdarahan subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus
dan terjadi secara bersamaan . Berdasarkan beratnya cedera kepala
dikelompokkan menjadi :
Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala
digunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini dilakukan terhadap
respon motorik (1-6), respon verbal (1-5) dan buka mata (1-4), dengan
interval GCS 3-15. Berdasarkan beratnya cedera kepala dikelompokkam
menjadi :

Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala
berat
Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 dan,
Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15.

D. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah
arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre
coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang
mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup
terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre
coup dapat terjadi pada keadaan .;
1. Rear end Impact

Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama kali
akan menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya
bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.
2. Backward/forward motion of head
Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak
terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang
tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak
terjadi penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang
tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak
bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi
tekanan tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan
kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah
otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah yang memperoleh suplai darah
dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi
pergerakan kepala ke depan.
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi 2 :
a. Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan
dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini
umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani
proses penyembuhan yang optimal
b. Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik. Pada penderita cedera kepala berat,
pencegahan cedera kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat
kesembuhan/keluaran penderita.Penyebab cedera kepala skunder antara lain;
penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia, hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan
hiponatremia) dan penyebab intracranial (tekanan intrakranial meningkat,
hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan
infeksi)

Kecelakaan (cedera kepala primer, sekunder)

Perdarahan intrakranial

Kompensasi

Perdarahan ekstrakranial

Terganggunya
kelistrikan otak

TIK

PK.
Kejang
Koordinasi motorik
terganggu

Dekompensasi
Hipoksemia
Menekan reflek
muntah di
medula

Herniasi batang otak


dan sumbatan aliran
darah serebral

Kesadaran

Iskemia
serebral
Penurunan
reflek batuk

Muntah proyektil
Nyeri kepala
Intake

PK. Koma
Resti cedera
Kelemahan otot yang
diperlukan untuk
mengunyah dan
menenelan

Peningkatan
mukus

Nyeri
akut

Output

Kerusakn sel otak


Resti kekuranngan
vol.cairan

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan

Bersihan
jalan nafas
tidak efektif

Ggn. autoregulasi

Aliran darah ke otak


Asam laktat
O2
Edema otak

Ggn. Perfusi
jaringan cereberal

E. MEKANISME KLINIS
Gejala :
1. Jika klien sadar ---- Sakit kepala hebat
2. Muntah proyektil
3. Papil edema
4. Kesadaran makin menurun
5. Perubahan tipe kesadaran
6. Tekanan darah menurun, bra dikardia
7. An isokor
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan
Tipe / macam trauma kepala antara lain :
1. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk ke dalam jaringan otak
dan melukai :
-

Merobek durameter ---- LCS merembes

Saraf otak

Jaringan otak

Gejala Fraktur Basis


-

Battle sign

Hemotympanum

Periorbital echymosis

Rhinorrhoe

Orthorrhoe

Brill hematom

2. Trauma Kepala Tertutup


a) Komosio
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali, hilang kesadaran
dementara kurang dari 10-20 menit, tanpa kerusakan otak permanen, muncul

gejala nyeri kepala, pusing, muntah. Disorientasi sementara, tidak ada gejala
sisa, MRS kurang 48 jam kontrol 24 jam, observasi tanda-tanda vital, tidak
ada terapi khusus, istirahat mutlak setelah keluhan hilang coba mobilisasi
bertahap, duduk-berdiri-pulang. Setelah pulang-kontrol aktivitas sesuai,
istirahat cukup, diet cukup
b) Kontosio
-

Ada memar otak

Perdarahan kecil lokal/difus---gangguan lokal---perdarahan

Gejala :
-

Gangguan kesadaran lebih lama

Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif, lumpuh konyulsi

Gejala TIK meningkat

Amnesia retrograd lebih nyata

c) Hematom epidural
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater. Lokasi tersering temporal
dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang). Penurunan kesadaran
ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor,
nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
d) Hematom subdural
- Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
- Akut :
Gejala 24 - 48 jam. Sering berhubungan dengan cidera otak & medulla
oblongata. PTIK meningkat. Sakit kepala, kantuk, reflek melambat,
-

bingung, reflek pupil lambat.


Sub Akut :
Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala : TIK

meningkat --- kesadaran menurun.


- Kronis :
Ringan , 2 minggu 3 - 4 bulan. Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan
dan meluas. Gejala : sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e) Hematom intracranial
Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih, selalu diikuti oleh kontosio.

Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi


mendadak. Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema
lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
-

Sistem Pernapasan
Sistem Kardiovaskuler
Sistem metabolisme

F. KOMPLIKASI
Koma : Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada
situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative
state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian
penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita
pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh .
Seizure : Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun
demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
Infeksi : Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain .
Kerusakan saraf : Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari
saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .
1. Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah,
proses informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita
dengan cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran .
2. Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko
perkembangan terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson.
Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera

G. PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan

radiologi, pemeriksaan tanda-tanda vital juga dilakukan yaitu kesadaran, nadi, tekanan
darah, frekuensi dan jenis pernafasan serta suhu badan Pengukuran tingkat keparahan
pada pasien cedera kepala harus dilakukan yaitu dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
yang pertama kali dikenalkan oleh Teasdale dan Jennett pada tahun 1974 yang
digunakan sebagai standar internasional.
Pada pemerikasaan neurologis respon pupil, pergerakan mata, pergerakan
wajah, respon sensorik dan pemeriksaan terhadap nervus cranial perlu dilakukan.
Pupil pada penderita cedera kepala didak berdilatasi pada keadaan akut, jadi jika
terjadi perubahan dari pupil dapat dijadikan sebagai tanda awal terjadinya herniasi.
Kekuatan dan simetris dari letak anggota gerak ekstrimitas dapat dijadikan dasar
untuk mencari tanda gangguan otak dan medula spinalis. Respon sensorik dapat
dijadikan dasar menentukan tingkat kesadaran dengan memberikan rangsangan pada
kulit penderita CT scan merupakan study diagnosis pilihan dalam evaluasi penderita
cedera kepala CT scan idealnya dilakukan pada semua cedera otak dengan kehilangan
kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS<15>. CT scan dapat
memperlihatkan tanda terjadinya fraktur, perdarahan pada otak (hemoragi), gumpalan
darah (hematom), luka memar pada jaringan otak (kontusio), dan udem pada jaringan
otak .Selain itu juga dapat digunakan foto rongen sinar X, MRI, angiografi dan sken
tomografik terkomputerisasi. Pada pasien cedera kepala berat, penundaan transportasi
penderita karena menunggu CT scan sangat berbahaya karena diagnosis serta terapi
yang cepat sangat penting.
H. PENATALAKSANAAN
Tindakan dan Terapi
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan
untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta
memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu
penyembuhan sel-sel otak yang sakit . Untuk penatalaksanaan penderita cedera
kepala, Adveanced Cedera Life Support (2004) telah menepatkan standar yang
disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu ringan, sedang dan berat .
Penatalaksanaan penderita cerdera kepala meliputi survei primer dan survei
sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain
: A (airway), B (breathing), C (circulation), D (disability), dan E
(exposure/environmental control) yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada
penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer

sangatlah penting untuk mencegah cedera otak skunder dan menjaga homeostasis
otak.
Kelancaran jalan napas (airway) merupakan hal pertama yang harus
diperhatikan.Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar
dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak
sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervicalspinecontrol), yaitu tidak boleh melakukan
ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat
melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar
melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan
napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak
adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat
bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang
memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas
belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal. Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan
memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat
dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta
temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur,
penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.
Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan
di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi
dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut
arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut
arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg.
Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik
hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan
penekanan pada luka. Setelah survei primer, hal selanjutnya yang dilakukan yaitu
resusitasi. Cairan resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%,
sebaiknya dengan duajalur intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu, karena
cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan
keadaan udem otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik

adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher)
karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan
intracranial. Pada penderita cedera kepala berat cedera otak sekunder sangat
menentukan keluaran penderita. Survei sekunder dapat dilakukan apabila keadaan
penderita sudah stabil yang berupa pemeriksaan keseluruhan fisik penderita.
Pemeriksaan neurologis pada penderita cedera kepala meliputi respos buka mata,
respon motorik, respon verbal, refleks cahaya pupil, gerakan bola mata (doll's eye
phonomenome, refleks okulosefalik), test kalori dengan suhu dingin (refleks okulo
vestibuler) dan refleks kornea. Tidak semua pederita cedera kepala harus dirawat di
rumah sakit. Indikasi perawatan di rumah sakit antara lain; fasilitas CT scan tidak ada,
hasil CT scan abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilangnya kesadaran,
kesadaran menurun, sakit kepala sedang-berat, intoksikasi alkohol/obat-obatan,
kebocoran liquor (rhinorea-otorea), cedera penyerta yang bermakna, GCS<15>.
Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan
suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini
dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid,
furosemid, barbitirat dan antikonvulsan. Indikasi pembedahan pada penderita cedera
kepala bila hematom intrakranial >30 ml, midline shift >5 mm, fraktur tengkorak
terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati
adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak
karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII,
IX, XII.
4. Penatalaksanaan medis pada trauma kepala
Obat-obatan :
- Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
-

sesuai dengan berat ringanya trauma.


Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau

glukosa 40 % atau gliserol 10 %.


Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidasol.


Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan

makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure
nitrogennya.

- Pembedahan
5. Pemeriksaan Penunjang
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif :

Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul adalah :
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos-koma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer
C. INTERVENSI
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak.
Tujuan :

Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.


Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat

meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.


Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam

pemberian tidal volume.


Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih
panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi

terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.


Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat
mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan

resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan

penyebaran udara yang tidak adekuat.


Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan

ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.


2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena
peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah
terhadap tube.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang
simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan
tidak adanya penumpukan sputum.
Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum
banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk
mencegah hipoksia.

Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua


bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan Odem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
a. Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus
eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk
menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal
peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
- Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat
kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya
pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan
metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-

tanda keadaan syok akibat perdarahan.


Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis , menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan

tekanan intrakranial.
Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan
pengukuran urin dan

hindari konstipasi yang berkepanjangan. Dapat

mencetuskan respon otomatik peningkatan intracranial


Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat

meningkatkan tekanan intrakrania.


b. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
c. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti
osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat
menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi,
menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang,
analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan

intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan


pemakaian oksigen otak.
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang

dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.


Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata
dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang
harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi
dan keindahan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.


Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi
untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan

kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.


Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga
lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga.
Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di

ruangan.
Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.


Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.

Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.


Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan
pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan
keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,


tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk

menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.


Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah

yang menonjol.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan

memudahkan terjadinya kerusakan kulit.


Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan
menggunakan H2O2.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1) Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisistas untuk
membatasitrauma kepala bila terbentur benda tumpul
2) Adanya fenomena yang meningkat setiap tahunnya untuk angka kejadian trauma kepala.
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera
kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh
mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau
hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak
menyeluruh. Komplikasi dari trauma kepala adalah hemoragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24
jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi
untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

LAPORAN KASUS Nn. NW DENGAN DIAGNOSA MEDIS COMOTIO CEREBRI


DI IRINA A BAWAH RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO
Klien Nn. NW umur 15 tahun, pekerjaan pelajar diagnosa medis comutio cerebri
masuk rumah sakit tanggal 5 november 2015 dengan keluhan penurunan kesadaran akibat
kecelakaan lalu lintas. Saat dilakukan pengkajian, klien mengeluh nyeri pada bagian kepala
dengan karateristik nyeri P (provokes): penyebabnya karena terjatuh dan kepala membentur
aspal, Q (quality): seperti ditusuk-tusuk dan berdenyut, R (region): lokasinya berada di
bagian kepala, S (severity/intensitas dari keluhan utama) : Nyeri menurut klien berada pada
angka 5 (menggunakan skala nyeri 1-10) yang menyebabkan aktivitas terganggu, T (Timing):
hilang timbul/saat bergerak. Keadaan umum klien tampak sakit, kesadaran compos mentis,
terpasang IVFD NaCl 0,9% 20tpm. Vital signs klien BP 120/70 mmHg, HR: 80x/menit, RR:
20x/menit, BT: 37oC. Klien tidak ada riwayat dahulu. Dengan riwayat kesehatan keluarga
ayah klien punya riwayat hipertensi.
1. Kebutuhan Dasar Manusia (Gordon)
a. Pola Persepsi Manajemen Kesehatan
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan penurunan kesadaran akibat KLL.
Klien sebelumnya belum pernah masuk rumah sakit. Bila klien sakit (demam, flu,
atau batuk) klien hanya membeli obat di warung. Klien tidak ada riwayat merokok
dan mengkonsumsi alcohol
b. Pola Nutrisi Metabolik
Pada pola ini, selera makan klien tidak mengalami penurunan, frekuensi makan 3
kali dalam sehari dengan porsi dihabiskan. Jenis makanan yaitu makanan pokok,
lauk hewani, sup, sayuran dan buahan. Konsumsi air mineral 900-2100 setiap
harinya.
c. Pola Eliminasi
-

Perkemihan : saat dilakukan pengkajian klien tidak ada kesulitan saat


berkemih dan konsistensi urin kuning

Pencernaan : defekasi klien tidak ada gangguan, tidak ada kesulitan saat BAB,
frekuensi 1x sehari, dengan konsistensi lembek.

Integumen : klien mengalami lecet

d. Aktivitas dan latihan


Aktivitas
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Ambulasi
Pindah
Naik Tangga
Mobilisasi
Keterangan :

: Mandiri

: dibantu sebagian

: dibantu orang lain

: dibantu orang lain dan alat

: tidak mampu

Skala tingkat ketergantungan klien terhadap perawat yaitu 3 dengan scoring 21.
Tonus otot klien 4. HR: 80x/menit, RR: 20x/menit
e. Pola Kognitif Perceptual
Klien mengatakan saat kejadian setelah tersadar merasa cemas dan takut.
Kesadaran : Compos mentis, merespon terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
baik, penglihatan adekuat, pembicaraan terarah dan dapat berinteraksi dengan
orang lain. Nyeri dairasakan klien seperti ditusuk-tusuk dengan skala 5.
f. Pola Istirahat Tidur
Tidak terjadi gangguan dalam pola ini, karena sering merasakan nyeri. Klien tidak
pernah menggunakan obat tidur. Jumlah tidur klien siang 45-90 menit dan jumlah
tidur malam klien 7-9 jam.
g. Pola Persepsi Konsep Diri
Klien berjenis kelamin perempuan dan merupakan seorang anak yang keehariang
belajar.

Saat

dilakukan

pengkajian

klien

tidak

dapat

menjalankan

aktivitas/tugasnya sebagai seorang siswa karena sakit yang dialami. Untuk itu
klien berharap kesembuhan yang secepatnya.

h. Pola Mekanisme Koping Intoleransi Stress


Klien dan keluarga mengatakan apabila ada masalah selalu di diskusikan secara
bersama-sama. Tingkat kecemasan sedang dengan tanda-tanda HR: 80x/menit,
RR: 20x/menit
i. Pola Peran Hubungan
Hubungan klien dengan kedua orang tua dan keluarganya berjalan dengan baik,
klien dapat berinteraksi dengan baik
j. Pola Seksual Reproduksi
Klien berjenis kelamin perempuan dan belum menikah
k. Pola Nilai Kepercayaan
Klien beragama Kristen Protestan. Klien menyerahkan semuanya pada Tuhan
lewat tim medis yang ada untuk kesembuhannya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20x/menit
SB : 37oC
b. Head to Toe
-

Kepala
Inspeksi

: warna rambut kuning, kebersihan terjaga, bentuk kepala bulat,

tidak ada lesi


Palpasi
-

: terdapat nyeri

Mata
Inspeksi

: sclera tidak ikterus, konjungtiva anemis, tidak ada lesi

Palpai

: tidak ada nyeri tekan

Hidung
Inspeksi

: tidak ada secret, tidak ada lesi

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan

Mulut
Inspeksi

: mukosa bibir lembab, tidak ada lesi, tidak ada stomatitis

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan

Leher

Inspeksi

: arteri karotis teraba dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Palpasi

: tidak adanyeri tekan

Trorax/ dada
Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan

Perkusi

: sonor kiri dan kanan

Auskultasi

: sm kiri dan kanan

Abdomen
Inspeksi

: datar, tidak ada keluhan

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan

Perkusi

: tidak kembung

Auskultasi

: tidak ada suara tambahan

Ekstremitas
Atas

: pada tangan kanan terpasang IVFD NaCl 0,9% 20tpm, tidak

ada udema
Bawah

: Tidak ada udema, tidak ada lesi dan akral hangat

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi pada tanggal 6 November 2015
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematrokit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV

Nilai Rujukan
4000-10000 /uL
4,70-6,10 10^6/uL
11,5-16,5 g/dL
37,0-47,0 %
150-450 10^3/uL
27-35 pg
30-40 fL
80-100 fL

Hasil
13100 /uL *
4,62 10^6/uL
13,1 g/dL
37,5 %
293 10^3/uL
27 pg
32 g/dL
81,2 fL

4. Terapi
Nama Obat

Rute

Dosis

Waktu

Indikasi

IVFD NaCl 0,9% 20tpm


Ketorolac
Ceftriaxone

IV

1000cc

IV
IV

50 ml
1gr

24 jam
12:00, 18:00
06:00, 18:00

Mengganti cairan dan


elektrolit yang hilang
Mengurangi nyeri
Menekan
pertumbuhan bakteri
untuk

Ranitidine

IV

25 ml

06:00, 18:00

pencegahan

infeksi
Menetralkan

asam

lambung
Neuroline

06:00, 18:00

5. Analisa Data
No
1

Data
DS :

Pathway
Gangguan oksigenasi

Masalah
Nyeri

Pasien mengatakan nyeri di daerah


kepala
DO :

Kekurangan suplay
oksigen

Ekspresi wajah meringis


Gangguan metabolisme
Edema jaringan otak
Meningkatnya volume
dan tekanan intrakranial
TIK meningkat

DS :

Gangguan nyeri
Gangguan oksigenasi

Pasien mengatakan tidak dapat


beraktivitas seperti biasanya
DO : pasien tampak lemah dan

Kekurangan suplay
oksigen

dibantu setiap aktivitasnya


Gangguan metabolisme

Intoleransi aktivitas

Edema jaringan otak


Meningkatnya volume
dan tekanan intrakranial
TIK meningkat

Gangguan aktivitas
Trauma jaringan lunak

DS :
Klien

mengatakan

nyeri

Resiko infeksi

pada

kepala

Ketidakadekuatan

DO :

pertahan primer
-

Cedera

pada

bagian

kepala
4

Leukosit 13100 /uL

DS :
Klien

Perubahan status
mengatakan

kurang

Kurang pengetahuan

kesehatan

mengerti tentang penyakitnya


DO :
Klien

Kurang terpajan
sering

bertanya

tentang

informasi

penyakitnya

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d peningkatan trauma kepala
2. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan intra kranial
3. Resiko infeksi b/d laserasi kulit kepala
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan
terhadap informasi

NURSING CARE PLAN 05 NOVEMBER 2015


Diagnosa Keperawatan
Nyeri b/d peningkatan trauma kepala

Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam, diharapkan nyeri dapat berkurang bahkan hilang
dengan criteria hasil:
-

1. Mon

dipe
2. Obse

jika
3. Buat
4. Kaji

Pelaporan nyeri terkontron


Klien tenang, tidak gelisah
Klien dapat cukup istirahat

kual

hubu
5. Ajar

relak

klien

nyer
6. Beri

(pen

dan
7. Kola

indik
Intoleransi aktivitas b/d peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
intra kranial

jam, diharapkan klien dapat beraktivitas dengan


criteria hasil:
-

Kelemahan berkurang
Berpartisipasi dalam perawatan diri
Mempertahankan
kemampuan

3
aktivitas

seoptimal mungkin
Resiko infeksi b/d laserasi kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
kepala

1x24 jam, diharapkan tidak terdapat faktor resiko


infeksi dengan criteria hasil :
-

Tidak ada tanda-tanda infeksi

18:0
1
2

Kurang pengetahuan tentang penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


dan perawatannya b/d kurang paparan 1x24 jam, diharapkan klien dapat mengerti
terhadap informasi

tentang penyakitnya dengan criteria hasil :


-

Klien dapat mengungkapkan kembali

yang dijelaskan
Klien kooperatif saat dilakukan tindakan

1. Kaji
2. Jelas

tand

mun
3. Beri

perk
4. Beri

kelu

dilak
5. Disk

Anda mungkin juga menyukai