A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap
disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, yang merupakan salah satu masalah
kesehatan yang besar. Diabetes Mellitus dari bahasa Yunani: , diabanein,
tembus atau pancuran air dan bahasa Latin: Mellitus, (rasa manis) yang juga dikenal di
Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula atau kencing manis yaitu kelainan
metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia
kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Komplikasi jangka
lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab
utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan
saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi (Supriadi
S, 2013).
Data dari Studi Global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus
pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukam,
jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. Diabetes
Mellitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian.
Lembaga kesehatan dunia, atau World Health Organisation
(WHO)
Diabetes Mellitus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh perilaku hidup tidak
sehat yang terus berkembang di masyarakat. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
menunjukan pada saat ini prevalensi diabetes di wilayah perkotaan mencapai 5,7 persen.
Yang memprihatinkan, 73,7 persen pasien diabetes tersebut tidak terdiagnosa dan tidak
mengonsumsi obat (Trisnawati, 2013).
Departemen Kesehatan RI (2008), menyebutkan bahwa jumlah pasien diabetes
Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari
seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita diabetes. Data Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dari berbagai penelitian epidemiologi sebagaimana
diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perkeni dr Sidartawan Soegondo, SpPD,
menunjukkan sekitar tahun 2006 prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun
adalah 1,5-2,3%. Dan hasil penelitian tahun 2008 di kota Surabaya mendapatkan
prevalensi 1,43% pada penduduk di atas 20 tahun. Di pedesaan Jawa Timur tahun 2008,
prevalensinya 1,47%. Sedangkan hasil penelitian di Jakarta menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi diabetes dari 1,7% (2007) menjadi 5,7% (2008). Sementara di
Depok dan Jakarta, tahun 2008 angkanya 12,8%. Prevalensi diabetes di Makassar
meningkat dari 1,5% (2007) menjadi 2,9% pada tahun 2008 (Hidayat, 2009).
Semua jenis DM memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut.
Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka
lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab
utama dialysis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan
saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangrene dengan risiko amputasi.
Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila dikontrol kadar gula darah buruk.
(Hermawan, 2009).
DM ada dua jenis, yakni DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada DM tipe 1 pankreas
menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sedangkan DM
tipe 2, pancreas tetap menghasilkan insulin, namun kadarnya lebih tinggi dan tubuh
kebal/menolak (resistant) terhadap hormone insulin yang dihasilkan pancreas. DM tipe 2
ini dapat menyerang anak-anak remaja, tetapi lebih banyak menyerang orang di atas usia
30 tahun. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia)
2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa > 126
mg/dL dan tes sewaktu >200 mg/dL. (Hermawan,2009).
antara perawat dan klien. Caring dapat membantu seseorang lebih terkontrol, lebih
berpengetahuan, dan dapat meningkatkan kesehata (Asmadi, 2005).
Lydia E. Hall dalam model keperawatannya mengungkapkan 3 aspek penting
dalam keperawatan, yaitu care, core dan cure. Salah satu aspek pentingnya yaitu care,
menunjukan bahwa keperawatan dan care atau caring adalah sesuatu yang tidak bisa
terpisahkan dan pada saat yang sama mengindikasikan bahwa beberapa aktivitas praktik
dilakukan dalam proses caring di lingkungan keperawatan (Burnard & Morrison, 2002).
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa caring seorang perawat sangat
dibutuhkan dalam menurunkan tingkat kecemasan pada pasien dengan diabetes mellitus,
hal ini menggugah peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pernyataan
tersebut. Dalam penelitian ini peneliti memilih RS. Prof Kandou Malalayang sebagai
tempat penelitian, pemilihan rumah sakit ini karena di rumah sakit tersebut banyak
ditemukan kasus diabetes mellitus. Peneliti berfokus pada prilaku caring perawat yang
dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien dengan diabetes mellitus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
Apakah caring seorang perawat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien dengan
penyakit diabetes mellitus?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh caring perawat terhadap tingkat kecemasan pada pasien
dengan penyakit diabetes mellitus.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui caring perawat dalam asuhan keperawatan pasien diabetes mellitus.
b. Mengetahui tingkat kecemasan pada pasien dengan penyakit diabetes mellitus.
c. Mengetahui keterkaitan antara caring perawat dan tingkat kecemasan pada pasien
dengan penyakit diabetes mellitus.
D. Manfaat Penelitian
1. Pendidikan
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi mahasiswa khususnya
mahasiswa keperawatan Poltekkes Manado untuk melakukan penelitian selanjutnya dan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Perilaku Caring
1. Pengertian
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang mempunyai
suatu paradigma atau model keperawatan yang meliputi empat komponen yaitu :
manusia, kesehatan, lingkungan dan perawat itu sendiri. Perawat adalah suatu profesi
yang mulia, karena memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam melayani pasien
yang sedang menderita sakit. Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan
sepenuh hati. Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang dihadapi
oleh klien, selain itu seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk itu
seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain,
ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
caring atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2007).
Caring sangatlah penting untuk keperawatan. Caring adalah fokus pemersatu
untuk praktek keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh
kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais,
2007).
Caring juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain,
artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan kesukaan seseorang dan
bagaimana seseorang berfikir dan bertindak. Memberikan asuhan (Caring) secara
sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku sederhana,
karena caring merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan yang lebih baik,
perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial, pandangan hidup
dan nilai kultur setiap orang yg berbeda pada satu tempat ( Dwidiyanti, 2007 ).
Maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring menjadi sangat penting
dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah
sakit, dimana kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang
nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan ( Potter &
Perry, 2005 ).
Perilaku caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar. Caring
adalah kegiatan langsung untuk memberikan bantuan, dukungan, atau membolehkan
individu (kelompok) melalui antisipasi bantuan untuk meningkatkan kondisi individu
atau kehidupan George (2002) dikutip dalam Leininger (1979).
Leininger dalam Farland, (2002) mengemukakan juga bahwa caring adalah
kebutuhan dasar manusia yang esensial, caring adalah keperawatan, caring adalah
penyembuhan, caring adalah jantung dan jiwa keperawatan, caring adalah kekuatan,
caring adalah ciri-ciri istimewa dari keperawatan sebagai suatu profesi atau disiplin.
Meskipun perkataan caring telah digunakan secara umum, tetapi tidak terdapat
definisi dan konseptualisasi yang universal mengenai caring itu sendiri Leddy (1998)
dikutip dalam Swanson (1991). Caring sulit untuk didefinisikan karena memiliki
makna yang banyak, sebagai kata benda atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat
dirasakan, sebagai sikap ataupun perilaku (Berger & William, 1992).
2. Peran Perawat Caring
Peran perawat menurut CHS Community Health Service (1989) dikutip
dalam Zaidin (2002) terdiri dari :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan
kompleks.
b. Sebagai advokat. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan
dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk ganti rugi akibat kelalaian.
c. Sebagai edukator. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit dan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan.
d.
Sebagai koordinator. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan,
merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan
sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan pasien.
e. Sebagai kolaborator. Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja
melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.
f. Sebagai konsultan. Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap
masalah atau tindakan keperawatan yang diberikan tepat tujuan. Peran ini
dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
g.
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan.
Menurut Leininger (1981), dikutip dalam Kozier dkk (2004) menjelaskan
bahwa perawatan dan caring adalah :
a. Caring meliputi tindakan-tindakan membantu, mendukung dan menfasilitasi
orang lain atau kelompok yang mempunyai kebutuhan yang nyata atau yang
dipikirkan sebelumnya.
b. Caring berfungsi untuk meningkatkan kondisi manusia. Hal ini menekankan
aktivitas yang membantu dari seseorang dan kelompok yang didasarkan kepada
model yang membantu mendefinisikan secara budaya.
c.
Caring sangat penting bagi perkembangan manusia, pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya.
d. Perilaku-perilaku caring meliputi rasa nyaman, perhatian, kasih, empati,
minat, keterlibatan, kegiatan konsultasi kesehatan, perilaku membantu, cinta,
pengasuhan, keberadaan, perilaku melindungi, perilaku memberikan stimulasi,
penghilangan stress, dukungan, kelembutan, sentuhan dan kepercayaan.
3. Asumsi-Asumsi Caring Perawat
Caring merupakan kekuatan yang sangat penting dalam hubungan antara
pasien dengan perawat, dan suatu kekuatan untuk melindungi dan meningkatkan
martabat pasien. Sebagai contoh, dibimbing oleh kerangka kerja ini para perawat
menggunakan sentuhan dan ucapan yang jujur untuk menegaskan kepada pasien
sebagai manusia, bukan objek-objek, dan membantu mereka membuat pilihanpilihan dan menemukan arti dalam pengalaman sakit mereka (Kozier, 2004).
Watson mengemukakan 11 asumsi yang berhubungan dengan caring,
yaitu:
a. Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan
universal.
b.
Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan,
serta pengalaman pribadi. Semua ini dirasa perlu untuk mematangkan pribadi
perawat agar dapat bersikap altruistik terhadap orang lain.
b. Menanamkan keyakinan dan harapan ( faith-hope).
Pemahaman ini diperlukan untuk proses carative. Selain menekankan pentingnya
obat-obatan untuk curative, perawat juga perlu memberi tahu individu alternatif
pengobatan lain yang tersedia (mis., meditasi, relaksasi, atau kekuatan
penyembuhan oleh diri sendiri atau secara spritual). Dengan mengembangkan
hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis,
harapan, dan rasa percaya.
c. Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain.
Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan sensitivitas terhadap diri
pribadi dan orang lain serta bersikap lebih otentik. Perawat juga perlu memahami
bahwa pikiran dan emosi seseorang merupakan jendela jiwanya.
d. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helping-trust).
Ciri hubungan helping-trust adalah harmonis, empati, dan hangat. Hubungan yang
harmonis haruslah hubungan yang dilakukan secara jujur dan terbuka, tidak
dibuat-buat.
e. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif.
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan
perasaan pasien.
f. Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif
Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan
keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir
dan pendekatan asuhan kepada pasien.
g. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal.
Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien.
h. Menyediakan lingkungan yang suportif, protektif, atau memperbaiki mental,
fisik, sosiokultural, dan spiritual.
Menurut Bloom Harold (2007) ansietas adalah perasaan yang sangat tidak menyenangkan, agak
tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu
atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu.
Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat
berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan
rasa ingin bergerak dan gelisah.
Berdasarkan beberapa teori yang menjelaskan tentang kecemasan di atas dapat disimpulkan
bahwa kecemasan dapat didefinisikan sebagai perasaan, sikap dan perilaku kekhawatiran atau
kegelisahan sesorang yang berlebihan terhadap sesuatu yang belum terjadi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain:
a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:
1) Usia
Menurut Kaplan dan Sadock (1997) gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih
sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada
umur 21-45 tahun.
2) Pengalaman menjalani pengobatan
Kaplan dan Sadock (1997) mengatakan pengalaman awal dalam pengobatan merupakan
pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masamasa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat
menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari. Apabila pengalaman individu
tentang kemoterapi kurang, maka cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat
menghadapi tindakan kemoterapi.
3) Konsep diri dan peran
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu
terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang lain. Menurut Stuart &
Sundeen (1991) peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan
perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti
terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang dijalaninya. Juga keselarasan
budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. Disamping itu pemisahan situasi yang
akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran, jadi setiap orang disibukkan oleh beberapa
peran yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu. Seseorang yang mempunyai peran
ganda baik di dalam keluarga atau di masyarakat memiliki kecenderungan mengalami kecemasan
yang berlebih disebabkan konsentrasi terganggu.
Adalah klasifikasi suatu tindakan terapi medis yang dapat mendatangkan kecemasan karena
terdapat ancaman pada integritas tubuh dan jiwa seseorang (Long, 1996). Semakin mengetahui
tentang tindakan kemoterapi, akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien kemoterapi.
7) Komunikasi terapeutik
Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun pasien. Terlebih bagi pasien yang akan
menjalani proses kemoterapi. Hampir sebagian besar pasien yang menjalani kemoterapi
mengalami kecemasan. Pasien sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari perawat.
Komunikasi yang baik diantara mereka akan menentukan tahap kemoterapi selanjutnya. Pasien
yang cemas saat akan menjalani kemoterapi kemungkinan mengalami efek yang tidak
menyenangkan bahkan akan membahayakan Kaplan dan Sadock (1997).
Dampak kecemasan terhadap sistem saraf sebagai neuro transmitter terjadi peningkatan sekresi
kelenjar norepinefrin, sero tonin, dan gama aminobuyric acid sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan: a) fisik (fisiologis), antara lain perubahan denyut jantung, suhu tubuh,
pernafasan, mual, muntah, diare, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun
ekstrim, kelelahan yang luar biasa; b) gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas
psikomotorik bertambah atau berkurang, sikap menolak, berbicara kasar, sukar tidur, gerakan
yang aneh-aneh; c) gejala gangguan mental, antara lain kurang konsentrasi, pikiran meloncatloncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan ingatan, phobia, ilusi dan halusinasi
(Hawari, 2001).
BAB III
KERANGKA KONSEP
Kerangka Konsep