7.1. PENDAHULUAN
Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,
Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau Dilatasi
esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Istilah achalasia berarti
“gagal untuk mengendur” dan merujuk pada ketidakmampuan dari lower esophageal
sphincter (cincin otot antara esophagus bagian bawah dan lambung) untuk membuka
dan membiarkan makanan lewat kedalam lambung. Kegagalan relaksasi batas
esofagogastrik pada proses menelan ini menyebabkan dilatasi bagian proksimal
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong
atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnakan
proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi
regurgitasi.
Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula
diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan
dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung.
Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun
1913 Heller melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi di luar mukosa yang
terus dianut sampai sekarang.1,2,3 Namun, Penyebab dari achalasia ini masih belum
diketahui dengan pasti. Teori-teori atas penyebab akalasia pun mulai bermunculan
seperti suatu proses yang melibatkan infeksi, kelainan atau yang diwariskan (genetik),
sistim imun yang menyebabkan tubuh sendiri untuk merusak esophagus (penyakit
autoimun), dan proses penuaan (proses degeneratif).
Achalasia merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi
akalasia esophagus sekitar 10 kasus per 100.000 populasi di mana rasio kejadian
penyakit ini sama antara laki-laki dengan perempuan yaitu 1 : 1. Menurut penelitian,
distribusi umur pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai
dekade ke-9, tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus
didapatkan pada anak-anak). Umur rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60
tahun.
77
78
Walaupun penyakit ini jarang terjadi tapi kita harus bisa mengenali dan bisa
melaksanakan asuhan keperawatan secara komperehensif dan menyeluruh baik secara
psikososial dan cultural .
3. Pathway.
Degenaratif
Degenerasi Syaraf
Aperistaltik
4. Diagnosis
Diagnosis Akalasia Esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran
radiologik, esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik.
a. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam penegakan diagnosis pada suatu
penyakit, ini harus dikorelasikan dengan temuan klinis dan riwayat penyakitnya.12
Pada foto polos toraks pasien achalasia tidak menampakkan adanya gelembung-
gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air
fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium
dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal
esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di
bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-
beak like appearance.
b. Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien
akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis retensi
dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan
ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus
dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian
proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan
kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi makanan. Sfingter
esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan
esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.
c. Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk memulai fungsi motorik esofagus dengan melakukan
pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk
memperlihatkan kelainan motilitas secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan
dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau
hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter
esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas
peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan
mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat
82
5. Penatalaksanaan
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus
tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi
kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi
(operasi Heller).
a. Terapi Non Bedah
1) Terapi Medikasi
Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL atau 10 mg
PO, dan juga methacholine, dapat membuat sfingter esofagus bawah relaksasi
dan membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal dan suatu
kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium
channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi tekanan
pada sfingter esofagus bawah. Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang
berhasil dengan terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia
yang mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.
2) Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk
menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang
kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi
dan inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan
memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus
dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-
kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction. Lokasi penyuntikan jarum ini
terletak tepat di atas batas proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi
secara caudal ke dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100
unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap
kuadran dari LES. Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini
mempunyai penilaian terbatas dimana 60% pasien yang telah diterapi masih
tidak merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini selanjutnya turun
83
menjadi 30% walaupun setelah beberapa kali penyuntikan dua setengah tahun
kemudian. Sebagai tambahan, terapi ini sering menyebabkan reaksi inflamasi
pada bagian gastroesophageal junction, yang selanjutnya dapat membuat
miotomi menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia
yang kurang bisa menjalani dilatasi atau pembedahan.
3) Pneumatic Dilatation
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-tahun.
Suatu balon dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang
bertujuan untuk merupturkan serat otot dan membuat mukosa menjadi intak.
Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun
menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi.
Rasio terjadinya perforasi sekitar 5%. Jika terjadi perforasi, pasien segera
dibawa ke ruang operasi untuk penutupan perforasi dan miotomi yang
dilakukan dengan cara thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux
yang abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan
pneumatic dilatation biasanya di terapi dengan miotomi Heller.
b. Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah suatu
prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan
serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal
lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk mencegah refluks.
Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari
setelah kira-kira 2 minggu. Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil
mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif
adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan
rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini
dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang
gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi
kedua, atau pengangkatan esofagus (mis: esofagektomi).
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada esofagus
adalah sebagai berikut:
1. Obstruksi saluran pethapasan
84
2. Bronkhitis
3. Pneumonia aspirasi
4. Abses paru
5. Divertikulum
6. Perforasi esofagus
7. Small cell carcinoma
8. Sudden death.
7.Prognosis
Prognosis Achalasia bergantung pada durasi penyakit dan banyak sedikitnya gangguan
motilitas, semakin singkat durasi penyakitnya dan semakin sedikit gangguan
motilitasnya maka prognosis untuk kembali ke ukuran esofagus yang normal setelah
pembedahan (Heller) memberikan hasil yang sangat baik.13 Pembedahan memberikan
hasil yang lebih baik dalam menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien dan
seharusnya lebih baik dilakukan daripada pneumatic dilatation apabila ada ahli bedah
yang tersedia. Obat-obatan dan toksin botulinum sebaiknya digunakan hanya pada
pasien yang tidak dapat menjalani pneumatic dilatation dan laparascopic Heller
myotomy (Lansia). Follow-up secara periodik dengan menggunakan esofagoskopi
diperlukan untuk melihat perkembangan tejadinya kanker esofagus.
2. Diagnosa keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Disfagia
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi / keradangan esophagus
c. Resiko aspirasi berhubungan denga kesulitan menelan
d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
perawatan lebih lanjut.
3. Rencana tindakan
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Disfagia
1) Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien seimbang /
terpenuhi
2) Kriteria Hasil :
Berat badan naik 0,5 kg tiap minggu
Mencapai Body Maksimal Index yang normal
Nafsu makan meningkat
3) Intervensi :
1. Kaji kemampuan menelan klien
2. Anjurkan makan dengan porsi sedikit tapi sering
3. Berikan latihan dan awasi klien untuk mengunyah makanan dengan
baik , makan dan menelan dengan perlahan
4. Atur posisi klien untuk duduk selama dan sesudah makan serta
anjurkan seterusnya setiap kali makan
5. Hindarkan makan dengan suhu ekstrem
6. Ukur intake dan output kalori dan cairan.
7. Kurangi rasa nyeri dengan memberikan analgesic cair topical
sebelum makan untuk menurunhkan disphagia.
8. Usahakan masukan cairan 2500 ml / 24 jam bila tidak di
kontraindikasikan.
9. Anjurkan makanan tinggi serat bila ditoleransi untuk membantu
prose eliminasi
10. Timbang berat badan klien tiap hari dengan menggunakan
timbangan yang sama.
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi / keradangan esofagus
86
b. Keluhan utama :
Klien mengatakan sulit menelan, lambung sering terasa penuh dan tenggorokan
kadang nyeri.
Klien mengatakan karena sakitnya ini menjadi tidak nyaman dan jika makan
harus halus, kadang malu dengan keluarganya
Pulsasi getaran suara teraba vocal vremitus sama kanan dan kiri, pada
perkusi terdengar suara sonor, Pada Auskultasi terdengar suara vesikuler
pada semua lapangan paru, tidak terdengar suara tambahan
7) Pemeriksaan Jantung
Pada inspeksi tidak tampak ictus kordis Pada palpasi teraba ictus cordis
pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular
sinestra, pada auskultasi Bunyi jantung I dan II terdengar normal tidak ada
bunya jantung tambahan.
8) Pemeriksaan Abdomen
Bentuk abdoment datar, tidak ada benjolan, pada Auskultasi peristaltic usus
terdengar 14 x / menit, pada palpasi tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran hepar, lien dan tidak ada nyeri tekan pada titk MC. Burney,
Pada perkusi terdengar tympani.
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Tidak ada oedem pada ekstremitas atas maupun bawah, kekuatan otot pada
ekstremitas kanan dan kiriri atas dan bawah masing masing mempunyai
kekuatan 6.
10) Pemeriksaan penunjang
Hasil Esofagogastroduodenoskopi tanggal 22 Desember 2016 : Susp.
Aklasia dengan penyempitan di LES. Esophagus terdapat sisa makanan
berupa air dan nasi
11) Therapi obat
Omeprazol 2 x 1 tablet
Amoksicillin 3 x 1 tablet
92
1. Analisa Data
Etiologi Masalah keperawatan
DS: Pasien mengeluh Disfagia → akhalasia →makanan Nutrisi kurang dari kebutuhan
mengalami kesulitan tertahan diesophagus → absorpsi nutrient
menelan baik minum berkurang → nutrisi kurang dari
maupun makan kebutuhn
DO: EGD hasil aklasia
DS : Klien mengatakan tidak Kurang informasi dari tim kesehatan → Kurang pengetahuan
tahu tentang penyakitnya kurang pengetahuan
3. Perencanaan
1. 27-12-2016 Nutrisi kurang dari kebutuhan Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien 1. Kaji kemampuan menelan klien
berhubungan dengan disfagia seimbang / terpenuhi 2. Anjurkan makan dengan porsi sedikit tapi sering
Jam 09.45 yang ditandai dengan Pasien Kriteria Hasil : 3. Berikan latihan dan awasi klien untuk mengunyah makanan
mengeluh mengalami kesulitan Berat badan naik 0,5 kg tiap dengan baik , makan dan menelan dengan perlahan
menelan baik minum maupun minggu 4. Atur posisi klien untuk duduk selama dan sesudah makan
makan Mencapai Body Maksimal Index serta anjurkan seterusnya setiap kali makan
yang normal 5. Hindarkan makan dengan suhu ekstrem
Nafsu makan meningkat 6. Ukur intake dan output kalori dan cairan.
Klien mengerti tentag dietnya. 7. Kurangi rasa nyeri dengan memberikan analgesic cair topical
sebelum makan untuk menurunhkan disphagia.
8. Usahakan masukan cairan 2500 ml / 24 jam bila tidak di
kontraindikasikan.
9. Anjurkan makanan tinggi serat bila ditoleransi untuk
membantu prose eliminasi
10. Timbang berat badan klien tiap hari dengan menggunakan
timbangan yang sama
2. 27-12-2016 Nyeri berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan lingkungan yang tenang tanpa menimbulkan
inflamasi esofagus yang keperawatan klien dapat ketegangan
Jam 09.45 ditandai dengan inflamasi mengontrol nyerinya 2. Berikan penguatan penjelasan dari dokter tentang proses
esofagus , Klien mengatakan Kriteria Hasil : penyakit
nyeri saat menelan makanan • Mengenali faktor penyebab 3. Kolaborasi pemberian antasida , pantau efektifitas dan efek
dan minuman, Klien • Menggunakan metode nonanalgetik samping
mengatakan dadanya seperti untuk mengurangi nyeri 4. Berikan gosokan / dengan analgesic cair pada punggung.
tertekan, Klien tampak • Mengenali gejala - gejala nyeri 5. Ubah posisi klien dengan cara yang ringan untuk
meringis saat menelan • Melaporkan nyeri sudah terkontrol meningkatkan rasa nyaman
makanan 6. Anjurkn klien untuk beraktifitas dan melakukan perawatan
diri untuk meningkatkan rasa nyaman
95
3. 27-12-2016 Resiko Tinggi Aspirasi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan latihan dan awasi klien untuk batuk dan nafas dalam
berhubungan dengan makanan keperawatan tidak terjadi setiap 4- 6 jam
Jam 09.45 masuk saluran nafas yang aspirasi 2. Observasi suara nafas setiap 4 – 6 jam
ditandai dengan Klien Kriteria Hasil : 3. Atur posisi kepala tempat tidur 30 – 40 derajat setelah makan
mengatakan tenggorokan dan - Klien dapat melakukan batuk dan dan saat tidur
lambungnya terasa penuh, tehnik yang benar 4. Hindarkan posisi terlentang
Pada Esopagus terdapat sisa - Bunyi nafas dalam batas normal 5. Berikan periode istirahat
makanan - Mengenali cara menghindari 6. Berikan bantuan saat makan sesuai kebutuhan
aspirasi 7. Jaga kebersihan mulut (hygiene oral)
4. 27-12-2016 Kurang pengetahuan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan dengan klien dan keluarga mengenai pentingnya
berhubungan dengan keperawatan klien diet dan kebutuhan diet
Jam 09.45 kurangnya informasi yang mengetahui tentang proses Jelaskan makana yang menyebabkan dispagia
ditandai dengan, Klien penyakit Berikan dan tinjau ulang diet kalori tinggi dan protein
mengatakan tidak tahu tentang Kriteria Hasil : Anjurkan meningkatkan intake cairan
penyakitnya, Wajah klien - Klien memahami program diet yang Anjurkan klien untuk meninggikan kepala saat tidur
tampak muram , Klien sering dianjurkan Anjurkan klien untuk menghindari tembakau, aspirin,
bertanya tentang penyakitnya. - Klien dapat minum obat sesuai fenilbutazon
jadwal 2. Diskusikan dengan klien tentang metode menghindari stress
- Klien dapat mengidentifikasi 3. Diskusikan pada klien cara menghindari konstipasi, makanan
kekambuhan penyakitnya tinggi serat, laksatif.
4. Diskusikan dengan pasien tentang obat – obatan : nama,
dosis, waktu, indikasi, dan efek samping obat.
5. Jelaskan pentingnya perawatan lanjut dengan dokter.
6. Diskusikan gejala kekambuhan dan perkembangan penyakit
dengan klien.
108
4. IMPLEMENTASI
Nama : Sdr. “D”
Umur :22 th
Register :
5.Evaluasi
Nama : Sdr. “D”
Umur : 22 th
Register :
Tanda
Tanggal Diagnosa keperawatan Catatan perkembangan
tangan