Anda di halaman 1dari 7

ACHALASIA=akalasia (Kardiospasme) Achalasia merupakan gangguan atau hilangnya peristaltik esophagus sfingter kardio-esofagus untuk relaksasi sehingga makanan

tertahan di esophagus . akibat dari gangguan ini, akan terjadi hambatan masuknya makanan ke dalam lambung sehingga menimbulkan dilatasi esophagus menjadi megaesophagus. Secara klinis, achalasia mulai mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esophagus distal sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke lambung. Pada tahun 1908, Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913, Heller melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi (membelah otot dinding esophagus bagian bawah) di luar mukosa, yang terus dianut sampai sekarang.

ETIOLOGI Dasar penyebab achalasia adalah kegagalan koordinasi relaksasi esophagus bagian distal disertai peristalsis esophagus yang tidak efektif berdilatasi. Hasil penelitian menunjukkan kelainan persyarafan parasimpatis berupa hilangnya sel ganglion di dalam pleksus Auerbach yang juga disebut pleksus mienterikus*. *mienterikus: lapisan otot dinding usus

PATOLOGI

Segmen esophagus di atas sfinger esophagogaster yang panjangnya berkisar antara 2-8 cm menyempit dan tidak mampu berelaksasi. Esophagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi megaesophagus yang berkelok-kelok. Bentuk esophagus ini sangat bergantung pada lamanya proses, bisa berbentuk botol, fusiform, sampai berbentuk sigmoid* dengan hipertropi jaringan otot sirkuler dan longitudinal. Mukosa mungkin menglami peradangan akibat rangsangan retensi makanan. Achalasia adalah salah satu faktor risiko untuk terjadinya karsinoma epidermoid. Karsinoma dapat terjadi pada 5% pasien yang tidak mengalami pengobatan, rata-rata 20 tahun dari saat terdiagnosis. Jika sudah terjadi karsinoma, prognosisnya lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma esophagus yang bukan berasal dari achalasia. Hal ini diduga karena gejalanya sangat mirip dengan achalasia sehingga menimbulkan keterlambatan diagnosis.

*sigmoid: huruf S pada abjad yunani

GAMBARAN KLINIS Achalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut. Gejala utama achalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyari atau tidak enak di belakang sternum dan berat badan menurun. Lama gejala timbul sangat bervariasi, dari beberapa hari sampai bertahun-tahun, dan gejala makin berat perlahan-lahan. Disfagia adalah gejala utama yang mula-mula dirasakan sebagai rasa penuh atau rasa mengganjal di daerah esophagus distal yang hilang timbul dan makin lama makin berat. Pasien akan makan secara perlahan-lahan dan selalu disertai minum yang banyak. Regurgitasi terjadi bila penyakit sudah lanjut dan sudah terjadi dilatasi esfagus bagian proksimal. Regurgitasi biasanya dirasakan pada waktu malam sehingga pasien bagun dari tidurnya. Makanan yang diregurgitasi tidak dicerna, tidak asam, dan baunya manis karena pengaruh ludah. Keadaan ini berbahaya karena dapat menimbulkan radang paru-paru akibat aspirasi. Keluhan nyeri umumnya tidak dominan. Mula-mula keadaan gizi baik dan baru mundur pada tahap lanjut.

DIAGNOSIS Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang berarti. Dengan anamnesis sebetulnya sudah dapat diduga adanya achalasia, walaupun demikian tetap harus didiferensiasi dengan penyakit keganasan, stenosis, atau benda asing esophagus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada esofagografi terdapat penyempitan daerah batas esofagografi terdapat penyempitan daerah batas esofagogaster dan dilatasi bagian proksimalnya. Jiaka proses achalasia sudah lama, bentuk esophagus berubah menjadi berkelok-kelok dan akhirnya berbentuk huruf S. Dengan pemeriksaan esophagoskopi dapat disingkirkan kelainan penyempitan karena striktur atau keganasan. Pada akalasia terdapat gangguan kontraksi dinding esophagus sehingga pengukuran tekanan di dalam lumen esophagus dengan manometri sangat menentukan diagnosis. Tekanan di dalam sfingter esophagogaster meninggi dan tekanan di dalam lumen esophagus lebih tinggi daripada tekanan di dalam lambung. ILMU BEDAH DE JONG

PENDAHULUAN

Akalasia merupakan suatu keadaan yang ditandai secara khas, tidak didapatkannya peristalsis korpus esophagus dan kegagalan sfingter esophagus bawah (SEB) yang hipertonik untuk mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan1, 2, 3, 4. Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esophagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis, akalasia dibagi dalam akalasia primer dan akalasia sekunder yang dihubungan dengan etiologinya4, 5. Penyakit ini relative jarang dijumpai. Dari data Subbagian Gastroenterologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Berdasarkan umur, didapatkan sebagian kasus, pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin hampir sama1, 2, 6 . Permasalahan yang sering dihadapi dalm kasus ini, terutama adalah tentang pengobatan. Pengobatan secara konservatif perlu mempunyai batasan sampai dimana penilaian berhasil atau tidaknya dan kapan kita akan melakukan pengobatan secara operatif. Dari suatu penelitian internasional, didapatkan bahwa angka kematian kasus ini dari 28 populasi yang berasal dari 26 negara, didapatkan angka kematian tertinggi tercatat di New Zealand dengan angka kematian standar 259 sedangkan yang terendah didapatkan di Panama dengan angka kematian standar 0. Angka kematian ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia primer maupun sekunder.

(Sulaiman, Ali, dkk. Gastr oenterologi Hepatologi. 1997. Cetakan kedua. Hal 141-148. Jakarta: CV. Sagung Seto)

DEFINISI

Istilah achalasia berasal dari bahasa Yunani dan secara harfiah berarti kegagalan relaksasi. Ini menunjukkan kegagalan sfingter bawah esophagus pada penderita dengan penyakit tersebut untuk berelaksasi dengan normal pada waktu menelan. Istilah tersebut tidak dapat mengenali bahwa achalasia (akalasia) adalah suatu penyakit yang melibatkan seluruh korpus esophagus. Di Amerika Serikat, penyebab akalasia sering disebabkan penyakit Chagas, infeksi parasit bentuk liashmania Trypanosoma cruzi yang merusak sel-sel ganglion pleksus Auerbach, menyebabkan disfungsi motorik dan dilatasi progresif esophagus, kolon, ureter, dan visera lainnya. Tetapi di Eropa dan Amerika

Utara, penyebab etiologi tidak jelas, keadaan tersebut sering menyertai sejumlah situasi stress emosional atau fisik. ANATOMI ESOFAGUS Esophagus merupakan pipa muscular berlubang dengan panjang 25 cm (10 inci) dan terbentang dari pharynx ke lambung. Segmen pharingoesophagus meliputi musculatur pharinx dan berakhir di bawah sfingter esophagus atas (cricopharingeal), bagian paling inferior dari m. conctriktor pharingeal inferior. Sfingter esophagus atas unik karena merupakan titik tersempit dari tractus gastrointestinal (14 mm) dan terdiri dari busur otot yang menghubungkan tepi lateral cartilago cricoid. Panjang esophagus cervical 5-6 cm dan terbentang ke puncak vertebra thoracal I, terletak di sebelah anterior fascia preverteba dan berjalan ke belakang dan lebih kiri trachea sehingga lebih cepat dicapai melalui insisi bedah cervical kiri. Esophagus thoracal memasuki mediastinum posterior di belakang arcus aorta dan pembuluh-pembuluh darah besar, agak melengkung ke kiri trachea dan melintas di belakang cabang utama bronchus kiri dan di belakang pericardium dan memasuki hiatus diaphragma setingga vertebra thoracal XI. Esophagus thoracal terikat pada kedua sisi oleh pleural parietal kanan dan kiri yang mudah mengalami cedera pada waktu operasi esophagus. Panjang abdominal 1-2 cm dan terlentang dari hiatus esophagus ke titik dimana ia bersatu dengan lambung, kardia, atau esophagogastric junction. Dalam keadaan normal esophagus dilapisi oleh sel epitel gepeng, kecuali untuk bagian distal 1-2 cm yang merupakan epitel torak peralihan. Peralihan epitel gepeng-torak yang khas terjadi pada peralihan gastroesophagus. Esophagus tidak mempunyai serosa dan dikelilingi oleh adventitia, jaringan mediastinal fibroareolar longgar. Ia mempunyai lapisan otot longitudinal di sebelah luar dan sirkular di sebelah dalam. Kedua lapisan ini merupakan otot lurik pada sepertiga atas esophagus dan otot polos pada duapertiga distal. (BUKU TEKS ILMU BEDAH, DAVID C. SABISTON & H. KIM LYERLY, JILID SATU, 1994, BINARUPA AKSARA: JAKARTA, hal 388-390) Hubungan bagian thoracal esophagus dari atas ke bawah adalah sebagai berikut: 1. Anterior Trachea dan n. laryngeus recurrens sinistra; bronchus principalis sinister yang menyempitkan esophagus; dan pericardium yang memisahkan esophagus dari atrium sinistrum. 2. Posterior Corpus vertebra thoracica; ductus thoracicus; vena azigos; arteriae intercostales posterior dextra; dan pada ujung bawah aorta thoracica. 3. Sisi kanan Pars mediastinalis pleura parietalis dan bgian terminal vena azigos. 4. Sisi kiri Arteria subclavia sinistra; arcus aortae; ductus thoracicus; dan pars mediastinalis pleura parietalis.

(ANATOMI KLINIK UNTUK MAHASISWA KEDOKTERAN, SNELL, hal. 121)

Pendarahan Esophagus Sepertiga bagian atas esophagus diperdarahi oleh arteria thyroidea inferior. Sepertiga bagian tengah oleh cabang-cabang aorta thoracica dan sepertiga bagian bawah oleh cabang-cabang arteria gastric sinistra. Vena-vena dari sepertiga bagian atas mengalir ke vena thyroidea inferior, vena dari sepertiga bagian tengah mengalir ke vena azigos, dan sepertiga bagian bawah ke vena gastric sinistra, sebuah cabang vena porta. (ANATOMI KLINIK UNTUK MAHASISWA KEDOKTERAN, SNELL)

Persarafan Esophagus Esophagus dipersarafi oleh serabut eferen dan aferen parasimpatis dan simpatis melalui nervus vagus dan truncus symphaticus. Pada bagian bawah dalam perjalanannya di rongga thorax esophagus dikelilingi oleh plexus esophagus. (ANATOMI KLINIK UNTUK MAHASISWA KEDOKTERAN, SNELL) Inervasi simpatis terdiri dari serabut-serabut dari ganglia simpatis serbikalis superior dan inferior, nervus thorakal atas dan spangnicus, serta ganglion coeliaca. Inervasi autonom intrinsic dari pleksus Meissner dalam submukosa dan pleksus Auerbach di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal. Inervasi parasimpatis dari nervus vagus yang dalam leher bercabang menjadi nervus laringeus eksterna dan interna. Nervus laringeus interna memberikan inervasi sensoris permukaan faringeal laring dan dasar lidah. Nervus laringeus rekuren dari vagus memberikan inervasi parasimpatis pada esophagus cervical dan sfingter atas esophagus sehingga cedera pada nervus laringeus mungkin menyebabkan tidak hanya suara serak, tetapi juga disfungsi sfingter atas esophagus dengan aspirasi sekunder pada waktu menelan. Nervus vagus mengirimkan serabut-serabut ke otot esophagus thoracal. Pada hiatus diafragmatica, nervus vagus kiri terletak di sebelah anterior esophagus dan nervus vagus kanan terletak di sebelah posterior. Terdapat drainase limfatik mediastinal dari esophagus. Karsinoma esophagus bermetastasis sepanjang limfatik submukosa dank e kelenjar getah bening jugularis interna di leher; kelenjar getah bening paratrakea di mediastinum superior; kelenjar getah bening subkarina di toraks tengah; kelenjar getah bening paraesophagus dan ligamentum pulmonaris inferior di mediastinum bawah; dan kelenjar getah bening perigastrik dan arteri gastric kiri. (BUKU TEKS ILMU BEDAH, DAVID C. SABISTON & H. KIM LYERLY, JILID SATU, 1994, BINARUPA AKSARA: JAKARTA)

FISIOLOGI ESOFAGUS Fungsi dasar esophagus adalah transportasi material yang ditelan dari pharinx ke dalam lambung. Kedua, aliran retrogad isi lambung dicegah oleh sfingter bawah esophagus (LES=lower esophageal sphincter) dan udara masuk ke dalam esophagus dengan tiap inspirasi dicegah oleh sfingter atas esophagus yang dalam keadaan normal tetap tertutup sebagai akibat kontraksi tonik. Sebagian besar pengetahuan fisiologi esophagus mutakhir berasal dari manometri esophagus yang memungkinkan pencatatan fenomena tekanan intraesophagus: amplitude dan panjang sfingter atas dan bawah esophagus, luas dan lama relaksasi sfingter waktu menelan dan karakteristik aktivitas peristaltik dalam corpus esophagus. Metode pengukuran tekanan intraluminal esophagus yang tersering digunakan kini meliputi transmisi perubahan tekanan melalui pipa terbuka yang ditelan dan dihubungkan di sebelah luar dengan transducers dan sistem pencatatan (recording system). Kateter motilitas standar berlumen tiga berupa sistem pipa polyethylene atau polyvinyl dengan ujung terbuka atau mempunyai lubang (orifisium ) lateral. Elektrode pH intraesophageal yang ditambahkan pada sistem ini memungkinkan dokumentasi derajat refluks gastroesophagus secara obyektif yang ditentukan dengan uji refleks asam standar. Uji refluks asam standar mengukur jumlah episode refluks (penurunan pH intraesophagus di bawah 4) yang dideteksi dengan elektroda pH yang berada pada posisi 5 cm proksimal dari sfingter distal esophagus. 250-300 ml bolus standar 0,1 N HCl dimasukkan ke dalam lambung, dan refluks ditentukan dengan penderita dalam berbagai posisi (berbaring telentang, miring ke kanan, ke kiri, dan Trendelenburg). Pemantauan pH esophagus distal selama 24 jam, kemudian menentukan karakteristik pola refluks gastroesophagus. Mekanisme menelan mulai dengan gerakan involunter lidah yang memulai gelombang peristaltik involunter yang dengan cepat melintasi faring dan mencapai sfingter atas esophagus menimbulkan relaksasi terkoordinasi singkat diikuti oleh kontraksi post-deglutitif. Sfingter atas esophagus mempunyai panjang kira-kira 3 cm dan tekanan rata-rata waktu istirahat 20-60 mmHg. Lama relaksasi dengan menelan 0,5-1 detik. Kontraksi sfingter atas esophagus setelah fase relaksasi menghasilkan tekanan intraluminal 70-100 mm Hg yang berlangsung 2-4 detik. Ketika bolus yang ditelan memasuki esophagus, gelombang peristaltik primer diaktifkan dan mendorong material yang ditelan dari pharinx ke lambung secara progresif dalam 4-8 detik. Dalam keadaan normal, kontraksi peristaltick progresif (gelombang primer) mengikuti 97 % dari semua penelanan. Tekanan di dalam korpus esophagus sejajar dengan tekanan negatif intrathoraks, menjadi negatif maksimum (-5 sampai -10 mmHg) pada waktu inspirasi dalam dan tertinggi (0-5 mmHg pada waktu eksplorasi). Tekanan peristaltik esophagus berkisar dari 20-100 mmHg dengan lama kontraksi antara 2 dan 4 detik. Bila seluruh bolus makanan yang ditelan tidak dikosongkan dari esophagus ke dalam lambung, mulailah gelombang peristaltik sekunder. Kontraksi ini, seperti gelombang primer, bersifat progresif dan berurutan tetapi mulai dalam segmen otot polos esophagus (dekat setinggi arcus aorta) dan berlanjut sampai isi intraesophagus yang tertinggal dikosongkan ke dalam lambung. Berlainan dengan gelombang primer, kontraksi sekunder tidak diawali dengan penelanan volunteer tetapi lebih oleh distensi lokal esophagus. Kontraksi tersier merupakan gelombang monofasik atau multifasik, simultan, nonprogresif, nonperistaltik yang terjadi sepanjang esophagus dan

menunjukkan kontraksi otot polos yang tidak terkoordinasi dan menyebabkan gambaran corkscrew yang klasik akibat spasme esophagus pada pemeriksaan dengan menelan barium. Peningkatan tekanan dalam korpus esophagus pada waktu istirahat dan fungsi motorik abnormal ditemukan pada obstruksi baik mekanis ataupun fungsional. (BUKU TEKS ILMU BEDAH, DAVID C. SABISTON & H. KIM LYERLY, JILID SATU, 1994, BINARUPA AKSARA: JAKARTA)

Epidemiologi

Penyakit ini relative jarang dijumpai. Dari data Subbagian Gastroenterologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Berdasarkan umur, didapatkan sebagian kasus, pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin hampir sama1, 2, 6 . Permasalahan yang sering dihadapi dalm kasus ini, terutama adalah tentang pengobatan. Pengobatan secara konservatif perlu mempunyai batasan sampai dimana penilaian berhasil atau tidaknya dan kapan kita akan melakukan pengobatan secara operatif. Dari suatu penelitian internasional, didapatkan bahwa angka kematian kasus ini dari 28 populasi yang berasal dari 26 negara, didapatkan angka kematian tertinggi tercatat di New Zealand dengan angka kematian standar 259 sedangkan yang terendah didapatkan di Panama dengan angka kematian standar 0. Angka kematian ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia primer maupun sekunder. Kelainan ini tidak diturunkan dan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala. (IPDL)

ETIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai