Anda di halaman 1dari 40

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Pendidikan Dokter UINAM


2020

PLENO MODUL I
RUAM MERAH DAN NYERI
KELOMPOK 3
Anni Rahima Nurul Aisyah Sudirman
Muflihana Syafar Muslimin Nurul Annisa Amiruddin
Nurul Annisa Nur Alifka Riska Amalia
Nur Syahrul Ramadhan NR Andi Iffah Cahyaniputri Rezki
St. Aisyah Nurramadhani Amran Nur Isnaini Yusra Ayu Lestari
Nur Fadylah
SKENARIO 1

Seorang perempuan berusia 45


tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan utama kulit
kemerahan di daerah dada kiri
yang terasa nyeri dan panas sejak
5 hari yang lalu. Pada
pemeriksaan dermatologis
ditemukan lesi unilateral berupa
papula eritema dan vesikel.
Kata Kunci

01 Perempuan berusia 45 tahun 05 Lesi unilateral

02 Kemerahan di dada kiri 06 Papula eritema

03 Terasa nyeri dan panas


07 Vesikel

04 Sejak 5 hari yang lalu


Learning Outcome

Learning Outcome Learning Outcome

6. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan


1. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur keluhan utama dengan gejala penyerta.
anatomi, histologi dan fisiologi kulit. 7. Mahasiswa mampu menjelaskan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi pencegahan ruam merah dan nyeri.
ruam kemerahan dan nyeri. 8. Mahasiswa mampu menjelaskan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis- penegakan diagnosis terkait skenario.
jenis Efloresensi kulit. 9. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi utama dan diagnosis banding terkait
ruam merah dan nyeri. skenario.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan 10. Mahasiswa mampu menjelaskan integrase
patomekanisme ruam merah dan nyeri. keislaman terkait skenario.
Problem
Tree
Anatomi, Histologi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah organ terbesar pada tubuh dan organ-organ tambahannya
membentuk sistem integumen.

Kulit terbagi menjadi kulit tebal dan kulit tipis.


Perbedaannya dapat dilihat dari strukturnya, pada kulit tebal tidak mempunyai folikel rambut,
muskulus erector pili dan kelenjar sebasea, tapi memiliki kelenjar keringat serta mempunyai
stratum lusidum dan granulosum yang tampak jelas jenis kulit ini biasanya ditemukan pada
telapak tangan dan kaki sedangkan pada kulit tipis mempunyai struktur seperrti terdapatnya
folikel rambut, muskulus arektor pili dan kelenjar sebasea namun tidak ada stratum lusidum
dan granulosum yang tampak.

Referensi:
Victor P. eroschenko, 2015.
Sonny J. R. Kalangi, 2013.
Anatomi dan Histologi Kulit
Lapisan Kulit
2. Lapisan Dermis
Lapisan kulit terdiri dari 3 bagian, ya
itu: Secara garis besar dermis dibagi menjadi 2
1. Lapisan Epidermis bagian yaitu:
a. Lapisan Papilar Dermis
Lapisan epidermis dibagi menjadi 5 b. Lapisan Retikular Dermis
lapisan yaitu:
a. Stratum Korneum
b. Stratum Lucidum
c. Stratum Granulosum
d. Stratum Spinosum
e. Stratum Basale 3. Lapisan Hipodermis
Hipodermis atau lapisan subkutan
merupakan fascia superfisialis yang terdiri atas
jaringan ikat longgar yang mengandung
banyak lemak.
- Epidermis - Lapisan Papillar - Pembuluh darah arteri
- Dermis - Lapisan Retikular - Pembuluh darah vena
- Hipodermis - Musculus Arektor pili - Nervus
- Stratum Korneum - Papila dermis - Jaringan Adiposa
- Stratum Lusidum - Kelenjar keringat - Badan Paccini
- Stratum Granulosum - Kelenjar sebasea - Badan Meissner
- Stratum Spinosum - Folikel rambut
- Stratum Basal - Akar rambut
Fisiologi Kulit

Fisiologi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga
homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. Proteksi
2. Absorpsi
3. Ekskresi
4. Persepsi
5. Termoregulasi
6. Pembentukan Vitamin D
Definisi
Ruam Kemerahan dan Nyeri

Ruam Kemerahan Nyeri


01 02
Ruam merupakan kemeran pada kulit yang Nyeri merupakan mekanisme
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah perlindungan yang timbul
kapiler yang reversible apabila ada kerusakan jaringan
Kemerahan terjadi karena arteri yang Dan hal ini akan menyebabkan
mengedarkan darah ke daerah tersebut individu bereaksi dengan cara
berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran memindahkan stimulus nyeri.
darah ke tempat cederah
Referensi:
Guyton A, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Referensi: 11 th ed. Jakarta: EGC.
Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan
Pertama. 2015. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Indonesia.
Buku Saku Patofisiologi Corwin. 2009. Jakarta: Aditya
Media.
Etiologi
Ruam merah dan nyeri
01 Host ( manusia)

02 Reaksi dari obat-obatan tertentu

03 Infeksi penyakit
Referensi:
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin EdIsi 6 (Jakarta: FKUI,
04 Paparan sinar matahari.
2010)

05 Hormon

06 Kebersihan diri/personal hygiene


Jenis Efloresensi

Efloresensi primer: ruam yang ruam yang timbul pertama timbul pertama kali tidak
dipengaruhi trauma, manipulasi, regresi alamiah alamiah.

Eflorensi sekunder: akibat garukan / gosokan, lanjutan dari ruam primer atau terbentuk
dari ruam primer, atau terbentuk akibat perkembangan waktu.

Efloresensi primer
a. Makula: batas tegas, setinggi permukaan kulit g. Vesikel: gelembung berisi cairan jernih (serum), ∅ 0,5 cm
perubahan warna putih, coklat, merah, hitam. h. Pustul: vesikel berisi nanah
b. Papul: penonjolan padat, ∅ < 0,5 cm i. Bula: vesikel > 0,5 cm
c. Nodul: ∅ 0,5 - 1 cm j. Eritema: kemerahan kulit > pelebaran kapiler.
d. Nodus/tumor: masa padat, terletak di kutan/ k. Abses: kumpulan nanah dalam jaringan/kutis/subkutis.
subkutan, ∅ >1 cm l. Urtika: edema setempat, temporer > papul/plak, timbul
e. Plak: penonjolan padat, rata ∅> 0,5 cm mendadak, hilang perlahan-lahan.
f. Kista: kantong berisi cairan (encer / semi solid)
Jenis Efloresensi
Efelorensi sekunder i. Vegetasi: penonjolan bulat atau runcing
a. Erosi : kehilangan jaringan, tidak mlibatkan menjadi satu.
dermis, hanya epidermis. j. Papul/Nodul verukosa: papul/nodul dgn
b. Ekskoriasi: Ekskoriasi : > erosi - ujung papilla permukaan verukosa.
dermis. k. Teleangiektasi: pelebaran pembuluh
c. Ulkus: > ekskoriasi > terbentuk pinggir, darah kecil superfisial (kapiler, arteriol, dan
dinding, dasar dan isi. venul) yang menetap.
d. Fissura: kulit terbelah secara linier, vertikal pada l. Petekie: keluarnya darah dari pembuluh
epidermis dan pada epidermis dan dermis. darah ke dermis > ruam tidak memucat bila
e. Krusta: cairan eksudat yang mengering dapat ditekan memucat bila ditekan, ∅ < 5 mm.
bercampur kotoran, obat, dll.
f. Skuama: adalah lapisan stratum korneum
yang terlepas dari kulit.
g. Likenifikasi: perubahan kulit relief kulit makin
jelas kulit.
h. Sikatriks: relief kulit abnormal karena jaringan
tidak utuh lagi; timbul kumpulan jaringan ikat
baru, cekung (atrofik) atau meninggi(hipertrofik)
Jenis Efloresensi

Efloresensi Khusus
a. Burrow: terowongan berkelok-kelok , meninggi di epridermis superfisial > karena parasit.
b. Eksantema: Ruam yang timbul serentak dalam waktu yang singkat + demam.
c. Roseola: eksantema letikural yang berwarna merah tembaga.
d. Purpura: petekie yang > 5 mm.
e. Milia: Warnanya senada dengan kulit atau keputihanbenjolan kecil yang muncul di pori-pori
kulit, dan merupakan cikal bakal jerawat.
Patomekanisme
Ruam Kemerahan dan Nyeri

01 Ruam Kemerahan
Mikroorganisme menginvasi tubuh  melekat pada permukaan antibodi IgE yang terdapat pada sel mast
dan basofil  kompleks sel mast – antibodi – antigen terbentuk  degranulasi sel dan pembebasan
histamin oleh sel mast dan basofil. Kemudian bertindak pada reseptor  vasodilatasi permeabilitas
meningkat -->ruam pada kulit.

Referensi:
(Ganong,2003)

02 Nyeri
Rangsangan nyeri  nosiseptor pada kulit  Sel yang mengalami nekrotik  merilis K + dan protein
intraseluler  Peningkatan kadar K + di ekstraseluler  depolarisasi nosiseptor  protein menginfiltrasi
mikroorganisme  peradangan / inflamasi  mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2,
dan histamin  nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya  menyebabkan nyeri.

Referensi:
Jurnal Muh bachruddin, FK Universitas Muhammadiyah Malang, Patofisiologi nyeri Vol. 13 No. 1 2017
Hubungan keluhan utama dengan gejala penyerta

Ruam merah dapat disebabkan oleh agen infeksi seperti virus. Virus yang masuk kedalam tubuh
kita pada mulanya belum dikenali oleh sistem imun kita sehingga virus ini bisa lolos dan hidup secara
laten dan menyebar ke saraf sensorik menuju ganglion-ganglion. Virus membentuk infeksi laten yang
menetap sepanjang hidup di ganglia dan suatu saat dapat mengalami reaktivasi. Kondisi reaktivasi
menyebabkan virus bereplikasi dan menyebabkan peradangan ganglion sensoris. Mekanisme yang
mendasari reaktivasi Virus laten masih belum diketahui dengan pasti, namun dihubungkan dengan
kondisi imunosupresi seperti pada orang orang yang lanjut usia sesuai dengan skenario yang berusia
45 tahun.

Referensi:
Sinaga, Dameria. Pengobatan Herpes Zoster (Hz) Ophtalimica Dextra Dalam Jangka Pendek Serta Pencegahan Postherpetic
Neuralgia (Phn). Jurnal Ilmiah WIDYA. Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014.
Hubungan keluhan utama dengan gejala penyerta

Virus melakukan multiplikasi dan menyebar melalui ganglion pada


dermatom yang sama sehingga lesi hanya pada daerah dada menyebabkan
nekrosis saraf dan menyebabkan inflamasi, bersamaan dengan neuralgia berat.
Virus kemudian menyebar ke saraf sensoris menyebabkan neuritis dan keluar
melalui ujung saraf sensoris menuju kulit menyebabkan papul eritem kemudian
dalam beberapa jam menjadi vesikel berkelompok yang khas (Hastuti, 2018).

Referensi:
Hastuti, Rini, dkk. Herpes Zoster Lumbalis Sinistra pada Pasien Terinfeksi HIV. Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. CDK-263/ vol. 45 no. 4 th. 2018.
Hubungan keluhan utama dengan gejala penyerta

Rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang
daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di
permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat
dan rasakan (Wilmana, 2007). Nyeri juga dirasakan adanya pengeluaran zat – zat
kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat
merangsang saraf – saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri.

Referensi:
Wilmana, P. F., 2007, Analgesik-antipiretik, analgesik anti-inflamasi non steroid dan obat gangguan
sendi lainnya, in: Gunawan, S. G., (Ed.), Farmakologi dan Terapi, 5th ed., Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia Jakarta
Pencegahan
Ruam merah dan nyeri 01 Minum banyak air putih.

Menghindari bahan yang dapat menyebabkan alergi seperti sabun,


02 Kosmetik, pewangi dan perhiasan.

03 Menjaga kebersihan tangan dengan sabun.

04 Memotong kuku yang panjang dan mengikir kuku yang tajam

05 Sering mandi atau mencuci kulit dengan sabun anti kuman.

06 Memakai pakaian yang telah dicuci bersih & kering serta nyaman dipakai.

07 Sering mengganti pakaian jika sudah dirasa kotor atau tidak nyaman.

08 Menghindari pemakaian bersama handuk dan/atau pakaian penderita.


Referensi:
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin EdIsi 6 (Jakarta: FKUI, 09 Kontak dengan cairan yang berasal dari lepuhan kulit.
2010)
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
A. Keluhan utama. Lesi pada kulit:
01 1. Ditanyakan berapa lama onset lesi pada kulit?
2. Ditanyakan dimana daerah lesi?
3. Ditanyakan apakah lesi disertai gatal atau nyeri?
4. Ditanyakan penyebaran lesi pada bagian tubuh lainnya?
5. Ditanyakan perubahan lesi?
6. Ditanyakan factor yang dapat mengurangi lesi dan memperbanyak lesi?
B. Gejala penyertaa: Demam, Malaise, Sakit Kepala,
Mual.
C. Riwayat penyakit sebelumnya: Riwayat Operasi,
alergi, penggunaan obat-obat.
D. Riwayat terapi sistemik atau topikal.
E. Riwayat keluarga.
F. Riwayat sosial: pekerjaan, riwayat bepergian.
Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Dermatologik
02 Inspeksi dan Palpasi kulit
a. Warna: hiperpigmentasi, pucat, merah, sinosis, ikterik.
b. Kelembaban: kering, berminyak, banyak keringat. 03 Pemeriksaan Penunjang
c. Suhu: panas atau kulit dingin. a. Tes pewarnaan Tzanck
d. Tekstur: kasar atau lembut. b. Tes serologis
Observasi lesi kulit: c. Kultur
e. Warna kulit  
Referensi:
f. Jenis lesi
Menaldi SL. Bramono K. Indriatmi W. Buku
g. Ukuran lesi ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7.
h. Bentuk lesi Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2015.
i. Permukaan lesi
j. Batas lesi
k. Nyeri tekan atau tanda radang
l. Penyebaran dan lokalisasi nyeri
Rambut: kuantitas, distribusi, dan tekstur.
Kuku: warna dan bentuk.
Diagnosis Banding

HERPES ZOSTER VARICELLA

IMPETIGO BULLOSA DERMATITIS KONTAK ALERGI


Diagnosis Banding

1. Herpes Zoster
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi
virus varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam
terutama dalam sel neuronal dan kadang-kadang di
dalam satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion
sensoris saraf kranial.

Insidens HZ
 Anak-anak: 0,74 per 1000 orang/tahun
 Usia 20-50 tahun: 2,5 per 1000 orang/tahun
 Usia lebih 60 tahun: 7 per 1000 orang/tahun

Referensi:
Kelompok Studi Herpes Indonesia. Buku Panduan Herpes Zoster
di Indonesia. Badan Penerbit FK UI. 2014.
Herpes Zoster
Herpes Zoster

Etiologi
• Infeksi varicella-zoster virus (VZV). Virus ini dapat
menyebabkan dua jenis penyakit yang berbeda yaitu varicella
(cacar air) dan herpes zoster (cacar ular).
• VZV menginfeksi sel limfosit T teraktivasi, sel epitel, sel
epidermal, dan sel neuron. VZV juga dapat membentuk sel
sinsitia dan menyerang secara langsung dari sel ke sel.

Gejala Klinis :
• Nyeri, cegukan atau sendawa, malaise, sefalgia, gejala flu,
kadang-kadang limfadenopati regional.
• Erupsi kulit : biasanya unilateral, ruam merah disertai makula
dan papula, yang kemudian menjadi vesikel dan pustula.
Herpes Zoster
Diagnosis
Memperhatikan gejala yang ada
Pemeriksaan Lab : Tes Tzanck, identifikasi antigen/asam nukleat
VVZ dengan PCR

Komplikasi
Neuralgia paska herpes (NPH)
Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor neuropati,
bell’s palsy

Tatalaksana
1. Strategi 6A
2. Antivirus
a. Valasiklovir 3 x 1 gram/hari per oral selama 7 hari
b. Famsiklovir 3 x 500 mg/hari per oral selama 7 hari
c. Acyclovir 5 x 800 mg/hari
3. Analgetik
d. Ringan : paracetamol 3x500 mg/hari
e. Sedang-berat : kombinasi dengan kodein
2. Impetigo Bullosa
Impetigo merupakan peradangan superfisialis yang terbatas pada
bagian epidermis. Impetigo dapat berasal dari proses primer karena
memang terjadi kerusakan pada kulit yang intak/ utuh, atau dapat terjadi
karena proses infeksi sekunder dan terjadinya suatu proses sistemik akibat
infeksi bakteri.

Etiologi
Infeksi bakteri Stafilokokus dan Streptokokus sp.

Epidemiologi
Dapat mengenai semua usia, tetapi sering ditemukan
pada bayi cukup bulan selama 2 minggu pertama
kehidupan hingga anak-anak berusia dibawah 7 tahun.
Impetigo Bullosa

Menisfestasi klinis
1. Biasanya didahului oleh gigitan serangga/trauma.
2. Vesikel/bula flaccid/kendur di atas kulit eritem, berkelompok-
kelompok dan ada yang tersebar, Jika pecah akan menjadi skuama
.
3. Ada kasus yang berat dapat terjadi demam (+), limfadenopati (+)

Penatalaksanaan
4. Antibiotika topikal hingga oral dengan pertimbangan luas lesi serta
kondisi klinis pasien seperti ada tidaknya demam serta
limfadenopat.
5. Lokal (neomisin, basitrasin, gentamisin, asam fusidat, mupirosin dan
framisetin dalam bentuk salep dioleskan 2 kali sehari).
6. Sistemik ( Biasanya digunakan meliputi golongan Beta-lactam
seperti Amoksisilin, namun nantinya jika muncul reaksi
hipersensitivitas tipe I, dapat diganti dengan golongan sefalosporin
yang lebih hipoalergenik seperti cefadroxil atau dapat diganti dengan
golongan lainnya seperti Kloksasilin, serta Eritromisin).
Impetigo Bullosa
Patomekanisme
Infeksi bakteri Stafilokokus dan Streptokokus sp, menyebabkan pertumbuhan
bula hipopion karena kehilangan dari kemampuan adhesi sel yang diakibatkan karena
adanya eksotoksin A yang bekerja pada desmoglein I tersebut. Desmoglein I ini
berperan dalam mengatur proses adhesi sel. Molekul-molekul eksotoksin tersebut
bekerja sebagai antigen serin biasa yang bekerja secara local dan mengaktifkan sel
limfosit T. Eksotoksin ini juga akan mengalami koagulasi, di mana toksin tersebut akan
tetap terlokalisasi pada bagian atas dari lapisan epidermis dengan memproduksi fibrin
thrombus.

Prognosis
Impetigo Bulosa bergantung pada pemilihan dan cara pemakaian obat, serta
syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi. Secara umum mengingat
penatalaksanaan yang diberikan untuk mengeradikasi bakteri penyebab, prognosis
penyakit pada pasien ini adalah baik.

Komplikasi
1. Sepsis
2. Osteomeilitis
3. Septic arthritis
4. Limfadenitis
3. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Kontak merupakan Dermatitis yang
disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada
kulit. DKA terjadi pada seseorang yang telah mengalami
sensitasi terhadap suatu allergen

Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA


lebih sedikit karena hanya mengenai orang yang
keadaan kulitnya hipersensitif.

Diperkirakan bahwa angka kejadian DKI akibat kerja


sebanyak 80% dan DKA 20% tetapi data baru di
Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata
cukup tinggi yaitu berkisar 50-60%.
Dermatitis Kontak Alergi
Patogenesis

Merusak lisosom,
Bahan iritan Kerusan sel mitokonria atau
komponen inti

Mengubah
Asam arakhidonat fospofolipid menjadi Mengaktifkan enzim
menjadi PG asam arakidonat fospfolipase

PG menginduksi
vasodilatasi dan
Gejala peradangan
mengaktivasi sel
di kulit
mast melepas
histamin dll
Dermatitis Kontak Alergi
Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid untuk mengatasi peradangan akut yang ditandai
dengan eritema, edema, vesikel atau bula, serta eksudatif
misalnya prednisone 30 mg/hari.
2. Kelainan kulitnya cukup dikompresi dengan larutan garam faal
atau larutan air salisil 1:1000.

Prognosis
Baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. kurang baik
apabila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen
atau terpajan oleh allergen yang tidak mungkin dihindari misalnya
berhubungan dengan lingkungan pekerjaan penderita.

Referensi:
Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan Pertama. 2015. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Indonesia.
Djuanda,A., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran NGC.
4. Varicella
Infeksi akut primer oleh virus Varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa.

Manifestasi klinis
Demam yang tidak terlalu tinggi malese dan nyeri kepala, kemudian
disusul timbuinya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi
vesikel. Bentuk vesikel ini khas mirip tetesan embun (tear drops) di
atas dasar yang eritematosa
Epidemiologi
Varisela tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-
anak (90%), tetapi dapat juga me-
nyerang orang dewasa' (2%), sisanya menyerang
kelompok tertentu.

Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa


penularannya Iebih kurang 7 hari dihitung dari
timbulnya gejala kulit.
Varicella
Etiopatogenesis

Ganglion dorsalis
Virus caricella zoster Menjadi laten
posterior

Mukosa saluran napas Virus masuk ke ujung


atas dan orofaring saraf sensorik

bermultiplikasi Erupsi kulit dan mukosa

Menyebar melalui
pembuluh darah dan Viremia sekunder
limfe

Tubuh mengeliminasi
Viremia primer
virus
Varicella
Pemeriksaan penunjang
1. Tes Tzank
2. Tes serologic
3. PCR

Diagnostik
Diagnosis varisela ditegak berdasarkan anamnesis, gejala prodromal,
rasa gatal, dan manifestasi klinis sesuai tempat Predileksi dan morfologi
yang khas varisela.

Diagnosis Banding
Beberapa penyakit lain yang mirip adalah reaksi hipersensitivitas gigitan
serangga (insects bite), Hand, foot and mouth disease, serta Pityriasis.
Skabies Impetigenisata.
Varicella
Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedatif, atau antihistamin
yang mempunyai efek sedatif. Antipiretik atara lain parasetamol, hindari
salisilat atau aspirin. Terapi lokal ditujukan mencegah agar vesikel tidak
pecah terlalu dini, karena itu diberi bedak yang ditambah dengan zat
anti gatal (mentol kamfora).

Pencegahan
Vaksin varisela diberikan pada yang berumur 12 bulan atau Iebih.
Vaksin ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun.

Prognosis
Perawatan yang teliti dan memperhatikan
higiene memberi prognosis yang baik dan dapat
mencegah timbulnya jaringan parut.
Tabel Diagnosis Banding
Integrasi Keislaman

Qs. Al-Baqarah :
Qs. AL-Anbiya : 83
168

‫يم ّ َس ِن َي ُّلاــضـ ُّر َوـأ ََ ْنـ أ َ ْر‬ َ ‫َوـأَي ُّ َ ِإ ْذ‬ َ ِ ‫َاسكُل ُوا ْ ِم َّما ِفي األ َ ْر‬
ْ ‫حالَال ً َطيِّبا ً َوال َ تَتَّب ُِعوا‬
‫ض‬ َ
ُ ّ ‫يَا أيُّ َها الن‬
.َ ‫َّالارــ ِحـ ِم‬
‫ين‬ ‫ت َحـ ُم‬ َ ‫نــ ٰدـى َ ّ َرـ ُبـهـ ِ ّأـنـ‬
َ ‫وب َ ا‬ ‫ان ِإن ّ َُه لَك ُْم‬
ِ ‫الشيْ َط‬
َّ ‫ات‬ ِ ‫خ ُط َو‬ ُ
١٦٨﴿ ‫ِين‬ ٌ ‫﴾ َع ُد ّ ٌو ُّمب‬
‘’Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika dia
berdoa kepada Tuhannya, "(Ya ‘’Hai sekalian manusia, makanlah yang
Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa halal lagi baik dari apa yang terdapat di
penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena
Maha Penyayang dari semua yang
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
penyayang.’’ yang nyata bagimu.’’
Integrasi Keislaman

HR. Abu Dawud, No 1554.

‫َان‬
َ ‫النبي– صلى الله عليه وسلم – ك‬ َّ َّ : – ‫عن أنس – رضي الله عنه‬
‫أن‬
‫ يقول‬:
‫ َوـ َس ِي ّ ِء‬، ‫ون وـ لاــ ُج َذاـ ِم‬
(( ‫ي‬ ُ ‫ص وـ لاــ‬، ِ‫اــ َر‬
، ِ ُ‫جن‬ ‫اــ ُه ّمَ إ ِ ّنـي َأـ ُعو ُذ ِ َك‬
‫بــــِم َن لَب‬ َّ ‫ل‬
.‫حيح‬
ٍ ‫إسناد ص ـ‬ ‫ رـواـهـ أَبُو دـاود بــــ‬. )) ‫اـأل ْسقَاـ ِم‬

Diriwayatkan dari Sahabat Anas -radliyallahu anhu-


bahwa Nabi Muhammad salallahualaihi wasallam
berdoa: “Ya Allah, aku berlindung padamu dari kusta,
gila, dan penyakit-penyakit buruk”.
HR. Abu Dawud, No 1554.
Thank You.
-Kelompok 3-

Anda mungkin juga menyukai