Disusun oleh :
Nama : Siti Sinar Dewi Amelia
Stambuk : 15 777 021
Kelompok :3
Pembimbing : dr. Syahriani Syahrir, Sp.KK
Skenario A
Seorang ibu rumah tangga berumur 30 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan kemerahan
pada daerah dada yang dialami sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai nyeri dada yang terasa
menusuk. Penderita minum obat tapi tidak sembuh.
Kalimat kunci
1. Ibu rumah tangga 30 tahun
2. Kemerahan pada dada sejak 1 minggu lalu.
3. Nyeri dada yang menusuk
4. Penderita minum obat tapi tidak sembuh.
PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi kulit?
2. Jelaskan floresensi kulit?
3. Menjelaskan etiologi bercak merah?
4. Jelaskan patomekanisme bercak merah?
5. Menjelaskan hubungan kemerahan pada dada dengan nyeri yang menusuk pada pasien?
6. Mengapa pada penderita sudah minum obat tapi tidak sembuh?
7. Menyebutkan penyakit-penyakit bercak merah?
8. Menejelaskan cara-cara mendiagnosis bercak merah?
9. Menjelaskan penyakit yang menimbulkan bercak merah yang sesuai dengan skenario?
JAWABAN
1. Anatomi kulit
Secara anatomi kulit terbagi atas 3 yaitu epidermis, dermis, dan subkutis
Lapisan epidermis
Lapisan yang paling luar terbagi atas:
1. Stratum corneum ( lapisan tanduk) terbagi atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak
memiliki inti, tidak mengalami proses metabolism, tidak berwarna dan sangat sedikit
mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, yaitu jenis protein yang tidak
larut dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan
fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar.
2. Stratum lucidum (lapisan jernih), berada tepat dibawah stratum corneum. Merupakan lapisan
tipis, jernih, mengandung eleidin. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak
kaki.
3. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir), tersusun oleh sel keratinosit yang berbentuk
polygonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.
4. Stratum spinosum (lapisan Malpighi), sel berbentuk kubusdan seperti berduri. Intinya besar
dan oval. Setiap sel berisi filament-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
5. Startum germinativum (lapisan basal) adalah lapisan terbawah epidermis. Di lapisan ini juga
terdapat sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin .
Lapisan Dermis
Lapisan dermis merupakan lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa dengan elemen-elemen dan
folikel rambut.
Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian :
1. Pars papilare yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
2. Pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri atas
serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen elastic dan retikulin.
Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar., berisi sel-sel lemak
didalamnya. Fungsi dari lapisan hypodermis yaitu membantu melindungi tubuh dari benturan-
benturan fisik dan mengatur panas tubuh.
Fisiologi Kulit
a. Fungsi Proteksi. Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang
dapat melindungi tubuh dari gangguan :
fisis/ mekanis : tekanan, gesekan, tarikan.
kimiawi : iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat
panas : radiasi, sengatan sinar UV
infeksi luar : bakteri, jamur
Beberapa macam perlindungan :
Melanosit => lindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning
(penggelapan kulit)
Stratum korneum impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air.
Keasaman kulit kerna ekskresi keringat dan sebum => perlindungan kimiawo terhadap infeksi
bakteri maupun jamur
Proses keratinisasi => sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel mati melepaskan diri secara
teratur.
b. Fungsi Absorpsi => permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. PEnyerapan dapat melalui celah
antar sel, menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar.
c.Fungsi Ekskresi => mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh seperti NaCl, urea, asam
urat, dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak dengan bantuan hormon androgen dari ibunya
memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui
sebagai Vernix Caseosa.
d.Fungsi Persepsi => kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan subkutis. Saraf sensori
lebih banyak jumlahnya pada daerah yang erotik.
Badan Ruffini di dermis dan subkutis => peka rangsangan panas
Badan Krause di dermis => peka rangsangan dingin
Badan Taktik Meissner di papila dermis => peka rangsangan rabaan
Badan Merkel Ranvier di epidermis => peka rangsangan rabaan
Badan Paccini di epidemis => peka rangsangan tekanan
e. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi) => dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya pembuluh darah sehingga
mendapat nutrisi yang baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada
bayi, dinding pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan
membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan Na)
f. Fungsi Pembentukan Pigmen => karena terdapat melanosit (sel pembentuk pigmen) yang
terdiri dari butiran pigmen (melanosomes)
g. Fungsi Keratinisasi => Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin
ke atas sel makin menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti
makin menghilang dan keratinosit menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14-
21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
h. Fungsi Pembentukan Vitamin D => kulit mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tapi kebutuhan vit D tubuh tidak hanya cukup dari hal tersebut.
Pemberian vit D sistemik masih tetap diperlukan.
FUNGSI KULIT
1. Kulit sebagai pengatur suhu tubuh
2. Kulit sebagi pelindung dan filter tubuh
3. Kulit menjaga kelembaban tubuh
4. Kulit sebagai system saraf yang sensitive.
2. Effloresensi kulit
Effloresensi pprimer
- Macula : perubahan warna yang berbatas tegas dan tidak cembung
- Papul : penonjolan pada kulitberdiameter <o,5 cm, berisi zat padat, berbatas tegas dengan
konsistensi keras
- Vesikel : gelembungberisi cairan serum berdiameter <0,5cm
- Bula : vesikel besar yang berisi cairan serosa berdiameter >0,5cm
- Nodul : massa padat atau papul yang mengeras di kutan/subkutan .
- Urtika : udem setempat berwarna merah dan timbul mendadak
- Pustul : vesikel berisi nanah
- Kista :ruangan berdinding berisi cairan
Effloresensi sekunder
• Skuama : lapisan stratum korneum yg terlepas dari kulit
• Krusta : eksudat cairan yg terlepas dan menjadi kering
• Erosi: kehilangan jaringan kulit yg tdk melampaui stratum basale
• Ulcus : hilangnya jaringan yanglebih dalam dari stratum papilare
• Sikatrik : terdiri atas jaringan yg tdk utuh relief kulit yg tdk normal, permukaan licin
• Fissura : goresan tipis yang linear pada dermis
5. Menjelaskan hubungan kemerahan pada dada dengan nyeri yang menusuk pada pasien?
Mekanisme kemerahan pada kulit, adalah melalui proses Ig E pada permukaan sel mast
terpapar oleh antigen, sehingga akan mengeluarkan mediator-mediator, sitokin, factor
kemotaktik sehingga akan terjadi reaksi fase lambat yang ditandai dengan timbulnya molekul
adhesi pada endotel pembuluh darah. Proses ini menyebabkan infiltrasi sel eosinofil, netrofil,
mononuclear ke jaringan setempat. Infiltrasi sel eosinofil, netrofil menimbulkan mediator reaksi
radang IL- 1 dan TNF . Mediator radang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler, sehingga menimbulkan kemerahan,dan dalam beberapa menit kemudian
akan terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas. Adapun rasa nyeri yang di rasakan
adalah sebagai akibat dari adanya antigen yang menyerang selain di bagian kulit dan mukosa
juga menyerang sel-sel saraf.
9. Menjelaskan penyakit yang menimbulkan bercak merah yang sesuai dengan skenario?
1. KUSTA ( Morbus Hansen )
Definisi
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang
intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas, kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan saraf pusat.
Epidemiologi
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan. Cara penularannya saja belum diketahui pasti,
hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung antarkulit yang lama
dan erat, anggapan yang kedua adalah secara inhalasi karena M.leprae dapat hidup beberapa
hari dalam droplet.
Penyebaran penyakit kusta dari suatu benua, negeri dan tempat, ke benua, negeri dan tempat
lain sampai tersebar diseluryh dunia tampaknya disebabkan oleh perpindahan orang-orang yang
telah terkena penyakit tersebut. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas
kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang
berhubungan dengan kerentanan, perubahan-perubahan imunitas, dan kemungkinan adanya
reservoir diluar manusia.
Kusta terdapat di mana-mana, terutama di Asia, afrika, Amerika latin, daerah tropis dan
subtropis, serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Pada tahun 1991 World Health
assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta sebagai problem kesehatan pada tahun 2000
dengan prevalensi 1 kasus per 10.000 penduduk. Jumlah kasus kusta diseluruh dunia selama 12
tahun terakhir ini telah menurun 85% disebagian besar negara atau wilyah yang endemis. 91%
dari jumlah kasus berada di 16 negara, dan 82%nya di 5 negara ( Barzil, India, Indonesia,
Myanmar, dan Nigeria ). Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat pada akhir maret 1997
adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata, yang tertinggi antara lain Jawa Timur, Jawa
Barat, dan Sulawesi Selatan. Prevalensi di Indonesia per 10.000 penduduk adalah 1,57.
Etilogi
Kuman penyebabnya dalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A Hansen pad tahun
1874 di norwegia, yang sampai sekrang belum juga dapat dibiakkan dalam media artifisial. M.
Leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol, serta Gram
positif.
Patogenesis
M. leparae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin. Sebenarnya M.
Leprae mempunyai patogenitas dan daya invasif yang rendah, sebab penderita yang
mengandung kuman yang lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat,
bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit,
tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang menggugah timbulnya reaksi
granuloma setempat atau menyeluruh yang apat sembuh sendiri atau progresid. Oleh karena itu
penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding
dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.
Klasifikasi
Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni
tuberkuloid 100% merupakan tipe yang stabil jadi tidak akan berubah tipe. Begitu juga LL
adalah tipe lepramatosa polar, yakni lepramatosa 100%, juga merupakan tipe yang stabil yang
tidak mungkin berubah lagi. Sedang tipe antara Ti dan Li disebut borderline atau campuran. BB
adalah tipe campuran yang terdiri atas 50% tberkuloid an 50% lepramatosa. BT dan Ti lebih
banyak tuberkuloidnya, sedang BL dan Li lebih banyak lepramatosanya.
Multibasiler berarti mengandung banyak basil ialah tipe LL, BL, dan BB. Sedaangkan
pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, akni tipe TT, BT, dan I. Menurut WHO pada
tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasiler dan pausibasiler. Yang termasuk dalam
multibasiler adalah tipe LL,BL, dan BB sedangan pausibasiler adalah tipe I, TT, dan BT
dangan IB kurang dari 2+
Ada pula yang disebutkusta tipe neural murni dengan tanda sebagai berikut:
1. Tidak ada dan tidak pernah ada lesi kulit
2. Ada satu atau lebih pembesaran saraf
3. Ada anastesia dan atau paralisis, atrofi otot pada daerah yang disarafinya
4. Bakterioskopik negatif
5. Tes mitsuda umunya positif
6. Untuk emnentukan diagnosisnya sampai ketipenya, yang biasanya tipe tuberkuloid,
borderline atau nonspesifik, harus dilakukan pemeriksaan secara histopatologik.
Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapaat dibagi dalam deformitas primer
dan sekunder. Yang primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai
reaksi terhadap M. Leprae, yang mendesak dan merusak jaringan disekitarnya, yaitu kulit,
mukosa, traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan muka. Yang sekunder sebagai akibat
kerusakan saraf. Umumnya deformitas oleh karena keduanya, tetapi terutama oleh yang
sekunder.
Gejala Klinis
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis.
Setelah basil M. Leprae masuk kedalam tubuh, bergantung pada kerentanan orang tersebut,
kalau tidak rentan tidak akan sakit dan sebaliknya jika rentan setelah masa tunasnya dilampaui
akan timbul gejala penyakitnya.
Gejala-gejala kerusakan saraf :
N. fasialis :
- lagoftalmus
N. ulnaris :
- anastesia pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari manis
- clawing kelimngking dan jari manis
- atrofi hipotenar dan otot interoseus dorsalis pertama
N. medianus :
- anastesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
- tidak mampu adduksi ibu jari
- clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
- ibu jari kontraktur
N. radialis :
- anastesia dorsum manus
- tangan gantung (wrist drop)
- tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
N. poplitea lateralis :
- kaki gantung
N. tibialis posterior :
- anastesia telapak kaki
-claw toes
Apabila lebih dari satu saraf terkena, kita tinggal menggabungkan gejala-gejala
tersebut.(kerusakan mata, ginekomastia)
Pembantu diagnosis
1. Pemeriksaan bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai
dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen. Bakterioskopik
negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. Leprae.
2. Pemeriksaan histopatologik
Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama
khusus, antara lain sel kupffer dari hati, sel alveolar dari paru, sel glia dari otak, dan yang dari
kulit disebut histiosit. Salah satu tugas makrofag adlah melakukan fagositosis.
Pengobatan
Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (diaminodifenil sulfon)
lalu klofazimin, dan rifampisin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotika lain
untuk pengobatan alternatif, yaitu ofkloksasin, minosiklin dan klariotromisin.
DDS
Dosis DDS adalah 1-2 mg/kg berat badan setiap hari. Efek samping yang mungkin timbul
antara lain nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropatia
perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis, hipoalbuminemia, dan
methemoglobinemia.
Rifampisin
Rifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi dengan DDS dengan
dosis 10 mg/kg berat badan; diberikan setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak boleh
diberikan sebagai monoterapi, oleh karena memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi,
tetapi pada pengobatan kombinasi selalu diikutkan, tidak boleh diberikan setiap minggu atau
setiap 2 minggu mengingat efek sampingnya. Efek samping yang harus diperhatikan adalah
hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu-like syndrom, dan erupsi kulit.
Klofazimin
Dosis sebagai antikusta ialah 50 mg setiap hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3 x 100 mg
setiap minggu. Juga bersifat anti-inflamasi sehingga dpat dipakai pada penanggulangan E.N.L
dengan dosis lebih tinggi. Resistensi pertama pada satu kasus dibuktikan pada tahun 1982. Efek
sampingnya ialah warna kecoklatan pada kulit, dan warna kekuningan pada sklera, sehingga
mirip ikterus.
Protionamid
Dosisnya 5-10 mg/kg berat badan setiap hari, untuk indonesia obat ini tidak atau jarang dipakai.
Obat alternatif
Ofloksasin
Merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap mycobacterium leprae in vitro.
Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis tunggal yang diberikan dalam 22 dosisakan
membunuh kuman mycobacterium leprae hidup sebesar 99,99 %. Efek sampingnya adalah
mual,diare,dan gangguan saluran cerna lainnya.
Minosiklin
Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada klaritomisin,
tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar harian 100 mg. Efek sampingnya adalah
pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang mengenai kulit dan mukosa.
Klaritromisin
Merupakan kelompok antibiotika makrolid, dosis harian 500 mg membunuh 99% kuman hidup
dalam 28 hari, lebih dari 99% dalam 56 hari. Efek sampingnya nausea, vomitus, dan diare bila
obat diberkan dengan dosis 2000 mg.
2. KANDIDIASIS
Pengertian :
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies
Candida, biasanya Candida albicans, dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki,
atau paru. Kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis dan meningitis.
Sinonim :
Kandidiasis sering juga disebut sebagai : Candidosis, Moniliasis, Oidimycosis, Trush.
Klasifikasi :
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut :
1. Kandidosis selaput lendir :
a. Kandidosis oral (thrush)
b. Perleche,
c. Vulvovaginitis
d. Balantis atau balanopostitis
e. Kandidosis mukokutan kronik
f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidosis kutis
a. Lokalisata : 1). Daerah intertriginosa 2). Daerah perianal
b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidosis kutis granulomatosa
3. Kandidosis sistemik
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
Epidemiologi :
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih
tinggi dinegara berkembang. Penyakit ini telah banyak terjadi di daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang
tergenang air.
Etiologi :
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang
lainnya adalah C. Krusei, c. Pseudotropicalis, c. Lusitaneae.
Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian besar
dari spesies kandida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari
spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C.albicans adalah jamur dimorfik yang
memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga merupakan
penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.
Patogenesis :
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang kompleks
antara patogenesis fungi dan mekanisme pertahanan penjamu. Faktor penentu patogenesis
kandida adalah :
1. Spesies : genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat menyebabkan
proses patogen pada manusia.
2. Daya lekat : bagian terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau
mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
3. Dimorfisme : terlibat dalam patogenesis kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk
memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak
jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.
4. Toksin : toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik, dan berperan
sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur.
5. Enzim : enzim diperlukan untuk invasi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan langsung : keroka kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH
10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan : bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dextrose glukosa
Saboraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. Pembenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37°C, koloni
tumbuh setelah 24-48 jam.
Diagnosis Banding
1. Kandidosis kutis lokalisata : eritrasma, dermatitis intertriginosa, dermatofitosis (tinea)
2. Kandidosis kuku dengan tinea unguium
3. Kandidosis vulvovaginitis : trikomonas vaginalis, gonore akut, leukoplakia, liken planus.
Penatalaksanaan
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
2. Topikal :
Obat topikal untuk kandidasis meliputi :
Larutan ungu gentian ½ - 1 % untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2
kali selama 3 hari.
Nistatin berupa krim, salep, emulsi.
Amfoterisin B
Grup azole antara lain :
1. Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2. Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol.
4. Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
3. Sistemik
Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak
diserap oleh usus.
Amfoterisin B diberikan intavena untuk kandidosis sistemik.
Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg pervagina dosis tunggal,
sistemikdapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x
200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100
mg sehari selama 3 hari.
Prognosis
Prognosis penyakit ini umumnya baik tergantung pada faktor predisposisi.
3. PITYRIASIS ROSEA
DEFINISI
Pityriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan rosea yang
berarti berwarna merah muda. Pityriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri,
berupa plak berbentuk oval, soliter dan berskuama pada tubuh.
EPIDEMIOLOGI
Pityriasis rosea dapat mengenai semua usia. Angka kesakitan diperkirakan sekitar 2 %
dari kunjungan penderita penyakit kulit, sedangkan di USA berkisar 0,3-3%. Frekuensi
terbanyak pada usia anak dan dewasa muda, terutama pada usia 5-14 tahun. Meski jarang,
Pityriasis rosea dapat dijumpai pada bayi dan usia lanjut.
ETIOLOGI
Pityriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang dimulai
dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran herald patch berbentuk
eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai
gambaran khas.
GEJALA KLINIS
Tahap awal Pityriasis rosea ditandai dengan lesi (ruam) tunggal (soliter) berbentuk oval,
berwarna pink dan di bagian tepi bersisik halus. Diameter sekitar 1-3 cm. Kadang bentuknya
tidak beraturan dengan variasi ukuran 2-10 cm. Tanda awal ini disebut herald patch yang
berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu. Rasa gatal ringan dialami oleh sekitar 75 %
penderita dan 25 % mengeluh gatal berat.
Tahap berikutnya timbul sekitar 1-2 minggu (rata-rata 4-10 hari) setelah lesi awal,
ditandai dengan kumpulan lesi (ruam) yang berbentuk seperti pohon cemara terbalik (Christmas
tree pattern). Tempat tersering (predileksi) adalah badan, lengan atas dan paha atas. Pada tahap
ini Pityriasis rosea berlangsung selama beberapa minggu. Selanjutnya akan sembuh sendiri
dalam 3-8 minggu.
Selain bentuk ruam kemerahan bersisik halus, variasi bentuk yang tidak khas (atipik)
dapat dijumpai pada sebagian penderita Pityriasis rosea, terutama pada anak-anak. Dalam
praktek sehari-hari, kadang tidak mudah membedakan Pityriasis rosea dengan Pityriasis
versicolor (panu), Tinea corporis (kadas, kurap) dan Psoriasis gutata.
DIAGNOSIS
Hitungan darah rutin yang diresepkan. Dalam kebanyakan kasus mereka normal.
Beberapa pasien mungkin menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih selain itu mungkin
ada selektif munculnya limfosit (limfosit B) menunjukkan bahwa pityriasis rosea dapat
disebabkan oleh infeksi. Ada juga yang mengangkat eritrosit sedimentasi tingkat (ESR) adalah
penanda lain dari penyakit.
Kadang-kadang biopsy kulit dapat dilakukan untuk melihat sel lesi lebih dekat. Wilayah
kulit dibersihkan dan numbet dengan anastesi local. Kemudian sampel kecil jaringan terputus
dari lesi, daerah ini berpakaian dengan perban.
1. Umum
Walaupun Pityriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh sendiri), bukan
tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu diperlukan
penjelasan kepada pasien tentang :
- Pityriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama yaitu 4-10minggu
- Penatalaksanaan yang penting pada Pityriasis Rosea adalah dengan mencegah bertambah
hebatnya gatal yang ditimbulkan.
2. Khusus
- Topikal
- Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal. Untuk
gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan kortikosteroid sistemik atau pemberian
prednison oral 15mg/hari atau triamsinolon 40 mg yang diberikan secara intramuskuler dosis
single.
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang dapat diberikan
5x800mg selama 1 minggu. Pemakaian sinar radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat
mengurangi rasa gatal dan mengurangi lesi. Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada penderita
dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B ( UVB ) dapat menimbulkan
hiperpigmentasi post inflamasi. UVB diberikan 5 hari per minggu dalam 1-2 minggu.
4. HERPES ZOSTER
DEFINISI
Adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel-vesikel yang tersusun berkelompok
sepanjang persarafan sensorik kulit sesuai dermatom
PENYEBAB DAN ETIOLOGI
1. Penyebab : virus V-Z, kelompok virus herpes termasuk virus sedang berukuran 140-
200
m dan berinti DNA
2. Umur : biasanya pada dewasa, kadang-kadang juga pada anak-anak
3. Jenis kelamin : insidensi pada pria dan wanita sama banyaknya
4. Musim/iklim : tidak tergantung musim
PATOGENESIS
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan
replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dana
simptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus kedalam Reticulo Endothelial System (RES)
yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan simptomatik
dengan penyebaran virus kekulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalu iserat-serat
sensoris kesatua atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron.
Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini
dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis
maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
GEJALA SINGKAT PENYAKIT
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan :
Biasanya ada neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan kelainan kulit. Ada
kalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului oleh demam. Kelainan kulit tersebut mula-mula
berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan kemudian vesikula yang dengan cepat
membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa
menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikula dan bula akan
menjadi krusta
PEMERIKSAAN KULIT
1. Lokalisasi : bisa disemua tempat, paling sering pada servikal IV dan lumbal II
2. Effloresensi/sifat-sifatnya : lesi biasanya kelompok-kelompok vesikel sampai bula
diatas daerah yang erimatosa. Lesi yang khas bersifat unlateral pada dermatom yang
sesuai dengan letak saraf yang terinfeksi virus.
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
1. Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum grnulosum, kdang-kadang
subepidermall. Yang penting adalah temuan “sel balon” yaitu sel stratum spinosum yang
mengalami degenerasi dan membesar, juga badan inklusi(‘lipschutz’) yang tersebar
dalam inti sel epidermis, dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis :
dilatasi pembuluh darah dan sebukan limfosit.
2. Jika menyerang wajah, daerah yang dipersyarafi N. Trigeminus cabang atas disebut
herpes zoster frontalis
3. Jika menyerang cabang oftalmikus disebut herpes zoster oftalmik
4. Jika menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster thoracalis
5. Jika menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster abdominalis/lumbalis
DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes simpleks : hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks dalam
embrio ayam, kelinci, tikus
2. Varisela : biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam
3. Impetigo vesikobulosa : lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran vesikel dan bula
yang cepat pecah dan menjadi krusta
PENATALAKSANAAN
1. Istirahat
2. Untuk mengurangi neuralgia dapat diberikan analgetik
3. Usahakan agar vesikel tidak pecah agar menghindari infeksi sekunder, yaitu dengan
bedak salisil 2%. Jika terjadi infeksi sekunfer dapat diberikan antibiotik lokal misal, salep
kloramfenikol 2%
4. Pengobatan spesifik belum ada. Beberapa penulis menganjurkan vitamin B, suntikan
hipofisis 0,5-1 cc/hari, antibiotik spektrum luas misalnya kloramfenikol, tetrasiklin untuk
menghindari infeksi sekunder. Untuk mengurangi neuralgia pascaherpetica dapat
diberikan kortikosterooid seperti prednison dan deksametason
PROGNOSIS
Pada orang muda dan anak-anak umumnya baik
5. SKABIES
A. Definisi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang
termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat
dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan.
Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan langsung
dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir
yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau
sarcoptesnya.Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku,
selangkangan. Skabies identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah
kondisi kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi ruangan
terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies
menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam
pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan
lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara
individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies.
B. Etiologi
Skabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, tungau ini termasuk filum Arthopoda , kelas
Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata.
Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 20 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua
pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai
berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-
kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang
telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari. Akibat
terowongan yang digali Sarcoptes betina dan Sarcoptes muda yang memakan sel-sel di lapisan
kulit itu, penderita mengalami rasa gatal pada kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan
terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.
C. Gambaran Klinis
Gatal-gatal dan kemerahan dapat terjadi 6-8 minggu setelah kutu menginfeksi. Lesi yg
timbul dapat berupa nodul atau papula yg merah, bersisik, timbul krusta (ekskoriasi) pada sela-
sela jari, pinggir jari, pergelangan tangan dan pinggir telapak tangan, siku, ketiak, skrotum,
penis, labia dan areola pada wanita. Erupsi eritema difus pada tubuh dapat terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen kutu.
Penyakit skabies memiliki 4 gejala klinis utama (gejala kardinal/ cardinal sign), yaitu:
1. Pruritus nokturna Atau rasa gatal di malam hari, yang disebabkan aktivitas kutu yang lebih
tinggi dalam suhu lembab. Rasa gatal dan kemerahan diperkirakan timbul akibat sensitisasi oleh
kutu.
2. Penyakit ini dapat menyerang manusia secara kelompok.
Mereka yang tinggal di asrama, barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang
lebih besar terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui pemakaian handuk,
baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies mudah menyerang daerah yang tingkat
kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah.
3. Adanya lesi kulit yg khas
Berupa papula, vesikel pada kulit atau terowongan-terowongan di bawah lapisan kulit
(kanalikuli) yang berbentuk lurus atau berkelok-kelok berukuran 1-10 mm. Jika terjadi infeksi
skunder oleh bakteri, maka akan timbul gambaran pustul (bisul kecil). Kanalikuli ini berada pada
daerah lipatan kulit yang tipis, seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar kemaluan, wajah dan
kulit kepala (pada anak), siku bagian luar, kulit sekitar payudara, bokong dan perut bagian
bawah.
4. Pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopis positif adanya kutu, telur atau skibala (butiran
feses).
5. Gejala yang ditunjukan adalah waena merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya
muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada
kulit.
Pada “crusted scabies” terdapat lesi berupa plak hiperkeratotik tersebar di telapak tangan dan
kaki disertai penebalan dan distrofi kuku jari tangan dan kaki. Pruritus (gatal) bervariasi bahkan
hilang sama sekali pada keadaan ini.
D. Mekanisme Penularan
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang
paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat
seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui
hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan,
bahwa skabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat
utama.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila
banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila
tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat
keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya
pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air
bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan
menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di
lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan,
serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi
peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur
bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat
penduduk.
E. Faktor Resiko
F. Klasifikasi Skabies
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemuan dan sulit dikenal, sehingga dapat
menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain :
G. Pengobatan
Pengobatan untuk skabies berupa pengolesan gama benzen heksaklorida (kwell) atau krim
permetrin 5 % (elimete) Selama 2 kali 12 Jam. pengobatan menggunakan gamma benzena
hexachloride 1% ( obat ini kontra indikasi untuk bayi yang lahir premature dan pemberiannya
harus hati-hati kepada bayi yang berumur < 1 tahun serta ibu yang sedang hamil); Ekzema
iritan sekunder dapat menjadi penyulit dalam pengobatan, sehingga rasa gatal akan terus
mengganggu. Semua anggota keluarga harus diobati sebagai tindakan pencegahan selama
semalam dengan gama benzen heksaklorida atau permetrin, meskipun tidak ada bukti lesi
skabies dan pruritus. Pada hari berikutnya setelah pengobatan mandi berendam untuk
membersihkan badan, baju dan sprei diganti dengan yang bersih. Rasa gatal mungkin akan tetap
ada selama 1 sampai 2 minggu; hal ini jangan dianggap bahwa pengobatan tersebut gagal atau
telah terjadi reinfeksi. Pengobatan berlebihan sering terjadi, untuk itu harus dihindari karena
dapat menyebabkan keracunan terhadap obat tersebut terutama gamma benzena hexachloride.
Sekitar 5% kasus, perlu pengobatan ulang dengan interval 7 – 10 hari jika telur bertahan dengan
pengobatan pertama. Lakukkan supervisi ketat terhadap pengobatan, begitu juga mandi yang
bersih adalah penting.
H. Pencegahan
• Cuci semua pakaian dan kain yang anda gunakan menggunakan sabun dan air panas.
• Tempatkan benda-benda yang tidak bisa anda cuci pada kantong plastic tertutup dan diamkan
selama dua minggu. Tungau akan mati jika mereka tidak mendapatkan makanan dalam
seminggu.
• Lakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan,
diagnosis dini dan cara pengobatan penderita scabies dan orang-orang yang kontak