Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TERAPAN


1.1 Latar Belakang Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen, oxyhaemoglobin (dalam darah) dan karoten, namun yang paling berperan adalah pigmen melanin. Pada penyakit kelainan pigmentasi, sebagian besar diakibatkan oleh gangguan pada melanosit. Kelainan pigmentasi dapat berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Pitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin (BAILLON 1889) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang bewarna putih sampai coklat hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit kep[ala yang berambut.

Pengobatan pitiriasis versikolor dapat diterapi secara topical maupun sistemik. Angka kekambuhan pada penyakit ini yaitu 60% pada tahun pertama dan tahun 80% pada tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan profilaksis untuk mencegah rekurensi.

I.2

Anatomi Kulit Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena posisinya yang

terletak di bagian paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Klasifikasi berdasar : 1. Warna :
o o o

terang (fair skin), pirang, dan hitam merah muda : pada telapak kaki dan tangan bayi hitam kecokelatan : pada genitalia orang dewasa

2. Jenisnya :
o o o o o

Elastis dan longgar : pada palpebra, bibir, dan preputium Tebal dan tegang : pada telapak kaki dan tangan orang dewasa Tipis : pada wajah Lembut : pada leher dan badan Berambut kasar : pada kepala

Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu : kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis) Sebagai gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
o

Saraf pada Kulit Tanpa kapsul C.Merckeli (pada epidermis,rangsangan sentuhan/raba) Berkapsul C.Vater Pacini (subkutan , rangsangan getaran dan tekanan) C.Meissner (pada papila dermis,rangsangan sentuhan/raba dan diskriminasi dua titik yang berdekatan) C.Ruffini (pada dermis,rangsang sentuh / raba,tekanan dan suhu panas) C.Krause (pada dermis,rangsangan sentuh/raba,tekanan dan suhu dingin) Anatomi kulit secara histopatologik

1. Lapisan Epidermis (kutikel)

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler, Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu : 1. Lapisan tanduk (Korneum) 2. Lapisan bening (Lusidum) 3. Lapisan berbutir (Granulosum) 4. Lapisan bertaju (Spinosum) 5. Lapisan basal

2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) => terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.

Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastic yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam membentuk jaringanjaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Di dalam lapisan kulit terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat dan kelenjar palit atau sebasea

1. Kelenjar palit Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.

2. Kelenjar keringat Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu : Kelenjar keringat ekrin dan Kelenjar keringat apokri 3. Lapisan Subkutis (hipodermis) => lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah

1.3 Fisiologi Kulit Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut : 1. Pelindung (Proteksi) Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang

menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari. 2. Penerima rangsang Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi. 3. Pengatur panas (Termoregulasi) Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kirakira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,5 derajat Celcius. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat. 4. Pengeluaran (ekskresi) Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari. 5. Penyimpanan. Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak. 6. Penyerapan terbatas Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit (sebacea), merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya. 7. Penunjang penampilan Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.

BAB II PATOFISIOLOGI
2.1 Etiopatogenesis Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh organisme dimorfik, lipofilik yaitu Malassezia furfur, yang dibiakkan hanya pada media kaya asam lemak rantai C12-C14. Pityrosporon orbiculare, pityrosporon ovale, dan Malassezia furfur merupakan sinonim dari M. Furfur. M. Furfur merupakan flora normal kutaneus manusia., dan ditemukan pada 18% bayi dan 90-100% dewasa. Pada pasien dengan stadium klinis jamur tersebut dapat ditemukan dalam bentuk spora dan dalam bentuk filamen (hifa). Faktor-faktor yang menyebabkan berkembang menjadi parasit sebagai berikut: 1. Endogen: kulit berminyak, hiperhidrosis, genetika, imunodefisiensi, sindrom Cushing, malnutrisi 2. Eksogen: kelembaban dan suhu tinggi, higiene, oklusi pakaian, penggunaan emolien yang berminyak Beberapa faktor menyumbang peranan penting dalam perkembangan dan manifestasi klinik dari Pitiriasis versikolor. Lemak kulit memiliki pengaruh, pityrosporum merupakan jamur yang lipofilik dan bergantung kepada lemak sehingga memiliki kaitan erat dengan dengan trigliserida dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea. Ketergantungan terhadap lemak menjelaskan bahwa pitiriasis versikolor memiliki predileksi pada kulit secara fisiologik kaya akan kelenjar sebasea, dan tidak muncul pada tangan dan tapak kaki. Pitiriasis versikolor jarang pada anak-anak dan orang tua karena kulit mereka rendah akan konsentrasi lemak, berbeda dengan orang muda. Sekresi keringat, pada daerah tropikal endemik pitiriasis versikolor, suhu akan mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi komposis lapisan lemak kulit dan berhubungan dengan inisiasi pitiriasis versikolor. Faktor hormonal, dilaporkan bahwa kasus pitiriasis versikolor meningkat pada iatrogenik Cushings syndrome yang diakibatkan perubahan-perubahan stratum kulit, juga pada kehamilan dan akne vulgaris. Proses depigmentasi kulit pada pitiriasis versikolor bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, ras, paparan matahari, inflamasi kulit dan efek langsung Pityrosporum pada melanocytes. Studi histologi, menunjukkan kehadiran sejumlah melanocytes pada daerah noda lesi degeneratif dari pitiriasis versikolor. Hal ini memberikan petunjuk terjadinya penurunan

produksi melanin, penghambatan transfer melanin pada keratinocytes, kedua hal tersebut menimbulkan kekurangan melanin pada kulit. Pendapat lain bahwa lesi hipopigmentasi terjadi karena mekanisme penyaringan sinar matahari oleh jamur, sehingga lesi kulit menjadi lebih terang dibanding dengan kulit sekitar lesi yang lebih gelap. Namun pendapat ini kurang tepat untuk menjelaskan hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor karena beberapa kasus hipopigmentasi pada pitiriasis versikolor tanpa terpapar oleh sinar matahari.

2.2 Manifestasi Klinis Kelainan kulit Pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut . Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh tokis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Penyakit ini sering dilihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961) ada beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor herediter, penderita yang sakit kronik atau yang mendapat pengobatan steroid dan nutrisi. Pitiriasis versikolor muncul dengan 3 bentuk: 1. Papulosquamous Paling sering bermanifestasi dalam gambaran bersisik, batas jelas, banyak, makulabulat sampai oval yang tersebar pada batang tubuh, dada, leher, ekstrimitas dan kadang pada bagian bawah perut. Makula cenderung untuk menyatu, membentuk area pigmentasi irreguler. Area yang terinfeksi dapat menjadi gelap atau menjadi lebih terang dari kulit sekitar Kondisi ini akan lebih terlihat pada musim panas dimana perbedaan warna akan lebih menonjol 2. Inverse Pityriasis versicolor

Bentuk kebalikan dari Pitiriasis versikolor pada keadaan distribusi yang berbeda, kelainan pada regio flexural, wajah atau area tertentu pada ekstrimitas. Bentuk ini lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami gangguan imunodefisiensi.

Bentuk ini dapat dibingungkan dengan kandidiasis, dermatitis seborrhoik, psoriasis, erythrasma dan infeksi dermatophyte. 3. Folliculitis

Bentuk ketiga dari infeksi M. furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini biasanya terjadi pada area punggung, dada dan ekstrimitas

Bentuk ini secara klinik sulit dibedakan dengan folikulitis bakterial. Infeksi akibat Pityrosporum folliculitis berupa papula kemerahan atau pustula.

Faktor predisposis diantaranya diabetes, kelembapan tinggi, terapi steroid atau antibiotika dan terapi immunosupresan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa M. furfur memiliki peran dalam dermatitis seborrhoik.

10

BAB III PENEGAKKAN DIAGNOSIS

3.1 Diagnosis Banding a. Dermatitis seboroika :

Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerahdaerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya krusta. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-tempat seboroik. Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan peradangan superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan eksaserbasi. Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar lemak) yaitu: kepala (Scalp, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher), muka (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu), badan atas ( daerah presternum, daerah interskapula, areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan bawah mammae, umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan pantat).

11

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan. Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling sering mengenai kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya seperti wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha. Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja, terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka akan timbul dermatitis seborrheic bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik yang berada di atas kulit yang kemerahan.

b.

Eritrasma

Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismus, ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinik Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat

12

Lesi eritroskuama, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklatan Skuama kering yang yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak c. Sifilis

d. morbus hansen Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008, yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh pasien kusta. e. Pitiriasis alba Pitiriasis alba merupakan suatu penyakit kulit yang asimptomatik dengan ciri khas berupa lesi kulit yang hipopigmentasi, penebalan, dan skuama dengan batas yang kurang tegas. Kondisi seperti ini biasanya terletak pada daerah wajah, lengan atas bagian lateral, dan paha. Jika terkena

13

pada anak-anak biasanya lesinya menghilang setelah dewasa. Pitiriasis alba umumnya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda dan sering didapatkan pada wajah, leher, dan bahu.1,2 Lesi menjadi jelas pada saat setelah musim panas dimana hanya pada bagian lesi, kulit tidak menjadi gelap. Ukuran lesinya bervariasi namun biasanya rata-rata berdiameter 2 4cm. 1

f. vitiligo

3.2 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis, pemeriksaan fluoresensi, lesi kulit dengan lampu wood, dan sediaan langsung.

14

Fluoresensi lesi kulit pada pemeriksaan lampu Wood berwarna kuning keemasan dan pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20 % terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok. Pemeriksaan langsung dengan KOH Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding tebal dengan miselium kasar, sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan penambahan zat warna tinta Parker blue-black atau biru laktafenol. Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai meat ball and spaghetti. Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alkohol 70%, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempenglempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH% yang diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak - jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butir-butir yang bersambung seperti kalung. Pada Pityriasis versicolor hifa tampak pendek-pendek, bercabang, terpotong-potong, lurus atau bengkok dengan spora yang berkelompok. Pemeriksaan dengan Sinar Wood Pemeriksaan dengan Sinar Wood,dapat memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan sampai orange.

15

3.3 Algoritma Penegakkan Diagnosis

16

BAB IV PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSA

4.1 Penatalaksanaan Farmakologi Pengobatan Pityriasis versicolor dapat diterapi secara topikal maupun sistemik. Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi, profilaksis untuk mencegah rekurensi: 1. Pengobatan Topikal 2. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah : a. Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi b. Salisil spiritus 10% c. Turunan azol, misalnya : mikozanol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol dalam bentuk topikal d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20% e. Larutan Natrium Tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi selama 2 minggu. 3. Pengobatan Sistemik Pengobatan sistemik diberikan pada kasus Pityriasis versicolor yang luas atau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah : a. Ketoconazole Dosis: 200 mg per hari selama 10 hari

17

b. Fluconazole Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu c. Itraconazole Dosis: 100 mg per hari selama 2 minggu. 4. Terapi hipopigmentasi (Leukoderma) a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam c. Jemur di matahari kurang lebih selama10 menit antara jam 10.00-15.00 Pityriasis versicolor cenderung untuk kambuh, sehingga pengobatan harus diulangi. Daerah hipopigmentasi perlu Waktu yang lama untuk repigmentasi, dan kedaan yang bertahan lama ini janganlah dianggap sebagai suatu kegagalan pengobatan.

Non-farmakologi Health Education: a. Keringkan handuk setelah dipakai dan ganti sesering mungkin b. Mandi rutin (minimal 2 kali sehari), memakai sabun dan bersih c. Simpan atau gantung pakaian di tempat kering d. Pola hidup sehat. Hal-hal yang mempengaruhi tumbuhnya jamur adanya udara yang panas, lembab, kebersihan diri yang kurang, kegemukan, sosial ekonomi rendah, pemakaian obat-obatan yang lama, adanya penyakit kronis seperti TBC atau keganasan, dan penyakit endokrin (diabetes mellitus). e. Pada kehidupan sehari-hari, sebaiknya bila udara terasa panas, maka kita harus rajin menyeka keringat yang menempel di badan. f. Selain itu, setelah terkena air, maka sebaiknya segera mengeringkannya, karena jamur senang dengan tempat yang lembab. Dianjurkan pula untuk menggunakan pakaian, ataupun handuk secara terpisah antar keluarga.

18

g. Sebaiknya pula menjaga keseimbangan berat badan. Sebab, pada orang yang mengalami kegemukan (obesitas), umumnya lebih banyak mengeluarkan keringat. h. Pada pagi hari hingga siang membuka ventilasi jendela kamar, agar sirkulasi udara dapat berjalan baik dan terkena sinar matahari. i. Rajin menjemur kasur, agar bila ada jamur ataupun mikroorganisme patologi bisa mati terkena terik matahari. Terapi Tradisional Berikut beberapa ramuan tradisional untuk menyembuhkan infeksi pitiriasis vesikolor: a. Potong satu ujung lengkuas yang masih segar, lalu celupkan pada bubuk belerang kemudian digosokan pada kulit yang terkena panu atau kudas. Lakukan rutin dua kali sehari b. Tumbuk halus satu lembar daun tembakau, kemudia dioleskan pada kulit yang terserang panu atau kudas. Lakukan secara teratur dua kali dalam satu hari. c. Ambil tiga butir bawang putih dan lima lembar daun jinten, lala ditumbuk halus. Beri minyak kelapa secukupnya, aduk hingga merata. Oleskan pada kulit yang terkena panu dan atau kudas. Oleskan dua kali sehari

4.2 Prognosa Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Wood dan sediaan langsung negatif.

19

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bennet, J.E.: Antimicrobial agents; in: Goodman & Gilmans. Brunton, L.L.; Lazo, J.S. and Parker, K.L.: The Pharmacological Basis of Therapeutics; 11th ed. pp. 1232 (McGraw-Hill, Medical Publishing Division, New York 2006)

2.

Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. 4.

www.tipsehat.net/ramuan-tradisional/ Diakses tanggal 28 September jam 09.00 WIB Roberts WE. Melasma. In: Kelly AP, Taylor SC, editors. Dermatology for Skin of Colour. New York: McGraw-Hill; 2009. p.332-6

5. Anonym. Erythema Dyschromicum Perstans. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP et al, editors. Dermatology. 2nd ed. London: Elsevier; 2008 6. Schwartz RA, Kihiczak NI. Postinflammatory Hyperpigmentation.[online]. 2010 June 25. [cited 2011 Jan 22]. Available from: overview 7. Anonym. 2-freckle or ephelid. [online]. 2008 Jan 2. [cited 2010 May 20]. Available from: http://ourdermatology.blogspot.com/2008/01/2-freckle-or-ephelid.html 8. Anonym. Disorder of skin colour. In: Shimizu H, editor. Shimizus Text Book of Dermatologi. Hokkaido: Hokaido Publisher; 2007. P. 266-69 http://emedicine.medscape.com/article/1069191-

Anda mungkin juga menyukai