Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit merupakan organ tubuh terluar yang melakukan kontak langsung

dengan lingkungan eksternal tubuh. Lingkungan eksternal tubuh meliputi

mikroorganisme dan segala sesuatu yang menyebabkan reaksi kulit, termasuk

tekanan, sentuhan, dan suhu. Oleh karena itu fungsi penting kulit diantaranya

adalah proteksi. Fungsi proteksi sangat erat kaitannya dengan posisi kulit sebagai

organ terluar yang sewaktu-waktu akan bersinggungan dengan berbagai macam

mikroorganisme dan non mikroorganisme. Lingkungan eksternal tersebut bisa

menjadi agen yang dianggap berbahaya oleh system kulit sehingga terjadi

mekanisme pertahanan diri. Dalam hal ini kulit juga berfungsi sebagai bagian dari

system imun terdepan.

Selain itu kulit memiliki nilai estetika. Nilai ini menjadi sangat berarti karena

kulit yang terlihat pertama kali saat melihat makhluk hidup. Kulit yang sehat

menjadi idaman setiap orang dan menjadi salah satu parameter kualitas hidup

seseorang. Bahkan demi menjaga nilai estetika kulit seseorang rela mengeluarkan

uang yang tidak sedikit untuk perawatan. Akan tetapi masalah kulit juga sangat

beragam sehingga membutuhkan pemahaman yang baik agar tidak salah dalam

mengantisipasinya.

Salah satu permasalahan kulit adalah hiperkeratosis. Istilah ini awam bagi

sebagian orang namun sangat umum bagi para praktisi kesehatan. Hiperkeratosis

ada yang berbahaya tetapi juga ada yang tidak berbahaya. Definisi umum

1
hiperkeratosis merupakan penebalan laisan terluar kulit sehingga menyebabkan

adanya daerah yang tidak rata pada kulit bahkan muncul plak atau sisik. Pada kasus

yang lain hiperkeratosis disertai munculnya inflamasi dan dikaitkan dengan

berbagai penyakit kulit. Salah satu penyakit kulit yang terdapat gejala

hiperkeratosis adalah psoriasis.

Psoriasis ditemukan di seluruh dunia, namun prevalensinya bervariasi dari

0,1% sampai 11,8%. Paling tinggi pada ras Kaukasia (Eropa dan Amerika),

sedangkan di Afrika dan Asia antara 0,4 % 0,7 %. Psoriasis dikatakan sebagai

penyakit multifaktorial dan multi sistem, karena melibatkan banyak sistem dan

organ, semua faktor tersebut saling terkait. Pada kulit normal, sel basal di stratum

basalis membelah diri, bergerak keatas secara teratur sampai menjadi stratum

korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan keratin dipermukaan kulit dilepaskan

serta digantikan yang baru. Namun pada psoriasis, proses tersebut hanya

berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk skuama tebal, berlapis-lapis serta

berwarna keperakan. Penyebab yang pasti psoriasis belum diketahui dengan pasti,

namun, banyak faktor predisposisi yang memegang peran penting seperti

predisposisi genetik dan kelainan imunologis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan berikut.

1. Bagaimanakah struktur anatomi dan fisiologi kulit?


2. Bagaimanakan fungsi keratinisasi kulit sebagai barrier mekanis dari lingkungan

eksternal tubuh?
3. Apa definisi hiperkeratosis?
4. Bagaimana fenomena hiperkeratosis dalam kajian kasus psoriasis?
5. Bagaimana mekanisme patoimunologi psoriasis dengan gejala hiperkeratosis?
6. Bagaimana pencegahan dan perawatan hiperkeratosis?

2
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah, penyusunan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi kulit.
2. Mengetahui fungsi keratinisasi kulit sebagai barrier mekanis dari lingkungan

eksternal tubuh.
3. Mengetahui definisi hiperkeratosis.
4. Mengetahui fenomena hiperkeratosis dalam kajian kasus psoriasis.
5. Mengetahui mekanisme patoimunologi psoriasis dengan gejala hiperkeratosis.
6. Mengetahui pencegahan dan perawatan hiperkeratosis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit adalah organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan

organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat

tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9

meter persegi. Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat

bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi

tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya. Tebal kulit

bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis

kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan

kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak

tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Perbedaan kulit tebal dan kulit

tipis disajikan pada Gambar 1. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang

berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal

dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah

dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat

(Perdanakusuma, 2007).

Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam

gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah

mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus

(keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi, dan

pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen

4
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari (Rahman,

2013).

A) B)
Gambar 1. Struktur Anatomi Kulit A) Kulit tebal, B) Kulit tipis
(Sumber: http://anatomi.lecture.ub.ac.id/files/2013/11/INTEGUMEN-PD-2013.pdf)

Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti

jaringan tubuh lainnya , kulit juga bernapas, menyerap oksigen dan mengeluarkan

karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang diambil lebih banyak dari aliran

darah, begitu pula dalam pengeluaran karbondioksida yang lebih banyak

dikeluarkan melalui aliran darah. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan

pengeluaran karbondioksida dari kulit tergantung pada banyak factor di dalam

maupun di luar kulit, seperti temperature udara atau suhu, komposisi gas disekitar

kulit, kelembapan udara, kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas di dalam di

dalam darah kulit, penyakit-penyakit kulit, usia, keadaan vitamin dan hormone di

kulit, perubahan dalam metabolisme sel kulit dan pemakaian bahan kimia pada

kulit.

5
Sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat berbeda.

Sifat-sifat anatomis yang khas berhubungan erat dengan tuntutan-tuntutan faali

yang berbeda di masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak

tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak dan bagian lainnya merupakan

pencerminan penyesuaiannya kepada fungsinya masing-masing. Kulit di daerah-

daerah tersebut berbeda ketebalannya, keeratan hubungannya dengan lapisan

bagian dalam dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya andeksa yang ada di

dalam lapisan kulitnya. Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur atau garis-

garis halus yang membentuk pola yang berbeda di berbagai daerah tubuh serta

bersifat khas bagi setiap orang, seperti yang ada pada jari-jari tangan, telapak

tangan dan telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari (Perdanakusuma, 2007).

A. 1. Anatomi Kulit

Kulit terdiri dari 3 lapisan yaitu epidermis, dermis dan hipodermis (subkutan).

Gambar 2. Struktur anatoni kulit

Sumber : http://rahmanwangsyah.blogspot.co.id/2015/06/pengertian-fungsi-dan-struktur-kulit.html

6
1) Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri

dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans

dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling

tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sek itar 5 %

dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Lapisan

epidermis tumbuh terus karena lapisan sel induk yang berada di lapisan bawah

bermitosis terus menerus, sedangkan lapisan paling luar epidermis akan terkelupas

atau gugur. Epidermis dibina oleh sel-sel epidermis terutama serat-serat kolagen

dan sedikit serat elastis.

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai

yang terdalam):

(1) Stratum Korneum

Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti. Sel-sel

tersusun dalam 10-30 lapisan dan diantaranya terdapat lemak sebagai perekat.

Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak,

karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal. Lapisan korneum juga

dikenal dengan lapisan tanduk atau lapisan horny, sebagian besar terdiri atas

keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten

terhadap bahan-bahan kimia. Milyaran sel pipih yang mudah terlepas akan

digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya

hanya 28 hari. Proses pembaruan terus berlangsung sepanjang hidup,

menjadikan epidermis memiliki self repairing capacity atau kemampuan

memperbaiki diri. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan

7
ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapisan kulit

lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit.

(2) Stratum Lusidum

Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak

kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis. Sel-selnya gepeng tidak

berinti dan protoplasmanya berubah jadi protein (eledin), menyebabkan lapisan

ini tembus cahaya.

(3) Stratum Granulosum

Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya

ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang

dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan

histidin. Terdapat sel Langerhans.

(4) Stratum Spinosum

Disebut juga pickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas sel berbentuk

polygonal dengan ukuran berbeda-beda karena adanya proses mitosis.

Protoplasma jernih karena banyak mengandung glikogen, dan ini terletak di

tengah. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,

dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk

mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.

Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan

mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Terdapat granul

lamellar yang komponennya seramida, kolesterol dan asam lemak sebagai factor

kelembapan alami. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan

Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

8
(5) Stratum Basal (Stratum Germinativum)

Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung

jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis

diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung

letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung

melanosit.

Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D

dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan

pengenalan alergen (sel Langerhans).

Epidermis tersusun dari 4 sel yaitu: 1) keratinosit, merupakan sel utama

penyusun epidermis dengan komposisi 85% - 95% dan berfungsi sebagai penghasil

keratin; 2) melanosit, berfungsi menghasilkan melanin; 3) Langerhans, berperan

dalam imunitas; dan 4) merkel, berfungsi sebagai mekano-reseptor.

Gambar 3. Lapisan epidermis kulit

(Sumber: http://anatomi.lecture.ub.ac.id/files/2013/11/INTEGUMEN-PD-2013.pdf)

9
2) Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap

sebagai True Skin. Terdiri atas jaringan ikat penyokong epidermis dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling

tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : Lapisan

papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang. Lapisan retikuler; tebal terdiri dari

jaringan ikat padat. Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen

berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat

dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari

fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam

jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi

kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis

mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa

derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.

Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai

nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi

3) Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari

lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-

beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang

suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

10
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,

cadangan kalori.

A. 2. Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh

diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi

lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),

sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari

kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai

barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan

salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya

akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan

pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol

oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan

melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.

Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit.

Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian

tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan

cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit.

Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang

kemudian akan mempertahankan panas (Perdanakusuma, 2007)

Fungsi lain kulit adalah absorpsi. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap

air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah

diserap begitupun yang larut lemak. Kemampuan absorpsi ini dipengaruhi oleh

tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan, metabolisme dan jenis vehikulum.

11
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel-sel

epidermis atau muara saluran kelenjar (Wasitaatmadja, 2002).

Pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi juga

merupakan fungsi kulit. Sel pembentuk pigmen adalah melanosit terletak di lapisan

basal dan berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit dan jumlah melanosome (butiran

pigmen) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pembentukan vitamin D

dimungkinkan dengan mengubah 7 hidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar

matahari. Sedangkan keratinisasi merupakan proses mitosis sel basal sampai

terjadinya deskuamasi (Wasitaatmadja, 2002).

B. Fungsi Keratinisasi Kulit Sebagai Barrier Mekanis Dari Lingkungan

Eksternal Tubuh

Supianto (2013) menyatakan lapisan keratin bersifat kedap udara, cukup

kedap air, dan tidak dapat ditembus oleh sebagian besar bahan. Oleh karena itu,

lapisan ini dapat menahan segala sesuatu yang melewatinya dalam dua arah antara

tubuh dan lingkungan eksternal. Sebagai contoh, lapisan ini dapat memperkecil

hilangnya air tubuh dan protein plasma pada penderita luka bakar, serta mencegah

benda asing masuk ke dalam tubuh. Selain itu, proses keratinisasi juga berperan

sebagi barrier mekanis karena sel-sel mati akan melepaskan dirinya secara teratur.

Dengan deksuamasi (pelepasan sel gepeng pada stratum korneum) terus-menerus

akan membantu melepaskan mikroorganisme yang menempel.

Proses keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas

berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi

lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut

12
terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel

spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati,

protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel

tanduk. Sel tanduk secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel

yang terletak di bawahnya. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk

berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berguna

untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat melaksanakan fungsinya secara

baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini terganggu, sehingga kulit akan

terlihat bersisik,tebal, dan kering.

Gambar 4. Proses keratinisasi

(sumber: https://quizlet.com/29065660/structure-and-function-of-skin-flash-cards/)

13
C. Definisi Hiperkeratosis

Hiperkeratosis merupakan penebalan stratum korneum yang dikaitkan

dengan overproliferasi sel pemroduksi keratin permukaan kulit yang berkontribusi

terhadap penebalan epidermis dan dermis (Jakeman, 2012). Hal ini terjadi karena

akumulasi yang sangat cepat dari keratin pada lapisan terluar epidermis. Penebalan

kulit ini sering menjadi bagian dari perlindungan normal kulit terhadap gesekan,

tekanan dan bentuk lain dari iritasi lokal. Tetapi pada hiperkeratosis penebalan

tersebut dikarenakan abnormalitas pada keratin. Hiperkeratosis bisa disebabkan

cahaya, infeksi, iritasibahan kimia atau peradangan kronik.

Morris (2014) menyatakan hiperkeratosis mungkin dapat hadir sebagai kulit

merah dan kering dengan sisik coklat atau abu-abu pada penampilannya, menutupi

area kecil dari kulit atau menjadi melingkar dan menutupi semua kulit ekstremitas

bawah, menjadi gatal dan menyakitkan dan dapat menyebabkan perasaan

ketidaknyamanan dan tekanan karena penebalan kulit, bau yang berbeda yang

menyertainya disebabkan oleh kolonisasi bakteri dalam kulit kerak, infeksi jamur

pelabuhan. Hal ini dapat menyebabkan siklus terus menerus dari kolonisasi , infeksi

dan kerusakan kulit, mengubah persepsi individu dari tubuh mereka karena tidak

sedap dipandang penampilan dan penumpahan sisik kulit serta menunjukkan bahwa

kehadiran hiperkeratosis jauh dari tubuh yang ideal.

Tipe hiperkeratosis menurut Jakeman (2012) ada beberapa macam yaitu:

a. Folikular, perkembangan berlebihan pada folikel rambut.

b. Plantar, hiperkeratosis pada telapak kaki.

c. Hiperkeratosis pada putting dan aerola

d. Hiperkeratosis epidermolitik, disebabkan gumpalan filament keratin

14
e. Corn dan Callus, Corn adalah area kesil yang terasa sakit pada kulit keras yang

terbentuk pada jari kaki sedangkan callus adalah kulit menebal keras terutama

kaki atau tangan.

f. Warts, bengkakan kasar kecil (area hidup) yang tumbuh pada kulit, sering

terdapat pada wajah dan tangan.

g. Lichen planus

h. Actinic keratosis, disebabkan oleh kerusakan kulit akibat sinar matahari, kanker

kulit

i. Seborroic keratosis, pertumbuhan lunak yang disebabkan peningkatan sel kulit

Gambar 5.Struktur anatomi epidermis A) kulit normal B) hiperkeratosis

(sumber: http://www.derm-hokudai.jp/shimizu-dermatology/pdf/02-02.pdf)

D. Fenomena Hiperkeratosis Dalam Kajian Kasus Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit kulit eritropapuloskuamosa bersifat kronik residif

dengan berbagai gambaran klinis. Lesi kulit sangat khas ditandai adanya plak

eritema berbatas tegas yang ditutupi oleh skuama putih keabu-abuan atau

keperakan. Penyakit ini ditandai dengan hiperproliferasi epidermis karena terjadi

peningkatan 5-6 kali rata-rata turnover epidermis dan memendeknya waktu

pematangan keratinosit disertai proses peradangan pada epidermis dan dermis

15
(Walujo, 2007). Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit yang ditandai

dengan proliferasi dan diferensiasi abnormal sel keratinosit yang diperantarai oleh

aktivasi sel T, yang mengenai 2.5% dari populasi dunia ( Deny, 2004). Suwardi

(2011) juga mendefinisikan psoriasis sebagai penyakit kulit kronik dengan bentuk

lesi yang khas berupa penebalan epidermis yang disebabkan oleh turn over

epidermis yang terlalu cepat, yang dimediasi oleh sel T dan melibatkan produksi

berlebihan dari sitokin proinflamasi dan kemokin seperti Tumor Necrosis Factor

alpha, Interleukin-2 (IL-2), IL-6, IL-8, and Interferon-gamma.

Gambar 6. Plak Psoriasis (Nirmalasari, 2013)

Hiperkeratosis atau hiperproliferasi keratinosit menjadi ciri utama pada

psoriasis. Sel kulit menjadi dewasa akan menggantikan sel kulit mati setiap 28-30

hari. Pada kasus psoriasis, sel kulit menjadi dewasa dalam waktu kurang dari 1

minggu, akan tetapi tubuh tidak bisa menggantikan sel kulit yang lama secara

cepat, sehingga sel-sel kulit yang baru akan naik ke atas permukaan serta

membentuk lapisan kulit mati yang tebal yang dapat muncul pada lengan,

punggung, dada, siku, kaki, kuku, lipatan pantat dan kulit kepala. Psoriasis

16
dikatakan ringan jika muncul kurang dari 5% dari seluruh permukaan tubuh,

sedang jika muncul 5-30% dari kulit serta berat jika muncul lebih dari 30% dari

seluruh permukaan tubuh (Anonim, 2012).

Menurut Gudjonsson dan Elder (2012) beberapa perubahan patologis pada

psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai berikut:

1. Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.

2. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya

stratum granulosum.

3. Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete

ridge epidermis.

4. Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk mikro abses

munro di bawah stratum korneum.

5. Peningkatan mitosis pada stratum basalis.

6. Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear, limfosit monosit

dan neutrofil.

7. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.

Gambar 7. Gambaran Histopatologi Psoriasis vulgaris: hiperkeratosis, akantosis


serta peradangan di daerah dermis.( Gudjonsson dan Elder, 2012)

17
E. Mekanisme Patoimunologi Psoriasis Dengan Gejala Hiperkeratosis
Ariani (2013) menjelaskan penyebab dan patogenesis psoriasis belum

diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis

psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya

atau kekambuhan psoriasis. Namun ada tiga hal yang perlu diperhatikan,

diantaranya gangguan diferensiasi keratinosit, hiperproliferasi keratinosit dan

imunologis. Hal tersebut menjadi dasar patologis terjadinya psoriasis yang

multifaktor tersebut, namun ketiganya tidak bekerja sendiri-sendiri namun saling

berkaitan.
1. Gangguan Diferensiasi Keratinosit
Secara patologis, psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan

diferensiasi abnormal dari keratinosit epidermis, infiltrasi limfosit yang terutama

terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis,

seperti angiogenesis dan dilatasi pembuluh darah. Lapisan epidermis berdiferensiasi

berlebihan yang berbeda dengan sel normal, keratinosit pada psoriasis membentuk

amplop cornified (CE) yang mudah terjadi pengelupasan, pembentukan lapisan

korneum yang berlebihan mengakibatkan epidermis menebal. Pada fase akhir,

kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi sel radang pada ikatan dermal-

epidermal yang tampak sebagai papilomatosis, merupakan gambaran khas pada

psoriasis.
Beberapa mediator sebagai penanda diferensiasi keratinosit yang abnormal

pada psoriasis; transglutaminase I (TGase K), skin-derived antileukoproteinase

(SKALP), migration inhibitory factor-related protein-8 (MRP-8), Involucrin,

Filaggrin.
TGase K yang mengawali mengkatalisis untuk terbentuknya CE, yang

penting pada lesi psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis,

mediator ini merupakan polipeptida inhibitor elastase dominan, yang disekresikan

18
oleh keratinosit epidermal. Elastase adalah lysosomal serin proteinase yang spesifik

untuk degradasi elastin, protein yang ditemukan dalam jaringan yang membutuhkan

elastisitas kulit. MRP-8, merupakan Ca2+-binding protein, walaupun fungsi

biokimia tidak sepenuhnya dipahami, namun ditemukan pada psoriasis dan

penyakit inflamasi lainnya, tidak pada kulit normal. Peran MRP-8 dalam

reorganisasi sitoskeleton selama patogenesis psoriasis. Involucrin, merupakan

prekursor protein yang membantu untuk menstabilisasikan CE. Pada kulit normal,

protein ini merupakan konstituen utama dari CE pada tahap awal pembentukan

epidermis, involucrin tetap konstituen utama dari CE selama proses maturasi.

Filaggrin yang biasanya ditemukan pada stratum granular epidermis, tidak ada

dalam lesi psoriasis. Hilangnya stratum granular kulit stratum korneum dalam

psoriasis kemungkinan besar petanda ketidakhadiran filaggrin tersebut.


2. Hiperproliferasi Keratinosit
Hiperproliferasi keratinosit adalah kategori kedua gejala psoriasis vulgaris.

Beberapa penyebab biokimiawi yang mungkin menyebabkan produksi keratinosit

berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF),

Bone Morphogenetic Protein-6 (BMP-6), Transforming Growth Factor-alpha (TGF-

), Activating Protein (AP-1) dan Mitogen-activated protein kinase (MAPK).


Epidermal Growth Factor yang menstimuli pertumbuhan dan diferensiasi

lapisan epidermis, merupakan mediasi respon seluler dengan mengikat reseptor

spesifik. Ikatan EFG terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis.

Peningkatan kekuatan mengikat dapat menyebabkan stimuli yang berlebihan

pertumbuhan keratinosit sehingga menyebabkan hiperproliferasi (Bernard, 2012).

BMP-6 merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru

lahir, tapi biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal

ini menyebabkan ditemukan TGF- dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam

19
kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida

dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF- in vivo, sebelumnya

diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level dari

cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang disebabkan oleh aktivitas activated

adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP menstimuli

pertumbuhan keratinosit melalui TGF- bukan.Activating protein (AP-1), sebuah

kompleks dari oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen yang penting dalam

proliferasi sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti memiliki pola ekspresi yang

bereda-beda pada lesi psoriasis sehingga mediator tersebut terlibat dalam

patogenesis psoriasis. Mediator terakhir, MAPK, membantu mengatur proliferasi

sel. Banyak growth factor dan sitokin memodulasi aktivitas MAPK, yang lebih

banyak pada fibroblas psoriasis.


3. Imunologis dan Inflamasi
Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell

(APC) akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen

precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya.

Lapisan epidermis pada penderita psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah denritic

cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis menjadi tipe

APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis. Pada pasien

psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit yang terlibat

atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen diakhiri dengan

timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC. Komplek peptide-protein

ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T (TCR). APC yang telah aktif

akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan sel T. Interaksi sel T dan APC

di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini terdiri dari dua sinyal. Sinyal

20
pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu MHC dan TCR sedangkan sinyal

yang kedua berperan sebagai konstimulasi. Konstimulasi ini diperankan oleh

reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian sinyal 1 dan 2 akan mengaktivasi sel

T (Krueger et al, 2005;Verghese,2011, Perez,2013).

Gambar 8. Skema singkat hubungan antara Psoriasis dan penyakit autoimun terkait. Sitokin
memiliki peran penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA), rheumatoid
arthritis (RA) dan penyakit Crohn..Skema tersebut menggambarkan interaksi antara APC, sel T dan
sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini difasilitasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel-sel imu
lainnya. Sitokin yang menstimuli () dan menghambat (--I). Tumor necrosis factor (TNF)-,
Interleukin (IL-6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)- merupakan adalah mediator yang
berperanan dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi pada psoriasis. (Perez,
2013)
Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis

adalah sel Sel Langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke

kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit T

akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF- yang menyebabkan

proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu transit

epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi secara

normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan yang

tipikal pada psoriasis. IFN- juga menghambat apoptosis keratinosit dengan

menstimulasi protein anti-apoptosis, demikian juga IL-6 lebih tinggi secara

bermakna antara psoriasis (61,26+57,40) dengan kontrol (2,38 +1,94).


Awalnya terjadi hiperproliferasi keratinosit akibat adanya aktivasi oleh

faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor, nerve growth factor,

21
endothelial growth factor dengan target sel dendritik imatur di epidermis

menstimulasi sel T dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi

unidentified antigen. Aktivasi sel T, TNF-, dan sel-sel dendritik adalah faktor

patogenik yang distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma

fisik, inflamasi bakteri, virus, atau withdrawal kortikosteroid. Infiltrat limfosit pada

psoriasis kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima stimulasi

pertamanya dan teraktivasi, menyebabkan terjadinya sintesis IL-6. Peningkatan

IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel Langerhans menstimulasi IFN-,

TNF-, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam diferensiasi, maturasi, dan

proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudain sel T bermigrasi ke kulit,

dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah dermis. Ini merupakan

perubahan imunologik pertama yang menyebabkan diferensiasi dan proliferasi

keratinosit pada psoriasis akut (El-Dorouti, 2010).

F. Pencegahan Dan Perawatan Hiperkeratosis


Morris (2014) menjelaskan cara pencegahan dan perawatan hiperkeratosis

yaitu,
1. Terapi emolien, bertujuan untuk hidrasi epidermis dan mengurangi tanda serta

gejala kulit kering seperti sisik. Emolien bekerja untuk melembapkan kulit.
2. Menggunakan krim yang mengandung urea dan gliserin, berfungsi melembutkan

area hiperkeratosit dan memfasilitasi deskuamasi (pengelupasan) stratum

korneum.
3. Menghilangkan kerak/sisik pada kulit dengan hati-hati dan tanpa trauma.
4. Thaha (2008) menyatakan terapi biologi dapat digunakan pada kasus psoriasis.

Terapi biologi adalah strategi pengobatan dengan target spesifik menggunakan

protein hasil rekayasa genetika. Protein tersebut memiliki aktivitas

farmakologik, yang berasal dari material hidup, baik dari manusia, hewan, atau

mikroorganisme, dan dapat disintesis dalam jumlah besar dengan bantuan teknik

22
rekayasa genetic. Tujuan penggunaan terapi biologic adalah mentarget sel T

patogenik, memblok aktivasi dan/migrasi sel T, menginduksi deviasi imun

(induce immune deviation), memblok kerja sitokin. Beberapa obat terapi biologi

antara lain alefacept, infliximab, etanercept, adalimumab, abatacept, belatacept,

dan lain-lain.
5. Nirmalasari (2013) menjelaskan pilihan pengobatan psoriasis sering didasarkan

pada tingkat keparahan psoriasis. Biasanya untuk tingkat keparahan ringan

sampai sedang digunakan pengobatan topical dan pengobatan alternatif

komplementer, sedangkan pada tingkat keparahan yang berat dapat digunakan

kombinasi anatara pengobatan topical, pengobatan alternatif komplementer,

pengobatan sistemik dan fototerapi.


Pengobatan topical untuk penyakit psoriasis dapat berupa obat Over The

Counter (OTC), peresepan steroid, peresepan non-steroid. OTC yang disetujui

oleh Food Drug Administration (FDA) adalah memiliki bahan aktif asam

salisilat dan tar. Asam salisilat dapat melembutkan dan menghilangkan plaque

dan sisik psoriasis. Tar (batubara atau kayu) dapat memperlambat proliferasi sel-

sel kulit dan mengurangi peradangan. Dalam pengobatan inverse psoriasis

Castederm (OTC bentuk cair) dapat mengeringkan lesi dan mempercepat

penyembuhan. Penggunaan pelembab juga penting untuk mengurangi

kemerahan dan gatal-gatal dala psoriasis. Obat anti gatal (OTC) yang dapat

digunakan calamine, camphor, diphenhydramine HCl, benzokain, menthol,

hidrokortison (kortikosteroid potensi rendah) dapat mengurangi gatal dan iritasi

psoriasis ringan.
Kortikosteroid digunakan bertujuan untuk mengurangi respon inflamasi

sehingga mengurangi lesi psoriasis dan meningkatkan waktu remisi.

Kortikosteroid topical tersedia dalam bentuk salep, krim, lotio dan gel, dimana

23
penggunan bentuk formulasi tersebut disesuaikan dengan jenis dan lokasi

tumbuhnya psoriasis. Potensi dari kortikosteroid berkisar dari rendah sampai

sangat tinggi, dengan potensi efek samping dimana akan memperparah psoriasis

dengan bertambahnya potensi dari kortikosteroid yang digunakan. Misalnya jika

seorang individu dengan psoriasis diberikan kortikosteroid potensi atau dosis

tinggi, maka kortikosteroid tersebut akan dapat memicu terjadinya eksaserbasi

atau memburuknya psoriasis. Tujuan dari pengobatan dengan kortikosteroid

topical adalah untuk menemukan potensi atau dosis serendah mungkin yang

efektif untuk psoriasis. Dosis kortikosteroid harus dikurangi untuk mencegah

merebaknya psoriasis.
Terdapat banyak pengobatan topical non steroid yang digunakan pada

psoriasis. Pengobatan topical non-steroid bekerja dengan mengurangi proliferasi

kulit dan peradangan contohnya Dovenx (calcipotriene) merupakan vitamin D3

sintetik, Vectical (calcitriol) merupak bentuk alami dari vitamin D3. Tazorec

(tazarotene) merupakan retinoid (derivate vitamin A) juga mengurangi produksi

sel-sel kulit. Zithranol-RR (anthralin) merupakan sintetik versi dari chrysarobin,

zat yang ditemukan dalam kulit batang pohon araroba di Amerika Selatan yang

bekerja memperlambat pertumbuhan kulit.


Ada berbagai perawatan fototerapi tersedia untuk individu dengan

psoriasis. Penggunaan laser memungkinkan untuk fototerapi yang lebih efektif

membatasi pengobatan daerah untuk lokasi lesi psoriasis. Excimer dan pulsed

dye laser adalah dua laser yang disetujui oleh FDA untuk mengobati psoriasis

kronis, plaque local, ringan sampai sedang. Sinar ultraviolet B (UVB) telah

berhasil digunakan dalam mengobati psoriasis selama lebih dari 75 tahun.

Narrow-band UVB lebih disukai daripada UVB broad-band karena efektivitas

24
meningkat dan perawatan lebih sedikit diperlukan. Paparan sinar matahari alami,

yang mengandung baik UVB dan sinar ultraviolet A (UVA), juga mungkin

dianjurkan. Namun, karena penggunaan obat topikal tertentu dapat

meningkatkan risiko terbakar sinar matahari, penting bahwa individu

menggunakan obat ini atau jenis lain dari fototerapi bersamaan melanjutkan

dengan hati-hati atau menghindari sinar matahari alami. Obat psoralen dapat

diresepkan untuk dapat ditambahan pada penggunaan dengan sinar UVA dan

sinar matahari alami mengobati psoriasis yang efektif. Proses ini dikenal sebagai

PUVA. Pengobatan PUVA yang paling berguna dalam mengobati psoriasis

dengan plaque stabil, guttate psoriasis, dan postural psoriasis.


Penggunaan obat sistemik dalam pengobatan psoriasis biasanya untuk

kasus sedang sampai parah atau individu yang tidak dapat mentolerir atau tidak

menanggapi obat topikal atau fototerapi. Acitretin (Soriatane) merupakan

retinoid oral, siklosporin merupakan imunosupresan, dan methotrexate,obat anti-

rematik penyakit-memodifikasi (DMARD) disetujui oleh FDA untuk

pengobatan psoriasis. Ada juga berbagai obat sistemik yang diresepkan untuk

pengobatan psoriasis, meliputi Hydrea (HU), isotretinoin, mycophenolate

mofetil, sulfasalazine, dan 6-thioguanine.


Obat-obat biologi biasanya diberikan melalui suntikan atau infus dan

berbeda dari obat sistemik lainnya, mereka bekerja menargetkan bagian tertentu

dari sistem kekebalan tubuh yang berperan dalam psoriasis. T-sel blocker,

contohnya Amevive (alefacept) bekerja menghambat aktivasi T-sel. Tumor

necrosis factor- (TNF-) blocker, contohnya Enbrel (etanercept), Humira

(adalimbumab), Remicade (infliximab), dan Simponi (golimumab) bekerja

menghambat TNF- (jenis sitokin yang bertanggung jawab untuk peradangan

25
pada psoriasis). Demikian pula, Stelara (ustekinumab) menargetkan sitokin

interleukin 12 (IL 12) dan interleukin 23 (IL 23).


Kurangnya bukti empiris mengenai pengobatan alternatif komplementer

dalam pengobatan psoriasis. Namun, penggunaan pengobatan ini menjadi lebih

umum dan banyak orang yang menderita psoriasis telah melaporkan penurunan

dalam gejala dan peningkatan remisi dari penggunaan berbagai pengobatab

alternative komplementer. Pengobatan alternatif komplementer mrliputi

homeopati, naturopati, obat tradisional Cina, pengobatan Ayurvedic, teknik

pengurangan stres, seperti yoga dan meditasi, suplemen makanan dan obat-

obatan herbal, dan perubahan pola makan.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kulit terdiri dari 3 lapisan yaitu epidermis, dermis dan hypodermis/subkutan.

Epidermis terdapat 4 sampai 5 lapis tergantung jenis kulit tipis atau tebal.

Lapisan tersebuat adalah stratum korneum, lusidum, granulosum, spinosum dan

basal. Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,

termoregulasi, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.


2. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-

21 hari. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi

rehabilitasi kulit agar selalu dapat melaksanakan fungsinya secara baik.


3. Hiperkeratosis merupakan penebalan stratum korneum yang dikaitkan dengan

overproliferasi sel pemroduksi keratin permukaan kulit yang berkontribusi

terhadap penebalan epidermis dan dermis.


4. Psoriasis adalah penyakit kulit eritropapuloskuamosa bersifat kronik residif

dengan berbagai gambaran klinis. Lesi kulit sangat khas ditandai adanya plak

eritema berbatas tegas yang ditutupi oleh skuama putih keabu-abuan atau

keperakan. Penyakit ini ditandai dengan hiperproliferasi epidermis karena terjadi

peningkatan 5-6 kali rata-rata turnover epidermis dan memendeknya waktu

pematangan keratinosit disertai proses peradangan pada epidermis dan dermis.


5. Mekanisme patoimunologi psororiasis meliputi diantaranya gangguan

diferensiasi keratinosit, hiperproliferasi keratinosit dan imunologis yang

diperantarai limfosit T, melibatkan produksi berlebihan dari sitokin proinflamasi

dan kemokin seperti Tumor Necrosis Factor alpha, Interleukin-2 (IL-2), IL-6,

IL-8, and Interferon-gamma.

27
6. Cara pencegahan dan perawatan hiperkeratosis yaitu: Terapi emolien, bertujuan

untuk melembapkan kulit, menggunakan krim yang mengandung urea dan

gliserin, berfungsi melembutkan area hiperkeratosit dan memfasilitasi

deskuamasi (pengelupasan) stratum korneum, enghilangkan kerak/sisik pada

kulit dengan hati-hati dan tanpa trauma, terapi biologi dapat digunakan pada

kasus psoriasis, seperti alefacept, infliximab, etanercept, adalimumab,

abatacept, belatacept, dan lain-lain. Pilihan pengobatan psoriasis sering

didasarkan pada tingkat keparahan psoriasis. Biasanya untuk tingkat keparahan

ringan sampai sedang digunakan pengobatan topical dan pengobatan alternatif

komplementer, sedangkan pada tingkat keparahan yang berat dapat digunakan

kombinasi anatara pengobatan topical, pengobatan alternatif komplementer,

pengobatan sistemik dan fototerapi.

B. Saran
Perlu ada penelitian khusus tentang hiperkeratosis secara lebih khusus,

karena berbagai jurnal yang ada hanya menempatkan hiperkeratosis sebagai bagian

dari pembahasan penyakit kulit tertentu. Dengan demikian akan lebih tampak

fenomena hiperkeratosis pada berbagai keadaan kulit.

28
BAB IV
HASIL DISKUSI

1. Apakah mata ikan termasuk hiperkeratosis? (Indarti Purwo Utami)


Jawab : Hiperkeratosis bukanlah penyakit, tapi gejala yang terdapat pada

kebanyakan penyakit kulit yang disertai penebalan. Mata ikan dalam istilah

kedokteran di sebut clavus. Clavus (klavus) adalah istilah kedokteran, di

masyarakat awam biasanya disebut mata ikan. Clavus bukanlah tumor, bukan pula

tanda awal kanker, melainkan penebalan dari kulit. Mata ikan adalah kelainan pada

kaki berupa kulit yang menebal, tidak merata , dipegang akan terasa keras, namun

kalu dibawa berjalan akan terasa nyeri. Ada juga yang berpendapat clavus

merupakan pertumbuhan semacam kapalan dimana hanya terlokasi hanya pada

satu sisi dan menimbulkan rasa sakit tertekan yaitu pertumbuhan sel-sel tanduk

yang tidak normal. Biasanya ditelapak kaki dan pertumbuhannya yang pesat

menekan sel-sel sekitarnya termasuk jaringan dibawahnya ataupun sel-sel syaraf.

Penyakit seperti ini tidak bisa dibiarkan, disamping mengganggu aktivitas kita, juga

akan terus membesar dan melebar.


Ada beberapa pendapat yang menyebutkan penyebab timbulnya mata ikan:
1) virus yang kemudian masuk diantara kulit dan daging kemudian merusak

jaringan bawah kulit, sehingga makin lama, makin mengeras, dan membesar.
2) gesekan atau tekanan pada daerah teretentu dalam waktu yang lama, sehingga

terjadi penebalan kulit. Misalnya, karena pemakaian sepatu yang terlalu sempit atau

lama. Oleh karena tekanan terbesar pada telapak kaki, maka biasanya clavus timbul

pada telapak kaki. Jadi mata ikan termasuk kelainan kulit yang ditandai adanya

hiperkeratosis.
Pertanyaan tambahan: Teman/Saudara saya ada yang mata ikannya dioperasi

lalu sembuh tetapi ada yang satunya sudah dioperasi tapi muncul lagi.

Bagaimana dengan Hal tersebut? (Muntachobah Nafisah)

29
Jawab: Mungkin pengobatannya untuk yang satu sudah tuntas sedangkan yang lain

belum tuntas dan ketahanan masing-masing individu tidaklah sama.


Tambahan Dosen
Hiperkeratosis bukanlah penyakit tapi gejala, seperti halnya diare. Hiperkeratosis

sebagai proses fisiologis biasa akibat bagian kulit yang sering terkena

gesekan/tekanan tidak akan menyebabkan sakit. Tetapi jika disertai infeksi maka

akan terasa sakit karena peradangan akan menekan daerah dermis dan mengenai

sraf-saraf. Mata ikan adalah penebalan kulit yang sebagian besar terjadi pada

telapak kaki disebabkan infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Karena merupakan

infeksi, maka bisa disertai radang dengan ciri-ciri kemerahan, bengkak, dan muncul

nanah. Jika pengobatan belum tuntas maka infeksi ini bisa muncul kembali. HPV

juga dapat menyebabkan kanker pada kulit.

2. Apakah hiperkeratosis bisa terjadi pada organ dalam? (Tri Muhandoko)


Jawab : Saya belum menemukan jurnal yang menyatakan demikian.
Tambahan jawaban dari Khaerul Anam : Struktur epidermis di lapisan kulit

luar berbeda dengan endodermis pada lapisan kulit dalam tubuh, sehingga

tidak mungkin hiperkeratosis terjadi di dalam organ tubuh.


Sel epidermis di permukaan luar tubuh bersifat kedap air untuk mengurangi

penguapan dari dalam tubuh. Itulah fungsi keratinisasi pada epidermis, sedangkan

permukaan dalam organ justru harus selalu lembap sehingga tidak terjadi

keratinisasi. Maka secara nalar tidak terjadi hiperkeratosis pada permukaan dalam

tubuh.

3. Apakah hiperkeratosis mempengaruhi lapisan dermis, terutama saraf-

sarafnya? (Nourma Yulita)


Jawab: hiperkeratosis saja tidak akan menyebabkan sakit, karena yang mengalami

penebalan adalah lapisan epidermis terutama stratum korneum sebagai lapisan

terluar. Secara normal lapisan korneum akan menebal jika sering terkena gesekan

30
atau tekanan. Hal ini sebagai bentuk pertahanan kulit terhadap kondisi dari luar.

Semakin sering terkena tekanan atau gesekan akan semakin menebal. Jika

penebalan atau hiperkeratosis disertai rasa nyeri berarti ada inflamasi atau

peradangan yang menekan daerah dermis dan mengenai saraf-sarafnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Psoriasis Can be Cured With Homoeopathy, diakses pada


www.homoeopathyclinic.com tanggal 15 Nopember 2015.

Ariani, Cindy. 2013. Kadar High Density Lipoprotein Yang Rendah Dan Kadar
trigliserida yang Tinggi Merupakan Faktor Risiko Psoriasis vulgaris.
Tesis Universitas Udayana Bali. Diakses dari
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-841-998656407-2.tesis
%20cindy%20revisi%20wa%20bab%20i.pdf pada tanggal 10 Nopember
2015.

Deny, F., Lestari, S., Isramiharti, Zainal H., dan Salmiah A. 2004. Respon Klinis
dan Histologik Pada Psoriasis vulgaris Tipe Plak Rekalsitran Yang di
Terapi Metotreksat Di RS dr. M. Djamil Padang. Majalah Kedokteran
Andalas No.2 Vol.28 Juli Desember 2004. Diakses dari
repository.unand.ac.id/.../Hal_80_Vol.28_no.2_2004_Psoriasis-fulltext.
Pada 3 Desember 2015

Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K., Goldsmith L.,
Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. editors Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine8th ed. New York: McGraw-Hill: 169
193.

Jakeman, A. 2012. The effective management of hiperkeratosis. Wound Essentials


1: 6573 diakses dari www.wounds-uk.com/pdf/content_11413.pdf pada
tanggal 12 Nopember 2015

Moris, Clare. 2014. Management Of Hiperkeratosis of the Lower Limb. Wounds


UK, London. Diakses dari http://video.molehost2.net/wounds-
uk/harrogate-2014/activa/downloads/Harrogate%20poster%20-%20All
%20Wales%20hiperkeratosis.pdf pada 3 Desember 2015.

Perdanakusuma, D. S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.


Universitas Airlangga Surabaya diakses dari
http://www.fk.unair.ac.id/attachments/1705_ANATOMI%20FISIOLOGI
%20KULIT%20DAN%20PENYEMBUHAN%20LUKA%20Agustus
%202007.pdf pada tanggal 3 Desember 2015.

Rahman, G. Anatomi Kulit. 2013. Diakses dari


http://www.scribd.com/doc/124105159/Anatomi-Kulit-pdf#scribd pada
tanggal 3 Desember 2015

Supianto, M. J. Fungsi Keratinisasi. Diakses dari


http://www.scribd.com/doc/127454412/Fungsi-Keratinisasi#scribd pada
tanggal 4 Desember 2015

32
Suwardi, H., Aditiya, K., Wijaya, L. 2011. Peran Nikotin Rokok Pada Patogenesis
Psoriasis. Journal of Medicine; Vol.10 No.2 Juni 2011: hal. 8690
diskses dari ojs.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/262/215
pada tanggal 12 Nopember 2015

Thaha, M. T. 2008. Terapi Biologik Pada Pasien Psoriasis. Jurnal Kedokteran


Brawijaya volume XXIV No.3. Diakses dari
http://eprints.unsri.ac.id/1541/1/Jurnal_Kedokteran_Brawijaya.pdf pada
tanggal 12 Nopember 2015.

Walujo, A., Sutedja, E., Suwarsa, O. 2007. Penurunan Kadar Soluble


Intercellular Adhesion Mollecul-1 Serum Penderita Psoriasis Vulgaris
Setelah Pengobatan Dengan Krim Klobetasol Propionat 0,05%. Majalah
Kedokteran Bandung Volume XXXIX No.3 Tahun 2007. Diakses dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/04/penurunan_kadar_soluble_intercellular_adhesio
n_molecule-1_serum.pdf pada tanggal 3 Desember 2015

Wasitaatmadja, S.M. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Faal Kulit hal.7-8).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI

http://www.derm-hokudai.jp/shimizu-dermatology/pdf/02-02.pdf

33

Anda mungkin juga menyukai