Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU REFLEKSI KASUS
06 Juli 2019
TORSIO TESTIS

Disusun Oleh:

Fanky Fazdianki Ramadhan


(15 19 777 14 351)

Pembimbing :
dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp.Rad

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN RADIOLOGI RSU ANUTAPURA PALU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Fanky Fazdianki Ramadhan,S.Ked

1
No. Stambuk : 15 19 777 14 351

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

JudulRefka : Torsio Testis

Bagian : Radiologi

Bagian Radiologi

RSU ANUTAPURA Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 06 Juli 2019

Pembimbing Klinik

dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp.Rad

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Inri Hardyanti, S.Ked

2
No. Stambuk : 14 18 777 14 300

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

JudulRefka : Diseksi Aorta

Bagian : Radiologi

Bagian Radiologi

RSU ANUTAPURA Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 10 Januari 2019

Pembimbing Klinik

dr. Masyita, M.Kes, Sp.Rad

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL I

3
HALAMAN PENGESAHAN II
DAFTAR ISI IV
DAFTAR TABEL V
DAFTAR GAMBAR VI
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Torsio Testis
a) Definisi 2
b) Epidemiologi 2
c) Anatomi 3
d) Klasifikasi 7
e) Patomekanisme 13
f) Manifestasi Klinis 12
g) Pemeriksaan Radiologi 15
h) Penatalaksanaan 23
a. DIAGNOSIS BANDING 26
BAB III REFLEKSI KASUS 31
BAB IV KESIMPULAN 36
DAFTAR PUSTAKA 37
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Keadaan yang beresiko terjadi diseksi aorta 10
Table 2 Manifestasi klinis diseksi aorta 14
Table 3 Gambaran diseksi aorta pada foto thorax 17
Table 4 Gambaran diseksi aorta pada CT-Scan 20

4
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1 Diseksi Aorta 2
Gambar 2 Anatomi aorta 3
Gambar 3 Histologi aorta 3
Gambar 4 Klasifikasi diseksi aorta 7
Gambar 5 Klasifikasi diseksi aorta 7
Gambar 6 Echocardiography diseksi aorta 16
Gambar 7 Foto thorax normal 18

5
Foto thorax diseksi aorta

Gambar 8 Tampak dilatasi dan kalsifikasi aorta 18


Foto toraks pasien diseksi aorta tipe A.
Terlihat Gambaran aorta ascenden, aorta
Gambar 9 18
desenden, dan mediastinum yang melebar
(tanda panah).
Gambar CT scan diseksi aorta; tampak true lumen
21
10 dan false lumen pada aorta

Gambar CT angiogram; diseksi aorta tipe 1. Diseksi 21


11 pada arcus aorta
Tampak aorta ascenden normal, diseksi
Gambar
dimulai setelah melewati arteri subclavia dan 22
12
thrombus perifer pada true lumen.
gambar 13. Representasi 3D aorta; yang
Gambar menunjukkan diseksi dimulai setelah arteri
22
13 subklavia kiri meluas ke bifurkasi aorta
dengan situs flap intimal
Gambar 27
Tipe aneurisma
14

Gambar
Usg abdomen 29
15
Gambar
CT scan abdomen pada aneurisma aorta. 29
16
Gambar Aortography aorta abdominalis pada
30
17 aneurisma aorta

6
BAB I

PENDAHULUAN

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus


terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi
vena atau arteri ke testis dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu
keadaan yang termasuk gawat darurat dan butuh segera dilakukan
tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani dengan cepat
dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan infark
dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.

Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis. Di
mana torsio testis, epididimitis dan torsi dari appendix testis merupakan 3
penyebab tersering nyeri skrotum akut. Torsio testis juga merupakan
kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa
muda, dengan angka kejadian 1 diantara 4000 orang dibawah usia 25
tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20
tahun). Janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir
tidak jarang menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga

7
mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral. Torsio
testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan nyeri akut
pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan-
keluhan nyeri pada testis lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis
yang dapat berujung pada kesalahan terapi.

Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus


segera dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis
tertolong akan menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu
terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah
mengalami torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan
(58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi
(13%).

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI SCROTUM

Scrotum adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis: kulit dan
fascia superficialis. Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak,
tetapi pada fascia superficialis terdapat selembar otot polos yang tipis,
dikenal sebagai tunica dartos,
yang berkontraksi sebagai reaksi
terhadap dingin, dan dengan
demikian mempersempit luas
permukaan kulit. Ke arah ventral
fascia superficialis dilanjutkan
menjadi lapis dalamnya yang
berupa selaput pada dinding
abdomen ventrolateral, dan ke
arah kaudal dilanjutkan menjadi
fascia superficialis perineum.7

Arteri untuk skrotum ialah :

9
1. Ramus perinealis dari arteria pudenda interna.
2. Arteriae pudendae externae dari arteria femoralis.
3. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior. 7

Vena scrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung


oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. 7

Saraf scrotum ialah :

1. Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang


menjadi cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral.
2. Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum
ventral.
3. Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan
scrotum dorsal.
4. Ramus perinealis dari nervus cutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk
permukaan scrotum kaudal.7

B. ANATOMI TESTIS

Kedua testis terletak dalam scrotum


dan menghasilkan spermatozoon dan
hormone, terutama testosterone.
Permukaan masing-masing testis
tertutup oleh lamina visceralis tunicae
vaginalis, kecuali pada tempat
perlekatan epididimis dan funiculus
spermaticus. Tunica vaginalis ialah
sebuah kantong peritoneal yang
membungkus testis dan berasal dari
processus vaginalis embrional. Lamina
parietalis tunicae vaginalis berbatasan langsung pada fascia spermatica
interna dan lamina visceralis tunicae vaginalis melekat pada testis dan
epididimis. Sedikit cairan dalam rongga tunica vaginalis memisahkan

10
lamina visceralis terhadap lamina parietalis dan memungkinkan testis
bergerak secara bebas dalam scrotum.

Epididimis adalah gulungan pipa yang berbelit-belit dan terletak pada


permukaan kranial dan permukaan dorsolateral testis. Bagian-bagian
epididimis yaitu :

1. Bagian cranial yang melebar, yakni caput epididimis terdiri dari lobul-
lobul yang dibentuk oleh gulungan sejumlah ductuli efferentes.
2. Ductuli efferentes membawa spermatozoon dari testis ke epididimis
untuk ditimbun.
3. Corpus epididimis terdiri dari ductus epididimis yang berbelit-belit.
4. Cauda epididimis bersinambung dengan ductus deferens yang
mengangkut spermatozoon dari epididimis ke ductus ejaculatorius
untuk dicurahkan ke dalam pars prostatica urethrae.

Arteria testicularis berasal


dari pars abdominalis
aortae, tepat kaudal
arteria renalis. Vena-vena
meninggalkan testis dan
berhubungan dengan
plexus pampiniformis
yang melepaskan vena
testicularis dalam canalis
inguinalis. Limfe dari testis disalurkan ke nodi lymphoidei lumbales dan
nodi lymphoidei pre-aortici. Saraf autonom testis berasal dari plexus
testicularis sekeliling arteria testicularis. Saraf ini mengandung serabut
parasimpatis dari nervus vagus dan serabut simpatis dari segmen medulla
spinalis.

C. ANATOMI FUNICULUS SPERMATICUS

11
Funiculus spermaticus menggantung testis dalam scrotum dan berisi
struktur-struktur yang melintas ke dan dari testis. Funiculus spermaticus
berawal pada anulus inguinalis profundus, lateral dari arteria epigastrica
inferior, melalui canalis inguinalis, dan berakhir pada tepi dorsal testis
dalam scrotum. Funiculus spermaticus diliputi oleh fascia pembungkus
yang berasal dari dinding abdomen. 7

Pembungkus funiculus spermaticus dibentuk


oleh tiga lapis fascia dari dinding abdomen
ventral sewaktu masa vetal :

1. Fascia spermatica interna dari fascia


transversalis.
2. Fascia cremasterica dari fascia penutup
musculus obliquus internus abdominis.
3. Fascia spermatica externa dari
aponeurosis musculus obliquus externus
abdominis.7

Pada fascia cremasterica terdapat ikal-ikal (loops) musculus cremaster


yang secara refleks mengangkat testis ke atas ke dalam scrotum,
terutama sewaktu dingin. Musculus cremaster, yang berasal dari musculus
obliquus internus abdominis, memperoleh persarafan dari ramus genitalis
nervi genitofemoralis (L1,L2).7

Komponen funiculus spermaticus ialah :

1. Ductus deferens (vas deferens), pipa berotot dengan kepanjangan


sekitar 45 cm yang menyalurkan mani dari epididimis.
2. Arteria testicularis yang berasal dari permukaan lateral aorta, dan
memasok darah kepada testis dan epididimis.
3. Arteri untuk ductus deferens dari arteria vesicalis inferior.
4. Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.
5. Plexus pampiniformis, anyaman pembuluh balik yang dibentuk melalui
anastomosis beberapa sampai dua belas vena.

12
6. Serabut saraf simpatis pada arteri, dan serabut simpatis dan
parasimpatis pada ductus deferens.
7. Ramus genitalis nervi genitofemoralis mempersarafi musculus
cremaster.
8. Pembuluh limfe untuk menyalurkan limfe dari testis dan struktur
berdekatan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi lymphoidei pre-
aortici.7

a. Definisi
Torsio testis merupakan keadaan gawat darurat berupa rotasi sumbu
longitudinal korda spermatika yang mengakibatkan penyumbatan aliran
darah testis. Sebagian besar kasus akut skrotum pada anak-anak adalah
torsio testis, oleh sebab itu seorang anak laki-laki dengan nyeri skrotum
akut harus diasumsikan torsio korda spermatika sampai terbukti tidak.

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus


terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi
vena atau arteri ke testis dan epididimis

13
Gambar. 1 Torsio Testis

A. Epidemiologi
Torsio testis merupakan kondisi penyebab akut skrotum yang paling
sering.2 Insiden torsio testis adalah 1 dari 4000 laki-laki sebelum usia 25
tahun.3 Torsio testis dapat terjadi pada usia berapapun, paling sering pada
usia 12-16 tahun; sisi sebelah kiri lebih sering. Median usia pasien torsio
testis adalah 15 tahun.
B. Klasifikasi
Torsio testis menurut penyebabnya dibagi menjadi ekstravaginal dan
intravaginal. Tipe

ekstravaginal lebih sering ditemukan pada usia perinatal, sedangkan


tipe intravaginal yang mencapai 90% kasus torsio testis, paling sering
pada anak dan remaja.4,5

Torsio testis juga dibagi menurut durasinya sejak onset. Pembagiannya


diperjelas juga dengan gambaran patologis pada pemeriksaan sonografi4.

14
 Tipe 1 – Fase akut ; torsio testis ditandai dengan pembesaran ukuran
testis dan heterogen pada ekogenisitas, cairan subtunika dan aliran
Doppler tidak terdeteksi.

 Tipe 2 – Fase awal ; atrofi parenkim progresif ditandai dengan ukuran


testis normal dan simetris dengan testis yang sehat, hipoekogenik dan
hidrokel kecil.

 Tipe 3 – Fase terlambat ; atrofi parenkim progresif ditandai dengan


penurunan ukuran testis, peningkatan ekogenisitas testis dan tanpa
hidrokel.

C. Etiologi
Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat
mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan
yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah
perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan,
latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau
trauma yang mengenai skrotum.10

Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume


testis (sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang
terletak horizontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana
spermatic cord intrascrotal yang panjang.11

Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio
timbul ketika seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster.
Kontraksi otot ini karena testis kiri berputar berlawanan dengan arah jarum
jam dan testis kanan berputar searah dengan jarum jam. Aliran darah
terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan tersebut menyebabkan
iskemia testis.

D. Patofisiologi

15
Menurut klasifikasinya, torsio testis dibagi menjadi intravaginal dan
ekstravaginal. Baik torsio intravaginal maupun ekstravaginal akan
mengakibatkan cedera iskemik testis yang disebabkan terputarnya testis
dalam pedikulus korda spermatika. Studi eksperimen menunjukkan infark
perdarahan testis dimulai 2 jam setelah onset torsio testis, kerusakan
ireversibel terjadi setelah 6 jam, dan infark komplit timbul pada 24 jam.
Intravaginal Penyebab torsio tetis jenis intravaginal adalah kelainan
anatomis berupa tunika vaginalis yang menutupi seluruh testis dan
epididimis sehingga penempelan ke skrotum terganggu.9 Deformitas ini
lebih dikenal dengan istilah “bell clapper” yang ditandai dengan
meningkatnya mobilitas testikular. Torsio testis intravaginal paling sering
terjadi saat tidur, dan akibat trauma.
Ekstravaginal Torsio testis ekstravaginal paling sering pada kasus torsio
fetus dan neonatus. Pada torsio jenis ini, puntiran korda spermatika terjadi
di luar kantung tunika vaginalis pada skrotum. Fasia spermatika eksterna
tidak menempel pada otot dartos, dan baru terbentuk perlekatan korda
spermatika ke skrotum pada 7-10 hari kehidupan,.

E. Manifestasi Klinis

16
Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis
atau orchitis akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan
hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena
kelainan organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis
dapat disebabkan karena varikokel.

Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang
sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu
disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut
sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan
apendisitis akut.

Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-
kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio
testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang
membedakan dengan orchio-epididimitis.

F. Diagnosis
Kerusakan iskemik terjadi setelah 4-8 jam; diagnosis yang cepat
mengurangi durasi iskemi.12 Jika diagnosis torsio testis ditegakkan,
berbagai investigasi yang lama harus dihindari untuk mencegah
penundaan eksplorasi surgikal dan intervensi definitif.4 Pasien yang
datang setelah 8 jam tetap menjalani bedah eksplorasi karena viabilitas
testis sulit diprediksi.9 Penundaan konsultasi, dan rujukan untuk operasi
harus dihindari.
 Anamnesis Gejala patognomonik torsio testis adalah nyeri
unilateral hebat yang mendadak dirasakan saat istirahat dan sering
disertai mual muntah.4 Mual muntah disebabkan refleks stimulasi celiac
ganglion11, merupakan gejala penting penanda efek sistemik iskemik
dalam tubuh.13
Keluhan nyeri mendadak dan hebat, baik saat istirahat, setelah
aktivitas, maupun setelah trauma. Pada anak, seringkali terlambat

17
mencari pengobatan karena beberapa faktor seperti; anak yang sulit
mengeluh, orang tua yang tidak waspada, dan meremehkan gejala.14
Keluhan serupa dengan episode intermiten merupakan tanda torsio testis
intermiten.
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan,
posisi testis abnormal, serta hilangnya refleks kremaster.4,6 Posisi
abnormal testis terjadi karena korda spermatika memendek; puntiran akan
menarik testis menjadi lebih tinggi.11 Pemeriksaan refleks kremaster
dilakukan dengan menggoreskan paha bagian dalam dan ditemukan testis
bergerak naik; hasil positif menandakan aliran darah testis yang baik; jika
ada puntiran maka akan negatif.11 Edema, indurasi, dan eritema skrotum
dapat ditemukan pada derajat berat.13
Pemeriksaan tanda Phren dilakukan dengan mengangkat testis, jika
nyeri tidak hilang menandakan keadaan torsio. Pemeriksaan tanda Phren
penting untuk membedakan nyeri disebabkan oleh torsio atau orkitis.8
Posisi torsio dapat diraba pada pemeriksaan fisik. Simpul korda terpalpasi
dengan mengidentifikasi bagian atas testis dan kepala epididimis.15

Gambar .Pembesaran skrotum kiri yang nyeri dan keras

 Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi
traktus urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Piuria
dengan atau tanpa bakteri mengindikasikan adanya suatu proses
infeksi dan mungkin mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin.
 Pemeriksaan Radiologi

18
Color Doppler Ultrasonography :10
1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis.
2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan
sensitivitas 82-90% dan spesifitas 100%.
3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar
testis yang echotexture. Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas
yang terjadi pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan
hidrokel.
4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam
dan adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses
nekrosis sudah mulai terjadi.

Gambar melintang testis menunjukkan ukuran simetris dan


echogenicity normal.

19
Tindak lanjut image Doppler spektral dari testis kiri menunjukkan
indeks resistif tinggi, tanpa aliran diastolik (panah putih) dan hidrokel
(panah merah).

Tindak lanjut image Doppler spektral menunjukkan aliran vena di


testis kiri.

20
Gambar normal Doppler sonografi spektral dari testis kanan tanpa
gejala yang menunjukkan aliran arteri resistansi rendah. aliran
diastolik yang normal yang ditunjukkan oleh panah putih. puncak
sistolik yang normal yang ditunjukkan oleh panah merah.

Longitudinal image tindak lanjut dari testis menunjukkan


ditinggalkan menurun mengalir dengan Doppler warna.
Reaktif kiri skrotum penebalan dinding dengan hiperemia
(panah hitam) juga dihargai. Catatan tidak ada hyperemia
dari epididimis.

. gambar melintang pada tindak lanjut sonografi menunjukkan


simetri normal dan echogenicity dari testis.

21
Doppler spektral dari testis kiri menunjukkan aliran diastolik absen
(panah putih).

 Pemeriksaan MRI

Gambar 3—54 tahun pria dengan testis dilatasi sisi kiri (panah)
didiagnosis dengan benar sebagai lesi mirip tumor jinak dengan
MRI. Coronal T2-weighted suppressed lemak (kiri), T1-weighted
(tengah), dan T1-weighted suppressed gadopentetate
dimeglumine-enhanced (kanan) gambar MR menunjukkan

22
intensitas sinyal tinggi pada gambar T2-weighted dengan
penampilan tubular tanpa peningkatan kontras. .

Gambar 4-51 tahun pria dengan tumor sel Leydig sisi kanan
(lingkaran). Coronal T2-weighted suppressed lemak (kiri), T1-
weighted (tengah), dan T1-weighted suppress gadopentetate
dimeglumine-enhanced (kanan) gambar MR menunjukkan lesi
testis yang secara salah ditandai sebagai lesi testis maligna
dengan MRI.
Diagnosa banding

Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain


sebagai penyebab dari akut scrotum, antara lain :10,12
1. Epididimitis akut.
2. Hernia scrotalis incarserata
3. Hidrokel
4. Tumor testis

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan torsio testis dibagi menjadi dua yaitu :

1. Non-operatif

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya,


dengan jalan memutar testis kearah berlawanan dengan arah torsio.
Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar
testis kearah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba
detorsi kearah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan
bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil, operasi harus tetap
dilaksanakan.

23
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di
unit gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri,
tindakan ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak
sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah
pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana
testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan
tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat torsio.

2. Operatif

Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah


testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami
nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orchidopeksi (fiksasi testis)
pada tunika dartos kemudian disusul orchidopeksi pada testis
kontralateral.

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala


upaya untuk mempercepat proses eksplorasi dan pembedahan. Hasil
pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu

24
sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan,
laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak
dapat dipertahankan.

Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :

a. Untuk memastikan diagnosis torsio testis


b. Melakukan detorsi testis yang torsio
c. Memeriksa apakah testis masih viable
d. Membuang atau memfiksasi jika testis masih viable
e. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain
disebabkan oleh kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio
sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih
mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan
alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan
diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk
melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. Saat pembedahan,
dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini
dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain
waktu.

Jika testis masih hidup, dilakuakn orkidopeksi (fiksasi testis) pada


tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak
diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir
kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis
dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul
orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami
nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam skrotum akan merangsang
terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
fertilitas dikemudian hari.

25
f. Prognosis
Infertilitas merupakan konsekuensi jangka panjang yang harus
diperhatikan. Gangguan spermatogenesis akibat torsio testis akan
mengurangi kualitas sperma.22 Makin cepat diagnosis ditegakkan, <6
jam, prognosis dapat diselamatkannya testis akan lebih baik. Penyebab
orkidektomi terbanyak adalah terlambatnya diagnosis. Angka orkidektomi
adalah 9% pada <6 jam setelah onset dan 56% pada >6 jam.4 Iskemi
testis akan berujung pada atrofi testis.Setelah torsio, 36-39% laki-laki akan
memiliki konsentrasi sperma di bawah 20 juta/mL.9 Pada torsio unilateral,
testis kontralateral juga dapat terganggu karena cedera reperfusi-iskemik
setelah torsi-detorsi testis atau proses autoimun setelah ruptur barier
hematotestikular yang berujung pada formasi antibodi anti-sperma yang
menjadi penyebab atrofi dan infertilitas.17 Penurunan aliran darah terjadi
juga pada testis kontralateral.6 Preservasi testis dikatakan berbahaya bagi
testis kontralateral.22 Antibodi antisperma akan berkembang setelah
torsio.

Pada kelompok usia perinatal, testis tidak dapat lagi diselamatkan,


sedangkan pada kelompok usia postnatal eksplorasi surgikal segera
sangat diperlukan. Torsio rekuren dapat terjadi beberapa tahun setelah
orkiektomi dan orkidopeksi

26
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn.Muh Wandi
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki Laki
Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sungai Manonda.

Tanggal pemeriksaan radiologi : 26 Juni 2019

B. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri perut kiri bawah dan scrotum
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan Nyeri perut kiri bawah dan nyeri pada
scrotum sejak 1 hari yang lalu, pasien juga mengeluhkan bahwa

27
nyerinya ini secara terus menerus. Pasien tidak mengeluhkan adanya
demam, sakit kepala, mual dan muntah. BAB dan `BAK lancar.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu..

Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:


Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang serupa.

C. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
 Tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,5ºC
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thorax : Rhonchi pada kedua lapang paru0
 Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal , nyeri tekan (-),
hepar/lien dalam batas normal
 Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)

D. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai


Darah Rujukan
Diabetes
Glukosa sewaktu 113 60-199 mg/dl
Faal Ginjal
Creatinin 0,81 Lk: >35 mg/dl

28
Pr: >45 mg/dl
Faal Hati
SGOT 32 0-35 U/I
SGPT 54 0-45 U/I

Hasil Nilai Rujukan

WBC 9,87 10^3/ uL 4-10 10^3/ uL

RBC 4,77 10^3/ uL 4,7-6,1 10^3/ uL


HGB 12,9 g/dL 14-18 g/dL

MCV 80,3 fL 80-99 fL

MCH 27 pg 27-31 pg

MCHC 33,7 g/dL 33-37 g/dL


HCT 38,3 % 42-52 %

PLT 236 10^3/ uL 150-450 10^3/ uL

Faal Hasil Nilai


Hemostasis Rujukan
Prothombin Time 13,1 11 – 18 detik
(PT)
INR 1,01
Kontrol 14,8 12,1 – 17,5 detik

APTT 22,0 27 – 42 detik


Kontrol 30,3 26,7 – 38,4 detik

29
E. Pemeriksaan USG

Hasil USG Scrotum :


- Testis dan Epididymis kanan : Ukuran dan echo parenkim dalam batas
normal, tidak tampak echo mass, pada CF vasculer dalam batas
normal
- Testis dan Epididymis kiri : membesar, echo heterogen pada CF tidak
tampak vasculer, tampak echo cairan bebas pada tunika vaginalis
Kesan :
- Torsio Testis Sinistra
F. Penatalaksanaan
torsio testis dibagi menjadi dua yaitu non-operatif dengan detorsi
manual dan tindakan operatif. Bila dilakukan penanganan sebelum
6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam
meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi.

30
BAB IV

KESIMPULAN

Torsio testis merupakan kasus gawat darurat pada anak dan remaja.
Diagnosis yang cepat dan tepat diperlukan karena kecepatan intervensi
sangat mempengaruhi keselamatan testis. Ultrasonografi Doppler masih
menjadi pilihan untuk diagnosis torsio testis. Satu-satunya tatalaksana
adalah detorsi. Walapun yang paling ideal adalah detorsi surgikal, klinisi
harus mengetahui teknik detorsi manual.

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus


terpeluntir yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi
vena atau arteri ke testis dan epididimis.

Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat


mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan
yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah
perubahan suhu yang mendadak, ketakutan, latihan yang berlebihan,
batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai
skrotum. Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan
volume testis, tumor testis, testis yang terletak horizontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang
panjang.

Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum,


yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan
itu disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau
perut sebelah bawah. Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual
dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan.

Penegakan diagnosa pada torsio testis dapat dilakukan dengan cara


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan

31
laboratorium dan pemeriksaan radiologi dengan color doppler
ultrasonography dan nuclear scintigraphy.

32
Daftar Pustaka

1. Mabun. J. M. H., Diseksi Aorta: Kegawatdaruratan Kardiovaskuler. Vol.

43. No.12. Banten. 2016.

2. Melissano G., Chiesa R. Aortic Dissection. Paper Edition. Peschiera

Borromeo, Milan, Italy. Desember 2016.

3. Price S.A., Wilson L.M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. ed. 6 vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003. p

517-576.

4. Bagian anatomi FK UNHAS. 2013. Anatomi biomedik II. Ed. 3.

Universitas Hasanuddin

5. Mardjono M., Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. ed. 15. Jakarta: Dian

Rakyat. 2012.

6. Depertemen Kesehatan. Indonesia. 2013

7. Neuhauser H.K. Epidemiology of Aortic Dissection. Curr Opin Neurol.;

2007. 20(1). p 40-46.

8. Thrumurthy, S. G., Karthikesalingam, A., Patterson, B, O., et al. The

Diagnosis and Management of Aortic Dissection. Vol. 344. St.

Georges’s Vascular Institue. London. Januari 2012.

9. Hariyani I, P., Sari F, A. Kematian Mendadak pada Diseksi Aorta.

Pekanbaru. 2017.

10. Newbigging. J., Rang. L., Allard. R., et al. POCUS Journal; Journal

of Point of Care Ultrasound. Aortic Dissection. Vol. 2. Iss;03. Naples.

Desember 2017.

33
11. Fleischmann D. Aortic Dissection and its Complication. Department of

Radiology Standford University. August 2010.

12. Puspita, D. Diseksi Aorta. Divisi Kardiologi Departement Ilmu Penyakit

Dalam. Padang. November 2012.

13. . N. Gera, P. P., Ghuge, S., Gandhi, A. et al. Chronic Type B Aortic

Dissection. Vol. 23. Iss; 6. India. November 2013.

14. Bill, A., Aadil D., Andrew M., et al. Type 1 aortic dissection presenting

as acute pericarditis: the roles of POCUS and transthoracic

echocardiography. Vol. 2. p 22-23. Canada. 2014.

15. Harahap, I. Aneurisma Aorta. Divisi Kardiologi Departement Ilmu

Penyakit Dalam FK UIN. Jakarta. 2013.

34

Anda mungkin juga menyukai