Anda di halaman 1dari 44

AKUT ABDOMEN

(Tinjauan Kepustakaan)

Oleh
KELOMPOK B

Putri Naula Abbas (20204881023)


Alshafiera Azayyana M.S (20204881004)
Moch Frando G.E (20204881018)
Esa Widhanar (20204881036)
Ayu Rahajeng Dianing Negari (20204881049)
Anandya Fatikhawati (20204881006)
Khoiriya Ardiani (20204881015)
Zida Shofy Husnayain (20204881048)
Ananda Frifiyant M.I (20204881005)
Siska Mawaddatunnadila (20204881026)

Pembimbing:
dr.Agung Budi Lamuel, Sp.B-KBD

Departemen/KSM Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya
RSUD. Dr. Soegiri Lamongan
2020

ii
Lembar Pengesahan Makalah Ilmiah

Tinjauan Kepustakaan dengan judul


AKUT ABDOMEN

Ditulis dan dipresentasikan

Oleh
Putri Naula Abbas
Alshafiera Azayyana M.S
M. Frando Ghiffari Ekwanda
Esa Widhanar
Ayu Rahajeng Dianing Nagari
Anandya Fatikhawati
Khoiriya Ardiani
Zida Shofy Husnayain
Ananda Frifiyant M.I
Siska Mawaddatunnadila

Surabaya, 8 Oktober 2020

Telah disetujui untuk dipresentasikan oleh


PEMBIMBING

Nama Tanda Tangan


dr.Agung Budi Lamuel, Sp.B-KBD

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Daftar Isi iii
Daftar Gambar iv
Daftar Tabel v
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Manfaat penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi 3
2.2 Etiologi 3
2.3 Epidemiologi 4
2.4 Klasifikasi 6
2.5 Patofisiologi 8
2.6 Manifestasi Klinis 12
2.7 Penegakan diagnosa 14
2.8 Pemeriksaan penunjang 17
2.9 Diagnosa banding 20
2.10 Tatalaksana 32
2.11 Komplikasi 33
2.12 Prognosis 34
BAB 3 PENUTUP 35
3.1 Kesimpulan 35
DAFTAR PUSTAKA 36

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Regio Abdomen 6
Gambar 2.2 Kuadran Abdomen 7
Gambar 2.3 Visceral" sakit perut: dalam, tumpul, difus (tersebar) 12
Gambar 2.4 Nyeri parietal (Somatic) A & B
10
Gambar 2.5 Nyeri parietal (Somatic) C & D
11

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Etiologi Nyeri Abdomen Berdasarkan Lokasi……………………..5


Tabel 2.2 Nyeri visceral………………………………………………………8
Tabel 2.3 Nyeri somatic………………………………………………………8
Tabel 2.4. Perbedaan nyeri visceral dan nyeri somatic………………………12
Tabel 2.5. Indikasi foto polos abdomen………………………………………18

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akut abdomen adalah suatu kondisi yang menuntut perhatian dan
pengobatan segera. Akut abdomen dapat disebabkan oleh infeksi, peradangan,
oklusi vaskular, atau obstruksi. Pasien biasanya akan datang dengan tiba-tiba
nyeri perut disertai mual atau muntah yang terkait. Kebanyakan pasien dengan
akut abdomen tampak kesakitan 1,2,3.
Pendekatan untuk pasien dengan akut abdomen harus mencakup riwayat
menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Lokasi nyeri sangat penting karena
mungkin menandakan proses terlokalisasi. Namun, pada pasien dengan udara
bebas, mungkin timbul dengan nyeri abdomen yang menyebar. Auskultasi
dapat menunjukkan bising usus yang tidak ada dan palpasi dapat menunjukkan
nyeri tekan dan perlindungan yang melambung, yang menunjukkan adanya
peritonitis. Penyebab dari abdomen akut termasuk apendisitis, ulkus peptikum
berlubang, pankreatitis akut, ruptur divertikulum sigmoid, torsio ovarium,
volvulus, ruptur aneurisma aorta, limpa atau hati yang terkoyak, dan usus yang
iskemik 1,2,3.
Akut abdomen merupakan suatu gejala-gejala dengan onset akut dan
mengarah pada penyebab dalam abdomen. Keadaan akut abdomen merupakan
keadaan darurat dan dapat mengancam nyawa bila tidak ditatalaksana dengan
tepat. Gejala utama pada akut abdomen adalah nyeri perut. Akut abdomen
biasanya memerlukan tatalaksana terapi pembedahan segera. Keadaan darurat
dalam abdomen dapat disebabkan karena infeksi. Hampir separuh dari
keadaan akut abdomen tersebut memerlukan terapi pembedahan.
Akut abdomen dapat terjadi pada berbagai usia dan jenis kelamin. Gejala
nyeri perut merupakan gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien yang datang
ke Instalasi Gawat Darurat. Oleh karena itu, diperlukan ketepatan dalam
mendiagnosis awal keadaan akut abdomen. Dalam mendiagnosis akut
abdomen diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik serta
pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

1
radiologi yang lengkap. Pada keadaan akut abdomen juga dilakukan observasi
yang ketat.

1.2 Tujuan penulisan


Referat ini ditulis dengan tujuan menambah khasanah informasi kepada
para pembaca terkait topik Akut Abdomen berdasarkan kajian literatur-literatur
ilmiah yang relevan. Selain itu, referat ini juga ditulis untuk menjelaskan
mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penegakan diagnosa, pemeriksaan penunjang, tatalaksana serta komplikasi dan
prognosis akut abdomen. Selain itu juga menjelaskan tentang differential
diagnose atau diagnosis banding yang berkaitan dengan akut abdomen.
1.3 Manfaat penulisan
Referat ini diharapkan dapat memiliki manfaat yaitu menambah wawasan
kepada pembaca maupun penulis tentang akut abdomen berdasarkan kajian
literatur ilmiah yang relevan. Kemudian, dapat menambah pengetahuan mengenai
definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnose,
pemeriksaan penunjang, tatalaksana serta komplikasi dan prognosis akut
abdomen.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Oleh : M. Frando Ghiffari Ekwanda /20204881018
Akut abdomen adalah suatu kondisi abdomen yang terjadi secara tiba-
tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam, biasanya menimbulkan gejala
nyeri yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Pada
beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan
tindakan segera 4.
Keadaan klinis akut abdomen memerlukan pemeriksaan yang seksama
dan cepat untuk memutuskan perlunya tindakan operasi dan dimulainya
terapi yang tepat. Oleh karena itu, diagnosis awal yang tepat dapat
menentukan terapi yang dipilih seperti perlunya tindakan laparoskopi atau
laporotomi segera 5.
2.2 Etiologi
Oleh : M. Frando Ghiffari Ekwanda /20204881018
Penyebab akut abdomen dapat dibagi menjadi penyebab non bedah
dan bedah. Penyebab non bedah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :4
1. Gangguan metabolik dan endokrin : uremia, krisis diabetic, krisis
penyakit Addison.
2. Gangguan hematologi : krisis anemia sel sabit, leukemia akut, dan
penyakit darah lainnya.
3. Obat-obatan dan racun : keracunan logam berat, ketergantungan obat
narkotik.
Sedangkan penyebab bedah dapat dibagi menjadi 5, yaitu :4
1.Perdarahan : Trauma organ viscera, ruptur aneurisma arteri, kehamilan
ektopik terganggu, ulkus intestinal, perdarahan pankreas.
2.Infeksi : appendicitis, kolesistitis, abses hati, abses diverticular.
3.Perforasi : perforasi ulkus gastrointestinal, perforasi kanker
gastrointestinal, perforasi diverticulum.

3
Obstruksi : adhesi yang berhubungan dengan obstruksi usus besar, hernia
incarserata, kanker gastrointestinal.
5. Iskemia : thrombosis atau emboli arteri mesenterika, colitis iskemik, torsi
ovarium, hernia strangulata.
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan akut abdomen dapat
dibagi menjadi 6 bagian besar kategori, yaitu: 6
1. Inflamasi
Kategori inflamasi ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu yang
disebabkan bakteri dan kimiawi. Inflamasi akibat bakterial seperti
appendisitis akut divertikulitis, dan beberapa kasus Pelvic Inflammatory
Disease. Inflamasi akibat kimiawi antara lain perforasi dan ulkus
peptikum.
2. Obstruksi
Penyebab obstruksi misalnya keadaan mekanis, seperti hernia
inkarserata, perlengkapan, intussusepsi, malrotasi usus dengan volvulus,
atresia kongenital atau stenosis usus. Penyebab tersering obstruksi
mekanik usus besar adalah Ca kolon.
3. Neoplasma
4. Vaskular
Kelainan vaskular seperti trombosis atau embolisme a. mesenterika
yang menyebabkan aliran darah terhenti sehingga timbul nekrosis
jaringan, dengan ganggren usus.
5. Defek Kongenital
Defek congenital yang dapat menyebabkan akut abdomen seperti
atresia duondenum, omphalocele atau hernia diaphragmatica.
6. Trauma
Penyebab traumatik dari akut abdomen bervariasi dari luka tusuk dan
tembak sampai luka tumpul abdominal yang menyebabkan keadaan
rusaknya organ visera seperti ruptur lien.
Penyebab nyeri perut terkadang dapat diprediksi berdasarkan lokasi
dan jenis rasa sakit sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis.
Perkiraan penyebab berdasarkan fakta bahwa patologi struktur yang

4
mendasari di setiap regio cenderung memberikan nyeri perut maksimal di
regio tersebut 7.
Tabel 2.1 Etiologi Nyeri Abdomen Berdasarkan Lokasi 8

2.3 Epidemiologi
Oleh : Siska Mawaddatunnadila / 20204881026
Istilah akut abdomen merupakan tanda dan gejala yang disebabkan
penyakit intra abdominal dengan nyeri sebagai keluhan utama, timbul
mendadak, dan biasanya membutuhkan terapi pembedahan. Sindrom acute
abdominal pain menyebabkan sejumlah besar kunjungan ke rumah sakit
dan dapat terjadi pada mereka yang sangat muda, sangat tua, laki-laki
maupun perempuan, dan semua tingkatan sosio ekonomi.  Kasus
abdominal pain tercatat  5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat
darurat atau 5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat. Studi lain
menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat darurat
mengeluh nyeri perut. Diperkirakan bahwa hampir 50% orang dewasa
pernah mengalami sakit perut. Hal ini menyumbang 5-10% pasien di
instalasi gawat darurat 9. Penelitian yang telah dilakukan Takhur dan
Kumar tentang epidemiologi nyeri perut akut di rumh sakit perawatan
tersier di India Timur mengatakan bahwa total 348 dari populasi penelitian
adalah laki-laki dan 176 adalah perempuan. Berdasarkan umur, berusia

5
antara 18 tahun sampai kurang dari 21 tahun. 278 orang adalah kelompok
usia 21-40 tahun, 154 orang adalah kelompok usia 41 sampai 60 tahun
10
dan 34 orang adalah usia diatas 60 tahun . Diagnosis bervariasi sesuai
kelompok usia, yaitu anak dan geriatri 9. Gastroenteritis akut, apendisitis
akut, dan trauma abdomen adalah peyebab umum terjadinya nyeri
abdomen pada anak dan dewasa muda. Obstruksi usus, penyakit bilier,
diverticulitis serta apendisitis adalah penyebab umum pada pasien paruh
baya dan lanjut usia 10. Appendisitis merupakan salah satu kasus tersering
dalam bidang bedah abdomen yang menyebabkan nyeri abdomen akut dan
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya seperti gangrenosa, perforasi bahkan dapat terjadi
peritonitis generalisata 11. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan
pertama sebagai angka kejadian Appendisitis akut tertinggi dengan
prevalensi 0.05%, diikuti oleh Filipina sebesar 0.022% dan Vietnam
sebesar 0.02%. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2014
di Indonesia, Apendisitis menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatdaruratan abdomen. Prevalensi appendisitis akut di Indonesia
berkisar 24,9 kasus per 10.000 populasi 12.

2.4 Klasifikasi
Oleh : Anandya Fatikhawati/ 20204881006

A. Regio pada abdomen dapat diklasifikasikan menjadi 9 regio


maupun 4 kuadran.

6
Gambar 2.1 Regio Abdomen 13.
Pembagian abdomen berdasarkan 9 regio, yaitu:

1. Regio hipokondria kanan


2. Regio epigastrika
3. Regio hipokondria kiri
4. Regio lumbal kanan
5. Regio umbilikus
6. Regio lumbal kiri
7. Regio iliaka kanan
8. Regio hipogastrika
9. Regio iliaka kiri
(Pearce, E. C, 2016).

7
Gambar 2.2 4 Kuadran Abdomen 13.

Pembagian abdomen berdasarkan 4 kuadran, yaitu 13:

1. Kuadran kanan atas


2. Kuadran kiri atas
3. Kuadran kanan bawah
4. Kuadran kiri bawah

B. Kalsifikasi nyeri

Tabel 2.2 Nyeri viseral 14.

ORGAN LOKASI NYERI


Esofagus, lambung, duodenum, saluran Epigastrium
empedu/ pancreas.
Jejunum kolon transversum preumbilikal

Kolon distal intraumbilikal


Ginjal,ureter Pinggang, lipatan paha
Adneksa Pinggang, subrapubik

8
Letak Organ
Abdomen kanan atas Kandung empedu, hati, duodenum, pancreas,
kolon, paru, miokard
Epigastrium Lambung, pancreas, duodenum, paru kolon
Abdomen kiri atas Limpa, kolon, ginjal, pancreas,paru
Abdomen kanan bawah Appendiks, adneksa, sekum, ileum, ureter
Abdomen kiri bawah Kolon, adneksa, ureter
Suprapubic Buli-buli, uretus, usus halus
Periumbilical Usus halus
Pinggang/punggung Pankreas, aorta, ginjal
Bahu Diafragma
Tabel 2.3 Nyeri somatik 14.

2.5 Patofisiologi
Oleh : Zida Shofy Husnayain/20204881048
Nyeri perut hasil dari stimulasi reseptor nociceptive dan reseptor
peregangan simpatik yang acuh tak acuh. Rasa sakit diklasifikasikan sebagai
visceral atau parietal (somatik).
1. Nyeri Viseral
Resptor nyeri visceral berada di permukaan serosa, dimesenteri, dalam otot
halus, dan mukosa organ perut (berongga). Rasa sakit dimulai ketika
reseptor dirangsang oleh kontraksi yang berlebihan, peregangan, atau
iskemia dinding organ perut, kapsul organ padat (hati, limpa, ginjal), atau
mesentery. Peningkatan kontraksi otot halus organ perut dapat disebabkan
oleh infeksi, racun (agen bakteri atau kimia), ulserasi, peradangan, atau
iskemia. Serabut afferen yang terlibat dalam proses nyeri visceral adalah
serat C yang tidak bermyelin dan memasuki sumsum tulang belakang
secara bilateral. Mengakibatkan rasa sakit yang tumpul dan tidak
teraliralisasi dengan baik. Nyeri visceral sering terjadi secara bertahap, dan
meskipun lokalisasi mungkin tidak tepat, beberapa aturan umum mungkin
membantu (Gbr. 10.1)15.

9
Gambar 2.3 "Visceral" sakit perut: dalam, tumpul, difus (tersebar)

Tiga lokalisasi umum nyeri perut "visceral" garis tengah adalah


epigastrika (1), periumbilical (2), dan hipogastrika (3). 1, Nyeri epigastrik
biasanya menunjukkan penyakit thorax, lambung, duodenum, pankreas,
hati, atau kantong empedu. 2, Nyeri periumbilical biasanya menyiratkan
penyakit usus kecil, cecum, atau keduanya. 3, Nyeri hipogastrik biasanya
berimplikasi pada usus besar, organ panggul, atau sistem kemih 16.

2. Nyeri parietal (Somatic)


Nyeri parietal muncul dari rangsangan langsung (biasanya peradangan)
dari peritoneum parietal yang bersebelahan (misalnya, kuadran bawah
kanan di titik McBurney, radang usus buntu) atau diafragma (pecahnya
splenic, abses subdiafragmatik). Nyeri parietal dihantarkan melalui serat
A-delta ke akar ganglia dorsalis tertentu dan dengan demikian biasanya
bersifat tajam, dan lebih intens. Biasanya dapat diperburuk oleh gerakan
atau batuk, disertai dengan nyeri tekan di atas lokasi iritasi, dan lateralisasi
ke salah satu dari empat kuadran. Karena lokalisasi relatif dari stimulasi
berbahaya terhadap peritoneum yang mendasarinya dan innervasinya lebih
spesifik dan persarafan unilateral dari peritoneum (saraf perifer-
nonautonomi), biasanya lebih mudah untuk mengidentifikasi lokasi
anatomi yang tepat yang menghasilkan nyeri parietal (Gbr. 2)15.

10
Gambar 2.4 Nyeri parietal (Somatic) A & B

Gambar 2.5 Nyeri parietal (Somatic) C & D


Kondisi umum dan tidak umum yang dapat menyebabkan nyeri

11
"parietal" dan peritonitis lokal di berbagai kuadran perut. A, Kuadran
kanan-atas. B, Kuadran kiri-atas. C, Kuadran kanan-bawah. D, Kuadran
kiri-bawah 16.

12
2.6 Manifestasi Klinis
Oleh : Khoiriya Ardiani/20204881015
Tabel 2.4. Perbedaan nyeri visceral dan nyeri somatik 14
JENIS NYERI
Nyeri visceral Nyeri somatik
Rangsangan pada peritoneum visceral Rangsangan pada peritoneum parietal
(meliputi organ intraperitoneal) yang yang dipersarafi oleh saraf tepi
dipersarafi oleh saraf otonom
Timbul jika terdapat tarikan, regangan Rangsangan dapat berupa : rabaan,
organ. Kontraksi otot yang meningkat tekanan, perubahan suhu, rangsang
kimia, atau proses radang
Nyeri dirasakan tumpul Nyeri tajam seperti ditusuk
Letak nyeri tidak bias ditunjukkan Dapat menunjukkan lokasi nyeri
secara tepat secara tepat dengan jari
Nyeri tidak dipengaruhi oleh Gerakan menambah rasa sakit
perubahan posisi
A. Sifat nyeri
1. Nyeri proyeksi
Adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris akibat
cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri
phantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes
zoster 14.
2. Hiperestesia
Hiperperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada
peradangan pada rongga di bawahnya. Pada akut abdomen, tanda ini
sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum.
Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya
peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi
nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri
batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler
yang sering disertai hipersetesi kulit setempat 14.
3. Nyeri Kolik
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus

13
menerus, misalnya pada reaksi radang. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian
yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat 14.
4. Nyeri Iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat,
menetap, dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan
yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi
umum seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena
resorbsi toksin dari jaringan nekrosis 14.
5. Karakteristik Nyeri
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri sangat membantu dalam mencari
penyebab utama akut abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan menetap
biasanya terjadi pada iritasi peritoneal akibat perporasi ulkus atau
ruptur appendiks, ovarian abses atau kehamilan ektopik. Nyeri kolik
terjadi akibat adanya kontraksi intermiten otot polos, seperti kolik
ureter, dengan ciri khas adanya interval bebas nyeri. Nyeri kolik
biasanya dapat reda dengan analgetik biasa. Sedangkan nyeri
strangulata akibat nyeri iskemia pada strangulasi usus atau trombosis
vena mesenterika biasanya hanya sedikit mereda meskipun dengan
analgetik narkotik 14.
6. Onset dan Progresifitas Nyeri
Onset timbulnya nyeri dapat menunjukkan keparahan proses yang
terjadi. Onset dapat digambarkan dalam bahasa mendadak (dalam
detik), cepat (dalam jam), dan perlahan (dalam beberapa jam). Nyeri
hebat yang terjadi mendadak pada seluruh abdomen merupakan suatu
keadaan bahaya yang terjadi intra abdomen seperti perforasi viscus
atau ruptur aneurisma, kehamilan ektopik, atau abses. Dengan adanya
gejala sistemik (takikardi, berkeringat, takipneu dan syok)
menunjukkan dibutuhkannya resusitasi dan laparotomi segera 14.
B. Gejala lain pada akut abdomen
Pada akut abdomen selain nyeri abdomen pasien juga dapat mengeluhkan
keluhan lain antara lain mual, muntah, anoreksia. Anoreksia hamper

14
terjadi pada seluruh penyebab akut abdomen terutama pada appendicitis
akut dan kolesistisis akut. Sedangkan, anoreksia jarang ditemukan pada
akut abdomen akibat kelainan pada urologi atau ginekologi. Muntah yang
terjadi progresif dan terus menerus disertai nyeri abdomen yang hebat
maka kemungkinan obstruksi usus harus dipikirkan. Nyeri abdomen yang
disertai distensi abdomen akibat gas yang berlebihan harus dipikirkan
kemungkinan ileus atau obstruksi usus. Nyeri abdomen dengan konstipasi
tanpa distensi terutama pada orang tua dipikirkan kemungkinan
diverticulitis sebagai penyebab 17.

2.7 Penegakan Diagnosis


Oleh : Ayu Rahajeng Dianing Negari/20204881049
Anamnesis

Dalam anamnesis penderita akut abdomen, perlu ditanyakan dahulu


permulaan nyerinya, lokasi, karakter, durasi, faktor yang
mempengaruhinya serta gejala yang menyertai 18.

1. Lokasi nyeri
Penting untuk mempertimbangkan berbagai kondisi patologis yang terjadi di
daerah spesifik atau kuadran abdomen. Karakteristik nyeri dapat digambarkan
sebagai "rasa terbakar" yang mungkin terjadi karena perforasi ulkus peptikum,
sementara "rasa terobek-robek" biasanya mewakili rasa sakit akibat diseksi aorta.
Nyeri yang intermiten atau kolik harus dibedakan dari rasa sakit yang terus
menerus. Nyeri kolik biasanya terkait dengan proses obstruktif dari usus,
hepatobilier, atau saluran genitourinari, sementara rasa sakit yang terus menerus
biasanya merupakan hasil dari mendasari iskemia atau peritoneal peradangan 18.
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri
yang diproyeksikan. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat,
nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu
kemungkinan terdapat rangsangan pada diafragma. Bagaimana bermulanya nyeri
pada akut abdomen dapat menggambarkan sumber nyeri peradangan 18.
Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat, tetapi

15
dapat pula bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ
berongga, rangsangan peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat
dibandingkan proses inflamasi. Demikian juga intensitas nyerinya peradangan 18.
2. Posisi pasien
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada
pankreatitis akut pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang
belakang, panggul dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi
sendi panggul dan lutut. Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum mendorong
penderitanya untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sehingga
melemaskan otot psoas yang teriritasi. Akut abdomen yang menyebabkan
diafragma teritasi akan menyebabkan pasien lebih nyaman pada posisi setengah
duduk yang memudahkan bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun
umum tidak dapat bergerak karena nyeri, sedangkan pasien dengan kolik terpaksa
bergerak karena nyerinya peradangan 18.
Riwayat gejala sistemik
Penting dalam evaluasi akut abdomen. Nyeri abdomen biasanya disertai oleh
demam tinggi dan kedinginan yang dapat menunjukkan penyakit peradangan
pelvis dan infeksi traktus urinarius. Gejala sistemik lain seperti anoreksia, mual,
muntah merupakan gejala penyerta yang sering pada akut abdomen terutama
apendisitis akut dan kolesistitis akut. Konstipasi didapatkan pada obstruksi usus
besar dan pada peritonitis umum. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi daur haid,
dan gejala lain seperti keadaan sebelum serangan akut abdomen harus dimasukkan
dalam anamnesis peradangan 18.

Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pada inspeksi abdomen, perhatikan kontur abdomen, termasuk apakah tampak
buncit atau apakah tampak terdapat massa yang memberikan kecurigaan adanya
hernia inserserata atau tumor. Perhatian pula adanya bekas luka operasi
sebelumnya, distensi abdomen dan gerakan peristaltik usus yang terlihat Darm-
steifung. Adanya eritema atau edema kulit mungkin memperlihatkan selulitis dari
dinding abdomen, sedangkan ecchymosis kadang- kadang dapat terlihat pada

16
infeksi necrotizing yang dalam pada fasia atau struktur abdomen seperti pancreas.
Adanya caput medusa dapat menunjukan penyakit hati peradangan 18.
2. Auskultasi
Suara usus biasanya dievaluasi kuantitas dan kualitasnya. Perhatikan ada atau
menghilangnya suara bising usus, serta karakteristik dari bising usus. Pada ileus
paralitisik bisisng usus menghilang sedangkan pada ileus obstruksi bising usus
dapat menigkat peradangan 18.
3. Perkusi
Perkusi digunakan untuk menilai distensi usus yang berisi gas, udara bebas
intraabdominal, tingkat asites, atau adanya peradangan peritoneum, serta adanya
setiap massa yang tumpul. Padaobstruksi ileus timpani terdengar di seluruh lapang
kecuali pada kuadran kanan atas, di mana terdapat hat. yang terletak di bawah
dinding abdomen. Jika ditemukan adanya timpani hingga kuadran kanan atas.
dicurigai adanya kemungkinan udara intraperitoneal bebas. Pekak hati yang
menghilang merupakan tanda khas terjadinya perforasi (tanda pneumoperitoneum.
udara menutupi pekak hati). Perkusi dapat digunakan untuk mendeteksi ascites
dengan pemeriksaan shifting dullners atau gelombang cairan peradangan 18.
4. Palpasi
Palpasi menunjukkan 2 gejala yaitu nyeri dan defense musculaire. Akut
abdomen memberikan rangsangan pada peritoneum melalui peradangan atau
iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luas daerah yang
terkena iritasi. Perasaan nyeri dapat berupa nyeri tekan dan nyeri lepas. Defense
musculaire timbul karena rasa nyeri pada peritonitis diffusa yang karena
rangsangan palpasi nyeri bertambah sehingga secara reflex otot-otot abdomen
akan berkontraksi terhadup rangsungan mekanik sebagai proteksi terhadap
abdomen peradangan 18.
Ada beberapa teknik palpasi khusus seperti, murphy sign (palpasi dalam di
perut bagian kanan atas yang menyebabkan nyeri hebat dan berhentinya nafas
sesaat) untuk kolesistitis. rovsing sign (nyeri di perut kanan bawah saat palpasi di
daerah kiri bawah/samping kiri) pada appendicitis. Nyeri lepas di perut kanan
bawah pada appendicitis dan nyeri lepas di hampir seluruh bagian perut pada
kasus peritonitis peradangan 18.

17
5. Rectal Toucher
Penilaian rectal toucher atau colok dubur memberikan informasi yang terbatas
pada kasus akut abdomen Namun pemeriksaan colok dubur dapat membedakan
antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada paralisis dijumpai ampula
rekti yang melebar, sedangkan pada obstniksi usus ampulanya peradangan 18.

2.8 Pemeriksaan penunjang


Oleh: Ananda Frifiyant M.I/20204881005
1. Pemeriksaan Laboratorium

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti,


pemeriksaan laboratorium rutin perlu dilakukan antara lain pemeriksaan
darah perifer dan urin lengkap. Terjadi peningkatan jumlah leukosit adalah
indikasi proses inflamasi. Begitu juga bila terjadi penurunan jumlah
leukosit yang menandakan adanya infeksi virus 17.

Pemeriksaan laboratorium lain seperti serum elektrolit, Blood Urea


Nitrogen dan kreatinin dipergunakan untuk mengevaluasi kehilangan
cairan. Gula darah dan kimia darah sangat membantu dan tes fungsi hati
seperti serum bilirubinm alkali fosfatase dan transaminase merupakan
pemeriksaan untuk menilai adanya kelainan hepatobilier. Jika terjadi
kecurigaan adanya pankreatitis, perlu dilakukan pemeriksaan kadar
amilase dan lipase 17. Pada sebuah penelitian, sensitivitas dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium lebih tinggi untuk membedakan
kasus yang urgent atau tidak dibanding untuk menegakkan diagnosa yang
spesifik 19.

2. Pemeriksaan Radiografi

a. Foto polos abdomen / BOF

Pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi perlu dilakukan untuk


menentukan adanya tanda perforasi, ileus dan obstruksi pada usus.
Selain itu, foto polos abdomen juga dapat menentukan adanya
kalsifikasi pada pankreas, fraktur tulang belakang dan adanya batu

18
pada kontur ginjal 17. Berikut adalah indikasi dilakukannya foto polos
abdomen 20 :

Tabel 2.5. Indikasi foto polos abdomen 20.

Indikasi umum Indikasi dengan keadaan khusus


 Nyeri abdomen akut dengan  Teraba massa
suspect perforasi/obstruksi  Konstipasi
 Obstruksi usus halus akut  Suspect batu ureter
 Obstruksi usus besar akut  Benda asing yang halus dan
 Penyakit radang usus dengan kecil (missal ; koin)
eksaserbasi akut
 Nyeri abdomen akut yang
memerlukan perawatan di
rumah sakit untuk
pertimbangan operasi
 Pankreatitis akut
 Pankreatitis kronis
 Gagal ginjal
 Hematuria
 Benda asing
 Trauma tumpul atau tajam
pada abdomen
b. Ultrasonografi abdomen (USG)

Pemeriksaan yang sudah rutin dilakukan adalah pemeriksaan USG


abdomen, melalui pemeriksaan ini dapat ditentukan kelainan pada
sistim hepatobilier, traktus urinarius dan traktus ginekologis serta
kemungkinan apendisitis akut 17.

c. CT-Scan

CT-scan dapat membantu diagnosis penyakit pankreas, aneurisma,


aorta abdominal, pengumpulan cairan intraabdominal, divertikulitis,
obstruksi usus, apendisitis, dan keganasan 17.

19
d. Pemeriksaan lain sesuai indikasi (misal : colon in loop, endoskopi
saluran cerma) 17.

Tabel 2.6 Rekomendasi pencitraan kasus akut abdomen pada dewasa 21.

Kemungkinan diagnosis klinis Rekomendasi pencitraan


Abses CT-scan abdomen dan pelvis dengan
kontras
Pankreatitis akut USG abdomen
Appendisitis CT-scan abdomen dan pelvis dengan
kontras
Kolesistitis USG abdomen
Crohn disease CT-scan enterography
Divertikulitis CT-scan abdomen dan pelvis dengan
kontras
Kehamilan ektopik USG pelvis
Kehamilan intrauterin USG pelvis
Iskemia mesentrika CT-scan angiography abdomen dengan
kontras
Nefrolitiasis CT-scan abdomen dan pelvis tanpa
kontras
Torsio ovarium USG pelvis
Obstruksi usus halus CT-scan abdomen dan pelvis dengan
kontras

20
2.9 Diagnosis Banding
Oleh : Putri Naula Abbas /20204881023
Putri Naula Abbas/NIM 20204881023

Diagnosa Banding

Diagnosis banding untuk nyeri perut akut sangat luas. Kondisi ini
bervariasi dari yang ringan dan sembuh sendiri hingga yang cepat
progresif dan fatal. Oleh karena itu, semua pasien harus dilihat dan
dievaluasi pada interval yang sering untuk perubahan kondisi. Maka,
Penyebab bedah untuk nyeri abdomen dibagi menjadi 5 yakni infeksi,
obstruksi, Iskemia, perdarahan dan trauma 4.

Gambar: Etiologi akut abdomen 4.

1. Infeksi

A. Apendisitis Akut
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi
faktor penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus
disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan

21
cacing askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.Histolytica 4.
Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan
tidak enak sekitar umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri rangsangan peritoneum tidak
langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah
ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti
nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan menurun,
demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare 4.
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendisitis tanpa komplikasi tidak memerlukan
antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Operasi / pembedahan untuk
mengangkat apendiks yaitu apendiktomi. Apendiktomi harus segera
dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah
atau dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang
sangat efektif. Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua
metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang merupakan
teknik pembedahan minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat
efektif 4.

B. Pankreatitis Akut
Pankreatitis adalah inflamasi pankreas yang berlangsung akut
(onset tiba-tiba, durasi kurang dari 6 bulan) atau akut berulang (>1 episode
pankreatitis akut sampai kronik - durasi lebih dari 6 bulan). Rentang gejala
dan penyakit berbeda-beda. Etiologi yang paling sering adalah batu

22
empedu (40-70%) dan alkohol (25-35%). Karena prevalensi yang tinggi
dan pentingnya pencegahan, USG abdomen untuk menilai kolelitiasis
harus dilakukan pada semua pasien pankreatitis akut. Pankreatitis karena
batu empedu biasanya merupakan kejadian akut, dan sembuh apabila batu
telah disingkirkan atau lewat/lepas secara spontan 22.
Pankreatitis akut idiopatik didefinisikan sebagai pankreatitis
dengan/tanpa etiologi yang dapat ditemukan setelah pemeriksaan awal
(termasuk kadar kalsium dan lemak) dan pemeriksaan radiologi (USG
abdomen dan CT scan). Pasien biasanya mengalami nyeri epigastrium atau
di kuadran kiri atas. Nyeri konstan dengan penyebaran ke punggung, dada,
atau pinggang, namun tidak spesifik. Intensitas nyeri kebanyakan berat,
namun dapat bervariasi. Intensitas dan lokasi nyeri tidak berhubungan
dengan berat ringannya penyakit. Pemeriksaan imaging dapat membantu
diagnosis pankreatitis akut dengan gejala tidak spesifik 22.
Diagnosis pankreatitis akut ditegakkan dengan dua dari tiga kriteria
berikut: (i) nyeri perut yang konsisten dengan penyakit (nyeri epigastrium
atau kuadran kiri atas, nyeri umumnya dideskripsikan dengan nyeri
konstan dengan penyebaran ke punggung, dada, atau pinggang), (ii) kadar
serum amilase dan/atau lipase lebih dari 3 kali lipat batas atas normal, dan
(iii) temuan karakteristik dari pemeriksaan radiologis/imaging abdomen.
(rekomendasi kuat, moderate quality of evidence). Beberapa kriteria
digunakan untuk menentukan prognosis di antaranya the bedside index
dan APACHE II. Rekomendasi terapi menurut ACG tahun 2013 antara
lain penilaian awal, manajemen awal, antibiotik, ERCP, nutrisi, bahkan
hingga tindakan bedah dalam penanganan pankreatitis akut. Pada
pankreatitis akut ringan dengan batu empedu di kandung empedu,
kolesistektomi sebaiknya dilakukan sebelum pasien keluar RS untuk
mencegah kekambuhan pankreatitis akut (rekomendasi kuat, moderate
quality of evidence) 22.

C. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut biasanya terjadi akibat adanya sumbatan duktus
sistikus oleh batu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

23
prevalensi terjadinya kolelitiasis. Batu empedu merupakan endapan dari
salah satu atau beberapa komponen empedu, dimana batu empedu tersebut
dapat digolongkan menjadi batu kolesterol, pigmen coklat, dan pigmen
hitam. Terdapat 3 spektrum tahapan kolelitiasis, yakni asimtomatik,
simtomatik, dan kolesistitis dengan komplikasi. Gejala klinis spesifik
untuk mendiagnosis kolesistitis adalah kolik bilier. Metode pencitraan
yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kolelitiasis adalah USG, ERCP,
CT-scan, MRI, maupun MRCP. Telah menjadi kesepakatan bahwa
kolelitiasis asimtomatik tidak memerlukan terapi, meskipun untuk tujuan
profilaksis. Pilihan utama terapi kolelitiasis simtomatik adalah
cholecystectomy, tetapi penentuan waktu operasi masih menjadi
perdebatan 23.
Keluhan yang khas pada kolesistitis akut adalah sebagai berikut:
- Kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium
- Nyeri tekan
- Kenaikan suhu tubuh/demamkadang-kadang rasa sakit ini menjalar ke
pundak atau scapula kanan dan berlangsung selama 60 menit tanpa reda
- Berat ringan keluhan sangat bergantung dari adanya kelainan inflamasi
yang ringan sampai dengan gangrene atau perforasi kandung empedu
- Pada pemeriksaan fisik tcraba masa kandung empedu, nyeri tekan
disertai tanda-tanda peritonitis lokal (Murphy sign +)
- Ikterus dialami pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan. Bila bilirubin
terlalu tinggi perlu dicurigai→ adanya batu di saluran ekstra hepatic 23.
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan
antispasmodic. Pemberian antibiotic pasa fase awal sangat penting untuk
mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, da septisemia. Golongan
ampisilin sefalosporin dan mctronidazol cukup memadai mematikan
kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. coli,
Strep. Faecalis dan klebsiella. Kolesistektomi sampai sekarang masih
diperdebatkan apakah dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8
minggu setelah dilakukan terapi konservatif dan keadaan umum pasicn

24
lebih baik. Sebanyak 50% kasus membaik tanpa tindakan pembedahan.
Menurut kebanyakan ahli bedah kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun
invasive tapi mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca
operasi, mcnurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik,
memperpendek lama perawatan di RS dan mempercepat aktivitas pasien 23.
Kolesistektomi merupakan terapi definitif pada pasien dengan
kolesistitis akut. Kolesistektomi early dilakukan dalam waktu 2 sampai 3
hari, yang mana hal ini lebih disukai daripada kolesistektomi interval yang
dilakukan dalam waktu 6 sampai 10 minggu setelah terapi medis awal.
Sekitar 20% dari pasien yang gagal dengan terapi medis awal dan
memerlukan operasi selama pemberian terapi medis awal atau sebelum
akhir dari periode cooling-off yang direncanakan. Tindakan kolesistektomi
early dan interval memiliki keuntungan dan kerugian , dimana keuntungan
kolesistektomi early ialah lebih pendek perawatan dirumah sakit
dibandingkan kolesistektomi interval dan kerugiannya ialah waktu operasi
yang lebih lama dan tingkat kesulitan pre operatif yang lebih tinggi serta
komplikasi post operatif yang lebih banyak dibandingkan kolesistektomi
interval 23.

D. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang
melapisi rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan
penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ
abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.
Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam
kolon (pada kasus ruptura appendik) yang mencakup Eschericia coli atau
Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan streptokokus sering kali masuk
dari luar. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara
perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang

25
bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa
yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus 24.
Manifestasi klinis pada peritonitis, adanya darah atau cairan dalam
rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda rangsangan
peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah
diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan
penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak
letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan
yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri
subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti
palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lain. Pada saat pemeriksaan
penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian
yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat 14.
Laparotomi biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline
tergantung dari lokasi yang dikira. Tujuannya untuk:
- Menghilangkan kausa peritonitis,
- Mengontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami
inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami
perforasi).
- Peritoneal lavage
Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting.
Relaparotomi mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien
dengan peritonitis sekunder, dimana setelah laparotomi primer ber-efek
memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Relaparotomi yang terencana biasanya dibuat dengan membuka dinding
abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah eviserasi.
Bagaimanapun juga, penelitian menunjukkan bahwa five year survival rate di
RS dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi sewaktu daripada

26
relaparotomi yang direncanakan. Pemeriksaan ditunjang dengan CT scan.
Perlu diingat bahwa tidak semua pasien sepsis dilakukan laparotomi, tetapi
juga memerlukan ventilasi mekanikal, antimikrobial, dan support organ.
Mengatasi masalah dan kontrol pada sepsis saat operasi adalah sangat penting
karena sebagian besar operasi berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas 24.

2. Obstruksi Usus
lleus atau gangguan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen
usus (ileus obstruksi / obstruksi usus mekanik) atau oleh gangguan peristaltik
(ileus paralitik). Hernia inkarserata merupakan penyebab ileus obstruksi
paling sering, sedangkan peritonitis merupakan penyebab ileus paralitik paling
sering. Ileus obstruksi yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi akibat
adanya pita (band), dan volvulus mungkin sekali diserai strangulasi,
sedangkan obstruksi olch askariasis dan tumor terutama pada kolon kiri dan
rektosigmoid adalah obstruksi sederhana yang jarang mcnyebabkan
strangulasi. Pada anak, invaginasi merupakan penyebab obstruksi tersering,
sedangkan pada bayi dan bayi baru lahir, kelainan kongenital, feses yang
keras, dan volvulus merupakan penyebab tersering. Pada obstruksi usus,
awalnya terjadi dehidrasi akibat gangguan absorpsi isi lumen usus yang bisa
berkecmbang menjadi syok. Keadaan pasien akan makin berat akibat
terserapnya toksin bakteri ke sirkulasi sistemik yang menyebabkan terjadinya
bakteremia dan sepsis 14.
Obstruksi usus halus sering menimbulkan nyeri kolik dengan muntah
hebat, distensi perut, dan peningkatan bising usus. Pada penderita demikian
harus diperhatikan kemungkinan adanya hernia strangulata. Muntah lebih
menonjol pada obstruksi tinggi. Volvulus usus halus agak jarang diremukan;
biasanya pada anannesis didapatkan nyeri yang bermula akut, tidak
berlangsung lama, menetap, disertai muncah hebat, dan pada palpasi teraba
massa yang nyeri dan bertambah besar. Biasanya penderita jatuh ke dalam
syok. Invaginasi lazim dicemukan pada bayi dengan serangan nyeri kolik dan
defekasi berlendir-darah. Massa yang mudah digerakkan mulanya ditemukan

27
di kanan lalu berpindah ke kiri melalui epigastrium. Ileus obstruksi usus besar
biasanya menyebabkan serangan kolik yang tidak terlalu hebat. Muntah tidak
menonjol, tetapi distensi tampak jelas. Penderita tidak dapat defekasi atau
flatus, dan bila penyebabnya volvulus sigmoid, perut dapat besar sekali. Bila
pada colok dubur teraba massa di rektum atau terdapat darah dan lendir, hal
itu membantu diagnosis kemungkinan karsinoma rectum 14.

A. Hernia Inkarserata
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. 1,2,3 Terdapat
beberapa poin penting dalam hernia, yaitu : defek atau bagian yang lemah
dari dinding rongga, kantung hernia, isi hernia, dan cincin hernia yaitu
daerah penyempitan kantung hernia akibat defek tersebut.1,4 Hernia
Inguinalis adalah kondisi dimana lemak intra-abdominal atau bagian dari
intestinum menonjol melewati defek atau bagian lemah dari otot abdomen
bagian bawah. Hernia inkarserata yaitu hernia yang tidak dapat lagi
kembali ke rongga abdomen karena isinya terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong hernia terperangkap. Secara klinis hernia inkarserata
lebih dimaksudkan pada hernia ireponibel untuk gangguan pasase,
sedangkan gangguan vaskularisasi disebut hernia strangulate 25.
Hernia inkarserata dapat terjadi apabila isi kantong hernia tidak
dapat kembali lagi ke rongga abdomen. Organ yang terinkarserasi
biasanya usus, yang ditandai dengan gejala obstruksi usus, yang disertai
muntah, perut kembung, konstipasi, dan terlihat adanya batas udara air
pada saat foto polos abdomen. Setiap anak dengan gejala obstruksi usus
yang tidak jelas sebabnya harus dicurigai hernia inkarserata. Pada anak
wanita organ yang sering terinkarserasi 18 adalah ovarium. Apabila aliran
darah ke dalam organ berkurang, terjadilah hernia strangulasi, yang
menjadi indikasi pasti untuk operasi 25.
B. Kanker Kolon
Usus besar merupakan bagian terakhir dari sistem pencernaan,
yang terdiri dari usus besar dan rektum. Kadang-kadang, terjadi

28
pertumbuhan sel yang tidak normal di dinding usus, polip, bisul atau
massa jaringan lainnya. Sebagian besar dari pertumbuhan sel yang tidak
normal ini bersifat jinak, namun ada beberapa polip yang bisa berkembang
menjadi tumor ganas dan menjadi kanker usus 26.
Penyebab pasti dari kanker usus besar masih belum diketahui saat
ini. Orang dengan karakteristik berikut memiliki peluang lebih tinggi
untuk terkena kanker usus besar 26 :
• Usia di atas 50 tahun
• Dengan riwayat penyakit kanker usus pada keluarga
• Menderita atau memiliki riwayat penyakit kolitis kronis atau
polip usus pada keluarga
• Kandungan lemak dan kolesterol dalam tubuh yang tinggi, pola
makan rendah serat
• Kegemukan (Indeks massa tubuh lebih dari 25)
• Minum minuman keras secara berlebihan
• Perokok
• Tidak aktif secara fisik (jarang berolahraga)
Tanda dan gejala umum kanker usus besar mencakup hal-hal berikut ini:
tinja dengan darah/bercak darah, tinja berwarna hitam, tinja dengan lendir,
atau pendarahan dubur; perubahan dalam kebiasaan buang air besar
(konstipasi atau diare), berubahnya bentuk tinja (tipis dan panjang);
kehilangan berat badan yang tidak jelas penyebabnya; nyeri di perut
bagian bawah (perut buncit atau rasa nyeri kolik di perut); perasaan akan
buang air besar yang tidak tuntas; gejala fisik anemia: tangan dan kaki
dingin, kelelahan, detak jantung yang cepat, sesak napas, pucat, pusing 26.
Individu yang berisiko tinggi dan orang-orang yang mengalami
gejala tersebut di atas harus segera berkonsultasi dengan dokter keluarga
dan mengatur jadwal pemeriksaan secepatnya. Pemeriksaan kesehatan
yang terkait dengan penyakit usus besar mencakup: Kolonoskopi saat ini
merupakan metode terbaik untuk memeriksa saluran pencernaan bagian
bawah. Dengan endoskopi video yang fleksibel, seluruh bagian usus besar
serta terminal usus kecil bisa diperiksa dengan saksama. Tindakan

29
pemeriksaan ini umumnya berlangsung selama 10 hingga 45 menit.
Kolonoskopi saat ini merupakan metode terbaik untuk memeriksa saluran
pencernaan bagian bawah. Dengan endoskopi video yang fleksibel,
seluruh bagian usus besar serta terminal usus kecil bisa diperiksa dengan
saksama. Tindakan pemeriksaan ini umumnya berlangsung selama 10
hingga 45 menit 26.
Modalitas pengobatan yang umum digunakan untuk kanker usus
besar mencakup: Operasi Bedah Operasi pengangkatan tumor merupakan
tindakan pengobatan utama untuk kanker usus besar. Tindakan pengobatan
ini bisa menyembuhkan kanker usus besar stadium awal dan sebagian
kecil kasus yang sudah menyebar ke hati atau paru-paru. Munculnya
tindakan bedah minimal invasif akhir-akhir ini tidak hanya mempercepat
masa rehabilitasi, namun juga sangat mengurangi risiko komplikasi,
meskipun tindakan ini tidak cocok untuk semua pasien. Untuk kanker
rektum, reseksi mesorektal secara menyeluruh dianjurkan untuk
meningkatkan hasil pengobatan. Stoma yang bersifat sementara atau
permanen mungkin diperlukan pada pasien-pasien tertentu 26.

3. Gangguan Vaskular
Trombosis akut pada arteri mesenterika dan rupcur aneurisma aorta
abdominalis merupakan suatu keadaan gawat abdomen yang harus ditangani
segera. Umumnya trombosis terjadi pada arteri mesenterika superior. Emboli
yang berasal dari jantung akibat fibrilasi atrium merupakan penyebab tersering
dari sumbatan ini. Selain itu trauma langsung ataupun tidak langsung juga
dapat menjadi penyebab sumbatan. Gejala yang muncul tidak khas, biasanya
nyeri sering pada daerah umbilikus yang disertai atau tanpa tanda obstruksi
usus, diare, meteorismus, yang kadang bisa disertai gejala syok. Intervensi
bedah yang agresif berupa rekonstruksi pembuluh darah dan/atau reseksi usus
dapat memberikan hasil yang baik bergantung pada luasnya daerah iskemik
dan nekrosis 7.

Selain itu diperlukan pula pemberian trombolitik dan antikoagulan


pascabedah. Ruptur aneurisma aorta abdominalis memberikan gejala. nyeri

30
yang hebat terutama di daerah umbilikus ke atas. Selain itu dapat pula
ditemukan gejala peritonitis. Syok akibat perdarahan kadang tidak ditemukan
jika terjadi mekanisme tamponade di daerah retroperitoneum. UItrasonografi
dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Terapi bedah merupakan satu-
satunya pilihan terapi untuk menangani hal ini. Perdarahan dalam rongga usus,
seperti perdarahan pada varises esofagus, tukak lambung atau duodenum,
kolitis ulserativa, dan divertikulicis kolon, dapat menyebabkan keadaan gawat
yang memerlukan operasi segera 14.

4. Perdarahan Saluran Cerna

Kehamilan Ektopik Terganggu

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri.


Lokasi tersering terjadinya kehamilan ektopik adalah tuba fallopi (98%),
ovarium, serviks dan rongga abdomen. Sedangkan kehamilan ektopik
terganggu adalah kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau
abortus. Kehamilan ektopik terganggu merupakan suatu keadaan yang
mengancam jiwa dan berkaitan dengan kecacatan serta kematian ibu pada
trimester pertama kehamilan. Gejala yang sering muncul adalah perdarahan
abnormal atau pun berupa noda darah yang biasanya muncul pada 7 sampai 14
hari setelah keterlambatan menstruasi. Perdarahan dapat muncul pada
trimester awal kehamilan yang menandai adanya ruptur pada kehamilan
cktopik terganggu. Gejala yang sering muncul pada kehamilan ektopik adalah
perdarahan disertai tanda-tanda seperti kehamilan normal diantaranya mual,
rasa tidak nyaman pada payudara dan amenorrhea (tidak mengalami
menstruasi pada waktu yang scharusnya). Kehamilan ektopik dapat
menyebabkan terjadinya nyeri panggul yang dapat bersifat tajam maupun
tumpul. Pasien dapat mengalami rasa nyeri pada saat defekasi akibat adanya
darah yang terkumpul di kavum Douglas 27.
Kehamilan ektopik terganggu dapat ditangani dengan Tindakan
pembedahan. Pembedahan yang sering dilakukan adalah salpingektomi

31
dengan metode laparoskopi. Metode laparoskopi merupakan metode awal
dalam tindakan pembedahan ini, dilakukan dengan cara membuat sayatan
kecil pada daerah sekitar tempat yang mengalami gangguan, setelah itu proses
pembedahan dilanjutkan dengan tindakan salpingektomi yaitu pengangkatan
tuba fallopi yang mengalami gangguan. Indikasi pembedahan adalah gejala
simptomatik dengan gambaran free fluid level intraperitoneal, kadar βHCG
yang sangat tinggi, tidak adanya kontraindikasi pemberian metotreksat dan
adanya kegagalan terapi medis sebelumnya. Jenis tindakan laparoskopi atau
laparotomi bergantung pada keadaan hemodinamik pasien, ada tidaknya
riwayat laparoskopi pada pasien sebelumnya, dan juga kemampuan masing-
masing operator 28.

5. Trauma
Perforasi Gastrointestinal
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari
usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara
potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan
ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi pada saluran cerna sering
disebabkan oleh penyakitpenyakit seperti ulkus gaster, appendicitis,
keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri mesenterika
superior, trauma. Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya.
Intervensi bedah hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy
explorasi dan penutupan perforasi dengan pencucian pada rongga peritoneum
(evakuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang
non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan
cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya 29.

2.10 Tatalaksana
Oleh : Esa Widhanar/20204881036
Tujuan dari penanganan Akut abdomen antara lain, adalah:
1) Penyelamatan jiwa penderita

32
2) Meminimalisasi kemungkinan terjadinya cacat dalam fungsi fisiologis alat
pencernaan penderita.
Biasanya langkah-langkah itu terdiri dari:
1) Tindakan penanggulangan darurat
a) Berupa tindakan resusitasi untuk memperbaiki sistim pernafasan dan
kardiovaskuler yang merupakan tindakan penyelamatan jiwa penderita.
Bila sistim vital penderita sudah stabil dilakukan tindakan lanjutan.
b) Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
c) Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika 31.
2)Tindakan penanggulangan definitif. Tujuan pengobatan di sini adalah:
a) Penyelamatan jiwa penderita dengan menghentikan sumber perdarahan.
b) Meminimalisasi cacad yang mungkin terjadi dengan cara:
o Menghilangkan sumber kontaminasi.
o Meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan
membersihkan rongga peritoneum.
o Mengembalikan kontinuitas passage usus dan menyelamatkan
sebanyak mungkin usus yang sehat untuk meminimalisasi cacat
fisiologis 14, 30, 31, 32.
Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan
membuka rongga abdomen yang dinamakan laparotomi.
Laparotomi eksplorasi darurat
a) Tindakan sebelum operasi
1) Keadaan umum sebelum operasi setelah resusitasi sedapat mungkin harus
stabil. Bila ini tidak mungkin tercapai karena perdarahan yang sangat
besar, dilaksanakan operasi langsung untuk menghentikan sumber
perdarahan.
2) Pemasangan NGT (nasogastric tube)
3) Pemasangan dauer-katheter
4) Pemberian antibiotika secara parenteral pads penderita dengan
persangkaan perforasi usus, shock berat atau trauma multipel.
5) Pemasangan thorax-drain pads penderita dengan fraktur iga,
haemothoraks atau pneumothoraks 14.
b) Insisi laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau para median
panjang.

33
c) Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah:
1) Segera mengadakan eksplorasi untuk menemukan sumber perdarahan.
2) Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin. Bila perdarahan
berasal dari organ padat penghentian perdarahan dicapai dengan tampon
abdomen untuk sementara. Perdarahan dari arteri besar hams dihentikan
dengan penggunaan klem vaskuler. Perdarahan dari vena besar
dihentikan dengan penekanan langsung.
3) Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikan
kesempatan pads anestesi untuk memperbaiki volume darah.
4) Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubang
perforasi atau reseksi usus dengan anastomosis.
5) Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaCl
fisiologik.
6) Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasi sistematis
dari seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai kiri
bawah dengan memperhatikan daerah retroperitoneal duodenum dan
bursa omentalis.
7) Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dan
subkutis serta kutis dibiarkan terbuka 14, 30, 31, 32.

2.11 Komplikasi
Oleh: Alshafiera Azayyana M.S/ 20204881004
Pada umumnya, akut abdomen adalah indikasi dari masalah
pembedahan yang sebelumnya pasien sudah dibawa ke ruang operasi.
Namun ada juga kelainan medis yang muncul dengan keluhan nyeri
abdomen akut seperti pankreatitis akut, anemia sel sabit, ketoasidosis
diabetikum, krisis adrenal, dan pielonefritis. Saat ini penggunaan
ultrasound dan CT Scan sudah banyak untuk menentukan penyebab dari
akut abdomen sebelum dilakukan pembedahan agar ahli bedah mengetahui
apa yang akan diinginkan selama operasi dan menghindari apa yang tidak
perlu. Semua pasien harus diperiksa. Jika pasien dalam keadaan stabil bisa

34
dilakukan studi pencitraan, jika tidak maka bisa segera dilakukan
intervensi bedah bila diperlukan 33.
Komplikasi pada akut abdomen terbanyak adalah pasca operasi,
terutama bagi para geriatri. Operasi yang banyak dilakukan adalah
laparatomi. Komplikasi pasca operasi ini bisa mulai terjadi walaupun
pasien sudah berada di ruang pemulihan pasca anestesi. Risiko tinggi
komplikasi pasca operasi ini banyak terjadi pada geriatri dengan usia di
atas 80 tahun dengan kemungkinan 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan
mereka yang berumur kurang dari 60 tahun. Kejadian sepsis yang terjadi
berkaitan dengan panperitonitis dan pneumonia. Syok sepsis juga menjadi
salah satu penyebab terbanyak dari mortalitas akut abdomen. Komplikasi
lain yang bisa terjadi seperti infark miokardium, disritmia, henti jatung,
reintubasi, ventilasi mekanik lama, pneumonia, gangguan ginjal akut,
perdarahan banyak, dan keharusan perawatan pasca opersi di ICU yang
tidak terencana sebelumnya 34.

2.12 Prognosis
Oleh: Alshafiera Azayyana M.S/ 20204881004
Prognosis sesuai dengan penyebab dari akut abdomen pada pasien
33
. Prognosis ini juga ditentukan oleh lama waktu respon penanganan dan
jenis komplikasi yang dialami terutama pada pasien geriatri 34. Prognosis
juga menyesuaikan waktu evaluasi dari komplikasi yang terjadi pasca
operasi 35.

35
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akut abdomen adalah suatu kondisi abdomen yang terjadi secara tiba-
tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam, biasanya menimbulkan gejala
nyeri yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Pada
beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan
tindakan segera.
Kasus abdominal pain tercatat  5% sampai 10% dari semua kunjungan
gawat darurat atau 5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat.Studi lain
menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat darurat
mengeluh nyeri perut. Diperkirakan bahwa hampir 50% orang dewasa
pernah mengalami sakit perut. Hal ini menyumbang 5-10% pasien di
9
instalasi gawat darurat . Appendisitis merupakan salah satu kasus
tersering dalam bidang bedah abdomen yang menyebabkan nyeri abdomen
akut dan memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi
yang umumnya berbahaya seperti gangrenosa, perforasi bahkan dapat
terjadi peritonitis generalisata 11. Prevalensi appendisitis akut di Indonesia
berkisar 24,9 kasus per 10.000 populasi 12.
Pada akut abdomen selain nyeri abdomen pasien juga dapat
mengeluhkan keluhan lain antara lain mual, muntah, anoreksia. Anoreksia
hamper terjadi pada seluruh penyebab akut abdomen terutama pada
appendicitis akut dan kolesistisis akut. Langkah-langkah penanganan akut
abdomen antara lain berupa tindakan penanggulangan darurat dan tindakan
penanggulangan definitif. Untuk terapi operatif yaitu laparotomi dibagi
menjadi tindakan sebelum operasi, insisi laparotomi, dan laparotomi
darurat.

36
DAFTAR PUSTAKA
1. Elhardello OA, MacFie J. Digital rectal examination in patients with acute
abdominal pain. Emerg Med J. 2018 Sep;35(9):579-580.
2. Maleki Verki M, Motamed H. Rectus Muscle Hematoma as a Rare
Differential Diagnosis of Acute Abdomen; a Case Report. Emerg
(Tehran). 2018;6(1):e28.
3. Kaushal-Deep SM, Anees A, Khan S, Khan MA, Lodhi M. Primary cecal
pathologies presenting as acute abdomen and critical appraisal of their
current management strategies in emergency settings with review of
literature. Int J Crit Illn Inj Sci. 2018 Apr-Jun;8(2):90-99.
4. Sabiston et al. Sabiston texbook of surgery the biological basis of modern
surgical practice. 18th ed. Saunders: An Imprint of Elsevier; 2011.
5. Chen L CJ. The gastrointestinal tract. In Kumar V, Abul KA, Fausto N.
Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 9th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2015.
6. Potter PA, Perry AG. Buku Ajar Ilmu Bedah. 7th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2010.
7. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.
8. Frederick. Acute abdominal pain. In Feldman M, Lawrence SF, Lawrence
JB. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disesase. 10th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015. 168 p.
9. Abdullah M, Firmansyah MA. Diagnostic Approach and Management of
Acute Abdominal Pain. The Indonesian Journal of Internal Medicine.2012
10. Takhur JW, Kumar R. Epidemiology of Acute Abdominal Pain: a Cross-
Sectional Study in a Tertiary Care Hospital of Eastern India. International
Surgery Journal. 2019
11. Amalina A. Hubungan Leukosit Pre Operasi Dengan Kejadian Komplikasi
Pasca Operasi Apendiktomi Pada Pasien Apendisitis Perforasi Di RSUP
DR. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018. 7(4): 491-497
12. Wijaya W, Eranto M, Alfarisi M. Perbandingan Jumlah Leukosit Darah
Pada Pasien Appendisitis Akut Dengan Appendisitis Perforasi. Jiksh.2020

37
13. Pearce, E. C. 2016. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. PT Gramedia
Pustaka Utama.
14. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya (1). 4th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
15. Kliegman, Robert, dkk. Pediatric Symptom Based Diagnosis. Elsevier.
Philadelphia. 2018.
16. Reilly BM. Abdominal pain. In: Practical Strategies in Outpatient
Medicine. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1991:703
17. Setiati S, Idrus A, Aru W, Marcellus S, Bambang S, Ari F. 2014. Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Interna Publishing, hlm 1898-1899.
18. Graff LG, Robinson D: 2001. Abdominal Pain And Emergency
Department Evaluation. Emerg Med Clin North Am 19:123-136.
19. Gans, S. L., Pols, M. A., Stoker, J., Boermeester, M. A., & Expert
Steering Group. Guideline for the diagnostic pathway in patients with
acute abdominal pain. Digestive surgery, 32(1). 2015. 23-31.
20. Hampson, Frances A., and Ashley S. Shaw. "Assessment of the acute
abdomen: role of the plain abdominal radiograph." Reports in Medical
Imaging (3) .2010. 93-105.
21. Cartwright SL, Knudson MP. Diagnostic imaging of acute abdominal pain
in adults. Am Fam Physician. 2015 Apr 1;91(7):452-9. PMID: 25884745
22. Pratama, H. Tatalaksana Pankreatitis Akut. CDK-238. 2016; 43(3):190-
194
23. Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Gomi H, Yoshida M,
Mayumi T. TG13: Updated Tokyo Guidelines for the management of
acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;
20:1–7
24. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Gawat Abdomen Dalam Buku ajar Ilmu
Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2011.
25. Fanny, F., Listianti D A. Hernioraphy Cyto Pada Pasien Hernia Inguinalis
Dekstra Inkarserata. Majority. 2017; 6(3):119-122
26. Fu, YT. Bowel Cancer. Hong kong: Rumah Sakit Queen Elizabeth. 2017.

38
27. Dewi TP, Risilwa M. Kehamilan Ektopik Terganggu. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala. April 2017; 17(1): 26-32.
28. Saranovic M., et al. “Ectopic Pregnancy and Laparoscopy”. Clinical and
experimental obstetrics and gynecology. 2014; 41(3): 276-279.
29. Davis, P., Hayden, J., Springer, J., Bailey, J., Molinari, M., Johnson, P.
Prognostic factors for morbidity and mortality in elderly patients
undergoing acute gastrointestinal surgery: a systematic review. Can J
Surg. 2014; 57(2): 44-52.
30. Grundmann RT, Petersen M, Lippert H, Meyer F. 2010. The acute
(surgical) abdomen - epidemiology, diagnosis and general principles of
management. Z Gastroenterol. Vol. 48 No. 6 Hal: 696-706.
31. Falch C, Vicente D, Häberle H, Kirschniak A, Müller S, Nissan A,
Brücher BL. 2014. Treatment of acute abdominal pain in the emergency
room: a systematic review of the literature. Eur J Pain. Vol. 18 No. 7 Hal:
902-13.
32. Abdullah M, Firmansyah MA. 2012. Diagnostic approach and
management of acute abdominal pain. Acta Med Indones. Vol. 44 No. 4
Hal: 344-50.
33. Patterson JW, Kashyap S, Dominique E. Acute Abdomen. In: StatPearls.
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; July 14, 2020.
34. Priyatmoko DP, Reza WD, dan Rudi KK. Angka Mortalitas dan Faktor
Risiko pada Pasien Geriatri yang Menjalani Operasi Emergensi Akut
Abdomen. Jurnal Anestesi Perioperatif. 2017: 5(2):94-103
35. Simone BD, et al. The Operative management in Bariatric Acute abdomen
(OBA) Survey: long-term complications of bariatric surgery and the
emergency surgeon’s point of view. World Jurnal of Emergency Surgery.
2020: 15(2):1-9.

39

Anda mungkin juga menyukai