Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


SISTEM PENCERNAAN : BURST ABDOMEN

Disusun Oleh:
Kelompok I

1. Alfizyah Muchtiara (212030121849)


2. Avista Chandra dewi (212030121846)
3. Fuad Bawazir (212030121868)
4. Ibnu Fauzi (212030121842)
5. Rina Novianti (212030121845)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasih sayang dan karunia-Nya yang diberikan Tuhan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT SISTEM PENCERNAAN : BRUST ABDOMEN ”. Makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat.
Dalam menyelesaikan Makalah ini penulis mengakui dan menyadari
bahwa banyak menemukan kesulitan dan tanpa bantuan dari bebagai pihak tidak
mungkin dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini ijinkan
penulis menyampaikan rasa terimakasi kepada :

1. Drs. H. Darsono, selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan


Widya Dharma Husada Tangerang Selatan.
2. Ns. Riris Andriati, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Widya Dharma Husada Tangerang.
3. Ns. Lukman Handoyo, S.Kep., M.Kep. selaku Dosen Pengajar di Mata Kuliah
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
4. Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep. selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Dharama Husada Tangerang.
5. Ns. Tita Hardianti, S.Kep., M.Kep. selaku Wali kelas S1 Keperawatan
Reguler B,
6. Seluruh Staff dan Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Dharma
Husada Tangerang yang telah memberikan bimbingan dan pengalaman.
7. Teman – teman dari kelas S1 Keperawatan Reguler B yang selama
perkuliahan selalu memberikan suasana yang nyaman dalam proses
pembelajaran, saling mendukung satu sama lain, dan saling memotivasi untuk
tetap semangat dalam menyelesaikan tugas.

i
Dengan berbagai keterbatasan dalam pembuatan Makalah ini, penulis
menyadari bahwa Makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis dalam
perbaikan laporan dimasa yang akan datang

Akhir kata semoga Makalah ini dapat menjadi bahan untuk ketahapan
pembuatan tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat.

Pamulang, 05 Mei 2022

Kelompok I

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Makalah......................................................................................3
1.4. Manfaat Makalah....................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5
2.1. Konsep Dasar Tingkat Stress.................................................................5
2.2. Konsep Gastritis....................................................................................10
2.3. Konsep Dasar Remaja...........................................................................13
2.4. Penelitian Terkait..................................................................................22
2.5. Kerangka Teori......................................................................................24
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL............25
3.1. Kerangka Konsep..................................................................................25
3.2. Hipotesis.................................................................................................26
3.3. Definisi Operasional..............................................................................26
BAB IV Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat.......................................28
1.1. Desain Penelitian...................................................................................28
1.2. Lokasi Penelitian...................................................................................28
1.3. Waktu Penelitian...................................................................................28
1.4. Populasi dan Sampel Penelitian...........................................................29
1.5. Instrumental dan Cara Pengumpulan Data.......................................30
1.6. Pengolahan dan Analisa Data..............................................................32
1.7. Etika Penelitian......................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound dehiscence


merupakan komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander
(2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%,
dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara
partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka
post operatif  harus segera ditangani karena pasien tersebut memiliki
kemungkinan mortalitas 30%.

Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan


evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini
merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam
perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit
pasien yang pernah mengalami burst abdomen.

Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593
operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus
diantara 5156. Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan
untuk pria dan wanita adalah 2 : 1. Namun, saat ini insiden burst abdomen
tidak berbeda jauh dengan tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan
tingkat kematian 10% - 30%. Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada
perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan
bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya.

 Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria daripada


wanita. Biasanya burst abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan

1
2

puncaknya pada hari kesepuluh pasca-operasi, dan memiliki angka kematian


sekitar 20%.

Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan
resiko kematiaan. Melalui makalah ini kami memberikan pengetahuan dan
cara pencegahan terjadinya burst abdomen sehingga angka kejadian penyakit
tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
pula bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien burst
abdomen yang benar.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam Makalah ini adalah “Asuhan Keperawatan


Gawat Darurat sistem pencernaan: Burst Abdomen”

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat Darurat sistem
pencernaan: Burst Abdomen
2. Tujuan Khusus
a. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen
b. Memahami klasifikasi dari penyakit burst abdomen
c. Memahami etiologi dari penyakit burst abdomen
d. Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen
e. Memahami patofisiologi dari penyakit burst abdomen
f. Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen
g. Memahami penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen
h. Memahami prognosis dari penyakit burst abdomen
i. Memahami komplikasi dari penyakit burst abdomen
j. Memahami WOC dari penyakit burst abdomen
3

k. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan burst


abdomen

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari penyakit burst


abdomen.
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit burst abdomen.
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.
2.
1.
2.
2.1. Konsep Dasar Penyakit Burst Abdomen

2.1.1 Pengertian Burst Abdomen

Burst abdomen diartikan sebagai terpisahnya jahitan luka pada


abdomen secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan
dinding abdomen pada luka post operatif disertai protrusi dan eviserasi
isi abdomen. Burst abdomen dikenal juga sebagai abdominal wound
dehiscence. Eviserasi adalah suatu keadaan dimana keluarnya organ-
organ abdomen seperti usus.

Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah


terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau
pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan
salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut.
(Saktya, 2011).

Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah


terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau
pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan
salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut.

2.1.2 Klarifikasi Burst Abdomen

1
2

Klasifikasi dari burst abdomen adalah sebagai berikut : Kontusio


dinding abdomen Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio
dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan
terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan
masa darah dapat menyerupai tumor dan Laserasi Jika terdapat luka
pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen
adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

2.1.3 Etiologi
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. 
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan faktor resiko
akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative,
operative, dan post-operative

1. Pre Operasi
Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan
keadaan pasien sebelum operasi dan karakteristik pasien. Faktor
pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien
sebelum operasi dan karakteristik pasien:
a. Jenis Kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang 
sedikit meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1. Hal ini
dapat dipicu karena faktor merokok, pada pria sering mengalami
batuk persisten sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen dan lebih beresiko terjadi burst abdomen
b. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya
umur. Burst abdomen pada pasien yang berumur <45 tahun sebesar

2
3

1,3%, sedangkan pada pasien >45 tahun sebesar 5,4%. (Schwartz


et al, Principles Of Surgery). Burst abdomen sering terjadi pada
usia >60 tahun. Hal ini dikarenakan sejalan dengan bertambahnya
umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi dan
otot dinding rongga perut melemah. (Lotfy, 2009). Hal ini
mungkin dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
a) Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen yang
sering ditemukan yaitu batuk kronis, konstipasi kronis dan
dysuria.
b) Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa
kekurangan vitamin dalam kelompok usia ini.
c) Komplikasi pasca operasi seperti mengejan, batuk, dan
muntah berulang.
c. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi
jaringan granulasi dan penurunan  tingkat hemoglobin
mempengaruhi penyembuhan luka. (Lotfy, 2009). Pada beberapa
studi dikemukakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin  (<10mg
mg/dl) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya burst
abdomen.
d. Hipoproteinemia
Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting
dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang  memiliki tingkat
protein serum di bawah 6 g / dl memiliki resiko burst abdomen.
(Saktya, 2011)
e. Defisiensi vitamin C
VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan
dalam penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat
mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan
luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat
peningkatan dalam insiden wound dehiscence.

3
4

f. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses
inflamasi, fungsi makrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast.
Selain itu juga kortikosteroid dapat menurunkan sistem imun
sehingga jika terjadi suatu infeksi, proses penyembuhan luka
terhambat
g. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk
yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen.
h. Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa
komponen sulfas mukopolisarida dan kolagen yang merupakan
bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi tersebut akan
mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yangmerupakan
proses awal penyembuhan luka. Hal ini akan memperlambat
proses penyembuhan luka.
Hypo-albuminaemia dapat digunakan sebagai penanda
malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor
terpenting dalam proses penyembuhan. Untuk perbaikan jaringan,
sejumlah besar asam amino diperlukan. Asam amino membantu
dalam pembentukan RNA dan DNA. Kekurangan ini mengarah ke
jaringan selular miskin, yang menyebabkan kekuatan luka hilang
i. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan
dengan terjadinya burst abdomen. Hal ini mungkin lebih
disebabkan karena keadaan hemodinamik pasien yang tidak stabil
dibandingkan dengan persiapan operasi yang terencana (elektif).
j. Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka
berlangsung lama. (Lotfy, 2009). DM berkaitan dengan gangguan

4
5

metabolisme pada jaringan ikat hal tersebut tentu saja amat sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan
mengganggu proses penyembuhan luka operasi. Sehingga
pengendalian DM yang baik dibutuhkan untuk menghindari DM
sebagai faktor resiko.

2. Operasi
a. Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen
lebih besar daripada transverse incision. Midline incision tidak
anatomis karena incisi ini memotong serabut aponeurotik,
sedangkan pada transverse incision memotong diantara serabut.
Kontraksi pada dinding abdomen akan memberikan tekanan untuk
membantu penutupan luka. Pada midline incision, kontraksi ini
dapat menyebabkan adanya luka baru pada lateral jahitan,
sedangkan pada transverse incision, jahitan akan merapat. Midline
incision banyak digunakan karena dengan teknik ini lapangan
pandang saat operasi menjadi lebih luas untuk melakukan
explorasi.

Gambar 2.1 : Tipe Insisi Midline

5
6

Gambar 2.2 : Tipe Insisi Transversal


b. Jahitan luka
Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous Z memiliki
faktor resiko terjadinya burst abdomen lebih besar yaitu sebesar
14,8% sedangkan pada teknik interrupted X hanya sebesar 2,17%.

3. Post Operasi
a. Peningkatan tekanan intra-abdominal
Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk,
muntah, ileus, dan retensi urine. Setelah beberapa operasi intra
abdomen, kejadian ileus tidak dapat dielakkan. Tekanan  intra
abdomen yang tinggi mungkin disebabkan pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik yang biasanya mereka
menggunakan otot-otot abdomen sebagai otot tambahan untuk
respirasi. Sebagai tambahan, batuk yang terjadi mendadak dapat
meningkatkan tekanan intra abdomen.
Beberapa factor yang berperan dalam peningkatan tekanan
abdomen seperti obstruksi usus post opersi, obesitas, dan cirrhosis
dengan adanya ascites. Tekanan intraabdominal yang tinggi akan
menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan teregang.
Regangan otot dinding abdomen inilah yang akan menyebabkan
berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan
menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan

6
7

keluarnya jaringan dalam rongga abdomen. Hal yang menyebabkan


peningkatan tekanan intra abdomen diantaranya: Mengangkat
beban berat, Batuk dan bersin yang kuat serta Mengejan akibat
konstipasi

b. Infeksi pada luka


Produk infeksi yang dihasilkan dapat menghambat proses
penyembuhan luka. Gagalnya penyatuan fasia karena adanya
nekrosis  dipercaya dapat menyebabkan burst abdomen. Selain itu
terjadinya burst abdomen atau wound dehiscence  dapat
disebabkan oleh beberapa factor sistemik dan local yang
berpengaruh terhadap timbulnya luka komplikasi ini.
1) Faktor Lokal.
Ketiga factor local yang penting untuk terjadinya burst
abdomen diantaranya adalah: penutupan luka yang tidak adekuat,
peningkatan tekanan intraabdomen, dan gangguan pada proses
penyembuhan luka. Burst abdomen lebih sering terjadi karena
kombinasi ketiga factor tersebut dibandingkan bila hanya muncul
salah satu saja. Jenis incise pada saat operasi seperti incise
transversal maupun longitudinal sampai saat ini tidak berpengaruh
terhadap insiden dari burst abdomen
2) Faktor Sistemik.
Burst abdomen jarang diderita pada pasien dibawah usia 30
tahun tetapi pada pasien diatas usia 60 tahun dengan operasi
laparotomi hanya didapatkan sebanyak 5 %. Burst abdomen
banyak dijumpai pada pasien dengan Diabetes mellitus, uremia,
immunosuppresion, jaundice, sepsis, hipoalbuminemia, pasien
dengan obesitas, riwayat keganasan, maupun pasien dengan
penggunaan obat-obatan kortikosteroid.

7
8

c. Penutupan jahitan dari Luka Operasi


Penutupan yang adekuat dari luka operasi merupakan salah
factor yang penting dalam hal penyembuhan luka operasi. Lapisan
fasial memberikan kekuatan pada saat penutupan, dan ketika fascia
terbuka atau rusak (disrupts) luka akan terbuka dan menjadi rusak.
Keakuratan penutupan pada lapisan anatomi sangat penting untuk
penutupan luka yang adekuat. Banyak luka-luka menjadi rusak
(burst/dehiscence) disebabkan karena terputusnya jahitan sampai
kedalam fascia.
Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk irisan
operasi yang bagus dan bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat
diperhatikan selama operasi, penempatan dan penautan jahitan
yang tepat, dan pemilihan material jahitan yang sesuai. Jahitan
ditempatkan 2-3 cm dari tepi luka dan kira-kira sepanjang 1 cm.
Luka dehiscence sering disebabkan karena jahitan bekas
operasi yang terlalu melekat dan rapat pada tepi fascia.  Pada pasien
dengan factor resiko terjadinya luka dehiscence, para ahli bedah harus
melakukan penutupan yang kedua pada operasi pertama, dan
melakukan perawatan ekstra untuk mencegah terjadinya luka
dehiscence.
Bahan untuk jahitan sintetik yang modern seperti asam
polyglycolic, polypropylene, dan yang lain, digunakan untuk
penjahitan pada penutupan fascia yang superior. Pada luka yang
mengalami infeksi, benang dari bahan polypropylene lebih resisten
terhadap degradasi dari pada benang asam polyglycolic serta rata-rata
yang rendah terhadap terjadinya luka yang rusak. Komplikasi luka
menurun dengan adanya obliterasi pada daerah “dead space”.
Ostomies  dan drain setelah operasi ditempatkan diluar dari incise
operasi untuk menurunkan kejadian luka infeksi dan terbuka.

8
9

d. Gangguan pada Penyembuhan Luka


Infeksi merupakan factor yang berhubungan pada separuh
lebih terjadinya luka karena rusak. Adanya drain, seroma, dan luka
hematom juga sebagai tanda adanya penyembuhan luka yang
terlambat. Normalnya, “healing ridge” (penebalan kira-kira 0,5 cm
dari masing-masing sisi jahitan) tampak pada akhir dari minggu
pertama setelah operasi. Jika muncul jenis luka seperti ini maka
secara klinis penyembuhan luka berjalan dengan baik dan adekuat,
dan ini biasanya tidak muncul pada luka yang rusak.

Tabel 2.1:Faktor Penyebab Luka dehiscence Post operative


Jahitan dipasang kurang Terlalu berdekatan
tepat Ditarik dan diikat terlalu kencang
Tehnik operasi kurang Tidak mencapai lapisan fascia
baik Jaringan nonvital ditinggalkan
Tekanan intra abdomen Dilatasi usus/ileus paralitik
meningg Asites
Batuk
Muntah
Banyak mengejan
Hematoma di luka
dengan atau tanpa
infeksi
Infeksi Luka
Penyakit Metabolic
Hipoalbuminemia dan atau gizi buruk
Sirosis hepatis
Karsinomatosis
Uremia
Diabetes mellitus

9
10

e. Terapi radiasi
Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis
protein normal, mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan
pematangan kolagen.

2.1.4 Manifestasi Kliniks

Adanya luka yang dehiscence biasanya merupakan awal dari


terjadinya abses di intra abdomen, Kejadian ini menunjukkan bahwa
sudah ada dehiscence fascia dan atau lapisan otot. Pasien merasakan
nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak yang biasanya
berhubungan dengan batuk yang berat disertai muntah-muntah, hal ini
membuat pasien merasa sangat gelisah dan iritabilitas disertai dengan
peningkatan temperature (febrile) dan adanya cairan yang keluar dari
luka operasi membuat pasien kurang nyaman. Seringkali disertai perut
yang distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi
di daerah tersebut.
Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah
tampak anemis dan pasien tampak sangat kesakitan. Luka yang terjadi
pada dinding abdomen menjadi jelek dan kelihatan rusak. Dalam satu
hari keadaan ini akan diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit yang
menganga pada operasi kulit (incisional hernia). Gejala  intraperitoneal
sepsis merupakan salah satu tanda adanya burst abdomen. Gejala 
intraperitoneal sepsis merupakan salah satu tanda adanya burst
abdomen.
a. Nyeri setelah beberapa hari operasi
b. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
c. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
d. Perut distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya
infeksi di daerah tersebut

10
11

e. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah


tampak anemis dan pasien tampak sangat kesakitan

2.1.5 Patofisiologi:
Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi
dan post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh
dalam factor pre operasi ini adalah usia,kebiasaan merokok, penyakit
diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga
perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan
jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst
abdomen sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya
anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa
menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang
oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan  tingkat
hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan merokok
sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Penyakit-
penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya
tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka
operasi. Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam
penundaan penyembuhan, seseorang yang  memiliki tingkat protein
serum di bawah 6 g / dl.  Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar
asam amino diperlukan. Vitamin C sangat penting untuk memperoleh
kekuatan dalam penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat
mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi kegagalan
luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat
peningkatan dalam insiden wound dehiscence.
Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis
(Saktya, 2011). Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi,
penutupan sayatan, penutupan peritoneum, dan jahitan bahan.
Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan tinggi di

11
12

daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini


memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan
pemisahan lemak transversal. Dan sebaliknya, pada insisi transversal,
lemak dilawankan dengan kontraksi. Otot perut rektus segmental
memiliki suplai darah dan saraf.  Jika irisan sedikit lebih lateral,
medial bagian dari otot perut rektus mendapat denervated dan akhirnya
berhenti tumbuh.  Ini menciptakan titik lemah di dinding dan pecah
perut.
Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal
pressure  yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan
dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah
tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses
perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan
kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat, batuk dan
bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi. Terapi radiasi dapat
mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor
peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents
menghambat penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam
kekuatan tarik.
Pada pasien post operasi abdomen yang memiliki penurunan
kemampuan penyembuhan luka, maka akan beresiko mengalami burst
abdomen. Pasien burst abdomen biasanya akan ditemukan peningkatan
tekanan intra abdomen sehingga dapat mengganggu ekspansi paru dan
suplai oksigen menurun sehingga menyebabkan terjadinya sesak
napas. Distensi abdomen juga sering ditemukan pada pasien burst
abdomen sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan
terjadi anoreksia. Luka insisi pada pasien burst abdomen dapat
menyebabkan diskontinuitas jaringan sehingga menimbulkan nyeri
pada daerah sekitar luka. dan memiliki resiko tinggi terjadi infeksi
(Medical Journal, 2011).

12
13

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostika


1. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat
memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
2. Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas
dalam usus atau obstruksi usus.
3. CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam
tubuh manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi
maupun terapi yang akan dilakukan terhadap pasien.
4. Tes Darah lengkap
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan
urea. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah
putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

2.1.7 Penatalaksanaan: Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh


keadaan umum pasien dimana dapat dibagi menjadi dua, yaitu terapi
non-operatif dan operatif
1. Terapi Non Operatif
Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien stabil dan
tidak disertai adanya eviserasi. Perawatan luka yang dilanjutkan
dengan penutupan secara steril perlu dilakukan. Pasien dianjurkan
tidak turun dari tempat tidur dan menutup luka dengan handuk
yang dibasahi dengan cairan steril. Abdominal binder dapat
digunakan untuk membantu proses penutupan luka. Diharapkan
luka dapat menutup kembali, atau jika keadaan pasien sudah
membaik, maka dapat direncanakan operasi. Jika pasien datang
dengan burst abdomen dan ada eviserasi:

13
14

a. Inform Consent
b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan
NGT dekompresi.
c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai
kebutuhan.
d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.
e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril
selama dua hari sekali.
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian
nutrisi tinggi protein dan serat pada pasien dengan burst
abdomen membantu penyembuhan dan fungsi saluran cerna
pasien

2. Terapi operatif
Tindakan yang harus segera dilakukan oleh ahli bedah bila
menjumpai adanya burst abdomen adalah dengan memperbaiki
kembali luka operasi yang ditimbulkan segera dengan terlebih
dahulu mengevaluasi struktur di dalamnya. dibilas dengan cairan
isotonis ringer lactate yang mengandung antibiotic dan kemudian
dilakukan penutupan kembali dinding abdomen.
Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi.
Tindakan repair ini harus dilakukan dalam keadaan steril (diatas
meja operasi) dan dengan anastesi general.  Lepas dahulu jahitan
yang telah dilakukan pada operasi pada bagian yang mengalami
burst, kemudian explore bagian terdalam dari luka yang rusak
dengan jari yang menggunakan sarung tangan steril sampai bagian
jahitan yang terbuka kemudian evaluasi apa yang terjadi apakah
terdapat sumber infeksi.
Kemudian dilakukan pencucian luka secara mekanik
dengan cairan isotonis yang mengandung antibiotic yang
berlimpah, setelah itu dilakukan perbaikan jahitan dengan

14
15

memberikan jahitan ekstra untuk mencegah timbulnya luka


dehisence berulang.

3. Operasi Pembedahan
Penjahitan dilakukan dengan tehnik yang sesuai dan teliti
dengan menggunakan jarum dan benang yang sesuai (monofilamen
nilon atau poligycolic acid), setelah repair jahitan selesai luka
ditutup dengan kassa basah steril dan diberi antibiotik, kemudian
ditutup kembali sehingga tidak terkontaminasi dengan dunia luar
a. Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup lubang dan
memperkuat bagian yang lemah, otot perut dirapatkan menutupi
lubang yang ada.
b. Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja terjadi luka
disarankan untuk operasi kembali.
c. Kebanyakan teknik yang utama adalah segera menjahit
kembali pada tempat jahitan semula yang mengalami perobekan.
d. Pemberian antibiotic preoperative spektum meluas.
e. Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak yang pendek
pada permukaan yang dalam dari luka pada kedua sisi.
f. Masukkan jahitan luka yang dalam.
g. Kemudian proses akir dari dinding abdomen, yakinlah untuk
mengambil potongan yang dalam dari jari, memakai materi
jahitan yang banyak dan hindari tegangan yang berlebihan pada
luka.

2.1.8 Komplikasi
1. Perdarahan
2. Infeksi luka Operasi
Infeksi Luka Operasi (ILO)/Infeksi Tempat Pembedahan
(ITP) / Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka
operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi

15
16

atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber bakteri


pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan,
dan termasuk juga instrumentasi.
3. Kelemahan fasia/dinding perut yang progresif
4. Kebocoran usus
5. Trauma abdomen mayor
6. Sepsis abdomen yang kasar
7. Retro peritoneal hematom.
8. Kehilangan jaringan pada dinding perut.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Burst Abdomen


2.2.1. Pengkajian
1. Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal dan alasan MRS.
2. Keluhan utama : Keluhan yang sering muncul pada pasien burst
abdomen adalah nyeri pada daerah sekitar luka operasi di perut akibat
membukanya luka bekas operasi atau akibat perut distended dikarenakan
adanya infeksi
3. Riwayat Penyakit sekarang : Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat
ini dari awal gejala muncul dan penanganan yang telah dilakukan hingga
saat dilakukan pengkajian. Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
4. Riwayat Penyakit dahulu : Perlu dikaji apakah pasien mempunyai
riwayat penyakit yang berhubungan dengan burst abdomen. Seperti
anemia, DM, hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan
lain-lain..
5. Riwayat penyakit keluarga : Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada
yang memiliki gejala penyakit yang sama seperti pasien.

16
17

6. Pola Kebiasaan:

a. Pola Nutrisi :
biasanya nafsu makan pasien menurun karena rasa nyaman saat
makan terganggu akibat nyeri yang dirasakan, serta status nutrisi
jelek.
b. Pola Tidur/ Istirahat :
pasien tidak dapat tidur nyenyak akibat nyeri yang dirasakan.
c. Pola aktivitas :
aktivitas pasien dan pergerakan pasien burst abdomen terbatas.
d. Pola eliminasi :
biasanya tidak ditemukan gangguan eliminasi pada pasien burst
abdomen.
e. Pola koping :
koping individu maupun keluarga dalam mengatasi burst abdomen
f. Konsep diri :
keadaan psikososial pasien terhadap burst abdomen yang dialaminya
seperti ansietas akibat kurang pengetahuan terhadap proses penyakit

7. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath) : Terdapat RR yang meningkat
b. B2 (Blood) : Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan darah
menurun, nadi meningkat namun lemah, akral teraba basah, pucat
dan dingin serta takikardia.
c. B3 (Brain) :-
d. B4 (Bladder) : -
e. B5 (Bowel) : Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, bibir
kering. Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :
a) Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan atau
tonjolan dan apakah ada distensi abdomen. Pada pasien

17
18

hipertermi luka post operasi biasanya sedikit bengkak an


terdapat rembesan darah.
b) Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-
otot perut, nyeri  2 cm pada sekitar luka
c) Perkusi : normal atau tidak normal
d) Auskultasi : bising usus normal
f. B6 (Bone) : Lemah, turgor jelek

8. Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium (Hematologi) :


a. 1. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl (turun)
b. 2. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat)
c. 3. Hematokrit< dari 40-52%
d. 4. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
e. 5. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl

2.2.2. Analisa Data

Data Etiologi MK
Data Subjektif tindakan operasi Nyeri
1. Klien mengatakan nyeri
pada luka post-op. kerusakan jaringan
2. Klien biasanya mengatakan pasca operasi
nyeri akan dirasakan
bertambah bila klien diskontinuitas jaringan
bergerak/ beraktivitas,
Data Objektif nociceptor
P: Terdapat luka post operasi
dengan kondisi jahitan operasi nyeri
yang membuka dan kemerahan.
Q: nyeri biasanya seperti di iris
atau di tusuk-tusuk

18
19

R: pasien melaporkan nyeri di


daerah abdomen.
S: skala nyeri , pada nyeri akut
terdapat skala 8 (0-10)
T : Klien meringis saat terasa
nyeri. Nyeri dirasakan saat
batuk ataupun ingin
menggerakkan badan daerah
pinggul.
Nadi:takikardia(115x/menit)
TD: menurun (90/80 mmhg)
RR: 35x/menit
Data subyektif Distended Pola nafas tidak
 Pasien sesak, nafasnya cepat efektif
dan dangkal TIA ↑
Data obyektif
 RR meningkat. Menghambat relaksasi
 Pemakaian otot bantu nafas diafragma
abdomen.
 Ada distensi abdomen Ekspansi tidak bisa
maksimal

Suplai O2 ↓

Sesak nafas
Data Subjektif: Pasca operasi Nutrisi kurang
 Klien tidak nafsu makan dari kebutuhan
Data Objektif: distensi abdomen
A : BB turun
B : tidak nafsu makan, bibir

19
20

kering, kondisi pasien lemah.


Nafsu makan
Hb menurun, albumin menurun
C : membran mukosa pucat,
Menurunnya intake
bising usus meningkat, yonus
makanan
otot menurun
D : porsi makan tidak habis
Data Subjektif : Luka post operasi Resiko infeksi
Data objektif terbuka
1. Terdapat luka post operasi
membuka dan kemerahan.
2. Suhu meningkat Port de entri kuman

Resiko infeksi
Data subyektif : - Insisi pada kulit Kerusakan
Data obyektif integritas kulit
1. Luka post operasi dan Luka post op
sedikit bengkak kerusakan
lapisan kulit
2. Gangguan permukaan kulit Kerusakan integritas
3. Turgor jelek kulit

2.2.3. Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan terbukanya luka post operasi.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
optimal
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree dari luka
pembedahan

20
21

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif


pasca operasi

2.2.4. Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan terbukanya luka post operasi


Tujuan : dalam waktu 2x24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri 0-1 (0-10)
c. Dapat mengidentifikasikan aktifitas yang dapat menurunkan nyeri
d. Pasien tenang dan dapat beristirahat
e. TTV dalam batas normal yaitu 120/80 mmhg
Intervensi Rasional
1. Kaji dan observasi tingkat 1. Dapat mengindikasikan rasa sakit
nyeri yang dirasakan oleh akut dan ketidaknyamanan.
pasien, lokasi dan intensitas
(skala 0-10)
2. Kaji dan observasi tanda- 2. Untuk menunjukkan jika nyeri
tanda vital, perhatikan mengganngu kondisi hemodinamik
tachikardi, hipertensi, dan sehingga dapat diatasi secara cepat
peningkatan pernapasan. dan tepat.
3. Berikan informasi mengenai 3. Pengetahuan yang akan dirasakan
sifat ketidaknyamanan, membantu mengurangi
sesuai kebutuhan. nyerinyadan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapeutik.
4. Anjurkan menggunakan 4. Teknik relaksasi akan
metode relaksasi napas dalam meningkatkan asupan oksigen
pada saat nyeri sehingga akan menurunkan nyeri
dan memberikan relaksasi pada

21
22

otot-otot abdominal sehingga dapat


menurunkan distensi otot-otot
abdominal
5. Atur posisi fisiologis (Posisi 5. posisi ini dapat mengurangi
semiflower dengan fleksi tegangan otot abdomen dan juga
pada ekstrimitas bawah) kondisi pascabedah dengan adanya
insisi sehingga dapat menurunkan
stimulus nyeri
6. Kolaborasikan untuk 6. Analgesik akan menimbulkan
pemberian obat analgesic penghilangan nyeri yang lebih
yang sesuai. efektif.
7. Health education kepada 7. Untuk mencegah terjadinya
pasien untuk tidak peningkatan tekanan intra
meningkatkan tekanan abdomen yang dapat menyebabkan
abdomen (tidak mengejan, insisi bedah terbuka kembali.
batuk)

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak


optimal
Tujuan : setelah dilakukan intervensi 2 x 24 jam klien menunjukan pola
napas yang efektif
Kriteria hasil :
a. Tidak ada dyspneu, irama dan frekuensi nafas norma yaitu 16-24
x/menit
b. Bunyi nafas tambahan tidak ada.
c. Pasien tidak menunjukan otot bantu pernafasan
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi frekuensi dan 1. Dilakukan untuk memastikan
kedalaman pernapasan, efektivitas pernapasan sehingga
pemakaian otot bantu upaya memperbaikinya dapat segera
pernapasan, perluasan

22
23

rongga dada, retraksi tau dilakukan.


pernapasan cuping hidung,
warna kulit dan aliran
udara.
2. Berikan tambahan oksigen
sesuai kebutuhan. 2. Dilakukan untuk meningkatkan atau
memaksimalkan pengambilan
3. Berikan instruksi untuk oksigen yang akan diikat oleh Hb.
latihan nafas dalam 3. Dengan latihan napas yang rutin,
klien dapat terbiasa untuk napas
4. Catat kemajuan yang ada dalam yang efektif.
pada klien tentang 4. Sebagai indikator efektif atau
pernafasan tidakkah intervensi yang dilakukan
perawat pada klien.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan


nafsu makan.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi 3x24 jam klien menunjukkan
status gizi baik
Kriteria Hasil:
a. Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
b. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
c. Nilai laboratorium dalam batas normal, yaitu
1) Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
2) Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
3) Hematokrit< dari 40-52%
4) Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
5) Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
d. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Intervensi Rasional

23
24

Mandiri
1. Buat perencanaan makan 1. Menjaga pola makan pasien
dengan pasien untuk sehingga pasien makan secara
dimasukkan ke dalam jadwal teratur
makan.
2. Dukung anggota keluarga 2. Pasien merasa nyaman dengan
untuk membawa makanan makanan yang dibawa dari rumah
kesukaan pasien dari rumah. dan dapat meningkatkan nafsu
makan pasien.
3. Tawarkan makanan porsi besar 3. Dengan pemberian porsi yang besar
disiang hari ketika nafsu dapat menjaga keadekuatan nutrisi
makan tinggi. Jika nafsu yang masuk.
makan rendah, beri porsi
sedikit tapi sering
4. Lakukan perawatan mulut 4. Intervensi ini untuk menurunkan
resiko infeksi oral dan memberikan
rasa nyaman di mulut
5. Berikan pasien edukasi 5. Meningkatkan pengetahuan pasien
mengenai kebutuhan nutrisi mengenai penyakitnya khususnya
klien terhadap penyakitnya diet dan nutrisi yang dibutuhkan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Tinggi karbohidrat, protein, dan
mengenai jenis nutrisi yang kalori diperlukan atau dibutuhkan
akan digunakan pasien. selama perawatan.
7. Pastikan pola diet biasa pasien, 7. Untuk mendukung peningkatan
yang disukai atau tidak disukai. nafsu makan pasien
8. Pantau masukan dan 8. Mengetahui keseimbangan intake
pengeluaran dan berat badan dan pengeluaran asupan makanan
secara pariodik.
9. Kaji turgor kulit pasien 9. Sebagai data penunjang adanya
perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan

24
25

10. Pantau nilai laboratorium, 10. Untuk dapat mengetahui tingkat


seperti Hb, albumin, dan kadar kekurangan kandungan Hb,
glukosa darah albumin, dan glukosa dalam darah.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry dari luka


pembedahan
Tujuan: dalam waktu 4x24 jam terjadi perbaikan pada intregitas jaringan
lunak dan tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
a. Tidak ada tanda infeksi dan peradangan pada luka pembedahan
dengan memperhatikan tanda-tanda infeksi
b. Leukosit dalam batas normal
c. TTV dalam batas normal
1) TD : 120/80 mmhg
2) RR 12-20 x/menit
3) Nadi 60-100x/menit
d. Kondisi luka operasi membaik dan tidak terjadi infeksia
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji jenis pembedahan, waktu 1. Mengidentifikasi kemajuan atau
pembedahan dan apakah penyimpangan dari tujuan yang
adanya instruksi khusus dari diharapkan
tim dokter bedah dalam
melakukan perawatan luka.
2. Jaga kondisi balutan dalam 2. Kondisi bersih dan kering akan
dalam keadaan bersih dan menghindarkan kontaminasi
kering komensal.
3. Lakukan perawatan luka. 3. Perawatan luka sebaiknya tidak
Lakukan perawatan luka steril setiap hari untuk menurunkan
3 hari pasca operasi dan kontak tindakan dengan luka yang

25
26

diulang setiap 2 hari. dalam kondisi steril sehinnga


mencegah kontaminasi kuman ke
luka bedah.
4. Tutup luka dan penampang 4. Penutupan secara menyeluruh dapat
eksternal dengan kasa steril menghindari kontaminasi dari
dan tutup dengan plester benda atau udara yang bersentuhan
adhesif yang menyeluruh dengan luka operasi.
menutupi kasa

5. Berikan terapi antibiotik 5. Pemberian antibiotik dapat


mengurangi infeksi

6. Pantau tanda atau gejala 6. Dapat melakukan pencegahan dini


infeksi terhadap terjadinya infeksi

7. Kaji faktor yang 7. Dapat menghindari faktor-faktor


meningkatkan serangan yang mungkin dapat memperparah
infeksi infeksi
8. Pantau hasil laboratorium 8. Hasil laboratorium dapat
menentukan sejauh mana infeksi
yang telah terjadi

9. Instruksikan untuk menjaga 9. Perlindungan terhadap infeksi


hygiene pribadi
10. Kolaborasi perbaikan/ operasi 10. Untuk memperbaiki kondisi insisi
ulang jika diperlukan bedah yang kurang baik, agar tidak
terjadi komplikasi.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif


pasca pembedahan

26
27

Tujuan : Dalam perawatan 12x24 jam pasien menunjukkan


regenerasi jaringan.
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan turgor kulit normal
b. Integritas kulit pasien pulih.
c. akondisi luka membaik, insisi bedah kembali baik, luka cepat
bergranulasi
Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan luka 1. Menyiapkan jaringan untuk
yang tepat dan tindakan penanaman dan menurunkan resiko
kontrol infeksi dan merawat infeksi/kegagalan kulit.
luka pada burst abdomen
sengan prinsip steril
2. Latih alih baring 2. Mencegah terjadinya dekubitus.
3. Hindari terjadinya infeksi 3. Adanya infeksi dapat membuat
pada luka operasi yang dapat kerusakan integritas kulit lebih luas
membuat parahnya integritas
kulit.

27
28

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
SISTEM PENCERNAAN : BURST ABDOMEN

KASUS
Seorang lansia laki-laki, 61 tahun, masuk ke IGD karena luka post laparotomi
yang terbuka. Diketahui, klien tersebut menjalani prosedur laparotomi karena
peritonitis, dan pada saat kejadian di IGD, lansia post-op hari ke 5 dan baru
pulang kemarin. Hasil pengkajian menunjukkan: jalan napas paten, napas cepat
dengan menggunakan otot nafas, cuping hidung (+), RR=29x/menit, gelisah,
perdarahan 500 Cc, nadi=57x/menit teraba lemah, saturasi=93%, suhu=37.3C, BB
60 Kg, tampak lemah. Keluarga mengatakan, klien memiliki riwayat DM tidak
terkontrol dan intake nutrisi-cairan yang tidak adekuat paska operasi, urine
1000cc/24 jam. Diagnosis medis=burst abdomen.

A. Pengkajian Data Umum


Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2022
Oleh : Kelompok I
Sumber Data : Keluarga dan Pasien
Metode Pengumpulan Data : Anamnesa
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 61Th
Status Perkawinan : menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA

28
29

No. RM : 00255320
Dx. Medis : Burst Abdomen
Penanggung jawab
Nama : Tn. W
Alamat : Griya Asri, Tangerang
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan pasien : Adik

B. Pengkajian Data Dasar


1. Primary Assrment (ABCDE)
Airway : Bebas, lidah jatuh (-), tidak ada sumbatan, jalan nafas
paten (+)
Breathing: Pernapasan vesikuler, frekuensi pernapasan cepat dengan
menggunakan otot bantu nafas dengan, 29x/menit (Takipnea) dan tampak
menggunakan pernafasan cuping hidung, saturasi oksigen 93%, ekspansi
dada simetris
Circulation: Tampak perdarahan sebanyak 500 Cc pada luka post-op
laparatomy terbuka, Akral dingin, wajah pucat dan tampak lemah (+),
gelisah, nadi teraba lemah, frekuensi nadi 92x/menit, TD : 90/56mmHg,
Capillary refill >3 detik, konjungtiva pucat, suhu : 37,3˚c
Disability: Kesadaran klien Delirium tampak Gelisah, dan nilai GCS 11
(E;3,M;5,V:3), Pupil isokor, gula dasar sewaktu 451mg/dl
Exposure : Tidak ada krepitasi, kulit tampak kering, bibir pecah-
pecah, urine 1000cc/24 jam
2. Fokus Assesment
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tingkat Kesadaran: Delirium tampak gelisah
3. Sekunder Assesment
a. Riwayat Penyakit Dahulu: keluarga mengatakan klien mempunyai
riwayat peradangan perut (Peritonitis) sejak 1 tahun lalu dan selalu

29
30

kontrol ke RS Poli Penyakit dalam, dan mempunyai riwayat gula darah


yang tidak terkontrol
b. Riwayat Penyakit Sekarang: masuk ke IGD karena luka post
laparotomi yang terbuka. Diketahui, klien tersebut menjalani prosedur
laparotomi karena peritonitis, dan pada saat kejadian di IGD, lansia
post-op hari ke 5 dan baru pulang kemarin
c. Riwayat Penyakit Keluarga: -
d. Allergies :Tidak ada alergi makanan dan obat
e. Medication : Cefixime 200 mg 2X1 Kapsul dan
Analtram Bila nyeri
f. Pertinent Past History : lansia post-op hari ke 5 dan baru pulang
kemarin
g. Makan terakhir : keluarga mengatakan makan terakhir jam
13.30 WIB hanya 1 suap sendok makan
h. Event Lead to Injury :-

4. Pemeriksaan Fisik
TD: TD : nadi teraba lemah, frekuensi nadi 92x/menit, TD : 90/56mmHg,
Capillary refill >3 detik, konjungtiva pucat, suhu : 37,3˚c
a. Kepala
Inspeksi : Ekpresi wajah cemas, bentuk kepala normal, penyebaran
rambut merata, tidak ada benjolan dan tidak ada lesi ataupun luka
robek pada dahi, wajah simetris, tidak ada perdarahan pada hidung,
indera pembau tidak bermasalah, reaksi pupil mata positif, konjugtiva
pucat, sklera tidak ikterik, tidak menggunakan kacamata, lubang
telinga normal dan tidak menggunakan alat pendengaran
Palpasi: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan pada dahi
b. Leher
Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau massa pada leher dan tidak ada
lesi, tidak ada kaku kuduk

30
31

Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran


JVP
c. Thorak
Inspeksi : Bentuk dada simetris, RR 29x/menit
Perkusi: Pengembangan dada simetris, tidak terdapat retraksi
intercostal
Palpasi : Pada saat dilakukan perkusi terdengar suara hiporsonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler terdengar diseluruh lapang paru,
suara jantung normal S1/S2 tunggal
d. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, asites (-), perut simetris, tampak luka post-
op laparotomy dengan perdarahan 500cc
Perkusi : Timpani
Palpasi : Turgor menurun, tonus normal, ada nyeri pada sekitar luka
post op laparatomy, hepar/lien/ginjal tidak teraba
Auskultasi : Bising usus 15 x/mnt
e. Genital
Tidak terpasang kateter
f. Ekstremitas:
Akral dingin, CRT >3 detik, ada lesi pada ekstremitas, tidak ada edema
ekstremitas, tidak ada sinosis, kekuatan otot ekstremitas atas 4,
kekuatan otot ekstremitas bawah 5.
5. Terapi yang didapat
No. Nama Obat Rute Keterangan
1) Infus RL 20 tpm Intravena
2) Cefixime 200 mg 2X1 Kapsul
3) Analtram Bila nyeri
4) Tetagam 1 ml
5) Perawatan luka Post-op Laparatomy
Data Penunjang Hasil Laboratorium
Swab Antigen “negatif”

31
32

Lab Hematologi :
1) Hemoglobin 9.1 g/dL
2) Hematokrit 55%
3) Monosit 7%
4) Neutrofil 65%
5) Eritrosit 4.70%
6) Leukosit 11.6uL
7) GDS 451mg/dl
8) SP02 93%

ANALISA DATA

No. Tgl/jam Data Penunjang Masalah Etiologi


1. 18/05 /2022 Ds: Hipovolemia Kehilangan
20:15 (D.0023) cairan aktif :
- Keluarga mengatakan bahwa luka
perdarahan
pasien setelah post-op mengalami 500 cc dan
kekurangan
perdarahan dan keluarga pasien takut
cairan
akan perdarahan yang terjadi
- Keluarga mengatakan pasien
mempunyai Riwayat Gula darah
sejak lama dan tidak perrnah
dikontrol
- Keluarga mengatakan klien
mempunyai riwayat peradangan
perut (Peritonitis) sejak 1 tahun lalu
dan selalu kontrol keRS Poli
Penyakit dalam
- Keluarga mengatakan pasien sangat
sulit makan minum dan makan
terakhir jam 13.30 WIB hanya 1
suap sendok makan
- Keluarga mengatakan pasien sangat

32
33

tampak lemas, lesu, lunglai dan


pucat sejak setelah menjalani post-
op
- Keluarga mengatakan pasien hanya
pipis/berkemih 1000cc (1 Diapers)
dalam 24 jam
Do:
- Kesadaran Delirium tampak Gelisah
- K/U Lemah
- Klien tampak lemas, lesu dan lunglai
Airway: Bebas, lidah jatuh (-), tidak
ada sumbatan, jalan nafas paten (+)
Breathing: pernapasan vesikuler,
frekuensi pernapasan cepat
29x/menit, menggunakan otot bantu
nafas cuping hidung, saturasi
oksigen 93%, ekspansi dada simetris
Circulation: Tampak perdarahan
sebanyak 500 Cc pada luka post-op
laparatomy terbuka, Akral dingin,
wajah pucat dan tampak lemah (+),
gelisah, nadi teraba lemah, frekuensi
nadi 92x/menit, TD : 90/56mmHg,
Capillary refill >3 detik,
konjungtiva pucat, suhu : 37,3˚c
Disability: Kesadaran klien
Delirium tampak Gelisah, dan nilai
GCS 11 (E;3,M;5,V:3), Pupil isokor,
gula dasar sewaktu 451mg/dl
Exposure : Tidak ada krepitasi, kulit
tampak kering, bibir pecah-pecah,

33
34

Turgor kulit menurun, urine


1000cc/24 jam
Data Penunjang Hasil Laboratorium
Swab Antigen “negatif”
Lab Hematologi :
1. Hemoglobin 9.1 g/dL
2. Hematokrit 55%
3. Monosit 7%
4. Neutrofil 65%
5. Eritrosit 4.70%
6. Leukosit 11.6uL
7. GDS 451mg/dl
8. SP02 93%

Intake = 600
Infus RL/8 jam = 500 ml
Minum : 100 ml
Ouput = 1500 cc
Perdarahan : 500 cc
Urine : 1000 cc
Balance Cairan = - 900cc

2. 08/05/2022 Ds : Pola Nafas Hambatan


20:20 Tidak Efektif Upaya
- keluarga mengatakan pasien
(D.0005) Bernafas :
tidak bisa diajak komunikasi Penurunan Otot
bantu Nafas
dikarenakan pasien gelisah terus
menerus
- keluarga pasien tampak sesak
Do :
- Kesadaran Delirium tampak Gelisah
- K/U Lemah

34
35

- Klien tampak lemas, lesu dan lunglai


Airway: Bebas, lidah jatuh (-), tidak
ada sumbatan, jalan nafas paten (+)
Breathing: pernapasan vesikuler,
frekuensi pernapasan cepat
29x/menit, menggunakan otot bantu
nafas cuping hidung, saturasi
oksigen 93%, ekspansi dada
simetris, SP02 93%
Circulation: Tampak perdarahan
sebanyak 500 Cc pada luka post-op
laparatomy terbuka, Akral dingin,
wajah pucat dan tampak lemah (+),
gelisah, nadi teraba lemah, frekuensi
nadi 92x/menit, TD : 90/56mmHg,
Capillary refill >3 detik,
konjungtiva pucat, suhu : 37,3˚c,
Disability: Kesadaran klien
Delirium tampak Gelisah, dan nilai
GCS 11 (E;3,M;5,V:3), Pupil isokor,
gula dasar sewaktu 451mg/dl
Exposure : Tidak ada krepitasi, kulit
tampak kering, bibir pecah-pecah,
Turgor kulit menurun, urine
1000cc/24 jam, Swab Antigen
“negatif”

3 08/05/2022 Ds : Perfusi Perifer Penurunan


20:26
- keluarga pasien mengatakan Tidak Efektif sirkulasi darah
seluruh tangan dan kaki pasien (D.0009) pada level
terasa dingin Perifer :

35
36

- Keluarga mengeluh dan merasa Hiperglikemia,


takut karena pasien tampak Penurunan
lemas, lesu, lunglai dan sangat Konsentrasi
pucat Hemoglobine
dan Kekurangan
Do: Volume Cairan
- Kesadaran Delirium tampak Gelisah
- K/U Lemah
- Klien tampak lemas, lesu dan lunglai
Airway: Bebas, lidah jatuh (-), tidak
ada sumbatan, jalan nafas paten (+)
Breathing: pernapasan vesikuler,
frekuensi pernapasan cepat
29x/menit, menggunakan otot bantu
nafas cuping hidung, saturasi
oksigen 93%, ekspansi dada simetris
Circulation: Tampak perdarahan
sebanyak 500 Cc pada luka post-op
laparatomy terbuka, Akral dingin,
wajah pucat dan tampak lemah (+),
gelisah, nadi teraba lemah, frekuensi
nadi 92x/menit, TD : 90/56mmHg,
Capillary refill >3 detik,
konjungtiva pucat, suhu : 37,3˚c
Disability: Kesadaran klien
Delirium tampak Gelisah, dan nilai
GCS 11 (E;3,M;5,V:3), Pupil isokor,
gula dasar sewaktu 451mg/dl
Exposure : Tidak ada krepitasi, kulit
tampak kering, bibir pecah-pecah,
Turgor kulit menurun, urine

36
37

1000cc/24 jam

Data Penunjang Hasil Laboratorium


Lab Hematologi :
1. Hemoglobin 9.1 g/dl
2. Eritrosit 4.70%
3. GDS 451mg/dl
4. Balance Cairan = - 900cc

4 08/05/2022 DS : Ketidakstabilan Resistensi


20:40
- keluarga mengatakan klien Glukosa Darah : Insuline :
mempunyai riwayat peradangan perut Hiperglikemia Ketidakpatuhan
(Peritonitis) sejak 1 tahun lalu dan (D.0027) pengobatan
selalu kontrol ke RS Poli Penyakit
dalam, dan mempunyai riwayat gula
darah yang tidak terkontrol

DO : GDS 451mg/dl dan Tidak


tampak terjadinya Gangren pada luka
post - op laparatomy

5 08/05/2022 Ds: Resiko infeksi Ketidakadekuata


20:59
- Keluarga mengatakan bahwa luka (D.0142) n pertahanan
pasien setelah post-op mengalami tubuh Sekunder
perdarahan dan keluarga pasien takut Penurunan
akan perdarahan yang terjadi Kadar
- Keluarga mengatakan pasien Hemoglobine
mempunyai Riwayat Gula darah dan peningkatan
sejak lama dan tidak perrnah Kadar Leukosit
dikontrol (Leukositosis)
- Keluarga mengatakan klien
mempunyai riwayat peradangan

37
38

perut (Peritonitis) sejak 1 tahun lalu


dan selalu kontrol keRS Poli
Penyakit dalam
- Keluarga mengatakan pasien sangat
sulit makan minum dan makan
terakhir jam 13.30 WIB hanya 1
suap sendok makan
- Keluarga mengatakan pasien sangat
tampak lemas, lesu, lunglai dan
pucat sejak setelah menjalani post-
op
- Keluarga mengatakan pasien
terkadang mengalami demam

Do:
- suhu : 37,3˚c
- Hematologi :
- Hemoglobin 9.1 g/dL
- Monosit 7%
- Neutrofil 65%
- Eritrosit 4.70%
- Leukosit 11.6uL
- GDS 451mg/dl

Rencana Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi SIKI


o Keperawatan Hasil SDKI

38
39

SDKI

1. Hipovolemia Setelah dilakukan 1. Observasi


berhubungan tindakan keperawatan
o Periksa tanda dan gejala
dengan 3x24 jam diharapkan
hipovolemia (mis. frekuensi
kehilangan hypovolemia teratasi
nadi meningkat, nadi teraba
cairan aktif : dengan kriteria hasil:
lemah, tekanan darah
perdarahan 500
 Perdarahan menurun, tekanan nadi
cc dan
teratasi menyempit,turgor kulit
kekurangan
 Balance menurun, membrane mukosa
cairan
caiaran taratasi kering, volume urine menurun,
(D.0023)  Tanda-tanda hematokrit meningkat, haus
vital dalam dan lemah)
batas normal o Monitor intake dan output
cairan

2. Terapeutik

o Hitung kebutuhan cairan

o Berikan posisi modified


trendelenburg

o Berikan asupan cairan oral

3. Edukasi

o Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral

o Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak

4. Kolaborasi

o Kolaborasi pemberian cairan

39
40

IV issotonis (mis. cairan NaCl,


RL)

o Kolaborasi pemberian cairan


IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)

o Kolaborasi pemberian cairan


koloid (mis. albumin,
plasmanate)

o Kolaborasi pemberian produk


darah

2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Observasi


o Monitor pola napas (frekuensi,
efektif tindakan keperawatan
kedalaman, usaha napas)
berhubungan 3x24 jam diharapkan o Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi,
dengan pola nafas tidak efektif
weezing, ronkhi kering)
hambatan upaya teratasi dengan kriteria o Monitor sputum (jumlah,
bernafas : hasil: warna, aroma)
2. Terapeutik
penurunan otot o Pertahankan kepatenan jalan
 Menunjukan
bantu nafas napas dengan head-tilt dan
jalan nafas chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
(D.0005) yang paten
o Posisikan semi-Fowler atau
( klien tidak Fowler
o Berikan minum hangat
merasa
o Lakukan fisioterapi dada, jika
tercekik, irama perlu
o Lakukan penghisapan lendir
nafas,
kurang dari 15 detik
frekuensi nafas o Lakukan hiperoksigenasi
dalam rentang sebelum
o Penghisapan endotrakeal
normal, tidak o Keluarkan sumbatan benda

40
41

ada suara nafas padat dengan forsepMcGill


o Berikan oksigen, jika perlu
abnormal)
3. Edukasi
 Mampu o Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
mengidentifika
kontraindikasi.
si dan o Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
mencegah
o Kolaborasi pemberian
factor bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
penyebab
 Spo2 dalam
batas normal

3 Perfusi perifer Setelah dilakukan 1. Observasi


tidak efektif tindakan keperawatan
o Periksa sirkulasi perifer(mis.
berhubungan 3x24 jam diharapkan Nadi perifer, edema,
pengisian kalpiler, warna,
dengan perfusi perifer tidak
suhu, angkle brachial index)
penurunan efektif teratasi dengan o Identifikasi faktor resiko
sirkulasi darah kriteria hasil: gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes, perokok, orang tua,
pada level hipertensi dan kadar
 Tanda-tanda
perifer : kolesterol tinggi)
vital dalam o Monitor panas, kemerahan,
hiperglikemia, nyeri, atau bengkak pada
batas normal
penurunan ekstremitas
 Pengisian
konsentrasi hb 2. Terapeutik
kapiler normal
dan kekurangan
 Kesadaran o Hindari pemasangan infus
volume cairan atau pengambilan darah di
pasien area keterbatasan perfusi
meningkat o Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
o Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada
area yang cidera
o Lakukan pencegahan infeksi
o Lakukan perawatan kaki dan

41
42

kuku
o Lakukan hidrasi

3. Edukasi

o Anjurkan berhenti merokok


o Anjurkan berolahraga rutin
o Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
o Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
o Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
o Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
o Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
o Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
o Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
o Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan(
mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
o Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

4 Ketidakstabilan Setelah dilakukan 1. Observasi

42
43

kadar gula tindakan keperawatan o Identifkasi kemungkinan


penyebab hiperglikemia
darah : 3x24 jam diharapkan
o Identifikasi situasi yang
hiperglikemia perfusi perifer tidak menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat (mis.
berhubungan efektif teratasi dengan
penyakit kambuhan)
dengan resistensi kriteria hasil: o Monitor kadar glukosa darah,
insulin: jika perlu
 Dapat o Monitor tanda dan gejala
keidakpatuhan hiperglikemia (mis. poliuri,
mengontrol
pengobatan polidipsia, polivagia,
kadar gula kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit kepala)
(D.0027) darah
o Monitor intake dan output
 Kadar gula cairan
o Monitor keton urine, kadar
darah dalam
analisa gas darah, elektrolit,
batas normal tekanan darah ortostatik dan
 Kepatuhan frekuensi nadi
2. Terapeutik
prilaku: diet o Berikan asupan cairan oral
o Konsultasi dengan medis jika
sehat
tanda dan gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk
o Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
3. Edukasi
o Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250
mg/dL
o Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
o Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
o Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urine, jika perlu
o Ajarkan pengelolaan diabetes
(mis. penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan
bantuan professional
kesehatan)
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu

43
44

o Kolaborasi pemberian cairan


IV, jika perlu
o Kolaborasipemberian kalium,
jika perlu

5 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Observasi


berhubungan tindakan keperawatan
o Monitor tanda dan gejala
dengan 3x24 jam diharapkan infeksi lokal
Ketidakadekuata resiko infeksi teratasi
2. Terapeutik
n pertahanan dengan kriteria hasil:
tubuh Sekunder o Batasi jumlah pengunjung
 Suhu dalam o Berikan perawatan kulit pada
Penurunan daerah edema
batas normal
Kadar
 Tidak ada 3. Edukasi
Hemoglobine
tanda infeksi
dan peningkatan o Jelaskan tanda dan gejala
 Leukosit dalam infeksi
Kadar Leukosit o Ajarkan cara memriksa luka
batas normal
(Leukositosis) o Anjurkan cara
meningkatkan asupan cairan
(D.0142)
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

44
45

Catatan perkembangan

45
46

No Diagnose Impelementasi Evaluasi


Keperawatan
1 Hipovolemia 1. Observasi S: - Keluarga
berhubungan mengatakan
o Memeriksa tanda dan gejala
dengan pasien hanya
hipovolemia (mis. frekuensi
kehilangan cairan pipis 1000 cc
nadi meningkat, nadi teraba
aktif : perdarahan dalam 24 jam
lemah, tekanan darah menurun,
500 cc dan
tekanan nadi menyempit,turgor
kekurangan cairan O: - Kesadaran
kulit menurun, membrane
delirium
(D.0023) mukosa kering, volume urine
- K/u lemah
menurun, hematokrit - Membrane
meningkat, haus dan lemah) mukosa kering
- Terpasang
o Memonitor intake dan output cairan infus
RL
cairan
- Posisi
2. Terapeutik trendelenburg
A: Masalah teratasi
o Menghitung kebutuhan cairan sebagian

o Memberikan posisi modified P : Intervensi


dilanjutkan
trendelenburg

o Memberikan asupan cairan


oral

3. Edukasi

o Menganjurkan memperbanyak
asupan cairan oral

o Menganjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak

4. Kolaborasi

46
47

o Berkolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis. cairan
NaCl, RL)

o Berkolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)

o Berkolaborasi pemberian
cairan koloid (mis. albumin,
plasmanate)

o Berkolaborasi pemberian
produk darah

47
48

2 Pola nafas tidak 1. Observasi S:-


o Memonitor pola napas
efektif O:- Kesadaran
(frekuensi, kedalaman, usaha
berhubungan delirium
napas)
o Memonitor bunyi napas - K/U lemah
dengan hambatan
tambahan (mis. Gurgling, - Suara nafas
upaya bernafas : mengi, weezing, ronkhi kering) weezing
o Memonitor sputum (jumlah,
penurunan otot - Frekuensi
warna, aroma)
bantu nafas nafas 29
2. Terapeutik
x/menit
o Mempertahankan kepatenan
(D.0005) jalan napas dengan head-tilt dan - Posisi semi
chin-lift (jaw-thrust jika curiga fowler
trauma cervical) - Terpasang O2
o Memposisikan semi-Fowler NK 5 Lpm
atau Fowler
o Memberikan minum hangat
A: Masalah sebagian
o Melakukan fisioterapi dada,
jika perlu teratasi
o Melaakukan penghisapan lendir P: Intervensi
kurang dari 15 detik dilanjutkan
o Melakukan hiperoksigenasi
sebelumPenghisapan
endotrakeal
o Mengeluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
o Memberikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
o Menganjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
o Mengajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
o Berkolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3 Perfusi perifer 1. Observasi S:-


tidak efektif O :- Kesadaran
o Memeriksa sirkulasi

48
49

berhubungan delirium
perifer(mis. Nadi perifer,
dengan penurunan - K/U lemah
edema, pengisian kalpiler,
sirkulasi darah warna, suhu, angkle brachial - CRT>3 detik
index) - Kedua kaki
pada level bengkak
o Mengidentifikasi faktor
perifer : resiko gangguan sirkulasi
(mis. Diabetes, perokok, A : Masalah belum
hiperglikemia,
orang tua, hipertensi dan teratasi
penurunan kadar kolesterol tinggi) P : Intervensi
o Memonitor panas, dilanjutkan
konsentrasi hb
kemerahan, nyeri, atau
dan kekurangan bengkak pada ekstremitas
volume cairan
2. Terapeutik

o Menghindari pemasangan
infus atau pengambilan darah
di area keterbatasan perfusi
o Menghindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
o Menghindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada
area yang cidera
o Melakukan pencegahan
infeksi
o Melakukan perawatan kaki
dan kuku
o Melakukan hidrasi

3. Edukasi

o Menganjurkan berhenti
merokok
o Menganjurkan berolahraga
rutin
o Menganjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
o Menganjurkan menggunakan
obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu

49
50

o Menganjurkan minum obat


pengontrol tekakan darah
secara teratur
o Menganjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
o Menganjuurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
o Menganjurkan program
rehabilitasi vaskuler
o Menganjurkan program diet
untuk memperbaiki sirkulasi(
mis. Rendah lemak jenuh,
minyak ikan, omega3)
o Menginformasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

4. Kolaborasi
o Berkolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
o Berkolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

50
51

4 Ketidakstabilan 1. Observasi S:-


o Mengidentifkasi kemungkinan
kadar gula darah : O: - Kesadaran
penyebab hiperglikemia
hiperglikemia delirium
o Mengidentifikasi situasi yang
menyebabkan kebutuhan - K/U lemah
berhubungan
insulin meningkat (mis. - GDS 487
dengan resistensi penyakit kambuhan) mg/dl
o Memonitor kadar glukosa
insulin: - Insulin 20 unit
darah, jika perlu
keidakpatuhan o Memonitor tanda dan gejala
pengobatan hiperglikemia (mis. poliuri, A : Maslalah belum
polidipsia, polivagia, tertasi
kelemahan, malaise, pandangan
(D.0027) P : Intervensi
kabur, sakit kepala)
o Memonitor intake dan output dilanjutkan
cairan
o Memonitor keton urine, kadar
analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi
2. Terapeutik
o Memberikan asupan cairan oral
o Mengkonsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
o Memfasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
3. Edukasi
o Menganjurkan olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari
250 mg/dL
o Menganjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
o Menganjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
o Mengajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urine, jika perlu
o Mengajarkan pengelolaan
diabetes (mis. penggunaan
insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)

51
52

4. Kolaborasi
o Berkolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
o Berkolaborasi pemberian cairan
IV, jika perlu
o Berkolaborasipemberian
kalium, jika perlu

5 Resiko infeksi 1. Observasi S:-


berhubungan O:- Kesadaran
o Memonitor tanda dan gejala
dengan delirium
infeksi lokal
Ketidakadekuatan - K/U lemah
2. Terapeutik - Terdapat
pertahanan tubuh bekas jahitan
o Membatasi jumlah pengunjung
Sekunder berwarna
o Memberikan perawatan kulit
merah,
Penurunan Kadar pada daerah edema
terdapat push
Hemoglobine dan
3. Edukasi A : Masalah belum
peningkatan teratasi
Kadar Leukosit o Jelaskan tanda dan gejala
infeksi P : Intervensi
(Leukositosis) o Ajarkan cara memriksa luka dilanjutkan
o Anjurkan cara meningkatkan
(D.0142) asupan cairan

4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

52
53

DAFTAR PUSTAKA

Airlangga, Saktya. 2011. Asuhan keperawatan pada burst abdomen.


http://saktyairlangga.wordpress.com/2011/11/27/asuhan-
keperawatan-burst-abdomen/. Diakses pada 25 Maret 2014
Br Med J. 1966. Burst Abdomen. British Medical Journal :
www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada 26 Maret 2014

Kumalasari, Arief Mutaqqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba


Medika

53

Anda mungkin juga menyukai