Disusun oleh :
Sara Hikmatilla 717.6.2.0893
Kartika Sari 717.6.2.
Aisaturrida 717.6.2.0905
Putri Kurniawati 717.6.2.
Latifatul Hasanah 717.6.2
Desi Ratnasari 717.6.2
Farah Firdausi 717.6.2
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa sholawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat dan karunia
Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dan temanteman semua yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik terstruktur keperawatan gawat darurat
Program Studi S1 Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah
ini.
Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar
menjadi lebih baik.
Kelompok V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma abdomen merupakan salah satu penyebab kematian ke-3 pada pasien trauma dan
dapat ditemukan sekitar 710% dari jumlah seluruh kasus trauma (Costa et al, 2010). Klasifikasi
trauma abdomen yaitu trauma tajam (penetrans) dan trauma tumpul (non penetrans) (Umboh,
Sapan, Lampus, 2016). Angka kejadian trauma tumpul abdomen didapatkan sekitar 80% dari
keseluruhan trauma abdomen (Guillon, 2011).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan status ekonomi populasi di dunia. Penyebab
tersering trauma tumpul abdomen adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak ¾ kasus dan penyebab
berikutnya disebabkan oleh jatuh. Di Indonesia, penyebab cedera secara umum disebabkan oleh
kecelakaan sepeda motor dan jatuh dengan prevalensi cedera tertinggi didapatkan pada
kelompok usia 15 24 tahun. Sehingga hal ini menempatkan trauma tumpul abdomen sebagai
Sekitar 90% kasus trauma abdomen paling banyak terdapat di negara-negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah. Dan kasus trauma abdomen mencapai peringkat ketiga
penyebab kematian yang diakibatkan oleh trauma. Kematian akibat trauma abdomen seharusnya
dapat dicegah namun kejadian ini sering terlewatkan oleh karena adanya intoksikasi maupun
sering didahului kasus trauma capitis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abigail Ann pada Tahun 2011-2014 di RSU
Haji Adam Malik, didapati hasil penelitian menunjukan usia yang paling banyak mengalami
trauma abdomen adalah pada kelompok usia 12-25 tahun sebanyak 22 orang (41.5%) dan sering
dijumpai pada laki-laki dengan total 38 orang (71.7%). Penyebab trauma yang paling banyak
adalah trauma tumpul yaitu sebanyak 50 orang (94.3%) dan organ yang terjadinya trauma adalah
lambung sebanyak 25 orang (28.3%).6
Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar 8,2%,
dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi
(4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan
sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%),
transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor
tertinggi ditemukan di Bengkulu (56,4 persen) dan terendah di Papua (19,4%) (Riskesdas 2013).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat
kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berpa tindakan beda,
misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna
dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran
cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak
jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi
pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah
banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih
merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara
optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang
ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi
untuk dapat menetapkan diagnosis.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Tujuan umum
2.1 Definisi
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,
pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh pembuluh
darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia,
13 Juli 2000).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi
dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).
2.2 Klasifikasi
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,
umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu
lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktorfaktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif
terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler..
2.5 Pathway
Trauma Abdomen
Perdarahan intra
LukaPerforasi
terbuka lapisan Perdarahan abdomen
abdomen(Kontusio,
Laserasi, jejas,
hematoma) Resiko Peningkatan TIA
Resiko ketidakseimbanga
infeksi n cairan Distensi Abdomen
Nyeri akut
Hipovilemi Mual/muntah
k
Kerusakan
integritas kulit Ketidak
seimbangan defisit
nutrisi
2.6 Manifestasi klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat
(1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual
dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
a) Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
1. Hemoragi
2. Syok
3. Cedera
4. Infeksi
2.8 Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal
8. Pemeriksaan khusus
Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000
eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah
dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi
untuk laparotomi.
Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat
apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka
segera buka dan bersihkan jalan napas.
a) Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt
chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
b) Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
lihat dengar rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas
atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
c) Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak
adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah
30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
2.9.2 Hospital
a) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah
yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan
dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar
yang berdekatan.
c) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi
jenis cedera ginjal yang ada
d) Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada:
Fraktur pelvis
3.1 Pengkajian
Menurut krisanty, (2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
3.1.1 Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin
harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya,
maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a) Airway
dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik
head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
b) Breathing
dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada
napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan,
ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c) Circulation
dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal-sengal dan
tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
3.1.2 Pengkajian skunder
pengkajian fisik
a) Inspeksi
o Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya
tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
o Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
b) Palpasi
o Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness.
o Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
o pemeriksaan vaginal
c) Perkusi
o Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
d) Auskultasi
o Harus sabar dan teliti
o Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
o Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
3.2 Pengkajian pada trauma abdomen
3.2.1 Trauma Tembus abdomen
a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan
tumpul (pukulan).
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan
tempat keluarnya peluru.
c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika
ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan
kedalam rongga abdomen).
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan,
kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera
yang berkaitan.
f) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
3.2.2 Trauma tumpul abdomen
a) Metode cedera.
b) Waktu awitan gejala.
c) Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa
atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d) Waktu makan atau minum terakhir.
e) Kecenderungan perdarahan.
f) Penyakit danmedikasi terbaru.
g) Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h) Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi
masalah yang mengancam kehidupan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994). Meliputi:
1. Nyeri aku berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai dengan gejala
tampak meringis
2. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yang ditandai dengan
tekanan darah menurun
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi ditandai
dengan gejala kerusakan jaringan
4. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
3.2 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri aku berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai dengan gejala
tampak meringis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1X24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang.
Intervensi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi/pengobatan
7. Ajarkan terapi relaksasi
8. Kolaborasi pemberian analgesic,antripruritus, antihistamin.
Intervensi :
1. Periksa tanda dan gejala hipovelemia missal frekuensi nadi meningkat, nadi eraba
lemah, tekanan darah menurun, hematocrit meningkat, haus dan lemah.
2. Hitung kebutuhan cairan
3. Berikan posisi modified trendelenburg
4. Berikan asupan cairan oral
5. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
6. Anjurkan menghindari posisi mendadak
7. Kolaborasi pemberian cairan IV NaCl, RL,
8. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis glukosa 2,5%, NaCl 0,4%
9. Kolaborasi pemberian cairan koloid mis albumin, plasmanate
10. Kolaborasi pemberian produk darah
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi ditandai
dengan gejala kerusakan jaringan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24jam luka dapat segera teratasi
Intervensi :
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Bersihkn jaringan nekrotik
5. Pertahankan teknik steril saat melakukanperawatan luka
6. Berikan suplemen vitamin dan mineral ms vitamin A, vitamin C, ZINC,
dan asan amino
7. Berikan terapi TENS
8. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
9. Anjurkan prosedur perawatan luka mandiri
10. Kolaborasi prosedur debridement mis enzimatik,bio,mekanis,dan autolitik.
Jika perlu
11. Kolaborasi pemberian antibiotic
Pasien laki-laki , usia 45th dating ke IGD RSU X diantar oleh keluarganya. Pasien
menegluh nyeri bagian abdomen sebelah kiri sekitar 10jam sebelum dibawa ke RSU X . pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas, mengendarai sepeda motor dengan kencang lalu menambrak
pohon yang berada dipinggir jalan. Riwayat pingsan (-), muntah (-),kejang (-). Status present-
sensorium compo mentis, TD 70/40mmhg, RR 24x/m, suhu 360C, N : 60x/mnit, BB 60kg.
I : simestris,distensiium (+), memar di hipokondrium (+)
A : peristaltic (-)
P : timpani
P : defans muscular (+), nyeri seluruh lapangan perut , nyri lepas (+)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
4. Eliminasi
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
hipovelemia
Ds :- Risiko infeksi Efek prosedur invasive
Do : Data Obyektif : Wajah
meringis, gelisah, merintih. Peningkatanpaparan organize
pathogen lingkungan
risiko infeksi
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ORANG DEWASA
No. Rekam Medis 43865 Diagnosa Medis :Trauma abdomen
Nama : Tn. S Jenis Kelamin : L/P Umur : 45 tahun
IDENTITAS
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : nyeri
Mekanisme Cedera : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil :
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing N/A
Suara Nafas : Snoring Gurgling Intervensi :
N/A 1. Manajemen airway;headtilt-chin lift/jaw
Keluhan Lain: ... ... thrust
2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
3.
4.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
EXPOSURE
perubahan status nutrisi
ditandai dengan gejala
kerusakan jaringan
Deformitas : Ya Tidak
Contusio : Ya Tidak Setelah diberikan tindakan
Abrasi : Ya Tidak keperawatan diharapkan infeksi tidak
Penetrasi : Ya Tidak terjadi.
Laserasi : Ya Tidak
Kriteria hasil:
Edema : Ya Tidak
Keluhan Lain: 1. Tanda-tanda infeksi (-)
2. Leukosit 5000-10.000 mm3
Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi local dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit pada
daerah edema
4. Cuci tanan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
6. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
7. Anjurkan meningkatakan
asupan nutrisi
8. Anjurkan meningkatakan
asupan cairan
9. Kolaborasi pemberian
imunisasi tetanus
Diagnosa Keperawatan:
1. 1. Nyeri akut berhubungan dengan
2. agen pencedera fisik
ANAMNESA
2. Hipovelemia berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
Riwayat Penyakit Saat Ini : Pasien datang ke IGD RSU Kriteria Hasil : ( diagnosa Nyeri akut)
X mengeluh nyeri bagian abdomen sebelah kiri Setelah dilakukan tindakan 1X24 jam
sekitar, Mual, muntah, dan mengalami perubahan diharapkan nyeri dapat berkurang.
Selera makan, Td : 70/40 mmHg,S : 360C, Rr : 24 x/
menit. Intervensi :
1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
Alergi : klien tidak mempunyai riwayat alergi
kualitas, intensitas nyeri.
terhadap makanan atau obat-obatan.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang
Medikasi : - cairan IV hipotonis glukosa 2,5% memperberat dan
- NaCl 0,4% memperingan nyeri
- cairan koloid mis albumin, plasmanate 4. Berikan teknik
- pemberian produk darah nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Riwayat Penyakit Sebelumnya: menurut keterangan 6. Jelaskan mengenai kondisi dan
pasien dan keluarga, klien belum pernah mengalami pilihan terapi/pengobatan
sakit sperti ini dan MRS. 7. Ajarkan terapi relaksasi
8. Kolaborasi pemberian
analgesic,antripruritus,
Risiko 1. Mengidentifikasi
Setelah diberikan
infeksi 10. Monitor tanda adanya resiko
dan gejala Tindakan infeksi lebih dini.
infeksi local dan keperawatan 2. Keadaan luka
sistemik diharapkan yang diketahui
11. Batasi jumlah infeksi tidak lebih awal dapat
pengunjung terjadi. mengurangi resiko
12. Berikan Kriteria hasil: infeksi.
perawatan kulit 3. Suhu tubuh naik
3. Tanda-tanda
pada daerah dapat di
infeksi (-)
edema indikasikan
4. Leukosit
13. Cuci tanan adanya proses
5000-10.000
sebelum dan infeksi.
mm3
sesudah kontak 4. Menurunkan
dengan pasien resiko terjadinya
dan lingkungan kontaminasi
pasien mikroorganisme.
14. Pertahankan 5. Dengan
teknik aseptic pencukuran klien
pada pasien terhindar dari
berisiko tinggi infeksi post
15. Ajarkan cara operasi
mencuci tangan 6. Teknik aseptik
dengan benar dapat menurunkan
16. Anjurkan resiko infeksi
meningkatakan nosokomial
asupan nutrisi 7. Antibiotik
17. Anjurkan mencegah adanya
meningkatakan infeksi bakteri
asupan cairan dari luar.
18. Kolaborasi
pemberian
imunisasi
tetanus
4.7 catatan perkembangan
Hr/tgl Diagnose Implementasi Evaluasi