Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA ABDOMEN

Makalah Ini di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Gawat Daeurat

Yang Diampuh Oleh:


Dian Ika Puspitasari S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :
Sara Hikmatilla 717.6.2.0893
Kartika Sari 717.6.2.
Aisaturrida 717.6.2.0905
Putri Kurniawati 717.6.2.
Latifatul Hasanah 717.6.2
Desi Ratnasari 717.6.2
Farah Firdausi 717.6.2

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa sholawat
dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas rahmat dan karunia
Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dan teman–teman semua yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik terstruktur keperawatan gawat darurat
Program Studi S1 Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah
ini.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar
menjadi lebih baik.

Sumenep, 28 Februari 2020

Kelompok V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma abdomen merupakan salah satu penyebab kematian ke-3 pada pasien trauma dan
dapat ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah seluruh kasus trauma (Costa et al, 2010). Klasifikasi
trauma abdomen yaitu trauma tajam (penetrans) dan trauma tumpul (non penetrans) (Umboh,
Sapan, Lampus, 2016). Angka kejadian trauma tumpul abdomen didapatkan sekitar 80% dari
keseluruhan trauma abdomen (Guillon, 2011).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan status ekonomi populasi di dunia. Penyebab
tersering trauma tumpul abdomen adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak ¾ kasus dan penyebab
berikutnya disebabkan oleh jatuh. Di Indonesia, penyebab cedera secara umum disebabkan oleh
kecelakaan sepeda motor dan jatuh dengan prevalensi cedera tertinggi didapatkan pada
kelompok usia 15 – 24 tahun. Sehingga hal ini menempatkan trauma tumpul abdomen sebagai
Sekitar 90% kasus trauma abdomen paling banyak terdapat di negara-negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah. Dan kasus trauma abdomen mencapai peringkat ketiga
penyebab kematian yang diakibatkan oleh trauma. Kematian akibat trauma abdomen seharusnya
dapat dicegah namun kejadian ini sering terlewatkan oleh karena adanya intoksikasi maupun
sering didahului kasus trauma capitis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abigail Ann pada Tahun 2011-2014 di RSU
Haji Adam Malik, didapati hasil penelitian menunjukan usia yang paling banyak mengalami
trauma abdomen adalah pada kelompok usia 12-25 tahun sebanyak 22 orang (41.5%) dan sering
dijumpai pada laki-laki dengan total 38 orang (71.7%). Penyebab trauma yang paling banyak
adalah trauma tumpul yaitu sebanyak 50 orang (94.3%) dan organ yang terjadinya trauma adalah
lambung sebanyak 25 orang (28.3%).6

Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar 8,2%,
dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi
(4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan
sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%),
transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor
tertinggi ditemukan di Bengkulu (56,4 persen) dan terendah di Papua (19,4%) (Riskesdas 2013).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat
kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berpa tindakan beda,
misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna
dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran
cerna sehingga terjadilah peritonitis.

Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak
jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi
pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah
banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih
merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara
optimal.

Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang
ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi
untuk dapat menetapkan diagnosis.
1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimanakah penerapan Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan Gangguan Sistem


Gastrointestinal Trauma abdomen Di bangsal RSU X.
1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mahasiswa mengetahui penerapan Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dengan


Gangguan Sistem Gastrointestinal Trauma Abdomen di Bangsal RSU X
2. Tujuan khusus

Mahasiswa mengetahui dan mampu :


a. Melakukan pengkajian pada Tn. M dengan gangguan system
gastrointestinal trauma abdomen
b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn. M
dengan gangguan sistem gastrointestinal trauma abdomen
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Tn. M dengan gangguan
sistem gastrointestinal trauma abdomen
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. M dengan gangguan
sistem gastrointestinal trauma abdomen
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada Tn. M dengan gangguan
sistem gastrointestinal trauma abdomen

1.4 Manfaat Penulis

1. Manfaat bagi rumah sakit


2. Manfaat bagi perawat
Bermanfaat bagi perawat dalam mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
diberikan pada Tn. M dengan gangguan sistem gastrointestinal trauma abdomen
3. Manfaat Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang.
4. Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga dapat mengetahui tantang pengertian, tanda dangejala, serta
pemeriksaan dan pertolongan yang dilakukan pada penyakit trauma abdomen.
5. Manfaat bagi pembaca
Bermanfaat bagi pembaca sebagai sarana penambah pengetahuan tentang pasien
dengan gangguan sistem gastrointestinal trauma abdomen
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati,
pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh
darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia,
13 Juli 2000).

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi
dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).
2.2 Klasifikasi
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

1. Kontusio dinding abdomen


Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma
Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:

1. Perforasi organ viseral intraperitoneum


Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
2.3 Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,
umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul


Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan,
ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan
oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka
tembak..
2.4 Patofisiologis

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu
lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.

Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas
adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif
terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:

1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.

Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler..
2.5 Pathway

Trauma paksa (jatuh, benda Trauma benda tajam (Pisau,


tumpul, kompresi dll) peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Abdomen

Trauma Tajam Trauma Tumpul

Kerusakan Kerusakan organ Kerusakan Kompresi organ abdomen


Jaringan Kulit abdomen jaringan vaskuler

Perdarahan intra
LukaPerforasi
terbuka lapisan Perdarahan abdomen
abdomen(Kontusio,
Laserasi, jejas,
hematoma) Resiko Peningkatan TIA
Resiko ketidakseimbanga
infeksi n cairan Distensi Abdomen

Nyeri akut
Hipovilemi Mual/muntah
k
Kerusakan
integritas kulit Ketidak
seimbangan defisit
nutrisi
2.6 Manifestasi klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat
(1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual
dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.

Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

a) Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen


b) Terjadi perdarahan intra abdominal.
c) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, dan BAB hitam (melena).
d) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
e) Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

a) Terdapat luka robekan pada abdomen.


b) Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c) Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah
keadaan.
d) Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

a) Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

b) Darah dan cairan


c) Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
d) Cairan atau udara dibawah diafragma
e) Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
f) Mual dan muntah
g) Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
h) Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
2.7 Komplikasi
Menurut smaltzer ( 2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah :

1. Hemoragi
2. Syok
3. Cedera
4. Infeksi
2.8 Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus menerus.
Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi
20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.

3. Plain abdomen foto tegak


Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro perineal
dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

4. Pemeriksaan urine rutin


Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal

6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)


Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan,
kerjakan laparatomi (gold standard).

 Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:


Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera
otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)

Patah tulang pelvis

Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:


Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman

Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan

7. Ultrasonografi dan CT Scan


Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.

8. Pemeriksaan khusus
Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000
eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah
dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi
untuk laparotomi.

Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.

Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.


2.9 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :

 Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga


peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
 Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
 Pemberian antibiotik mencegah infeksi
 Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul
bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
 Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang
meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya
memerlukan pembedahan
 Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan
kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi
yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
 Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan
bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah
perdarahan teratasi.

Sedangkan menurut (Hudak & Gallo, 2001). penatalaksanaannya adalah :

2.9.1 Pre Hospital

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat
apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka
segera buka dan bersihkan jalan napas.

a) Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt
chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.

b) Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas
atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
c) Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak
adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah
30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

 Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul):


Stop makanan dan minuman
Imobilisasi

Kirim kerumah sakit

Penetrasi (trauma tajam)


Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar
dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
Imobilisasi pasien.
Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.

Kirim ke rumah sakit.

2.9.2 Hospital
a) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah
yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan
dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar
yang berdekatan.

b) Skrinning pemeriksaan rontgen


Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo
atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta
rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya
udara retro peritoneum.

c) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi
jenis cedera ginjal yang ada
d) Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e) Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada:

Fraktur pelvis

Trauma non – penetrasi

 Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:

Pengambilan contoh darah dan urine


Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti
pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas
di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.

Study kontras urologi dan gastrointestinal


Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendensatau
decendens dan dubur.
BAB 3
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Menurut krisanty, (2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
3.1.1 Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,
harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin
harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya,
maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a) Airway
dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik
’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah
benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
b) Breathing
dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada
napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan,
ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c) Circulation
dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal-sengal dan
tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
3.1.2 Pengkajian skunder
 pengkajian fisik
a) Inspeksi
o Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya
tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
o Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
b) Palpasi
o Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness.
o Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
o pemeriksaan vaginal  
c) Perkusi
o Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
d) Auskultasi
o Harus sabar dan teliti
o Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
o Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
3.2 Pengkajian pada trauma abdomen
3.2.1 Trauma Tembus abdomen
a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan
tumpul (pukulan).
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan
tempat keluarnya peluru.
c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika
ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan
kedalam rongga abdomen).
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan,
kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera
yang berkaitan.
f) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
3.2.2 Trauma tumpul abdomen
a) Metode cedera.
b) Waktu awitan gejala.
c) Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa
atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d) Waktu makan atau minum terakhir.
e) Kecenderungan perdarahan.
f) Penyakit danmedikasi terbaru.
g) Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h) Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi
masalah yang mengancam kehidupan.

3.1 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994). Meliputi:

1. Nyeri aku berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai dengan gejala
tampak meringis
2. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yang ditandai dengan
tekanan darah menurun
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi ditandai
dengan gejala kerusakan jaringan
4. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
3.2 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri aku berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai dengan gejala
tampak meringis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1X24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang.
Intervensi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi/pengobatan
7. Ajarkan terapi relaksasi
8. Kolaborasi pemberian analgesic,antripruritus, antihistamin.

2. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yang ditandai dengan


tekanan darah menurun

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diharapakan kehilangan


cairan dapat segera teratasi.

Intervensi :
1. Periksa tanda dan gejala hipovelemia missal frekuensi nadi meningkat, nadi eraba
lemah, tekanan darah menurun, hematocrit meningkat, haus dan lemah.
2. Hitung kebutuhan cairan
3. Berikan posisi modified trendelenburg
4. Berikan asupan cairan oral
5. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
6. Anjurkan menghindari posisi mendadak
7. Kolaborasi pemberian cairan IV NaCl, RL,
8. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis glukosa 2,5%, NaCl 0,4%
9. Kolaborasi pemberian cairan koloid mis albumin, plasmanate
10. Kolaborasi pemberian produk darah
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi ditandai
dengan gejala kerusakan jaringan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24jam luka dapat segera teratasi
Intervensi :
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Bersihkn jaringan nekrotik
5. Pertahankan teknik steril saat melakukanperawatan luka
6. Berikan suplemen vitamin dan mineral ms vitamin A, vitamin C, ZINC,
dan asan amino
7. Berikan terapi TENS
8. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
9. Anjurkan prosedur perawatan luka mandiri
10. Kolaborasi prosedur debridement mis enzimatik,bio,mekanis,dan autolitik.
Jika perlu
11. Kolaborasi pemberian antibiotic

4. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam
Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
4. Cuci tanan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
7. Anjurkan meningkatakan asupan nutrisi
8. Anjurkan meningkatakan asupan cairan
9. Kolaborasi pemberian imunisasi tetanus

3.3 Implementasi Keperawatan


Sasaran utama dapat mencakup eliminasi yang adekuat dari produk sisa tubuh,
reduksi/peningkatan nyeri, hipovelemia, pencapaian tingkat nutrisi dan integritas kulit,
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit, penjelasan informasi tentang diagnose,
prosedur pembedahan, perawatan diri setelah pulang dari rumah sakit, pemeliharaan kesehatan
dan tidak adanya komplikasi.
3.4 Evaluasi

Yang diharapkan pada pasien dengan Ca Colorectal setelah perawatan meliputi :


Diagnosa 1 : Nyeri akut hilang atau skala nyeri berkurang
Diagnosa 2 : mengelola penurunan volume cairan intravaskuler
Diagnosa 3 : integritas kulit dapat teratasi
Diagnosa 4 : risiko infeksi dapat teratasi
BAB 4
ASKEP TRAUMA ABDOMEN

4.1 Biodata /Pengkajian:


Nama : Tn. S
Umur : 45 th
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kalirejo, Lampung Tengah
Tanggal Masuk RS : Sabtu, 05 Mei 2012
Diagnosa Medis : Trauma Abdomen
4.2 Kasus

Pasien laki-laki , usia 45th dating ke IGD RSU X diantar oleh keluarganya. Pasien
menegluh nyeri bagian abdomen sebelah kiri sekitar 10jam sebelum dibawa ke RSU X . pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas, mengendarai sepeda motor dengan kencang lalu menambrak
pohon yang berada dipinggir jalan. Riwayat pingsan (-), muntah (-),kejang (-). Status present-
sensorium compo mentis, TD 70/40mmhg, RR 24x/m, suhu 360C, N : 60x/mnit, BB 60kg.
I : simestris,distensiium (+), memar di hipokondrium (+)
A : peristaltic (-)
P : timpani
P : defans muscular (+), nyeri seluruh lapangan perut , nyri lepas (+)

4.3 Basic Promoting physiology of Health


1. Aktifitas/istirahat
 Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,

 Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan


cedera (trauma)

2. Sirkulasi
 Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
 Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)

 Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

4. Eliminasi

 Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami


gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan


 Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
 Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.
 Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo

 Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status


mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan


 Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
 Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan

 Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan
 Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.

 Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.


4.4 Analisa Data

Data Masalah penyebab


Ds : -klien mengatakan nyeri Nyeri akut Tampak meringis
pada daerah perut
Do : Gelisah
P :adanya memar di
hipokondrium Bersikap protektif
Q : skala nyeri 10
R : nyeri bagian abdomen Pola tidur berubah
sebelah kiri
S : 2,3,4 compomentis Tidak mampu menuntaskan
T : saat ini masuk RS aktivitas
Ttv :
Td : 70/40 Nyeri kronis
S : 36
Rr : 24 x/ m

Ds: Mual, muntah, dan Hipovelemia Tekanan darah menurun


mengalami perubahan Selera
makan. Turgor kulit menururn
Do : Mengalami distensi
abdomen.
Merasa lemah
merasa haus

kehilangan cairan aktif

hipovelemia
Ds :- Risiko infeksi Efek prosedur invasive
Do : Data Obyektif : Wajah
meringis, gelisah, merintih. Peningkatanpaparan organize
pathogen lingkungan

Kerusakan integritas kulit

risiko infeksi
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ORANG DEWASA
No. Rekam Medis 43865 Diagnosa Medis :Trauma abdomen
Nama : Tn. S Jenis Kelamin : L/P Umur : 45 tahun
IDENTITAS

Agama : Islam Status Perkawinan :Menikah Pendidikan : Sarjana


Pekerjaan : PNS Sumber informasi :orang disekitar TKP Alamat : Kalirejo
Lampung
Tengah
TRIAGE P1 P2 P3 P4
PRIMER SURVEY

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama : nyeri

Mekanisme Cedera : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A
Suara Nafas : Snoring Gurgling Intervensi :
 N/A 1. Manajemen airway;headtilt-chin lift/jaw
Keluhan Lain: ... ... thrust
2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
3. … …
4. … …

BREATHING Diagnosa Keperawatan:


Gerakan dada:  Simetris  Asimetris
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal
Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur
Retraksi otot dada :  Ada  N/A
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : ... ... x/mnt
Keluhan Lain: Tidak ada

CIRCULATION Diagnosa Keperawatan:


Nadi :  Teraba  Tidak teraba
Sianosis :  Ya  Tidak
CRT :  < 2 detik  > 2 detik
Pendarahan :  Ya  Tidak ada
Keluhan Lain: Tidak ada

DISABILITY Diagnosa Keperawatan:

Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon


Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen  ... ...
...
PRIMER SURVEY

GCS :  Eye ...  Verbal ...  Motorik ...


Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
Keluhan Lain : … …

Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
EXPOSURE
perubahan status nutrisi
ditandai dengan gejala
kerusakan jaringan
Deformitas :  Ya  Tidak
Contusio :  Ya  Tidak Setelah diberikan tindakan
Abrasi :  Ya  Tidak keperawatan diharapkan infeksi tidak
Penetrasi : Ya  Tidak terjadi.
Laserasi : Ya  Tidak
Kriteria hasil:
Edema : Ya  Tidak
Keluhan Lain: 1. Tanda-tanda infeksi (-)
……
2. Leukosit 5000-10.000 mm3

Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi local dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit pada
daerah edema
4. Cuci tanan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
6. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
7. Anjurkan meningkatakan
asupan nutrisi
8. Anjurkan meningkatakan
asupan cairan
9. Kolaborasi pemberian
imunisasi tetanus

Diagnosa Keperawatan:
1. 1. Nyeri akut berhubungan dengan
2. agen pencedera fisik
ANAMNESA
2. Hipovelemia berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif

Riwayat Penyakit Saat Ini : Pasien datang ke IGD RSU Kriteria Hasil : ( diagnosa Nyeri akut)
X mengeluh nyeri bagian abdomen sebelah kiri Setelah dilakukan tindakan 1X24 jam
sekitar, Mual, muntah, dan mengalami perubahan diharapkan nyeri dapat berkurang.
Selera makan, Td : 70/40 mmHg,S : 360C, Rr : 24 x/
menit. Intervensi :
1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
Alergi : klien tidak mempunyai riwayat alergi
kualitas, intensitas nyeri.
terhadap makanan atau obat-obatan.
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang
Medikasi : - cairan IV hipotonis glukosa 2,5% memperberat dan
- NaCl 0,4% memperingan nyeri
- cairan koloid mis albumin, plasmanate 4. Berikan teknik
- pemberian produk darah nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Riwayat Penyakit Sebelumnya: menurut keterangan 6. Jelaskan mengenai kondisi dan
pasien dan keluarga, klien belum pernah mengalami pilihan terapi/pengobatan
sakit sperti ini dan MRS. 7. Ajarkan terapi relaksasi
8. Kolaborasi pemberian
analgesic,antripruritus,

Makan Minum Terakhir : klien mengatakan makan antihistamin.

dan minum setiap hari. Kriteria hasil (Hipovelemia


berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif) :
Even/Peristiwa Penyebab: kecelakaan lalu lintas
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1X24 jam diharapakan
kehilangan cairan dapat segera
Tanda Vital :
teratasi.
BP :70/40 mmHg N :60x/menit S: 360C RR
24x/menit
Intervensi :

1. Periksa tanda dan gejala


hipovelemia missal frekuensi
nadi meningkat, nadi eraba
lemah, tekanan darah menurun,
hematocrit meningkat, haus
dan lemah.
2. Hitung kebutuhan cairan
3. Berikan posisi modified
trendelenburg
4. Berikan asupan cairan oral
5. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
6. Anjurkan menghindari posisi
mendadak
7. Kolaborasi pemberian cairan
IV NaCl, RL,
8. Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%
9. Kolaborasi pemberian cairan
koloid mis albumin,
plasmanate
10. Kolaborasi pemberian produk
darah.

PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:


Kepala dan Leher:
Inspeksi :
Muka : meringis, gelisah, merintih
Rambut : bersih,hitam
Hidung : tidak ada polip dan epitaksis
Mata : konjungtiva normal
Kulit : bersih,terdapat luka
Kuku : bersih
Palpasi :
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada:
Inspeksi : gerakan dada normal, simetris
Perkusi : tidak ada
SECONDARY SURVEY

Auskultasi : bunyi jantung normal


Abdomen:
Inspeksi : adanya memar di hipokondrium

Palpasi : nyeri bagian abdomen sebelah kiri


Perkusi : tidak kembung
Auskultasi :
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi :
Ekstremitas atas : baik, terpasang infus sebelah kanan
Ekstremitas bawah : terdapat odema di bagian perut
Palpasi : normal, nadi 60x/menit, irama teratur.
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. … … …
2. … … …
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG Kriteria Hasil : … … …
 ENDOSKOPI  Lain-lain, ... ...
Hasil : Intervensi :
1. … … …
2. … … …

Tanggal Pengkajian : TANDA TANGAN PENGKAJI:


Jam :
Keterangan :
NAMA TERANG :

4.5 Diagnosa Keperawatan


5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai dengan gejala
tampak meringis
6. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yang ditandai dengan
tekanan darah menurun
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi ditandai
dengan gejala kerusakan jaringan
8. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
4.6 Rencana Asuhan Keperawtan
Hr/t Diagnose Intervensi Tujuan rasional
gl
Nyeri Setelah dilakukan 1.Karena pada pasien
9. Identifikasi
akut tindakan 1X24 jam nyeri butuh diidentifikasi
lokasi,
diharapkan nyeri lokasi, karakteristik,
karakteristik,
dapat berkurang durasi, frekuensi dan
durasi, frekuensi,
Kriteria hasil : intensitas nyeri
kualitas,
1. Skala nyeri 2 2. Karena pada pasien
intensitas nyeri.
2. Ekspresi nyeri td.rr,n dapat
10. Identifikasi skala
tenang berubah-ubah
nyeri
3. Karena pada pasien
11. Identifikasi
nyeri harus diketahui
faktor yang
penyebab yg
memperberat
memperberat untuk
dan
mengurangi nyerinya
memperingan
4. Karena untuk
nyeri
mengurangi rasa nyerinya
12. Berikan teknik
5. Karena pada pasien
nonfarmakologis
nyeri pasien biasanya
untuk
susah tidur maka fasilitasi
mengurangi rasa
tidur untuk memnuhi
nyeri
kesehatannya
13. Fasilitasi
6.Karena untuk
istirahat dan
memberikan edukasi yang
tidur
ttepat untuk pasien yeri
14. Jelaskan
7.Karena untuk pelepasan
mengenai
hormone protglandin
kondisi dan
hormone tersebut
pilihan
mengalihkan nyeri
terapi/pengobata
8.Karena untuk
n
mendapatkan penanganan
15. Ajarkan terapi
sedini ungkin
relaksasi
16. Kolaborasi
pemberian
analgesic,antripr
uritus,
antihistamin..

Hipovele Setelah dilakukan 1. untuk


mia 11. Periksa tanda tindakan keperawatan mengidentifikasi
dan gejala 1X24 jam defisit volume
hipovelemia diharapakan cairan.
missal frekuensi kehilangan cairan 2. mengidentifikasi
nadi meningkat, dapat segera teratasi keadaan
nadi eraba perdarahan, serta
lemah, tekanan Kriteria hasil: Penurunan
darah menurun, sirkulasi volume
1. Intake dan
hematocrit cairan
output
meningkat, haus menyebabkan
seimbang
dan lemah. kekeringan
2. Turgor kulit
12. Hitung mukosa dan
baik
kebutuhan cairan pemekatan urin.
3. Perdarahan
13. Berikan posisi Deteksi dini
(-)
modified memungkinkan
trendelenburg terapi pergantian
14. Berikan asupan cairan segera.
cairan oral 3. awasi tetesan
15. Anjurkan untuk
memperbanyak mengidentifikasi
asupan cairan kebutuhan cairan.
oral 4. cara parenteral
16. Anjurkan membantu
menghindari memenuhi
posisi mendadak kebutuhan nuitrisi
17. Kolaborasi tubuh.
pemberian cairan 5. Mengganti cairan
IV NaCl, RL, dan elektrolit
18. Kolaborasi secara adekuat
pemberian cairan dan cepat.
IV hipotonis 6. menggantikan
glukosa 2,5%, darah yang keluar.
NaCl 0,4%
19. Kolaborasi
pemberian cairan
koloid mis
albumin,
plasmanate
20. Kolaborasi
pemberian
produk darah

Risiko 1. Mengidentifikasi
Setelah diberikan
infeksi 10. Monitor tanda adanya resiko
dan gejala Tindakan infeksi lebih dini.
infeksi local dan keperawatan 2. Keadaan luka
sistemik diharapkan yang diketahui
11. Batasi jumlah infeksi tidak lebih awal dapat
pengunjung terjadi. mengurangi resiko
12. Berikan Kriteria hasil: infeksi.
perawatan kulit 3. Suhu tubuh naik
3. Tanda-tanda
pada daerah dapat di
infeksi (-)
edema indikasikan
4. Leukosit
13. Cuci tanan adanya proses
5000-10.000
sebelum dan infeksi.
mm3
sesudah kontak 4. Menurunkan
dengan pasien resiko terjadinya
dan lingkungan kontaminasi
pasien mikroorganisme.
14. Pertahankan 5. Dengan
teknik aseptic pencukuran klien
pada pasien terhindar dari
berisiko tinggi infeksi post
15. Ajarkan cara operasi
mencuci tangan 6. Teknik aseptik
dengan benar dapat menurunkan
16. Anjurkan resiko infeksi
meningkatakan nosokomial
asupan nutrisi 7. Antibiotik
17. Anjurkan mencegah adanya
meningkatakan infeksi bakteri
asupan cairan dari luar.
18. Kolaborasi
pemberian
imunisasi
tetanus
4.7 catatan perkembangan
Hr/tgl Diagnose Implementasi Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai