Abdomen adalah sebuah rongga besar yang di lingkupi oleh otot perut
pada bagian ventral lan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal.
Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas
abdominalis berbatasan dengan cairan thorax atau rongga dada melalui otot
difragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis di batasi dengn membran
serosa yang di kenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga
membungkus organ yang ada di abdoen dan menjadi peritoneum viscerralis. Pada
vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian
besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan.
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan
klinik akibat kegawatan di rongga abdomen yang biasanya timbbuul mendadak
denngan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini perlu penanganan segera
yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau
peradangan , infeksi, obstruksi atau stangulasi jalan cerna apat menyebabkann
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh saluran crna
sehingga terjadilah oeritonitis.
Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa
karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada ditubuh dan anggota
gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti
perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma
saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ
saja,sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagaisatu
kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tandavital harus
selalu diperbaiki atau dipertahankan, sebelum melangkah kepengobatan yang
lebih spesifik.. Trauma sistem perkemihan bisa terjadi karena trauma tumpul
dantrauma tajam. Trauma tumpul sistem perkemihan lebih besar
tingkatkejadiannya 80 – 90% dibandingkan dengan trauma tajam yang
mencapai10 – 20%. Melihat akibat yang ditimbulkan dari trauma urinaria, maka
kami darikelompok akan menjelaskan makalah laporan pendahuluan dan konsep
asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem perkemihan.
Insiden trauma abdomen meningkat tahun ke tahun. Mortalitas biasanya
lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Trauma
abdomen di temukan 25% penderita multi –trauma, gejala dan tanda yang di
timbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan
ya ng tinggi untuk dapat menetapka diagnosa. (Suddarth & Brunner, 2002)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
keperawatan gawat darurat dan untuk memberikan wawasan kepada
mahasiswa/i tentang trauma abddomen dan perkemihan beserta asuhan
keperawatan pada pasien dengan truma abdomen dan perkemihan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen dan trauma perkemihan
b. Untuk menetahui etiologi trauma abdomen dan trauma perkemihan
c. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen dan trauma perkemihan
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen dan trauma
perkemihan
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma abdomen
dan trauma perkemihan
f. Untuk mengetahui pengkajian fokus trauma abdomen dan trauma
perkemihan
g. Untuk mengetahui pathways keperawatan trauma abdomen dan trauma
perkemihan
h. Untuk mengetahui diagnosa trauma abdomen dan trauma perkemihan
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen dan trauma
perkemihan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Instruksional Umum
Tujuan Instruksional Khusus
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II : KONSEP DASAR
A. Pengertian
B. Etiologi/Predisposisi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
E. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
F. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Primer
a. Airway
b. Breathing
c. Cirkulasi
d. Dissability
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
b. Pemeriksaan penunjang : Laboratorium, USG,
Rontgen, MRI, CT Scan, dll
3. Riwayat Penykit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
G. Pathway Keperawatan
1. Jalan munculnya masalah dikaitkan dengan pathofisiologi
penyakit dari temuan data focus (dibuat dalam bentuk
bagan/skema)
H. Diagnosa Keperawatan
I. Fokus Intervensi dan Rasional
BAB III : TINJAUAN KASUS
BAB IV : PENUTUP (KESIMPULAN DAN SARAN)
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
1. Trauma Abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan
daerah antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan
oleh luka tumpul atau yang menusuk. (Ignativicus & Workman, 2006)
Jadi, trauma abdomen adalah trauma atau cedera pada abdomen
yang menyebabkan perubahan fisiologis yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau tusuk.
B. Anatomi Fisiologi
1. Pengertian Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang
tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Sistem perkemihan atau biasa juga disebut Urinary System adalah
suatu sistem kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama
mempertahankan keseimbangan internal atau Homeostatis. Fungsi lainnya
adalah untuk membuang produk-produk yang tidak dibutuhkan oleh tubuh
dan banyak fungsi lainnya yang akan dijelaskan kemudian.
Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang
menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika
urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin
dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
a. Anatomi Sistem Perkemihan
1) Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12
sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri,
karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
a) Fungsi ginjal :
Memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun
Mempertahankan suasana keseimbangan
cairan, osmotic, dan ion,
Mempertahankan keseimbangan kadar asam
dan basa dari cairan tubuh,
Fungsi hormonal dan metabolisme,
Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
b) Struktur ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis
yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis
di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna
cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides
renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla
renalis.
i. Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang
berasal dari arteriol afferent yang kemudian bersatu
menuju arteriol efferent, Berfungsi sebagai tempat
filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah
yang melewatinya.
ii. Kapsula Bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi
glomerolus untuk mengumpulkan cairan yang
difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
iii. Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:
- Tubulus proksimal
Tubulus proksimal berfungsi mengadakan
reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan
mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan
tubuli.
- Ansa Henle
Ansa henle membentuk lengkungan tajam
berbentuk U. Terdiri dari pars descendens yaitu
bagian yang menurun terbenam dari korteks ke
medula, dan pars ascendens yaitu bagian yang
naik kembali ke korteks. Bagian bawah dari
lengkung henle mempunyai dinding yang sangat
tipis sehingga disebut segmen tipis, sedangkan
bagian atas yang lebih tebal disebut segmen
tebal.
Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-
bahan dari cairan tubulus dan sekresi bahan-
bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu,
berperan penting dalam mekanisme konsentrasi
dan dilusi urin.
- Tubulus distal
Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat
tertentu.
iv. Duktus pengumpul (duktus kolektifus)
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan
dari delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus
pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam pelvis
ginjal.
v. Persarafan ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus
renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal.
2) Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
4) Uretra.
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika
urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
meningkat
a. Proses filtrasi
b. Proses reabsorbsi
c. Augmentasi (Pengumpul)
2. Anatomi Abdomen
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak
diantara toraks dan pelvis. rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding
abdomen yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan
tulang ilium. Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang
paling sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang
bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan
tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah
(regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi
tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca
dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang
rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale.
Regio abdomen tersebut adalah:
a. Hypocondriaca dextra,
b. Epigastrica,
c. Hypocondriaca sinistra,
d. Lumbalis dextra
e. Umbilical,
f. Lumbalis sinistra,
g. Inguinalis dextra,
h. Pubica/hipogastrica,
i. Inguinalis sinistra
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu :
rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. rongga pelvis
sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.
Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. rongga
peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang toraks, termasuk diafragma, liver, lien,
gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai komponen torako-
abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus halus,
sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ
reproduksi pada wanita (Trauma, 2012)
E. Manifestasi Klinik
1. Trauma Abdomen
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis
menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah
abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah,
takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
a. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi perdarahan intra abdominal
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga
fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan
d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
andomen.
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen,
yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat
ditekan dan nyeri lepas.
b. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
c. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini
ada saat pasien dalam posisi rekumben.
d. Mual dan muntah
Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
2. Trauma Sistem Perkemihan
a. Trauma Renal (Ginjal)
Tanda dan gejala trauma ginjal antara lain :
1) Nyeri.
2) Hematuria.
3) Mual dan muntah.
4) Distensi abdomen.
5) Syok akinat trauma multisistem.
6) Nyeri pada bagian punggung.
7) Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin
besar.
8) Massa di rongga panggul.
9) Ekimosis.
10) Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul.
b. Trauma Vessica Urinaria (Kandung Kemih)
Trauma kandung kemih terjadi dari fraktur pelvis dan trauma
multipel ataupun dari dorongan abdomen bawah ketika kandung kemih
penuh. Gejala dari trauma kandung kemih adalah kontusio (memar
berwarna pucat yang besar atau ekimosis akibat masuknya darah ke
jaringan), ruptur kandung kemih secara ekstraperitoneal,
intraperitoneal, atau kombinasi keduanya. Pasien dengan ruptur
kandung kemih mungkin akan mengalami perdarahan hebat untuk
beberapa hari setelah perbaikan (Suharyanto, 2009).
Selain itu, tanda gejala trauma kandung kemih yaitu sebagai berikut:
1) Fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat.
2) Abdomen bagian tempat jejas/hemato.
3) Tidak bisa buang air kecil kadang keluar darah dari uretra.
4) Nyeri suprapubik.
5) Ketegangan otot dinding perut bawah.
6) Trauma tulang panggul.
c. Trauma Urethra
1) Ruptur Uretra Posterior
a) Terdapat tanda patah tulang pelvis.
b) Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai
jejas, hematom dan nyeri tekan.
c) Bila disertai ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda
rangsangan peritoneum.
2) Ruptur Uretra Anterior
Terdapat daerah memar atu hematom pada penis dan scrotum
(kemungkinan ekstravasasi urine).
3) Ruptur Uretra Total
a) Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak terjadi
ruda paksa.
b) Nyeri perut bagian bawah dan daerah supra pubic.
c) Pada perabaan mungkin dijumpai kandung kemih yang penuh.
d. Trauma Ureter
Pada umumnya tanda dan gejala trauma ureter tidak spesifik,
hematuria menunjukan adanya ceera pada saluran kemih, terjadi anuria
bila cedera ureter bilateral. Pada rudapaksa tumpul gejala sering
kurang jelas sehingga menunda diagnose.
E. Penatalaksanaan
1. Trauma Abdomen
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
a. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomy
b. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari
lambung pada trauma abdomen
c. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
d. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus
atau pada trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan
intestinal.
e. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya
perdarahan hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau
ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan
pembedahan
f. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang
berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan
perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang
lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu
sendiri
g. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan
mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan
mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi.
2. Trauma Sistem Perkemihan
Menurut Brandes 2003 (dalam Krisanty 2016) penatalaksanaan
trauma sistem perkemihan terdiri dari :
a. Konservatif
Tindakan konsevatif ditujukan pada trauma minor. Pada
keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (Tensi,
nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan masa
di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut, penurunan
kadar hemoglobin dan perubahan warna kulit pada
pemeriksaan urin. Trauma ginjal minor 85% dengan
hematuria akan berhenti dan sembuh secara spontan. Bed
rest dilakuakan sampai hematuria berhenti.
b. Eksplorasi
1) Indikasi absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal
persisten yang ditandai oleh adanya hematoma
retroperitoneal yang meluas dan berdenyut. Tanda
lain adalah adanya avulsi vasa renalis utama pada
pemeriksaan CT scan atau arteriografik.
2) Indikasi relative
a) Jaringan non viable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari
25% adalah indikasi relative untuk
dilakukan eksplorasi.
b) Ekstravasasi urin
Ekstravasasi urin menandakan adnaya
cedera ginjal mayor. Bila ekstravasasi
menetap maka membutuhkan intervensi
bedah.
c. Inclomplete staging
Penatalaksanaan non operatif dimungkinkan apabila telah
dilakukan pemeriksaan imaging untuk menilai derajat
trauma ginjal. Adanya incomplete staging memerlukan
pemeriksaan imaging dahulu atau eksplorasi atau
rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak stabil
yang memerlukan tindakan laparotomy segera, pemeriksaan
imaging yang bisa dilakuakan hanyalah one shot IVU
dimeja operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas
atau adanya perdarahan persisten pada ginjal arus diakukan
eksplorasi ginjal.
d. Trombosis arteri
Trombosis arteri renalis bilateral complete atau adanya
ginjal soliter dibutuhkan eksplorasi segera dan
revaskularisasi.
e. Trauma tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi
adalah perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma
tembus renal dilakukan tindakan bedah. Perkecualian
trauma ginjal tanpa adanya penetrasi peluru intraperitonium
luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris posterior relative
untuk melibatkan cedera organ lain.
F. Pengkajian
Menurut krisanty, (2009) :
a. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Petugas medis mungkin harus melihat . apabila
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan nafas
1. Airway, dengan control tulang belakang, membuka jalan nafas
menggnakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menegadahkan kepala
dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas . muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan
dengan menggunaka cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10
detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban ( kecepatan,ritme, dan
adekuat tidaknya pernafasan).
3. Circulation, dengan control perdarahan hebat, jika pernapasan
korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan nafas
dappat dilakukan. Jika tdak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resisutasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
nafas dalam RJP adalah 15:2 (15kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan nafas).
4. Disability, Kesadaran : Compomentis.
b. Pengkajian sekunder
1. Pengkajian fisik
i. Inspeksi
- Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung,
adanya tumor, dilatasi vena, benjolan ditempat terjadi
hernia dll.
- Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic, coxae dan
genue sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit.
ii. Palpasi
- Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit
tekan titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign,
rovsing sign, reboud tenderness.
- Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik,
invaginasi, tumor, appendikuler, infiltrate.
- Pemeriksaan vaginal
iii. Perkusi
- Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra
abdominal.
iv. Auskultasi
- Harus sabar dan teliti
- Borboryghmi, metallic sound pada ileus mekanik
- Silent abdomen pada peritonitis/ ileus paralitik.
c. Pengkajian Primer dan Sekunder Trauma Abdomen
No. Rekam Medis ... ... ... Diagnosa Medis ... ... ...
IDENTITAS
TRIAGE P1 P2 P3 P4
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Mekanisme Cedera :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY Inefektif airway b/d … … …
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten Kriteria Hasil : … … …
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing N/A
Intervensi :
Suara Nafas : Snoring Gurgling 1. Stridor
Manajemen N/A
airway;headtilt-chin lift/jaw
thrust
Keluhan Lain: ... ...
2. Pengambilan benda asing dengan
forcep
PRIMER SURVEY
3. … …
4. … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif pola nafas b/d … … …
BREATHING 2. Kerusakan pertukaran gas b/d … …
…
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung b/d … … …
CIRCULATION 2. Inefektif perfusi jaringan b/d … … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Kerusakan integritas jaringan b/d …
……
EXPOSURE 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d … … …
3. … … …
Diagnosa Keperawatan:
1. Regimen terapiutik inefektif b/d … …
SECONDARY SURVEY
…
ANAMNESA 2. Nyeri Akut b/d … … …
3. … … …
Intervensi :
1. … … …
2. … … …
Alergi :
Medikasi :
Even/Peristiwa Penyebab:
Tanda Vital :
BP : N: S: RR :
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
1. … … …
2. … … …
Perut
Inspeksi:
Cari tanda-tanda cedera yang jelas, khususnya lecet dan / atau ekimosis.
Memar sabuk pengaman menunjukkan kekuatan besar telah diterapkan
pada perut dan dikaitkan dengan pecahnya viskos berongga dan
peningkatan insiden cedera intra-abdominal lainnya. Tanda-tanda cedera
rongga viskus sering tertunda, pemeriksaan abdominal serial mungkin
diperlukan.
Setiap luka tembus yang jelas seharusnya telah diidentifikasi dalam survei
utama, namun pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan untuk secara
meyakinkan mengecualikan ini sebagai masalah.
Perhatikan kontur perut, apakah rata atau buncit? Distensi perut
kemungkinan disebabkan oleh udara atau darah, dengan perut menahan
hingga 1,5 liter cairan sebelum menunjukkan tanda-tanda distensi.
Memar dan bengkak ke panggul dapat meningkatkan kecurigaan untuk
cedera retroperitoneal sementara tanda Cullen (ekumbosis periumbilikal)
dapat mengindikasikan perdarahan retroperitoneal; namun ini biasanya
membutuhkan waktu berjam-jam untuk berkembang.
Palpasi:
Palpasi abdomen yang terluka harus dimulai di daerah di mana pasien
tidak mengeluh sakit.
Catat jika ada yang menjaga perut, baik secara sukarela dan tidak sadar,
serta adanya kelembutan rebound.
Kepenuhan perut dapat mengindikasikan perdarahan, krepitasi tulang
rusuk bawah mungkin berhubungan dengan cedera hati atau lien yang
mendasarinya.
Kelembutan perut yang signifikan pada palpasi dan penjagaan tidak
disengaja adalah tanda-tanda peritonitis dan menunjukkan kebocoran isi
usus tetapi mungkin membutuhkan beberapa jam untuk berkembang.
Ketuk:
Gerakan sedikit peritoneum terjadi pada perkusi dan mungkin menunjukkan
tanda-tanda iritasi peritoneum.
Auskultasi:
Dapat digunakan untuk mencatat ada atau tidak adanya suara usus. Sebuah
ileus (penghentian peristaltik) menyebabkan perut tenang karena
perdarahan atau tumpahan isi usus. Temuan ini lebih signifikan ketika ada
perubahan dari penilaian awal.
Kepala dan wajah
Periksa wajah dan kulit kepala. Carilah laserasi dan memar.
Lakukan palpasi dengan lembut untuk melihat adanya depresi atau
penyimpangan di tengkorak dan rahang.
Tes refleks pupil.
Leher
Jika kerah serviks adalah insitu itu harus dibuka, kepala didukung dengan
stabilisasi in-line manual dan leher diperiksa. Jika tidak ada kerah,
pertimbangkan mekanisme cedera dan apakah kemungkinan cedera
serviks.
Palpasi vertebra serviks dengan lembut. Catat adanya nyeri tulang
belakang leher, kelembutan, atau kelainan bentuk.
Periksa jaringan lunak apakah ada memar, laserasi, emfisema, nyeri, dan
nyeri tekan.
Perhatikan juga yang berikut ini
Vena: cari distensi - distensi vena leher dapat terlihat pada tension
pneumothorax atau tamponade perikardial.
Kerongkongan: minta pasien menelan - kemungkinan cedera esofagus jika
pasien mengalami nyeri atau kesulitan menelan.
Aplikasikan kembali kerah serviks dengan hati-hati setelah memeriksa
leher - tulang belakang leher umumnya akan dibersihkan setelah
dipindahkan ke layanan trauma utama dan penilaian spesialis.
Dada
Dada harus dipalpasi untuk segala kelembutan dan kelainan bentuk.
Auskultasi bidang paru-paru; catat kelainan perkusi, kurang bunyi nafas, mengi
atau krepitasi.
Jika bising usus terdengar di atas toraks selama auskultasi, mungkin ada ruptur
diafragma
Periksa bunyi jantung: denyut apeks dan keberadaan serta kualitas bunyi jantung.
Anggota badan
Periksa semua tungkai dan persendian, raba apakah ada nyeri tulang dan
jaringan lunak.
Catat adanya kerusakan memar, laserasi, otot, dan saraf atau tendon. Cari
cacat apa pun, luka tembus atau fraktur terbuka.
Nilai warna bagian distal, kehangatan, gerakan, sensasi dan pengisian
kapiler. Log roll pasien.
Pertahankan stabilisasi in-line secara menyeluruh.
Periksa seluruh panjang punggung dengan memperhatikan adanya
kelainan bentuk, memar, dan laserasi. Palpasi tulang belakang untuk setiap
kelembutan atau langkah diantara vertebra. Sertakan pemeriksaan serviks
pada tahap ini.
Bokong dan perineum
Cari cedera jaringan lunak seperti memar atau laserasi. Cidera penetrasi ke
area ini memiliki korelasi cedera intra-abdominal yang tinggi.
Pemeriksaan colok dubur dapat dilakukan jika ada cedera yang diduga
untuk mencari darah kotor yang menunjukkan perforasi usus dan untuk
menilai tonus dan posisi prostat.
Alat kelamin
Cedera jaringan lunak seperti memar atau laserasi harus diperhatikan.
Periksa adanya darah di meatus yang mungkin mengindikasikan cedera uretra.
Laserasi pada vagina dapat terjadi karena fragmen tulang akibat cedera panggul.
1) Pengkajian primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
actual/potensial dari kondisi life threatening
a. Airway: (bebasnya jalan nafas) dengan control servical
Kaji :
1) Bersihkan jalan nafas
2) Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,
edema laring, Sumbatan jalan nafas total
5) Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis
Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara nafas dan sianosis , Sumbatan jalan nafas
sebagian
a. Korban mungkin masih mampu bernafas namun kualitas
pernafasannya bisa baik atau buruk
b. Pada korban engan pernafasan yang masih baik, anjurkan untuk
batuk dengan kuat sampai benda keluar
c. Bila sumbatan partial menetap, aktifkan system emergency
d. Obstruksi partial dengan pernafasan buruk diperlakukan seperti
sumbatan jalan nafas komplit
e. Sumbatan dapat disebabkan oleh berbagai hal penyebab psien
bernafas dengan berbagai suara:
1) Cairan akan menimbulkan gurgling
2) Lidah jatuh ke belakang akan menimbulkan suara ngorok
3) Penyempitan jalan nafas akan menimbalkan suara crowing
1. Breathing: adekuat pernafasan
a. Frekuensi nafas
b. Suara pernafasan
c. Adanya udara keluar dari jalan nafas
d. Cara pengkajian
1) Look: Apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas
diatas klavikula, adanya penggunaan otot tambahan
2) Listen: Dengan atau tanpa stetoskop apakah ada suara
tambahan
3) Feel
2. Circulation: (adekuat jantung dan sirkulasi tubuh) dengan control
perdarahan
a. Ada tidaknya denyut nadi karotis
b. Ada tidaknya tanda-tanda syok
c. Ada tidaknya perdarahan eksternal
3. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-
line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
a. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
2) Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan
circulation yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian
sekunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat
keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu,
riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai
kaki.
1. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontinu
Kaji :
a. Tekanan darah
b. Irama dan kekuatan nadi
c. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
d. Saturasi oksigen
e. Riwayat Penyakit
2. Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit
a. Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit
b. Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera
c. Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada
organ tubuh yang mana, gunakan: provoked (P), quality (Q), radian
(R), severity (S) dan time (T)
3. Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi
pembedahan/kehamilan
4. Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
5. Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien.
6. Pengkajian Head to toe
a. Pengkajian kepala, leher dan wajah
1) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang
wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
2) Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda
perdarahan, benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta
adanya keluaran.
3) Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang
wajah, kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.
4) Kaji adanya kaku leher
5) Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea,
distensi vena leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan,
emfisema subcutan dan krepitas pada tulang.
b. Pengkajian dada
1) Pernafasan: irama, kedalaman dan karakter pernafasan
2) Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
3) Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan
4) Amati penggunaan otot bantu nafas
5) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi.
c. Abdomen dan pelvis
Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis:
1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi,
abrasi, distensi abdomen, jejas.
3) Masa: besarnya, lokasi dan mobilitas
4) Nadi femoralis
5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
6) Bising usus
7) Distensi abdomen
d. Genitalia dan rectal: perdarahan, cedera, cedera pada meatus,
ekimosis, tonus spinkter ani
e. Ekstremitas
Pengkajian di ekstremitas meliputi :
1) Tanda-tanda injuri eksternal
2) Nyeri
3) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
4) Sensasi keempat anggota gerak
5) Warna kulit
6) Denyut nadi perifer
f. Tulang belakang
Pengkajian tulang belakang meliputi: Jika tidak didapatkan adanya
cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien dimiringkan untuk
mengamati :
1) Deformitas tulang belakang
2) Tanda-tanda perdarahan
3) Laserasi
4) Jejas
5) Luka
6) Palpasi deformitas tulang belakang
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :
a. Radiologi dan scanning
b. Pemeriksaan laboratorium: Analisa gas darah, darah tepi, elektrolit,
urine analisa dan lain-lain.
Trauma paksa (jatuh, benda tumpul, kompresi, dll) Trauma paksa (jatuh, benda tumpul, kompresi, dll)
Trauma Abdomen
Syok Hipovolemik
Trauma Sistem Perkemihan
Nyeri Hematuria
9. Dorong istirahat
6. Monitor BB
Kriteria Hasil : 2. Monitor status sirkulasi, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,
HR, dan ritme nadi perifer dan kapiler revil
1. TTV dalam batas
normal 3. Monitor inadekuat oksigenasi jaringan
5. Kalsium serum dalam 9. Kolaborasi pemberian cairan IV dan oral yang tepat
batas normal
10. 10.Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala datangnya
6. Magnesium serum syok
dalam batas normal
11. Ajarkan pasien dan keluarga tentang langkah mengatasi gejala syok
7. PH darah serum dalam
batas normal Syok management
Intake 3. Monitor input dan output cairan dan hitung intake kalori harian
3. Pelihara IV line
6. Monitor BB
1. Gangguan rasa nyaman Ansiety Fear Leavel Sleep Anxiety Reduction ( penurunan kecemasan)
nyeri berhubungan dengan Deprivation Comfort,
cidera fisik Redines for Enchanced 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapanterhadap pelaku pasien
Kriteria Hasil :
3. Temani pasien untuk memberikan keamnan dan mengurangi
1. Mampu mengontrol
takut.
kecemasan
4. Dorongpasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
2. Status lingkungan
persepsi
yang nyaman
5. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
3. Mengontrol nyeri
6. Berikan obat untuk mengurangi kecemsan
4. Kualitas tidur dan
istirahat adekuat
5. Respon terhadap
pengobatan
6. Control gejala
Status kenyamanan
meningkat
7. Dapat mengontrol
ketakutan
8. Support social
9. Keinginan untuk
hidup
Excercise Therapy : ambulation
2.
Hambatan mobilitas fisik 1. Monitor ttv sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
Joint movement : active
b.d nyeri/ketidaknyamanan, latihan
Mobility level
terapi pembatasan aktivitas, 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulansisesuai
Self care : ADLs
dan penurunan kebutuhan
Transfer perfomance
kekuatan/tahanan 3. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulansi
Kriteria Hasil :
4. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
1. Klien meningkat
5. Latih pasien dalam pememuhan kebutuhan adls secara mandiri
dalam aktivitas fisik
sesuai kemampuan
2. Mengerti tujuan dan
6. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu kebutuhan
peningkatan
ADLs
mobilitas
7. Berikan alat bantu jika pasien memrlukan
3. Memverbalisasikan
8. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
perasaan dalam
meningkatkan diperlukan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
4. Memperagakan
penggunaan alat
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
Pada tanggal 10 Mei 2020, Tn A berusia 40 tahun datang ke rumah sakit
ditemani oleh istrinya. Tn A mengeluh nyeri di perut bagian kiri dan
merasa sesk nafas. Pada saat pengkajian Tn A mengatakan 1 jam yang lalu
mengalami kecelakaan ketika mengendarai sepeda motornya. Tn A
menabrak gerobak sayur yang menyebrang lalu jatuh dengan posisi perut
kiri membentur aspal, setelah kecelakaan Tn A masih bisa pulang sendiri,
tapi beberapa saat kemudian klien merasa perutnya kembung dan merasa
sesak nafas. Perut Tn A tampak memas. Hasil pemeriksaan didapatkan TD
120/80 mmHg. Nadi 100 x/menit. RR 24 x/menit. Suhu 36,2 °C.
B. Pengkajian
1. Data demografi
Nama : Tn A
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Batang
2. Keluhan utama
Tn A mengeluh nyeri di perut bagian kiri
3. Riwayat penyakit sekarang
Tn A mengalami kecelakaan ketika mengendarai motor. Tn A
menabrak gerobak sayur kemudian terjatuh dengan posisi perut kiri
membentur aspal. Setelah kecelakaan Tn A masih bisa pulang
kerumah. Beberapa saat kemudian, Tn A merasa perutnya
kembung dan merasa sesak. Perut Tn A tampak memar.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tn A tidak memiliki riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
Tn A tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
6. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath) : Klien terlihat sesak nafas, RR 24 x/menit
B2 (Blodd) : TD 120/80 mmHg, Nadi 100 x/menit
B3 (Brain) : Composmentis
B4 (Bladder) : Abdomen klien terlihat memar, nyeri pada
abdomen
B5 (Bowel) : Tidak ada distensi kandung kemih
B6 (Bone) : Ekstremitas dapat digerakan
7. Pengkajian primer
A :-
B : Pasien tampak batuk, susah bernafas dan nafas cepat
C : HB () TD 90/80 Nadi 90x/menit, pucat, keringat dingin,
terdapat memar pada abdomen kiri bawah
D : Composmetis nilai gcs ()
8. Pengkajian Sekunder
Inspeksi : Pasien terlihat pucat, keringat dingin, lemah,
tampak memegangi perut, dan terdapat memar pada abdomen kiri
bawah
Palpasi : Ada nyari tekan abdomen
Perkusi :-
Auskultasi :-
9. Pengkajian Head to toe
a. Pengkajian kepala, leher dan wajah
Tidak terdapat luka dan tidak terdapat nyeri tekan
b. Pengkajian dada
RR 24x/menit , tidak ada nyeri tekan dan tidak terdapat
pengunaan otot bantu pernafasan
c. Abdomen dan pelvis
Terdapat nyeri dan terdapat memar di bagian kiri bawah
P : Pada saat di gerakkan
Q : Tertusuk – tusuk
R : Bagian Abdomen
S :6
T : Hilang Timbul
d. Genitalia dan rectal
Tidak terdapat luka , adanya nyeri , dan tidak ada gangguan
pada fungsi
e. Ekstremitas
Tidak ada gangguan gerak ekstremitas atas dan bawah , dan
terdapat luka lecet di kaki
f. Tulang belakang
Tidak ada luka dan nyeri tekan
10. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan meliputi :
a. Radiologi dan scanning
b. Pemeriksaan laboratorium: Analisa gas darah, darah tepi,
elektrolit, urine analisa dan lain-lain.
C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Data subjektif : Perut kiri Pola nafas tidak
- Tn A mengeluh sesak membentur aspal efektif
nafas Trauma tumpul
Data onjektif : Kompresi organ
- Tn A terlihat sesak abdomenr
nafas Perdarahan intra
- RR 24 x/menit abdomen
(bengkak)
Kompresi
diafragma
Ekspansi paru
tidak maksimal
Pola nafas tidak
efektif
2 Data subjektif : Perut kiri Nyeri akut
- Tn A mengeluh nyeri membentur aspal
dibagian kiri Trauma tumpul
Data objektif : Kompresi organ
- Tn A tampak abdomen
kesakitan dan Perdarahan intra
memegangi perutnya abdomen
- Perut Tn A tampak Mendesak organ
memar intra intra
- TD 120/80 mmHg, adomen
Nadi 100 x/menit, RR Menekan
24 x/menit, suhu 36,2 reseptor nyeri di
°C abdomen
Nyeri akut
3 Data subjektif : Perut kiri Kerusakan
- Tn A menambrak membentur aspal integritas kulit
gerobak sayur yang Trauma tumpul
menyebrang lalu Kompresi organ
terjatuh dengan posisi abdomen
perut kiri membentur Kerusakan
aspal jaringan kulit
Data objektif : Kerusakan
- Perut Tn A tampak integritas kulit
memar
- TD 120/80 mmHg,
Nadi 100 x/menit, RR
24 x/menit, suhu 36,2
°C
D. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perdarahan abdomen
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
E. Intervensi Keperawatan
No Masalah NOC NIC
Keperawatan
1 Pola nafas Setelah dilakukan Airway Management
tidak efektif tindakan keperawatan a. Posisikan klien
berhubungan selama 3x24 jam pola untuk
dengan nafas klien kembali memaksimalkan
perdarahan normal dengan potensi ventilasi
intra indicator : b. Identifikasi klien
abdomen Respiratory Status : yang membutuhkan
a. RR insersi
b. Ritme nafas actual/potensi nafas
c. Auskultasi c. Auskultasi suara
suara nafas nafas
d. Saturasi d. Monitoring status
oksigen respirasi dan
e. Penggunaan oksigenasi
otot bantu nafas e. Masukan oal atau
f. Sianosis nasofaring airway
g. Dispnea jika diperlukan
f. Berikan
bronkodilator yang
sesuai
Oxygen Therapy
a. Bersihkan mulut,
hidung dan sekresi
trakea
b. Pertahakan potensi
jalan nafas
c. Berikan oksigen
tambahan seperti
yang diperintahkan
d. Monitor liter aliran
oksigen
e. Monitor posisi
perangkat
pemberian oksigen
f. Pantau efektifitas
terapi oksigen
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan a. Lakukan pengkajian
dengan agen selama 3x24 jam nyeri nyeri
pencedera akan berkurang/hilang b. Kolaborasi dengan
fisik dengan kriteria hasil: dokter mengenai
Pain control pemberian analgetik
a. Pasien mampu c. Bantu pasien dan
mengontrol keluarga untuk
nyeri mencari dan men
b. Pasien d. Temukan dukungan
melaporkan e. Kontrol lingkungan
nyeri berkurang yang
dengan memperngaruhi
management nyeri
nyeri f. Ajarkan teknik non
c. Pasien mampu farmakologi
mengenali g. Monitoring TTV
nyeri
d. TTV klien
dalam batas
normal
F. Implementasi Keperawatan
No Hari/Tanggal Masalah Implementasi TTD
Keperawatan
1 Minggu, 10 Pola nafas tidak a. Memantau adanya
Mei 2020 efektif pucat dan sianosis
(09.00 WIB) berhubungan b. Mengkaji ulang
dengan kebutuhan insersi
perdarahan intra jalan nafas
abdomen c. Memantau
kecepatan, irama,
kedalaman dan
usaha respirasi
d. Memperhatikan
pergerakan dada,
dan mengamati
kesimetrisan
penggunaan otot
bantu, serta tetraksi
otot
supraklavikular
dan intervostal
2 Minggu, 10 Nyeri akut a. Mengajarkan
Mei 2020 berhubungan teknik non
(09.25 WIB) dengan agen farmakologi
pencedera fisik (distraksi,
relaksasi, nafas
dalam)
b. Memonitoring
TTV
c. Melakukan
pengkajian nyeri
d. Berkolaborasi
denan dokter
mengenai
pemberian
analgesik
3 Minggu, 10 Kerusakan a. Memberikan obat
Mei 2020 integritas kulit topical yang sudah
(09.50 WIB) berhubungan di resepkan oleh
dengan faktor dokter
mekanik b. Memantau adanya
efek samping local
dan sitemik dari
pengobatan yang
sudah diberikan
c. Mengajarkan dan
menantau teknik
pemberian obat
secara mandiri
sesuai dengan
kebutuhan klien
d. Memantau kulit
jika terdapat ruam
dan lecet
e. Memantau kulit
terhadap adanya
perubahan warna,
memar dan pecah
G. Evaluasi
No Hari/Tanggal Masalah Catatan Perkembangan TTD
Keperawatan
1 Minggu, 10 Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan
Mei 2020 efektif sesak sudah mulai
(10.00 WIB) berhubungan menurun
dengan O : TTV mulai
perdarahan intra membaik (TD : 110/70,
abdomen RR : 18 x/menit, Nadi :
86 x/menit, Suhu :
36,5°C). Klien tidak
mengalami sianosis,
klien tidak
menggunakna otot
pernafasan saat
bernafas
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
2 Minggu, 10 Nyeri akut S : Klien mengatakan
Mei 2020 berhubungan masih terasa nyeri pada
(10.10 WIB) dengan agen bagian dada yang
pencedera fisik terkena benturan
O : Klien masih tampak
meringis saat
merasakan nyeri. Klien
tidka dapat tidur
dengan nyenyak. RR
18x/menit. Nadi 86
x.menit. Skala nyeri 5
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
3 Minggu, 10 Kerusakan S : Klien mengatakan
Mei 2020 integritas kulit area abdomen masih
(10.20 WIB) berhubungan terasa sakit saat
dengan faktor disentuh
mekanik O : Masih terdapat
memar di area
abdomen
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Baradero, Mary dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta:EGC
Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
(Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC
Cho, Y., Judson, R., Gumm, K., Santos, R., Waish, M., Pascoe, D., et al.
2012. Blunt abdominal trauma. the royal melbourne
hospital. http://clinicalguidelines.mh.org.au/brochur
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan kritis: pendekatan holistik. Jakarta: EGC
Ignativicus, Donna D: Workman. 2006. Medical surgical nursing critical
thinking for collaborative care. USA: Elsevier Saunders
Mutaqqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan.Jakarta: Salemba Medika.
Sabiston, D.C., Jr, M.D. 2004. Sabiston buku ajar bedah hal. 364-384. Jakarta: EGC
Salomone A. J., Salomone, J. P. 2011. Emergency medicine: abdominal
blunt trauma. http://emedicine.medscape.com/article/433404-print.
(Diakses pada 1 Oktober 2014)
Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta:TIM.
Suddarth & Brunner. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Swanson, Elizabeth. 2008. Nursing outcome classification. America: Mosby