KEPERAWATAN KRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN PERITONITIS
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Yulia Rizka,M.Kep
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
b. Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu
pengetahuan untuk menunjang proses pembelajaran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab
utama, diantaranya adalah:
a. Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus
gastrointestinal atau traktus genitourinarius kedalam
rongga abdomen, misalnya pada : perforasi appendiks,
perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis,
volvulus, kanker, strangulasiusus, dan luka tusuk.
Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreaske
peritoneum saat terjadi pankreatitis, atau keluarnya
asam empedu akibat trauma pada traktusbiliaris.
b. Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters.
3. Peritonitis tersier
Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien
imuno kompromise. Organisme penyebab biasanya
organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative
Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan
candida, mycobacteri dan fungus. Gambarannya adalah
dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Biasanya
terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula.
Pengobatan diberikan dengan antibiotika IV atau kedalam
peritoneum, yang pemberiannya ditentukan berdasarkan
tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium. Komplikasi
yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang,
abses intra abdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini
sebaiknya kateter dialysis dilepaskan.
2.6 Patofisiologi Peritonitis
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra
abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan
fibrin karantina dengan pembentukan adhesi berikutnya Produksi
eksodakt fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh tetapi
sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrins Matrin fibrin
tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih tubuh.
(Muttaqin, 2001).
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat
kontaminasi bakteri peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan
peritonitis mengalami efek sistemik defibrinogenasi dan kontaminasi
peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan kematian dini
(<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkan
infeksi paristen dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan
abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses ke
lingkunganyang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen
infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem
kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinası faktor-faktor yang
memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis Kontaminasi transien bakteri
pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer)
merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah
ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang
Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses,
perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka kematian Studi
terbaru menunjukan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (pneumonca,
spesies, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinkan pembentukan
abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).
Faktor faktor virulensi bakteri akan menghambat proses
fagositosis sehingga menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini
adalah pembentukan kapsul., pembentukan fakultatif anaerob,
kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat. Sinergi antara bakteri
dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting dalam
merusak pertahanan tubuh Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B
fagilis dan bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi
bakten secara signifikasi meningkatkan perforasi dan pembentukan abses
(Muttaqin, 2011).
Abses peritoneal menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan
cairan yang terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan
sebelah organ viseral Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonits.
Sekitar setengah dari pasien mengembangkan abses sederhan, sedangkan
separuh pasien yang lain mengembangkan sekunder abses kompleks
fibrinosa dan organisasi dari bahan abses. Pembentukan abses terjadi
paling sering didaerah subhepatik dan panggul, tetapi mungkin juga
terjadi didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan puteran usus
kecil, serta mesenterium (Muttaqin, 2011).
Selanjutnya abses terbentuk diantara perlekatan fibrinosa,
menempel menjadi satu permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang pula, tetapi dapat menetap sebagai
pita- pita fibrinosa Bila bahan yang menginfeksi terbesar luas pada
perrmukaan peritoneum, maka aktivitas motolitas usus menurun dan
meningkatkan resiko ileus peristaltik (Muttaqin, 2011).
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi
cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit
cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan agresif, maka akan menyebabkan
kematian sel. Pelepasan berbagai mediator misal interleukin, dari
kegagalan organ. Oleh karena tubuh mencoba untuk mengompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga
ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi
kemudian akan segera terjadi badikardi begitu terjadi syok hipovolamik
(Muttaqin, 2011).
Organ-organ di dalam vakum peritoneum termasuk dinding
abdomen mengalami edema. Edema disebabkan oleh parmeabilitas.
pembuluh darah kapiler organ- organ tersebut meninggi. Pengumpulan
cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen - lumen usus, serta edema
seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemik
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta
muntah Terjebaknya cairan di rongga peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha pernafasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin, 2011).
2.7 Pathway Peritonitis
2.8 Komplikasi Peritonitis
Jika tidak segera ditangani, infeksi di peritoneum dapat menyebar
ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sejumlah organ tubuh.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul akibat peritonitis adalah:
a). Sindrom hepatorenal, yaitu gagal ginjal progresif
b). Sepsis, yaitu reaksi berat akibat bakteri yang sudah memasuki
aliran darah
c). Ensefalopati hepatik, yaitu hilangnya fungsi otak akibat hati tidak
dapat menyaring racun dari darah
d). Abses atau kumpulan nanah pada rongga perut
e). Kematian jaringan pada usus
f). Perlengketan usus yang dapat menyebabkan usus tersumbat
g). Syok septik, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah yang
drastis dan sangat berbahaya
d). Auskultasi :
Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara
bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan
melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena
peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut
lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis
lokal bising usus dapat terdengar normal.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan kenyamanan: nyeri berhubungan dengan inflamasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual,muntah
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
sekunder, mual, muntahakibat peritonitis
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic sekunder
C. Intervensi Keperawatan
No Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat, 1. Untuk
keperawatan selama 2 x 24 lokasi, frekuensi memperoleh
jam nyeri berkurang nyeri data yang akurat
sampai hilang dengan sehingga dapat
2. Bantu klien
criteria hasil: memberikan
mengatur posisi
1. Klien melaporkan asuhan
senyaman
nyeri berkurang keperawatan
mungkin
atau hilang yang tepat
3. Ajarkan teknik
2. Tidak ada nyeri 2. Posisi yang tepat
distrakasi
tekan dan nyaman
4. Ajarkan teknik dapat
nafas dalam menurunkan
nyeri
5. Kolaborasi
dengan dokter 3. Pengalihan
dalam perhatian dapat
pemberian menurunkan
analgesic nyeri karena klien
terfokus pada hal
6. Kolaborasi lain
dengan dokter
untuk tindakan 4. Nafas dalam
pembedahan dapat
meningkatkan
input oksigen
sehingga otot –
otot tidak tegang
sehingga nyeri
berkurang
5. Analgesic dapat
menurunkan
nyeri
6. Mencegah
peradangan yang
lbih luas
3. Pantau
masukan,
pastikan
sedikitnya 1500
mL cairan per
oral setiap 24
jam
4. Kaji pengertian
individu tentang
alasan
mempertahanka
n hidrasi yang
adekuat dan
metode –
metode untuk
mencapai tujuan
masukan cairan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan
juga meliputi pengumpulan dan berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
(Nikmatur, Saiful, 2012).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan evaluasi adalah mengakhiri
rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan
keperawatan, meneruskan rencana tindakan keperawatan (Nikmatur,
Saiful, 2012). Macam-macam evaluasi :
1. Evaluasi Proses (Formatif)
a). Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
b). Berorientasi pada etiologi.
c). Dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah
ditentukan tercapai.
3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat yang di
sebabkan karena adanya trauma hinggan perdarahan dalam rongga
abdomen,asites,peradangan akibat infeksi bakteri dan adhesi. Peritonitis di
klasifikasikan menjadi peritonitis primer,sekunder dan tersier. Penaganan
peritonitis tidak bisa hanya dilakukan oleh satu petugas kesehatan dalam
hal ini dokter, namun membutuhkan upaya kolaborasi semua tenaga
kesehatan seperti dokter, ahli gizi, apoteker, serta perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan.
3.2 Saran
a). Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang
nantinya menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih
mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pasien dengan
peritonitis sehingga meningkat kan kesehatan pasien.
Kowalak, J. P., & Hughes, A.S. (2012). Buku Saku Tanda dan Gejala :
Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis, Ed 2. Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Daldiyono, Syam AF. Nyeri abdomen akut. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5 Jilid ke-1. Jakarta: Interna Publishing; 2010. hlm. 474-6.
Ridad MA. Infeksi. Dalam: R. Sjamsuhidajat, editor (penyunting). Buku ajar ilmu
bedah Sjamsuhidajatde jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2007. hlm.52