KEPERAWATAN KRITIS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN PERITONITIS
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Yulia Rizka,M.Kep
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
b. Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu
pengetahuan untuk menunjang proses pembelajaran.
SKENARIO
Bapak A sudah 3 hari dirawat diruang ICU karena mengalami penurunan
kesadaran setelah menjalani operasi akibat trauma pada abdomen. Saat ini pasien
terpasang ET pada jalan napas dan menggunakan alat bantu napas berupa
ventilasi mekanik (ventilator). Hasil pemeriksaan didapatkan data bahwa
keadaan umum lemah dengan GCS E2VtM4. TD: 140/95 mmHg, HR: 125
x/menit, MAP: 110, SpO2: 93%, CRT: 7 detik. Hasil pemeriksaan fisik terjadi
distensi pada abdomen, perut teraba keras, otot perut kaku, nyeri tekan pada
abdomen, dan suara bising usus tidak terdengar. Hasil pemeriksaan penunjang
menunjukan bahwa pasien mengalami leukositosis dan peradangan pada
peritoneum.
A. Terminologi
1. Icu
2. Abdomen
3. Trauma
4. Peritonium
5. Penurunan kesadaran
6. Distensi
7. Pemeriksaana penunjang
8. Endotracheal tube
B. Pengertian terminologi
1. Icu atau Instalasi rawat intensif atau ruang perawatan intensif
adalah bagian khusus dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lainnya yang melakukan pelayanan rawat intensif
2. Abdomen adalah bagian tubuh berupa rongga perut yang berisi
alat pencernaan
3. Trauma setiap benturan ,luka, kesakitan atau shock yang
terjadi pada fisik dan mental individu –yang berakibat
timbulnya gangguan serius.
4. Peritoneum merupakan selaput yang melapisi dinding
abdomen bagian dalam dan menyelimuti organ-organ yang
terdapat pada abdomen.
5. Penurunan kesadaran adalah kondisi ketika seseorang kurang
atau tidak dapat memberi respons terhadap rangsangan apa
pun. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kelelahan, cedera,
penyakit, atau efek samping obat-obatan
6. Distensi adalah penggelembungan atau pembesaran, biasanya
mengacu pada perut.
7. Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan
medis yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis
penyakit tertentu. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah
pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan atau
riwayat penyakit pada pasien.
8. Terpasang et (Endotracheal Tube) adalah terpasang sejenis alat
yang digunakan di dunia medis untuk menjamin saluran napas
tetap bebas, ETT banyak digunakan oleh dokter dengan
spesialisasi anestesi dalam pembiusan dan operasi.
C. Identifikasi masalah
1. Apa saja tanda atau gejala terjadinya peradangan pada peritonitis?
2. Apa indikasi pasien terpasang ventilator?
3. Tindakan bedah apa yg dilakukan pada pasien peritonitis?
4. Bagaimana cara pemeriksaan gcs?
5. Pemeriksaan penunjang seperti apa yg menandakan pasien itu
leukositosis?
Kondisi Saat
Ini
Pemeriksaan
Penunjang
Ku: Lemah
GCS; E2V5M4 Leukositosis (+)
Distensi abdomen (+) TD : 140/95 mmHg Radang Peritonium (+)
Perut Keras (+) HR: 125 x/i
Otot perut kaku (+) S : 38.5 oC
Nyeri Tekan (+) MAP: 110
Bising Usus (-) SpO2: 93%
CRT: &s
ET (+)
Ventilator (+)
Peritonitis
F. Learning objektif
1. Defenisi
2. Etiologi
3. Manifestasi
4. Patofisiologi
5. Klasifikasi
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan
8. Pemeriksaan fisik
9. Pemeriksaan penunjang
10. Therapy diet pd pasien peritonitis
11. Askep pd pasien kritis dng peritonitis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab
utama, diantaranya adalah:
a. Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus
gastrointestinal atau traktus genitourinarius kedalam
rongga abdomen, misalnya pada : perforasi appendiks,
perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis,
volvulus, kanker, strangulasiusus, dan luka tusuk.
Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreaske
peritoneum saat terjadi pankreatitis, atau keluarnya
asam empedu akibat trauma pada traktusbiliaris.
b. Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters.
3. Peritonitis tersier
Biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien
imuno kompromise. Organisme penyebab biasanya
organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative
Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan
candida, mycobacteri dan fungus. Gambarannya adalah
dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Biasanya
terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula.
Pengobatan diberikan dengan antibiotika IV atau kedalam
peritoneum, yang pemberiannya ditentukan berdasarkan
tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium. Komplikasi
yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang,
abses intra abdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini
sebaiknya kateter dialysis dilepaskan.
2.6 Patofisiologi Peritonitis
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra
abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan
fibrin karantina dengan pembentukan adhesi berikutnya Produksi
eksodakt fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh tetapi
sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrins Matrin fibrin
tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih tubuh.
(Muttaqin, 2001).
Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat
kontaminasi bakteri peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan
peritonitis mengalami efek sistemik defibrinogenasi dan kontaminasi
peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan kematian dini
(<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkan
infeksi paristen dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan
abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses ke
lingkunganyang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen
infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem
kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinası faktor-faktor yang
memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis Kontaminasi transien bakteri
pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer)
merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah
ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang
Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses,
perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka kematian Studi
terbaru menunjukan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (pneumonca,
spesies, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinkan pembentukan
abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).
Faktor faktor virulensi bakteri akan menghambat proses
fagositosis sehingga menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini
adalah pembentukan kapsul., pembentukan fakultatif anaerob,
kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat. Sinergi antara bakteri
dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting dalam
merusak pertahanan tubuh Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B
fagilis dan bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi
bakten secara signifikasi meningkatkan perforasi dan pembentukan abses
(Muttaqin, 2011).
C. Intervensi Keperawatan
No Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat, 1. Untuk
keperawatan selama 2 x 24 lokasi, frekuensi memperoleh data
jam nyeri berkurang nyeri yang akurat
sampai hilang dengan 2. Bantu klien sehingga dapat
criteria hasil: mengatur posisi memberikan
1. Klien melaporkan senyaman asuhan
nyeri berkurang mungkin keperawatan yang
atau hilang 3. Ajarkan teknik tepat
2. Tidak ada nyeri distrakasi 2. Posisi yang tepat
tekan 4. Ajarkan teknik dan nyaman dapat
nafas dalam menurunkan
5. Kolaborasi nyeri
dengan dokter 3. Pengalihan
dalam perhatian dapat
pemberian menurunkan
analgesic nyeri karena klien
6. Kolaborasi terfokus pada hal
dengan dokter lain
untuk tindakan 4. Nafas dalam
pembedahan dapat
meningkatkan
input oksigen
sehingga otot –
otot tidak tegang
sehingga nyeri
berkurang
5. Analgesic dapat
menurunkan
nyeri
6. Mencegah
peradangan yang
lbih luas
2 Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan makan 1. Makanan hangat
keperawatan 3 x 24 jam dalam keadaan dapat
nutrisi terpenuhi dengan hangat meningkatkan
criteria hasil: 2. Berikan klien nafsu makan
1. Klien menunjukan makan dalam 2. Meningkatkan
peningkatan nafsu porsi kecil tapi intake makanan
makan sering 3. Pengetahuan
2. Berat badan klien 3. Berikan yang adekuat
normal informasi yang dapat
akurat tentang meningkatkan
pentingnya kepatuhan klien
nutrisi terhadap
4. Motivasi klien intervensi
untuk 4. Dukungan dari
menghabiskan oranglain akan
makanannya membuat klien
5. Timbang berat merasa dihargai
badan setiap hari 5. Untuk
6. Pertahankan mengetahui
kebersihan perkembangan
mulut yang baik klien
sebelum dan 6. Meningkatkan
sesudah makan kesejahteraan
7. Hindarkan klien klien sehingga
dari rangsangan nafsu makan
yang membuat meningkat
klien mual dan 7. Mencegah
muntah kekurangan
8. Kolaborasi nutrisi lebih parah
dengan dokter 8. Meningkatkan
untuk pemberian nafsu makan
multivitamin
penambah nafsu
makan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan evaluasi adalah mengakhiri
rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana tindakan
keperawatan, meneruskan rencana tindakan keperawatan (Nikmatur,
Saiful, 2012). Macam-macam evaluasi :
1. Evaluasi Proses (Formatif)
a). Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
b). Berorientasi pada etiologi.
c). Dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah
ditentukan tercapai.
3.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang
menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu
bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat yang di
sebabkan karena adanya trauma hinggan perdarahan dalam rongga
abdomen,asites,peradangan akibat infeksi bakteri dan adhesi. Peritonitis di
klasifikasikan menjadi peritonitis primer,sekunder dan tersier. Penaganan
peritonitis tidak bisa hanya dilakukan oleh satu petugas kesehatan dalam
hal ini dokter, namun membutuhkan upaya kolaborasi semua tenaga
kesehatan seperti dokter, ahli gizi, apoteker, serta perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan.
3.2 Saran
a). Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang
nantinya menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih
mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pasien dengan
peritonitis sehingga meningkat kan kesehatan pasien.
b). Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan intervensi asuhan
keperawatan pasien peritonitis dengan baik dan sesuai standart
operasi prosedural.
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, J. P., & Hughes, A.S. (2012). Buku Saku Tanda dan Gejala :
Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis, Ed 2. Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Daldiyono, Syam AF. Nyeri abdomen akut. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5 Jilid ke-1. Jakarta: Interna Publishing; 2010. hlm. 474-6.
Ridad MA. Infeksi. Dalam: R. Sjamsuhidajat, editor (penyunting). Buku ajar ilmu
bedah Sjamsuhidajatde jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2007. hlm.52