&
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA AN. A DENGAN PERITONITIS
RSUP DR.SARDJITO, YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
Kelompok 1
PELATIHAN PICU
RSUP DR.SARDJITO
ANGKATAN 20
TAHUN 2022
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Perry dan Potter (2005) memaparkan bahwa tindakan post operatif
dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan
berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan
perawatan post laparatomi.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka kami mengambil
rumusan masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Peritonitis, khususnya pada An. A dengan Peritonitis di ruang PICU
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
B. Tujuan Penulisan
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Menganalisa kasus dan
merumuskan masalah keperawatan pada pasien dengan Peritonitis.
b. Mampu menganalisa Kasus dan merumuskan masalah keperawatan pada
pasien Peritonitis.
c. Mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakup intervensi pada pasien
dengan Peritonitis.
d. Mampu melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan pada
pasien dengan Peritonitis.
e. Mampu mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dengan Peritonitis.
C. Manfaat Penulisan
Agar dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang Peritonitis
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi
berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendiksitis,
pankreatitis, dan lain-lain) ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen.
(Padila, 2012).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa
rongga abdomen ) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, suatu lapisan endotelial
tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa (Jitwiyono& Kristiyanasari,
2012).
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda –
tanda umum inflamasi. (Spiliotis et al.2009).
Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, membrane serosa,
pada bagian rongga perut .
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan dinding perut bagian dalam.( Rosdiana et al. 2018)
B. ANATOMI
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam
tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama yailu peritoneum parietal, yang
melapisi dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang menyelaputi
semua organ yang bcrada di dalam rongga itu. Ruang yang bisa lerdapat di antara
dua lapis ini disebut rongga peritoneum atau cavum peritoneum. Normalnya
terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang memelihara
permukaan peritoneum tetap licin. Pada orang laki-laki peritoneum berupa
kantong tertutup; pada orang perempuan saluran telur (tuba Fallopi) membuka
masuk ke dalam rongga peritoneum (Pierce, 2006).
C. ETIOLOGI
Menurut National Nosocomial Infection Survelance System, peritonitis
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung,
perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena
perforasi organ berongga karena trauma abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit
yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena
infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat
penyakit hati kronik.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi
appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis
sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan
kegiatan seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan
infeksi clamedia.
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan
mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
E. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-
organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan
lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding
abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
(chushieri)
1. Komplikasi dini
Septikemia dan syok septic
Syok hipovolemik
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi system
Abses residual intraperitoneal
Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
Adhesi
Obstruksi intestinal rekuren.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya shift
to the left. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak
ditemukan atau malah leukopeniaMPT, PTT dan INR
2) Test fungsi hati jika diindikasikan
3) Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis
4) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
5) Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
6) BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
7) Diagnostic Peritoneal Lavage. • Pemeriksaan cairan peritonium
8) Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 – 500 sel/µL dengan dominan
PMN merupakan indikasi dari pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50
mg/dL, LDH cairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase
meningkat, didapatkan multipel organisme.
2. Radiologis
Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus)
adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling sering dilakukan pada penderita
dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran udara bebas sering
ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan pada
perforasi kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas di bawag diafragma (seringkali pada sebelah kanan)
yang merupakan indikasi adanya perforasi organ.
3. USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas
(abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di daerah
pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu karena penderita merasa tidak
nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas abdomen.
USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum (asites),
tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area
sentral dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan
USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank atau punggung bisa
meningkatkan ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun untuk
dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu
diagnosis dan terapi pada peritonitis.
4. CT Scan
Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scam tidak
lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada kasus
intraabdominal abses atau penyakita pada organ dalam lainnya. Jika
memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena. CT
Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area inflamasi
dan kelainan patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%. Abses
peritoneal dan pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain dengan
panduan CT Scan. (Almenia,2020)
H. PENATALAKSAAN
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal,
penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena,
pembuangan fokus septik atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan
mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri.
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.
Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan
bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus. (Brunner &
Suddarth 2013)
I. PROGNOSA
Tergantung dari umur penderita, ketepatan dan keefektifan terapi.
Prognosa baik pada peritonitis local dan ringan. Prognosa buruk pada peritonitis
general.
J. Pathway
(Soeparman. 2016), (Mansjoer, Arif. 2013),(PPNI,2018)
Bakteri, virus
Peritonitis
MK : Konstipasi
MK : Pola MK : Intoleransi
nafas tidak aktivitas
efektif
DAFTAR PUSTAKA