Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA

TRAUMAABDOMEN
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kulia Keperawatan Gawat Darurat II
yang dibina oleh Ns. Risna Yekti Mumpuni, M.Kep

Disusun
Oleh :
Kelompok 2

Alifiya Eka R (1914314201030) M. Farid Firmansya (1914314201054)


Ana Khumaiidta P (1914314200131) Maulida Nafatin (1914314201053)
Deva Natarumanda (1914314201037) Rafika Putri (1914314201058)
Dhea Rira Aftra N (1914314201038) Rizki Rahmawati S (1914314201062)
Dwi Febriyanti (1914314201040) Sela Tri Yuliana (1914314201065)
Enos Umbu Mada H (1914314201043) Via Dea Lestari (1914314201068)
Khunatul Iqfiyah (1914314201049) Rikson Babu Pagegi (1814314201024)
Luvi Apriliana Putri (1914314201051)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG PRODI

SKEPERAWATAN
2022/2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kekuatan dan
kesehatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini pada waktu yang
tepat, walaupun dalam bentuk yang sederhana. Dan pada tugas ini kami membahas tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA TRAUMA ABDOMEN”.
Dengan adanya makalah ini, kami harap dapat membantu kita untuk menigkatkan
minat baca dan belajar kita semua. Selain itu, kami juga berharap semua dapat mengetahui
dan memahami tentang berita ini, karena akan menigkatkan mutu individu kita.
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih sangat minim,
sehingga saran dari dosen serta kritikan dari teman-teman masih kami harapkan demi
perbaikan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas ini.

Malang, 26 September 2022

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................3
1.2 Rumusan masalah......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan........................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1 Definisi........................................................................................................................ 5
2.2 Klasifikasi....................................................................................................................5
2.3 Etiologi........................................................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi.................................................................................................................6
2.5 Diagnosis..................................................................................................................... 6
2.6 Penatalaksanaan...........................................................................................................9
2.7 Prognosis................................................................................................................... 11
2.8 Komplikasi.................................................................................................................11
2.9 Pathway.....................................................................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................. 13
3.1 Kasus.........................................................................................................................13
3.2 Pengkajian.................................................................................................................13
3.3 Analisis data..............................................................................................................17
3.4 Diagnosa keperawatan...............................................................................................19
3.5 Intervensi...................................................................................................................19
3.6 Implementasi dan evaluasi.........................................................................................26
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................31
4.1 Kesimpulan................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................32

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Trauma atau yang disebut injury atau w
ound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang disebabkan oleh tindakan-tinda
kan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.1 Trauma abdomen adalah k
erusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan ole
h benda tumpul atautajam. Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat ter
jadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganannya lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.(Taufik et al., 2020)
Sebagian dokter beranggapan bahwa ruptur organ yang berongga dan perdarahan dari o
rgan padat akan mengakibatkan peritonitis dan akan mudah dideteksi namun kenyataannya
gejala fisik yang tidak jelas, kadang ditutupi oleh nyeri (shadowed by pain) akibat trauma ek
stra abdomen dan dikaburkan oleh intoksikasi atau trauma kepala yang semuanya merupaka
n alasan utama terlewatkannya diagnosis trauma abdomen oleh dokter. Didapatkan lebih dar
i sepertiga pasien trauma abdomen yang membutuhkan tindakan operasi segera (emergency
laparotomy) yang pada awalnya mempunyai gejala yang tidak khas(benign physical examin
ation), sehingga klinisi yang kurang waspada menganggap bahwa tidak ada trauma abdome
n (ATLS, 2020).
Kasus trauma abdomen masih sering mengalami penundaan diagnostik, dan fasilitas penunj
ang yang belum memadai sehingga mengakibatkan rawat inap berkepanjangan sehingga akan m
eningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Atas dasar data yang telah dijabarkan diatas, maka
penulis perlu mengkaji lebih dalam mengenai gambaran karakteristik pasien trauma abdomen di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusido dan berharap atas pengkajian tersebut dapat membantu diagnos
tik maupun tatalaksana lanjutan yang cepat dan tepat untuk pasien trauma abdomen.Trauma abd
omen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen. Trau
ma merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah penyakit kardio
vaskular dan kanker. Pada subgrup pasien usia dibawah 40 tahun, trauma merupakan penyebab k
ematian utama.3Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup sering ditemukan,
sekitar 7 – 10% dari pasien trauma.4 DiIndonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara na

3
sional adalah sebesar 8,2%, dimana prevalensi teringgi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) d
an terendah di Jambi (4,5%).(Taufik et al., 2020)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja definisi dari dari trauma abdomen?
2. Apa saja klasifikasii dari trauma abdomen?
3. Apa saja etiologi dari trauma abdomen?
4. Apa saja patofisologi dari trauma abdomen?
5. Apa saja diagnosis dari taruma abdomen?
6. Apa saja penatalaksanaan dari taruma abdomen?
7. Apa saja prognosis dari taruma abdomen?
8. Apa saja komplikasi dari taruma abdomen?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari dari trauma abdomen.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma abdomen.
3. Untuk mengetahui etiologi dari trauma abdomen.
4. Untuk mengetahui patofisologi dari trauma abdomen.
5. Untuk mengetahui diagnosis dari taruma abdomen.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari taruma abdomen.
7. Untuk mengetahui prognosis dari taruma abdomen.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari taruma abdomen.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengaki
batkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, g
injal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdo
minal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Erita et al., 2019)
Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus
abdomen. Trauma merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah p
enyakit kardiovaskular dan kanker. Pada subgrup pasien usia dibawah 40 tahun, trauma merupak
an penyebab kematian utama. Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup seri
ng ditemukan, sekitar 7 – 10% dari pasien trauma. Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi ce
dera secara nasional adalah sebesar 8,2%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Sel
atan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak adala
h jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terk
ena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Penyebab c
edera transportasi sepedamotor tertinggi ditemukan di Bengkulu (56,4 persen) dan terendah di P
apua (19,4%).5 (Taufik et al., 2020)
Trauma abdomen merupakan kasus emergency dengan tingkat morbiditas dan mortalitas ya
ng tinggi. Diagnostik dan manajemen masih menjadi tantangan para ahli bedah di seluruh dunia.
Berkembangnya modalitas untuk diagnostik dan terapi saat ini, menurunkan angka mortalitas pa
sien trauma abdomen (Costa et al., 2010). Trauma abdomen merupakan salah satu penyebab kem
atian ke-3 pada pasien trauma, dan ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah seluruh kasus trauma.
Klasifikasi trauma abdomen berdasarkan jenis trauma dibagi menjadi dua yaitu trauma tajam (pe
netrans) dan trauma tumpul (blunt trauma).

2.2 Klasifikasi
Diambil dari buku Erita, Mahendra, D., & Adventus. (2019). Buku Materi Pembelajaran
Manajemen Gadar. Uki, 12. Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen . Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding
abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi. Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.Trauma Abdomen adala

5
terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi
dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi abdomen terdiri dari:
a. Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin di
sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen. Luka tusuk pada abdomen dapat
menguj kemampuan diagnostik ahli bedah.
c. Cedera thorak abdomen. Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap
kirI diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

2.3 Etiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tajam biasanya diakibatkan oleh luka tembakan yang
menyebabkan kerusakan besar dalam abdomen. Tidak hanya luka tembak, trauma abdomen bisa
juga disebabkan oleh luka tusuk. Luka tusuk tersebut juga bisa menyebabkan trauma organ intra
abdomen. Trauma abdomen diakibatkan oleh 2 kekuatan, yaitu :
a) Benda tumpul/paksaan
Trauma tumpul abdomen merupakan trauma yang terjadi pada abdomen tanpa pen
etrasi ke dalam rongga peritoneum. Trauma ini dapat disebabkan karena pukulan, keker
asan fisik, jatuh, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, kecelakaan bermotor serta ced
era dalam olahraga. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b) Trauma tembus
Trauma tembus merupakan trauma pada abdomen dengan penetrasi kedalam rong
ga peritoneum. Trauma ini dapat disebabkan oleh luka tembak atau tusukan benda taja
m.

2.4 Patofisiologi
atofisiologi cedera intraabdomen pada trauma tumpul abdomen berhubungan dengan m
ekanisme trauma yang terjadi. Pasien yang mengalami trauma dengan energi yang tinggi ak
an mengalami goncangan fisik yang berat sehingga menyebabkan cedera organ. Ada bebera
pa mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat menyebabkan cedera organ
intraabdomen, yaitu :
1. Benturan langsung terhadap organ intraabdomen diantara dinding abdomen anteri
or dan posterior
2. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan kec

6
epatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi deselerasi
horizontal dan deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi peregangan pada str
uktur-struktur organ yang terfiksir seperti pedikel dan ligamen yang dapat menye
babkan perdarahan atau iskemik
3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan cedera organ bero
ngga. Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan luas permukaan organ y
ang terkena cedera
4. Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur pelvis,
fraktur tulang iga)
5. Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat menyebabka
n cedera diafragma bahkan cedera kardiak. Trauma langsung abdomen atau desel
erasi cepat menyebabkan rusaknya organ intraabdomen yang tidak mempunyai ke
lenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, ginjal dan pankreas. Pola injuri
pada trauma tumpul abdomen sering disebabkan karena kecelakaan antar kendara
an bermotor, pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggia
n dan pemukulan dengan benda tumpul. Trauma tumpul abdomen terjadi karena k
ompresi langsung abdomen dengan objek padat yang mengakibatkan robeknya su
bscapular organ padat seperti hati atau limpa. Bisa juga karena gaya deselerasi ya
ng menyebabkan robeknya organ dan pembuluh darah pada regio yang terfiksir d
ari abdomen (hati atau arteri renalis). Atau bisa karena kompresi eksternal yang m
enyebabkan peningkatan intraluminal yang menyebabkan cedera organ berongga
(usus halus).

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Proses terjadinya trauma sangat menentukan untuk mengetahui kemungkinan cedera or
gan intraabdomen. Informasi mengenai mekanisme cedera, kesadaran, adanya perdarahan, ti
nggi jatuh, jenis senjata yang melukai, kerusakan kendaraan dalam kecelakaan kendaraan be

7
rmotor, dan kematian lainnya di lokasi kecelakaan, serta mekanisme lain yang diperoleh dar
i saksi mata sangat penting untuk menunjang diagnostik. Catatan paramedik yang diperoleh
dari saksi mata bisa memberi informasi mengenai cedera organ yang mungkin dialami oleh
pasien. Kecepatan dan arah dari kecelakaan, penggunaan “seat belts”, kerusakan kendaraan,
dan jarak pasien terlempar perlu diketahui pada kecelakaan-kecelakaan lalu lintas

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisis abdomen sama dengan pemeriksaan fisis organ lainnya yakni harus t
eliti dan sistematis. Pada umumnya pemeriksaan fisis abdomen terdiri dari : inspeksi, auskul
tasi, perkusi, dan palpasi. Mekanisme trauma yang diperoleh dari pasien ataupun saksi mata
serta pemeriksaan fisik cukup penting dalam menentukan cedera intraabdomen.
a. Inspeksi
Inspeksi untuk melihat adanya tanda-tanda luka, robekan, goresan, hematom dan
benda asing yang tertancap. Pasien wajib diperiksa secara menyeluruh, mulai dari bagian
depan hingga belakang sesuai anatomi abdomen. Laserasi pada dinding perut, jejas, atau
pendarahan dibawah kulit setelah trauma menandakan adanya kemungkinan kerusakan or
gan dibawahnya. Salah satu tanda kemungkinan adanya peritonitis adalah pergerakan per
napasan perut yang tertinggal. Tanda klinis cedera organ intraabdomen sering terlihat las
erasi abdomen sesuai pola sabuk pengaman dari mobil.
b. Auskultasi
Pada auskultasi yang didengar adalah adanya bising pada usus atau tidak. Jika pad
a saat auskultasi toraks terdapat bunyi usus, hal ini menandakan kemungkinan adanya tr
auma diafragma. Gambaran ileus yang mengakibatkan hilangnya bunyi usus menunjuk
kan perdarahan intraperitoneum atau kebocoran (ekstravasasi) usus. Pada pasien yang
mengalami robekan usus didapatkan bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan m
enghilang. Cedera pada tulang iga, tulang panggul, dan tulang belakang yang merupaka
n cedera pada struktur yang berdekatan dapat menyebabkan ileus walaupun tidak ditem
ukan cedera intraabdomen. Maka dari itu, bunyi usus yang menghilang bukan berarti te
rdapat cedera intraabdomen
c. Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi dapat menandakan adanya dilatasi lambung akut di kua
dran atas yang ditandai dengan terdengarnya bunyi timpani, dan adanya hemiperitoneu
m jika terdapat bunyi redup. Manuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum dan m
enandakan terjadinya peritonitis, akan tetapi masih meragukan. Adanya udara bebas dal

8
am rongga perut yang dicurigai adanya kemunginan robekan (perforasi) dari organ-orga
n usus dapat ditandai dengan perkusi redup hati yang menghilang. Tanda-tanda peritoni
tis umum yaitu nyeri ketok seluruh dinding perut

d. Palpasi
Tanda klinis yang dievaluasi saat palpasi yaitu nyeri abdomen. Secara spontan, ny
eri juga dapat terjadi tanpa adanya palpasi. Kemungkinan organ yang terkena sangat ter
gantung oleh lokasi dari nyeri tersebut. Peritonitis akibat iritasi peritoneum, baik karena
isi usus ataupun darah kemungkinan bisa ditandai dengan adanya nyeri abdomen secara
menyeluruh. Tanda yang penting dari iritasi peritoneum adalah defans muscular (involu
ntary guarding), sedangkan voluntary guarding atau kecenderungan untuk menggerakka
n dinding abdomen dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen. Peritonitis yang timbul a
kibat adanya isi usus atau darah biasanya ditandai dengan adanya nyeri lepas saat tanga
n dilepaskan tiba-tiba saat menyentuh perut (Rostas et a.l, 2015).ada saat awal pasien m
ultitrauma pemeriksaan fisis abdomen sering gagal untuk mendeteksi cedera abdomen y
ang signifikan. Hal ini menyebabkan penundaan diagnosis yang berdampak pada penin
gkatan angka morbiditas dan mortalitas, serta rawat inap yang berkepanjangan sehingga
biaya yang dikeluarkan akan lebih besar. Lebih dari 75% pasien dengan trauma abdome
n membutuhkan tindakan bedah segera, akan tetapi pada awalnya memiliki gejala yang
tidak khas (benign physical examination), sehingga ahli bedah menganggap tidak ada c
edera intraabdomen

2.5.3 Pemerisaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang menurut (Erita et al., 2019)
1. Foto thoraks. Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila
terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis.
Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankre
as atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma
pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak. Memperlihatkan udara bebas dalam rongga

9
peritoneum,udara bebas retro perineal dekat duodenum, corpus alineum dan
perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin. Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila
dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram). Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan
bila ada persangkaan trauma pada ginjal
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL). Dapat membantu menemukan adanya
darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu.
Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi
(gold standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:
1. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2. Trauma pada bagian bawah dari dada
3. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera
otak)
5. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
6. Patah tulang pelvis
b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:
Hamil, Pernah operasi abdominal, Operator tidak berpengalaman, Bila hasilnya
tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan. Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita
yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro
peritoneum.Pemeriksaan khusus
a. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit /mm
dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 1
00–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk la
parotomi.
b. Pemeriksaan Laparoskopi. Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk
mengetahui langsung sumber penyebabnya.
c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

10
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Manajemen Non Operatif
Strategis intervensi nonoperatif berdasarkan pemerikaan CT scan dan kestabilan hemodin
amik pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa,
hati dan limpa. Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ
padat pada orang dewasa dari traum tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan. Pada traum
a tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selek
tif menjadi standar perawatan (Dana et al, 2019)
A. Berdasarkan diagnosis CT Scan dan stabilitas hemodinamik untuk pengobatan cedera orga
n padat, terutama hati dan limpa.
B. Angiography sebagai manajemen nonoperative dari cedera organ padat trauma tumpulpada
organ dewasa untu mengontrol perdarahan.
C. Splenic Artery EMbolotherapy (SAE) untuk manajemen nonoperative cedera limpa.

2.6.2 Manajemen Operatif (Laparotomi)


Saat didapatkan indikasi laparotomi, dinjurkan pemberian antibiotik spektrum luas. Ins
isi midline biasanya menjadi pilihan. Saat abdomen mulai dibuka, dilakukan dengan memin
dahkan darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur
vaskuler Kerusakan pada lubang berongga dijahit untuk menghindari pendarahan yang terja
di. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan,
eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.
a. Berdasarkan evaluasi klinis
 Trauma tumpul dengan hipotensi terus walaupun dilakukan resusitasi.
 Adanya peritonitis : defance muscular dan nyeri seluruh perut
 Hipotensi, syok atau perdarahan tidak terkontrol
 Trauma tumpul dengan DPL positif.
 Eviserasi isi perut.
 Perdarahan gaster, rectum, genitourinaria pada trauma tajam.
 Luka tembak melintasi rongga peritoneum, dan retroperitoneum.
 Klinis memburu selama observasi.
b. Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang
 CT scan dengan kontras ada rupture organ-organ vaskuler.

11
 Didapatkan hemoperitoneum pada pemeriksaan CT scan.
 Adanya udara bebas intraperitoneal atau retroperitoneal dan rupture diafragma.
etroperitoneum dan pelvis wajib diinspeksi setelah trauma intra abdomen bisa d
ikontrol. Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal frak
tur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan darah pada daerah i
ni. Selanjutnya menstabilkan pasien dengan memberikan resusitasi cairan dan p
emberian suasana hangat, ini dilakukan setelah sumber pendarahan dapat dihen
tikan. Setelah semua telah dilakukan, melihat pemeriksaan laparotomy dengan
cermat dengan mengatasi segala kerusakan yang terjadi (Dana et al, 2019) Foll
ow Up : harus dilakukan observasi terhadap pasien, monitoring tandatanda vita
l, dan mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi m
enunjukkan adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan
darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra abdomen. Per
kembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan
untuk intervensi bedah.

2.7 Prognosis
Prognosis pasien dengan trauma abdomen tergantung dari kecepatan dan ketepatan diagn
ostik.Tingkat keparahan trauma dan organ yang mengalami trauma bergantung pada anamn
esis yang diperoleh dari mekanisme cedera, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang segera dilakukan.

2.8 Komplikasi
Komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen adalah peritonitis hal ini dikarenakan ad
anya ruptur yang terdapat pada organ intra-abdomen. Terjadinya suatu hubungan ke dalam rongg
a peritoneal dari organ-organ intra- abdomen (lambung, duodenum, intestinum, esophagus, colon
rectum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih) yang dapat disebabkan karena trauma,
darah, benda asing, pancreatitis, PID, dan obstruksi dari usus dapat mengakibatkan kondisi seriu
s dari suatu kejadian peritonitis. Peritoneum yang meradang merupakan komplikasi paling berba
haya akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), rup
ture saluran verna, atau luka tembus abdomen yang paling sering ditemukan. Pada kasus rupture
apendiks yang didalamnya terdaat organisme yang hidup di kolon merupakan organism yang ali
ng sering menginfeksi. Sedangkan streptokokus dan stafilokokus sering masuk dari luar. Ada tra
uma tajam atau trauma tembus seperti ada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu dicari tanda-ta

12
nda peritonitis karena jika ditemukan kasus tersebut langsung diindikasikan untuk segera diberik
an intervensi bedah yaitu laparotomi eksplorasi. Beda hal nya dengan trauma tumpul abdomen y
ang seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda peritonitis biasanya t
imbul secara perlahanlahan

2.9 Pathway

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Seorang pasien bernama Tn.S datang ke Rs dengan keluhan nyeri abdomen post
operasi lapaatomi . ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit klien sedang menebang pohon
dan kemudian pasien ttertimpa balok kayu pada perut, setelah kejadian kemudian pasien
dibawa ke RSU Medika Mulya Wonogiri, tetapi karena keterbatasan sarana dan
prasarana pasien lalu di rujuk ke RSDM dengan suspect perdarahan intra abdomen. Klien
tampak menangis kesakitan menahan luka. Hasil Pengkajian didapatkan TD : 100/70
mmHg RR : 23x/ menit S: 37oC, kesadaran: komposmetis. Pemeriksaan penunjang
Leukosit : 12,4ribu/ul, Hemoglobin 10.2g/dl. Terdapat luka lecet jejas pada abdomen
klien.
3.2 Pengkajian
1) Identitas
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Surakarta
2) Klien mengeluh Nyeri pada abdomen post operasi laparatomi
P: saat di gerakkan
Q: tertusuk-tusuk
R: Abdomen
S: 6
T: hilang timbul
3) Alasan masuk ICU
Post laparatomi atas indikasi internal bleebing
4) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 hari sebelum masuk rumah sakit klien sedang menebang pohon dan kemudian
pasien ttertimpa balok kayu pada perut, setelah kejadian kemudian pasien di
bawa ke RSU Medika Mulya wonogiri, tetapi karena keterbatasan sarana dan
prasarana pasien lalu di rujuk ke RSDM dengan suspect perdarahan intra abdo
men
b. Riwayat penyakit dahulu
Klien tidak mempunyai riwayat hipertensi, Diabetes Mellitus, jatung, asma dan

14
alergi
c. Riwayat penyakit keluarga
Didalam keluarga tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, atau penyakit m
anular dan berbahaya lainnya.
5) Pengkajian fungsional menurut Gordon (post operasi hari 1)
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan sakit ini adalah cobaan dari allah selama ini hanya kal
au sakit diobatkan di puskesmas saja,
b. Pola nutrisi/metabolic
c. Pada post operasi hari 1 klien masih dianjurkan untuk puasa
d. Intake makanan: -
Intake cairan: klien mendapat terapi cairan RL 500ml , feeding test 20 tetes / men
it
e. Pola eliminasi
- Buang air besar:
Pasien belum BAB sejak 2 hari yang lalu
- Buang air kecil
Pasien BAK lewat DC 600cc sejak pkl 07.00-14.00
f. Pola tidur dan istirahat
Selama sakit dalam sehari pasien biasa tidur 6-8 jam, dan tidak ada gangguan
selama tidur
g. Pola persepsual
Pasien tidak ada gangguan penurunan penglihatan, gangguan pendengaran,
gangguan pengecapan dan tidak ada gangguan sensasi.
h. Pola persepsi diri
pasien ingin segera cepat sembuh, agar dapat berkumpul dengan keluarga dan
dapat melakukan aktifitas seperti biasanya
i. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien mempunyai 1 orang anak, sekarang berusia 36th tahun (sudah berkelu
arga).
j. Pola peran hubungan
menurut pengakuan klien dan keluarga, komunikasi dengan orang lain baik,
dan biasa berkomunikasi menggunakan bahasa jawa. Hubungan dengan
orang lain tidak ada masalah.

15
k. Pola managemen koping-stes
Pasien megatakan sedih karena sakit dan harus di rawat di RS. Tetapi pasien
dapat menerima keadaan ini dengan ikhlas
l. Sistem nilai dan keyakinan
klien beragama Islam, tetapi belum menjalankan kewajiban sholat, tetpi setel
ah nanti sembuh ia akan memulai sholat. “ Saya tahu kewajiban umat Islam h
arus menjalankan Sholat dan saya sudah bisa, hanya belum menjalankan”
6) Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak Terdapat penumpukan sekret di jalan nafas, bunyi nafas ronchi, lidah t
idak jatuh ke belakang, jalan nafas bersih.
b. Breathing
Frekuensi pernafasan (Respiratory rate)
23 x/menit, irama nafas teratur, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, su
ara nafas vesikuler (lapang paru kanan dan kiri), SpO2: 95%, klien terpasang
NRM (Non Rebreathing Mask) O2 3 lpm.
c. Circulation
Nadi karotis dan nadi perifer teraba kuat, capillary refill kembali dalam 3 deti
k, akral dingin, tidak sianosis, kesadaran somnolen.
Tanda-tanda vital:
TD (Tekanan Darah) : 100/70 mmHg
RR (Respiratory Rate) : 23 x/menit
N (Nadi): 89 x/memniatupun sekret, terpasang NRM 3
S (Suhu) : 370Clpm,dan terpasang NGT (Naso Gastric Tube).
7) Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi
Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan, minuman dan li
ngkungan.
2) Medikasi
Sebelum dibawa ke RS (Rumah Sakit), klien tidak mengkonsumsi obat-obatan
apapun dari dokter maupun apotik.
3) Past ilness
Sebelum dibawa ke RS, klien tidak mengalami sakit.

16
4) Last meal
Klien terakhir mengkonsumsi nasi dan sayur ± 40 jam yang lalu.
5) Environment
Klien tinggal di rumah sendiri bersama istri dan anaknya di lingkungan padat
penduduk, tempat tinggal cukup dengan ventilasi, lantai sudah di keramik, penc
ahayaan cukup, terdapat saluran untuk limbah rumah tangga (selokan)
b. Pemeriksaan Head to Toe
1) Kepala
Bentuk mesocepal, rambut hitam, lurus, tidak ada hematoma maupun jejas,
2) Mata
Pupil isokor, ukuran 3mm/ 3mm, simetris kanan-kiri, sklera tidak ikterik, konjun
gtiva tidak anemis, reaksi terhadap cahaya baik, tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.
3) Hidung
Bentuk simetris, tidak ada polip
4) Telinga
Simetris kanan-kiri, tidak ada penumpukan serumen, tidak menggunakan alat ba
ntu pendengaran.
5) Mulut
Tidak ada perdarahan pada gusi, mukosa bibir kering, tidak ada sariawan, tidak
menggunakan gigi palsu, dan tidak terdapat lesi.
6) Leher
Tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan JVP (Jugularis
Vena Presure).
7) Pernafasan (paru)
I : Pengembangan dada simetris antara kanan-kiri,tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, RR:23x/ menit.
P : Sonor seluruh lapang paru
P : Fremitus vokal sama antara kanan- kiri.
A : vesikuler

Sirkulasi (jantung)
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba kuat di mid klavikula intercosta V sinistra

17
P : Pekak
A : Bunyi jantung (S1- S2) reguler, tidak ada suara jantung tambahan.

Abdomen
I : Perut datar, terdapat luka post operasi laparatomi hari 1 , tertutup denga
n kain steril 7cm. klien terpasang drain, jumlah pengeluaran darah pada dr
ain ± 4cc
A : Peristaltik usus 4x/ menit
P : mengalami nyeri tekan pada luka bekas operasi , hepar dan lien tidak t
eraba.
P : Tympani

Genitoririnaria:
Bersih, terpasang DC (Dower Cateter) sejak tanggal 7 Juli 2012
Kulit:
Turgor kulit elastis, kembali kurang dari 3 detik, tidak ada lesi, tidak ada kelainan
pada kulit.
Ekstremitas:
Ekstremitas atas: kekuatan otot (4), tidak oedema, capillary refill 3 detik, terpa
sang infus RL di tangan kanan Ekstremitas bawah : kekuatan otot (4), tidak oede
ma, capillary refill 3 detik
8) Pemeriksaan Tersier
Hasil radiologi USG abdomen tgl 8 juli 2012 Kesan :
a. Tampak gambaran udara bebas di hemidiafragma kanan
b. Tampak cairan bebas di marrison pouch, splenorenal space dan paravesi
ka space
3.3 Analisis Data
No Data Etilogi Masalah Keperawatan
.
1. Ds : Perilaku ekspresif Nyeri akut
 Klien mengeluh nyeri
pada luka post operasi. (Domain 12. Kelas 1.
 P : Pada saat di Ekspresi wajah nyeri Kode Diagnosis 00132)

18
gerakkan
 Q : Seperti tertusuk-
tusuk Sikap tubuh melindungi
 S : Skala nyeri 6
 T : Sensasi nyeri yang
dirasakan hilang timbul Laporan tentang perilaku
Do : nyeri/perubahan aktivitas

 Klien meringis nampak


menahan nyeri yang
dirasakan Nyeri akut

 KU : Cukup
 TD : 100/70 mmHg
 RR : 23x/ menit
 S : 37oC
 SPO2 : 95%
2. Ds: - Gangguan integritas kulit Resiko infeksi
DO :
 Terdapat luka post op (Domain 11. Kelas 1.
hari 1 Kurang pengetahuan untuk Kode Diagnosis 00004)
 Luka bersih, kering, menghindari pemajanan
tidak ada pengeluaran patogen
cairan maupun pus,
 Luka di tutup dengan
kassa steril,tidak ada Stasis cairan tubuh
tanda-tanda infeksi,
tidak ada kemerahan,
bengkak, panas, Risiko infeksi
maupunfungsiolesa
 Leukosit : 12,4ribu/ul
 Hemoglobi n 10.2g/dl
3. Ds : Klien mengatakan ± 1 hari gangguan integritas kulit Kerusakan integritas
sebelum masuk rumah sakit kulit
klien sedang menebang pohon perdarahan (Domain 11. Kelas 2.

19
dan kemudian tertimpa balok Kode Diagnosis 00046)
kayu pada perut benda asing menusuk
Do : permukaan kulit
 Terdapat luka lecet
jejas pada abdomen Agens cedera kimiawi
klien.
Kerusakan integritas kulit

3.4 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut b.d agens cedera fisik (luka post operasi hari ke 1)
2) Resiko infeksi b.d tidak adekuat pertahanan primer dan sekunder
3) Kerusakan integriras kulit b.d agens cedera fisik
3.5 Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Nyeri akut b.d agens Setelah dilakukan NIC : Manajemen nyeri akut
cedera fisik (luka post tindakan keperawatan (1410)
operasi hari ke 1) 1x24 jam diharapkan - Lakukan pengkajian nyeri
nyeri teratasi dengan komperhensif yang meliputi
(Domain 12. Kelas 1. criteria hasil : lokasi, karakteristik,
Kode Diagnosis 00132) NOC : Kontrol Nyeri (1 onset/durasi, frekueansi dan
605) kualitas, intensitas serta apa
Mengenali kapan nyeri t yang mengurangi nyeri dan
erjadi faktor yang memicu.
1 2 3 4 5 - Monitor nyeri menggunakan
Menggambarkan nyeri alat pengukur yang valid dan
1 2 3 4 5 reliable sesuai usia dan
Menggunakan tindakan kemampuan berkomunikasi.
pencegahan nyeri - Identifikasi intensitas nyeri
1 2 3 4 5 selama pergerakan misalnya
Melakukan teknik aktifitas yang diperlukan untuk
relaksasi efektif pemulihan (batuk dan nafas
1 2 3 4 5 dalam, ambulasi, transfer ke

20
kursi).
NOC : Tingkat Nyeri - Tanyakan pasien terkait dengan
(2102) tingkat nyeri yang tetap
Nyeri yang dilaporkan nyaman dan fungsi yang usaha
1 2 3 4 5 untuk menjaga nyeri pada level
Panjangnya episode yang lebih rendah dari pada
nyeri nyeri yang teridentifikasi.
1 2 3 4 5 - Pilih dan implementasikan
Ekspresi nyeri wajah pilihan intervensi yang sesuai
1 2 3 4 5 dengan keuntungan dan risiko
Ketegangan otot yang diinginkan pasien
1 2 3 4 5 (misalnya farmakologi,
nonfarmakologi, interpersonal)
untuk memfasilitas
menurunnya nyeri dengan
tepat.
- Lakukan intevensi
nonfarmakologi untuk
penyebab nyeri dan apa yang
diinginkan pasien dengan tepat.
- Modifikasi pengukuran kontrol
nyeri berdasarkan respon
pasien terhadap penanganan.

NIC : Perawatan Luka (3660)


- Angkat balutan dan plester
perekat.
- Cukur rambut di sekitar daerah
yang terkena, sesuai kebutuhan
- Monitor karakteristik luka,
termasuk drainase, warna,
ukuran, dan bau.
- Ukur luas luka, yang sesuai

21
- Singkirkan benda-benda yang
tertanam (pada luka]
(misalnya, serpihan, kutu,
kaca, kerikil, logam) .
- Bersihkan dengan normal
saline atau pembersih yang
tidak beracun, dengan tepat.
- Tempatkan area yang terkena
pada air yang mengalir,
dengan tepat.
- Berikan rawatan insisi pada
luka, yang diperlukan.
- Berikan perawatan ulkus pada
kulit, yang diperlukan.
- Oleskan salep yang scsuai
dengan kulit/lesi Berikan
balutan yang sesuai dengan
jenis luka.
- Perkuat balutan (luka), sesuai
kebutuhan.
- Pertahankan teknik balutan
steril ketika melakukan
perawatan juka, dengan tepat.
- Ganti balutan sesuai dengan
jumlah eksudat dan drainase
Periksa luk setiap kali
perubahan balutan.
- Bandingkan dan catat setiap
perubahan luka
Resiko infeksi b.d tidak Setelah dilakukan NIC : Kontrol Infeksi (6540)
adekuat pertahanan tindakan keperawatan - Bersihkan lingkungan dengan
primer dan sekunder selama 1x24 jam baik setelah digunakan pasien
diharapkan klien tidak - Ganti peralatan perawatan per

22
(Domain 11. Kelas 1. mengalami infeksi, pasien sesuai institusi
Kode Diagnosis 00004) dengan criteria hasil : - Ajarkan pasien mengenai
NOC : Kontrol teknik cuci tangan dengan tepat
Resiko : Proses Infeksi - Tingkatkan asupan nutrisi yang
(1924) tepat
Mengidentifikasi faktor - Dorong asupan cairan yang
resiko nyeri sesuai
1 2 3 4 5 - Berikan terapi antibiotic yang
Mengidentifikasi resiko sesuai
infeksi dan kegiatan - Ajarkan pasien dan keluarga
sehari hari mengenai tanda dan gejala
1 2 3 4 5 infeksi dan kapan harus
Mengidentifikasi tanda melapor kepada penyedia
gejala infeksi perawatan kesehatan.
1 2 3 4 5
Mempraktikan strategi NIC : Manajemen Energi (0180)
untuk mengontrol nyeri - Kaji status fisiologis pasien
1 2 3 4 5 yang menyebabkan kelelahan
Monitor perubahan sesuai dengan konteks usia dan
status kesehatan perkembangan.
1 2 3 4 5 - Anjurkan pasien
Melakukan tindakan mengungkapkan perasaan
segera untuk secara verbal me ngenai
mengurangi resiko keterbatasan yang dialami.
1 2 3 4 5
- Gunakan instrumen yang valid
untuk mengukur kelelahan.
NOC : Status Imunitas
- Tentukan persepsi pasien/orang
(0702)
terdekat dengan pasien me nge
Integritas kulit
nai penyebab kelelahan.
1 2 3 4 5
- Pilih intervensi untuk
Integritas mukosa
mengurangi kelelahan baik
1 2 3 4 5
secara farmakologis maupun
Skrining untuk infeksi
non farmakologis, dengan
saat ini

23
1 2 3 4 5 tepat.
- Tentukan jenis dan banyaknya
aktivitas yang dibutuhkan
untuk.
- Monitor intake nutrisi untuk
mengetahul sumber energi
yang menjaga ketahanan
adekuat.

24
Kerusakan Integritas Setelah dilakukan tindakan NIC : Perawatan Luka (3660)
Kulit b.d agen cedera keperawatan 1x24 jam - Angkat balutan dan plester
fisik diharapkan kerusakan perekat.
integritas kulit teratasi - Cukur rambut di sekitar daerah
(Domain 11. Kelas 2. teratasi dengan criteria yang terkena, sesuai kebutuhan
Kode Diagnosis hasil : - Monitor karakteristik luka,
00046) NINOC : integritas Jaringan termasuk drainase, warna,
: Kulit & Membran ukuran, dan bau.
Mukosa (1101) - Ukur luas luka, yang sesuai
Suhu kulit - Singkirkan benda-benda yang
1 1 2 3 4 5 tertanam (pada luka]
Tekstur (misalnya, serpihan, kutu,
1 2 3 4 5 kaca, kerikil, logam) .
Ketebalan - Bersihkan dengan normal
1 2 3 4 5 saline atau pembersih yang
Pertumbuhan rambut tidak beracun, dengan tepat.
pada kulit - Tempatkan area yang terkena
1 2 3 4 5
pada air yang mengalir,
Integritas kulit
dengan tepat.
1 2 3 4 5
- Berikan rawatan insisi pada
Lesi pada kulit
luka, yang diperlukan.
1 2 3 4 5
- Berikan perawatan ulkus pada
NOC : Penyembuhan
kulit, yang diperlukan.
Luka : Primer (1102)
- Oleskan salep yang scsuai
Memperkirakan (kondisi)
dengan kulit/lesi Berikan
kulit
balutan yang sesuai dengan
1 2 3 4 5
jenis luka.
Memperkirakan (kondisi)
- Perkuat balutan (luka), sesuai
tepi luka
kebutuhan.
1 2 3 4 5
- Pertahankan teknik balutan
Pembentukan bekas luka
steril ketika melakukan
1 2 3 4 5
perawatan juka, dengan tepat.
NOC : Pembentukan
- Ganti balutan sesuai dengan
Luka : Sekunder (1103)

25
Pembentukan bekas luka jumlah eksudat dan drainase
1 2 3 4 5 Periksa luk setiap kali
Ukuran luka berkurang perubahan balutan.
1 2 3 4 5 Bandingkan dan catat setiap
Lubang pada luka perubahan luka
1 2 3 4 5

3.6 Implementasi dan Evaluasi


Diagnosis Keperawatan Implementasi Evaluasi
Nyeri akut berhubungan - Melakukan pengkajian S: klien mengeluh nyeri pada
dengan agens cedera fisik nyeri komperhensif yang luka post operasi hari
(luka post operasi hari ke 1) meliputi lokasi,
karakteristik, O: klien mringis nampak
onset/durasi, frekueansi menehan nyeri
dan kualitas, intensitas - KU : Cukup
serta apa yang - TD :100/70mmHg,
mengurangi nyeri dan - Nadi :89 x/menit,
faktor yang memicu. - RR : 23x/menit,
- Monitor nyeri - S : 37°c
menggunakan alat - SPO2: 95%
pengukur yang valid dan
reliable sesuai usia dan A: masalah keperawatan
kemampuan untuk diagnosa keperawatan
berkomunikasi. nyeri akut teratasi sebagian
- Mengidentifikasi - klien mamu
intensitas nyeri selama melakukan
pergerakan misalnya relaksasi nafas
aktifitas yang diperlukan dalam
untuk pemulihan (batuk
dan nafas dalam, P: Lanjutkan intervensi
ambulasi, transfer ke
kursi).

26
- Menanyakan pasien
terkait dengan tingkat
nyeri yang tetap nyaman
dan fungsi yang usaha
untuk menjaga nyeri pada
level yang lebih rendah
dari pada nyeri yang
teridentifikasi.
- Memilih dan
implementasikan pilihan
intervensi yang sesuai
dengan keuntungan dan
risiko yang diinginkan
pasien (misalnya
farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitas menurunnya
nyeri dengan tepat.
- Melakukan intevensi
nonfarmakologi untuk
penyebab nyeri dan apa
yang diinginkan pasien
dengan tepat.
- Memodifikasi
pengukuran kontrol nyeri
berdasarkan respon
pasien terhadap
penanganan
Resiko infeksi berhubungan - Membersihkan S: -
dengan tidak adekuat lingkungan dengan baik
pertahanan primer dan setelah digunakan pasien O: terdapat luka post op hari
sekunder - Mengganti peralatan 1.

27
perawatan per pasien luka bersih, kering, tidak
sesuai institusi ada pengeluaran cairan
- Mengajarkan pasien maupun pus, luka di tutup
mengenai teknik cuci dengan kassa steril,tidak ada
tangan dengan tepat tanda-tanda infeksi, tidak
- Meningkatkan asupan ada kemerahan, bengkak,
nutrisi yang tepat panas, maupun fungsiolesa
- Mendorong asupan cairan - perawat selalu
yang sesuai melakukan cuci
- Memberikan terapi tangan sebelum dan

antibiotic yang sesuai sesudah melakukan

- Mengajarkan pasien dan tindakan

keluarga mengenai tanda keperawatan

dan gejala infeksi dan kepada pasien

kapan harus melapor


kepada penyedia A: masalah keperawatan
perawatan kesehatan untuk diagnosa infesi
keperawatan teratasi
sebagian
- luka bersih,
kering, tidak ada
pengeluaran cairan
maupun pus, luka
di tutup dengan
kassa steril, tidak
ada tanda-tanda
infeksi, tidak ada
kemerahan,
bengkak, panas,
maupun
fungsiolesa
- CEfotaxim 1gr
masuk sesuai

28
program
- perawat selalu
melakukan cuci
tangan sebelum
dan sesudah
melakukan
tindakan
keperawatan
kepada pasien

P: Lanjutkan intervensi

Kerusakan Integritas Kulit - Mengangkat balutan S: Klien mengatakan ± 1 hari


b.d agen cedera fisik dan plester perekat. sebelum masuk rumah sakit
- Mencukur rambut di klien sedang menebang
sekitar daerah yang pohon dan kemudian
terkena, sesuai tertimpa balok kayu pada
kebutuhan perut
- Memonitoring
karakteristik luka, O: Terdapat luka lecet jejas
termasuk drainase, pada abdomen
warna, ukuran, dan
A: masalah keperawatan
bau.
untuk diagnosa keperawatan
- Mengukur luas luka,
intoleransi aktifitas belum
yang sesuai
teratasi
- Menyingkirkan
benda-benda yang P: lanjutkan intervensi
tertanam (pada luka]
(misalnya, serpihan,
kutu, kaca, kerikil,
logam) .
- Membersihkan
dengan normal saline

29
atau pembersih yang
tidak beracun, dengan
tepat.
- Menempatkan area
yang terkena pada air
yang mengalir,
dengan tepat.
- Memberikan rawatan
insisi pada luka,
yang diperlukan.
- Memberikan
perawatan ulkus pada
kulit, yang
diperlukan.
- Mengoleskan salep
yang scsuai dengan
kulit/lesi Berikan
balutan yang sesuai
dengan jenis luka.
- Memperkuat balutan
(luka), sesuai
kebutuhan.
- Mempertahankan
teknik balutan steril
ketika melakukan
perawatan juka,
dengan tepat.
- Mengganti balutan
sesuai dengan jumlah
eksudat dan drainase
Periksa luk setiap kali
perubahan balutan.

30
- Membandingkan dan
catat setiap perubahan
luka

31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia muda dan digolongk
an dalam masalah kesehatan yang cukup serius. Trauma abdomen merupakan trauma yang te
rletak di daerah antara pelvis bagian bawah dan diafragma pada bagian atas. Trauma abdome
n terdiri atas trauma tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen. Angka kejadian trauma t
umpul abdomen lebih besar dibanding trauma tembus abdomen, didapatkan sekitar 80%
Trauma merupakan penyebab kematian utama usia- usia produktif yaitu usia dibawah 40
tahun, juga merupakan penyebab kematian ke-3 di dunia setelah penyakit kanker dan kardiov
askuler. Trauma yang mengakibatkan hilangnya angka kehidupan sebesar 26% dan lebih dari
setengahnya kehilangan usia produktifnya sehingga akan berdampak pada kondisi ekonomi y
ang cukup bermakna (Tentillier, Mason, 2000).

32
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced Trauma Life Support Se


venth Edition.Indonesia: Ikabi
Doenges E. Marilyn. Et All. 2000. Nursing Care Plans, Edition 2, Company Philadephia.
Dudy.D. N. 2009. Factors that influence the incidence of methicillin- resistant staphylococcus
aureus – MRSA on surgical wound infection in surgery ward of Dr. Kariadi.thesis.Se
marang

Eisenberg, D.M., Davis, R.B., Ettner, S.L., Appel, S., Wilkey, S., Van Rompay, M., et al. (19
98). Trends in alternative medicine use in the United States, 1990-1997. JAMA, 280,
1569-1575

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Harahap. I. A. (2011). Perilaku Nyeri, Fenomena Harian Yang Dihadapi Perawat, What We
Can Do?. Dalam Evidance Based Da;am Praktik Pelayanan Keperawatan. 48 Prosidi
ng. Medan: Fakultas Keperawatan USU.
Merlyn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk perenca
naan danpendokumentasian perawatan pasien Edisi 3 penerbit buku kedoktera
n EGC. Jakarta

McCaffrey, M., & Beebe, A. (1989). Pain : Clinicalmanual for nursing practice. St.
Louis, MO: Mosby.

Mustawan, Zulaik. (2008). Hubungan Penggunaan Mekanisme Koping Dengan Intensitas


Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur di Unit Orthopedi RSU Islam Kusta
ti Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadi
yah Surakarta.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik (Edisi 4 Volume 2). Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal- Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.
3. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidayat,2010. Buku Ajarilmu Bedah. Jakarta.EGC

Erita, Mahendra, D., & Adventus. (2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen Gadar. Uki,

12.

http://repository.uki.ac.id/2715/1/BUKUMATERIPEMBELAJARANMANAJEMENKEPERA.
WATAN.pdf%0Ahttp://repository.uki.ac.id/2713/1/BUKUMATERIPEMBELAJARAN
MANAJEMENGADARLANJUTAN1.pdf

33
Taufik, T. F., Darmawan, F., Kedokteran, F., Lampung, U., Bedah, B., Moeloek, R. H. A.,
Kedokteran, F., & Lampung, U. (2020). Laporan Kasus : Trauma Tusuk Abdomen
Dengan Eviserasi Usus Pada Anak Laki-laki Usia 16 Tahun Case Report : Abdomen Stab
Wound with Intestinal Eviseration in a 16 Year Old Boy. Majority, 9(2), 68–72.

34

Anda mungkin juga menyukai