Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT DALAM

SEORANG PENDERITA GASTROENTERITIS DAN HIPOKALEMIA

Oleh:

Putu Diah Ratnasari


NPM: 20710038

Dosen Pembimbing:
dr. Ike Rahayu Widuri, Sp.PD

KSM ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Putu Diah Ratnasari

NPM : 20710038

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Stase : Ilmu Penyakit Dalam

Judul Lapsus : Seorang Penderita Gastroenteritis dan Hipokalemia

Pembimbing : dr. Ike Rahayu Widuri, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
RSUD Ibnu Sina Kab. Gresik

Disetujui Oleh :

dr. Ike Rahayu Widuri, Sp.PD

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas laporan kasus ini dengan judul “Seorang
Penderita Gatroenteritis dan Hipokalemia”. Dalam penulisan laporan kasus ini, saya merasa
masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya
harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan kasus ini.
Dalam penulisan laporan kasus ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan  penulisan laporan
kasus ini, khususnya kepada dr. Ike Rahayu Widuri, Sp.PD yang telah membimbing selama
proses penulisan tugas ini, Keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan
serta  pengertian yang besar kepada penulis, dan rekan-rekan sekelompok, serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan tugas ini. Akhirnya penulis berharap semoga tugas ini bermanfaat untuk pembaca
dan semua orang yang memanfaatkannya.

Gresik, 22 November 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 01
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien 02
2.2 Anamnesis 02
2.3 Pemeriksaan Fisik 04
2.4 Pemeriksaan Penunjang 06
2.5 Daftar Abnormalitas 08
2.6 Analisis Masalah 08
2.7 Penatalaksanaan 08
2.8 Follow Up Pasien 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Gastroenteritis 14
3.1.1 Definisi Gastroenteritis 14
3.1.2 Epidemiologi Gastroenteritis 14
3.1.3 Klasifikasi Gastroenteritis 15
3.1.4 Etiologi Gastroenteritis 15
3.1.5 Faktor Risiko Gastroenteritis 19
3.1.6 Patofisiologi Gastroenteritis 21
3.1.7 Manifestasi Klinis Gastroenteritis 22
3.1.8 Diagnosis Gastroenteritis 25
3.1.9 Penatalaksanaan Gastroenteritis 27
3.1.10 Komplikasi Gastroenteritis 31
3.1.11 Prognosis Gastroenteritis 32
3.1.12 Pencegahan Gastroenteritis 32

3
3.2 Hipokalemia 33
3.2.1 Definisi Hipokalemia 33
3.2.2 Homeostasis Kalium 33
3.2.3 Patofisiologi Hipokalemia 33
3.2.4 Kehilangan Kalium Melalui Feses 34
3.2.5 Derajat Hipokalemia 35
3.2.6 Tanda dan Gejala Hipokalemia 35
3.2.7 Diagnosis Hipokalemia 36
3.2.8 Penatalaksanaan Hipokalemia 37
3.2.9 Prognosis Hipokalemia 38
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan 39
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41

4
BAB I

PENDAHULUAN

Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana feses hasil dari buang air besar
(defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun setengah cair, dan kandungan air lebih
banyak dari feses pada umumnya. Selain dari konsistensinya, bisa disertai dengan mual
muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari. Gastroenteritis
akut adalah diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari 14 hari yang mana
ditandai dengan peningkatan volume, frekuensi, dan kandungan air pada feses yang
paling sering menjadi penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus, bakteri dan parasit
.1,2,3,4
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang morbiditas tertinggi
hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan khususnya di negara berkembang
dengan tingkat sanitasi yang masih tergolong kurang seperti Indonesia. 5 Menurut data
dari World Health Organization (WHO ) tahun 2003, terdapat 1,87 juta orang
meninggal akibat gastroenteritis di seluruh dunia.6
Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan dalam mengatasi
gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah. Mulai dari
diagnosis, pemberian terapi sampai nutrisi bagi penderita harus diberikan dengan tepat.
Dalam penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa dilihat langsung dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan penentuan diagnosis definitif bisa
menggunakan pemeriksaan laboratorium.3
Pemberian terapi sangat penting dalam penanganan gastroenteritis akut disamping
pemberian obat spesifik terhadap agen penyebab yang bisa diketahui dari manifestasi
klinis hasil laboratorium.3
Dari besarnya insiden gastroenteritis akut di negara-negara berkembang seperti di
Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik gastroenteritis akut dalam upaya
ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga dapat
dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N. H

Usia : 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SD

Alamat : Desa Jono, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, Jawa


Timur

Status : Menikah

No. Tlpn : 081331264xxx

No. RM : 597145

Alergi Obat : Tidak ada

2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di Ruang Rawat Inap
Cempaka Ibnu Sina Gresik tanggal 1 November 2021 pukul 13.29 WIB.

1. Keluhan Utama
Buang air besar (BAB) encer

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke UGD RSIS Gresik Tanggal 29/10/2021 pukul 01.28 WIB dengan
keluhan BAB encer, BAB encer dialami sejak hari kamis siang (28/10/2021), BAB
encer terjadi >20 kali, BAB berwarna kekuningan, konsistensi encer tak berampas,
2
lendir (-), darah (-), BAB encer terjadi terus menerus setiap ± 15 menit sekali. BAB
memberat saat bergerak dan membaik saat diam. Pasien juga mengeluh mengalami
nyeri perut, nyeri dirasakan sejak hari kamis siang (28/10/2021), nyeri dirasakan
pada seluruh bagian perut, nyeri terasa seperti melilit, nyeri dirasakan hilang timbul,
nyeri memberat saat pasien beraktivitas dan membaik saat beristirahat. Mual (+),
sejak hari kamis siang, muntah (+) sebanyak 2 kali, muntah berisi makanan,
bercampur lendir (-), bercampur darah (-). BAK dalam batas normal. Nafsu makan
menurun. Riwayat mengkonsumsi mie instan sisa semalam pada hari kamis
(28/10/2021) pagi 07.00 WIB. Demam (-). Saat ini (30/10/2021) pasien mengatakan
masih mengalami diare, diare sebanyak ± 3 kali. Pasien juga mengeluh masih
mengalami nyeri perut namun nyeri tidak seberat satu hari lalu. Pasien juga
mengeluh masih lemas.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa : Disangkal


Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : diakui oleh pasien, sejak 10 tahun lalu
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit paru-paru : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : Disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : diakui ayah pasien
Riwayat penyakit jantung : disangkal
: disangkal
Riwayat penyakit paru-paru
: disangkal
Riwayat penyakit ginjal

5. Riwayat kebiasaan

Riwayat merokok : Disangkal


3
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : diakui oleh pasien, pasien biasa berolahraga
ringan seperti senam dan berjalan-jalan pagi
disekitar lingkungan tempat tinggalnya.

6. Riwayat minum obat


Pasien sebelumnya sempat mengkonsum obat entrostop sebanyak 4 kali. Pasien juga
mengkonsumsi obat mengkonsumsi obat captopril, simvastatin, allopurinol dan
voltadex.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30/10/2021 pukul 13.00 WIB di Ruang
Rawat Inap Cempaka RSIS Gresik

1. Keadaan umum : Lemah


2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Status gizi
BB : 57 kg
TB : 150 cm
IMT : 19 (Berat Badan Normal)
4. Tanda Vital
TD : 125/79 mmHg
N : 76 x/menit
S : 36.5oC
RR : 18 x/menit
5. Status Internus
a. Kepala : Normocepali
1) Mata : cekung (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflek pupil (+/+) pupil isokor (2,5 mm/ 2,5 mm)
2) Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)

4
3) Telinga : Serumen (-), hiperemi (-)
4) Mulut : kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), uvula simetris
5) Leher : pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot
bantu pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
b. Thorax
: Simetris, jejas (-), retraksi dinding dada (-)
Dinding dada

1) Cor : Ictus cordis tidak tampak

Inspeksi : Ictus kordis tidak kuat angkat


: Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
Palpasi
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Perkusi Batas kiri bawah jantung : ICS V mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis
: dextra
SI dan SII tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
:
Bentuk dada datar dextra dan sinistra, hemithorax
Auskultasi
: simetris, statis, dinamis dextra dan sinistra
2) Pulmo : Nyeri tekan (-), strem fremitus normal dextra dan

Inspeksi : sinistra
Sonor seluruh lapang paru dextra dan sinistra
Pada auskultasi didapatkan suara napas vesikuler
Palpasi : diseluruh lapang paru, wheezing (-), ronchi (-)
:
Perkusi
: Permukaan datar, warna sama dengan warna sekitar
Auskultasi Pada auskultasi didapatkan bising usus (+) 33 kali/menit
: Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, nyeri ketok ginjal (-/-)
c. Abdomen
: Didapatkan suara timpani di seluruh lapang abdomen.
Inspeksi
Pada ekstremitas superior dan inferior, dextra dan
Auskultasi
sinistra teraba hangat. Ekstremitas superior dan inferior
Palpasi
kiri dan kanan tidak ada edema.

5
Perkusi

d. Ekstremitas

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 29 Oktober 2021, pukul 29 Oktober 2021.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Haemoglobin 13.2 11.7 g% - 15.5 g%

Leukosit 9.100 3600-11000

LED - 0-20

Hitung Jenis 0/0/0/80/13/7 2-4/0-1/3-5/50-70/25-50/2-8

PCV/Hematokrit 41 35-47 %

Trombosit 206.000 150000-450000 /µL

MCV 90 80-100

MCH 29 26-34

6
MCHC 32 32-36

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

GULA DARAH

Gula Darah Acak 125 < 200 mg/Dl

FUNGSI HATI

SGOT 11.3 0-35 UL

SGPT 15.5 0-35 UL

FUNGSI GINJAL

BUN 11.9 8-18 mg/Dl

Serum Creatinine 1.50 0.45-0.75 mg/Dl

ELEKTROLIT (CT)

Natrium (Na) 141 135-147 mmol/L

Kalium (K) 2.7 3.5-5.0 mmol/L

Chloride (CL) 97 95-105 mmol/L

Tanggal 29 Oktober 2021, pukul 29 Oktober 2021.

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

URINE ANALISA

UL Analiser

7
pH 5.0 4.8-7.4

BJ Urine 1.020 1000-1015

Leukosit Neg Negatif

NITRIT Neg Negatif

PROTEIN 25 mg/dL (+) Negatif

GLUKOSA Neg Negatif

KETON Neg Negatif

UROBILIN Neg Negatif

Bilirubin Neg Negatif

ERITROSIT Neg Negatif

Sedimen : -- -

Leukosit 0-2 0-1

Eritrosit 0-1 0-1 plp

EPHITEL 2-3 5-15 plp

SILINDER Neg Negatif

CRYSTAL Neg Negatif

Lain-lain Neg Negatif

8
2.5 DAFTAR ABNORMALITAS

TPL PPL
ANAMNESIS : a. Diare
1. Ty. N. H. (54 tahun) b. Colic abdomen
2. BAB encer ± 20 kali c. Nausea
3. Nyeri seluruh lapang perut d. Vomiting
4. Mual (+) e. BU meningkat
5. Muntah (+) f. Infeksi
6. Nafsu makan ↓ g. Hipokalemia

PEM. FISIK :
⮚ BU (+) 33 x/menit

PENUNJANG :
⮚ DL
● Hitung jenis : 0/0/0/87/7/6
NLR : 12.4
⮚ RFT
● Serum creatinine : 1.50 mg/dL
⮚ Elektrolit (CT)
● Kalium (K) : 2.7 mmol/L

2.6 ANALISIS MASALAH


1. Gastroenteritis

2. Hipokalemia

3. Vomiting

2.7 PENATALAKSANAAN
1. Gastroenteritis
Initial plan : a. Ip Diagnosis
1) Pemeriksaan darah rutin
2) Kultur feses

b. Ip Terapi
1) Infus Wida KN2 1000 cc/24 jam lanjutkan dengan
9
Infuse B fluid 14 tpm
2) Injeksi pantoprazole 2x40 mg
3) Injeksi santagesik 3x1

c. Ip Monitoring
1) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
2) Monitoring cairan dan elektrolit
3) Monitoring makanan dan konsumsi obat

d. Ip Edukasi
1) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit,
penyebab dan pengobatan yang dilakukan
2) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas, manis
dan yang dapat melukai saluran pencernaan

2. Hipokalemia

Initial plan : a. Ip Diagnosis


Pemeriksaan elektrolit, RFT, osmolalitas serum, kadar
Mg2+ kadar Ca2+, DL, pH urin, osmolalitas, kreatinin.

b. Ip Terapi
Tab. KSR 2x600 mg

c. Ip Monitoring
1) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
2) Monitoring cairan dan elektrolit
3) Monitoring makanan dan konsumsi obat

d. Ip Edukasi
1) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit,
penyebab dan pengobatan yang dilakukan
2) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas, manis
dan yang dapat melukai saluran pencernaan

3. Vomiting

Initial plan : a. Ip Diagnosis


10
1) USG Abdomen
2) Endoskopi

b. Ip Terapi
Inj. Metoclopramide 3x1
Sucralfat sirup 3xCI

e. Ip Monitoring
1) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
2) Monitoring cairan dan elektrolit
3) Monitoring makanan dan konsumsi obat

f. Ip Edukasi
1) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit,
penyebab dan pengobatan yang dilakukan
2) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas, manis
dan yang dapat melukai saluran pencernaan

11
3.8 FOLLOW UP PASIEN
30 Oktober 2021 Pukul 13.30 WIB
Ruang Cempaka
Perawatan Hari Ke-1
S Pasien mengatakan mengatakan masih diare ± 4 kali, lemas (+), nyeri perut (+),
mual (-), muntah (-)
O KU : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
TTV
TD : 141/78 mmHg
N : 71 kali/menit
S : 36,5oC
RR : 18 kali/menit
Kepala-leher
AICD : -/-/-/-
Pembesaran tiroid dan KGB tidak ada
Thorax
Dinding dada : Simetris, jejas (-), retraksi dinding dada (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+/+I+/+/+, wheezing (-), ronchi (-)
Abdomen
Dinding perut : Supel, jejas (-) distensi (-)
Liver : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba:
Usus : Bising usus (+) 24 x/menit
Ekstremitas

12
AHKM :
+ +
+ +
Edema :
- -
- -
A GEA + Hipokalemia + Vomiting

P 1) Plan diagnosis : kultur feses, Elektrolit, RFT


2) Plan terapi :

a) Inf. B fluid 14 tpm e) Sucralfate Syrup 3xCI


b) Injeksi pantoprazole 2x40 mg f) Tab KSR 2x600 mg
c) Injeksi santagesik 3x1
d) Injeksi tomit 3x1

3) Plan Monitoring :
a) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
b) Monitoring cairan dan elektrolit
c) Monitoring makanan dan konsumsi obat

4) Plan edukasi
a) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab dan
pengobatan yang dilakukan
b) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas dan asam

31 Oktober 2021 Pukul 13.30 WIB


Ruang Cempaka
Perawatan Hari Ke-2
S Pasien mengatakan mengatakan masih diare ± 2 kali, nyeri perut (+), lemas (-)
mual (-), muntah (-)
O KU : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
TTV
TD : 138/73 mmHg
N : 74 kali/menit
13
S : 36,5oC
RR : 18 kali/menit
Kepala-leher
AICD : -/-/-/-
Pembesaran tiroid dan KGB tidak ada
Thorax
Dinding dada : Simetris, jejas (-), retraksi dinding dada (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+/+I+/+/+, wheezing (-), ronchi (-)
Abdomen
Dinding perut : Supel, jejas (-) distensi (-)
Liver : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba:
Usus : Bising usus (+) 18 x/menit
Ekstremitas
AHKM :
+ +
+ +
Edema :
- -
- -
A GEA + Hipokalemia

P 1) Plan diagnosis : kultur feses, Elektrolit, RFT


2) Plan terapi :

a) Inf. B fluid 14 tpm e) Sucralfate Syrup 3xCI


b) Injeksi pantoprazole 2x40 mg
c) Injeksi santagesik 3x1
d) Tab. KSR 2x600 mg

3) Plan Monitoring :
14
a) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
b) Monitoring cairan dan elektrolit
c) Monitoring makanan dan konsumsi obat

4) Plan edukasi
a) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab dan
pengobatan yang dilakukan
b) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas dan asam

15
1 November 2021 Pukul 13.30 WIB
Ruang Cempaka
Perawatan Hari Ke-3
S Pasien mengatakan mengatakan masih diare ± 2 kali, nyeri perut (+), lemas (-)
mual (-), muntah (-)
O KU : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
TTV
TD : 138/73 mmHg
N : 74 kali/menit
S : 36,5oC
RR : 18 kali/menit
Kepala-leher
AICD : -/-/-/-
Pembesaran tiroid dan KGB tidak ada
Thorax
Dinding dada : Simetris, jejas (-), retraksi dinding dada (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+/+I+/+/+, wheezing (-), ronchi (-)
Abdomen
Dinding perut : Supel, jejas (-) distensi (-)
Liver : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba:
Usus : Bising usus (+) 18 x/menit
Ekstremitas
AHKM :
+ +
+ +
Edema :

16
- -
- -
A GEA + Hipokalemia

P 5) Plan diagnosis : kultur feses, Elektrolit, RFT


6) Plan terapi :

a) Inf. B fluid 14 tpm e) Sucralfate syrup 3xCI


b) Injeksi pantoprazole 2x40 mg
c) Injeksi santagesik 3x1
d) Tab. KSR 2x600 mg

7) Plan Monitoring :
d) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
e) Monitoring cairan dan elektrolit
f) Monitoring makanan dan konsumsi obat

8) Plan edukasi
c) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab dan
pengobatan yang dilakukan
d) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas dan asam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Gastroenteritis
3.1.1 Definisi Gastroenteritis
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada
bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan
muntah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat
dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang
lebih lembek atau cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari
biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut
adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam sehari disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari.3

3.1.2 Epidemiologi Gastroenteritis

17
Menurut Global Burden of Diseases (GBD) Diarrhoeal Diseases
Collaborators tahun 2017, diare dapat menyerang seluruh populasi.
Meskipun penyebab terbesar terjadi pada populasi berpenghasilan rendah
dengan akses yang buruk untuk mendapatkan air bersih, sanitasi dan
pelayanan kesehatan, diare infeksi akut juga sering menyebabkan
dilakukannya rawat jalan dan rawat inap pada populasi berpenghasilan
tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang penting secara global.
Pencegahan dan terapi dari diare merupakan suatu tantangan karena
merupakan akibat dari hambatan infrastrukur, politik, dan barrier sosial
ekonomi meliputi akses untuk mendapatkan air bersih dan santasi,
pendidikan, nutrisi serta akses menuju pelayanan kesehatan.7
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, diare termasuk dalam
penyakit yang menyebabkan kematian utama di Indonesia pada tahun 2018
dengan jumlah 7,3%. Berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2018, terjadi
peningkatan pada jumlah penderita diare kategori semua umur yang
dilayani di sarana kesehatan dari 4,3 juta penderita menjadi 4,5 juta
penderita pada tahun 2018. Nusa Tenggara Barat menempati urutan
tertinggi sebagai provinsi dengan angka pelayanan diare sebanyak 75,88%,
sedangkan Provinsi Jawa Timur menempati urutan ketujuh dengan angka
pelayanan diare sebanyak 48,48%.7

3.1.3 Klasifikasi Gastroenteritis


Gastroenteritis diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gastroenteritis
akut dan gastroenteritis kronik.7
1. Gastroenteritis akut
Didefinisikan sebagai penurunan konsistensi feses dan atau peningkatan
frekuensi pengeluaran feses (lebih dari tiga kali dalam 24 jam), dengan
atau tanpa muntah ataupun demam. Gastroenteritis akut terjadi
kurang dari 14 hari.
2. Gastroenteritis kronik
Didefinisikan sebagai penurunan konsistensi feses dan atau peningkatan
frekuensi pengeluaran feses dengan atau tanpa demam ataupun muntah.
Gastroenteritis kronik terjadi lebih dari 14 hari

18
3.1.4 Etiologi Gastroenteritis
Etologi dari penyakit gastroenteritis bermacam-macam diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Virus
Virus mulai dicurigai sebagai penyebab utama dari gastroenteritis
mulai tahun 1940. Tetapi kebenarannya belum terkuak hingga pada
tahun 1972. menemukan keberadaaan virus (Norwalk virus) pada feses
pada feses manusia sehingga menyebabkan gastroenteritis. Pada tahun
1973 dilakukan observasi dan ditemukan rotavirus pada mukosa usus
anak-anak yang menderita gastroenteritis kemudian pada tahun 1975,
ditemukan keberadaan astrovirus dan adenovirus pada feses anak-anak
yang menderita gastroenteritis akut. Mulai saat itu kecurigaan virus
yang ikut andil dalam penyebab gastroenteritis semakin kuat dan jumlah
virusnya pun semakin meningkat.7
Rotavirus menduduki sebagai penyebab pertama gastroenteritis
yaitu sebanyak 21,2%. Di Indonesia, diare merupakan penyebab utama
kematian pada anak-anak usia <5 tahun dan 54,93% dari anak-anak
mengalami diare dirawat di rumah sakit terinfeksi oleh rotavirus.
Berdasarkan data yang diperoleh virus ini menyebabkan sepertiga
pasien dengan kasus gastroenteritis yang harus dirawat inap di fasilitas
kesehatan dan juga menyebabkan kematian sekitar 500.000
populasi pada setiap tahunnya. Rotavirus merupakan penyebab
dehidrasi berat pada pasien gastroenteritis usia 3-5 tahun. Hampir
semua anak pernah terinfeksi rotavirus pada usia 3-5 tahun. Infeksi pada
usia dewasa biasanya bersifat subklinis. Enterik adenovirus menjadi
penyebab gastroenteritis sebesar 3,74% .7
Di Indonesia, adenovirus menyebabkan terjadinya kasus
gastroenteritis akut sebesar 3,3% . Lesi yang dihasilkan oleh serotipe 40
dan 41 pada enterosit menyebabkan atrofi vili dan hiperplasia kripta
sebagai respon kompensasi, dengan akibat malabsorbsi dan kehilangan
cairan.7

19
2. Bakteri
Sebanyak 20% kasus gastroenteritis akut yang terjadi disebabkan
oleh adanya infeksi bakteri. Diantara bakteri yang sering menimbulkan
terjadinya gastreoenteritis adalah Campylobacter sp, Escherichia. coli,
Salmonella sp, Shigella sp dan Yersinia sp. Bakteri penyebab
gastroenteritis akut diklasifikasikan kembali menjadi dua, yaitu bakteri
invasif dan bakteri non- invasif.7
a. Invasif
Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri Shigella, Salmonella non
tipoid, Salmonella typhi dan Campylobacter. Bakteri Shigella dapat
ditularkan melalui makanan atau air. Shigella menyebabkan
terjadinya gastroenteritis pada anak-anak sebesar 28% di seluruh
dunia. Terdapat beberapa spesies Shigella yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit, diantaranya adalah sebagai berikut.7
1) Shigella sonnei, menyebabkan penyakit ringan dan dapat
menyebabkan terjadinya wabah
2) Shigella flexneri, merupakan endemis di negara berkembang
dan menyebabkan disentri serta penyakit persisten lainnya
3) Shigella dysenteriae tipe 1 (Sd 1), merupakan satu-satunya
spesies Shigella yang dapat memproduksi toksin shiga yang
mirip dengan EHEC. Spesies ini juga serotipe epidemi yang
telah dikaitkan dengan wabah yang terjadi di Asia, Afrika dan
Amerika Tengah.
Shigella melekat pada permukaan sel mukosa usus. Organisme
ini menembus sel dan berproliferasi. Multiplikasi intraepitel
merusak sel dan mengakibatkan ulserasi mukosa usus. Invasi
epitelium menyebabkan respon inflamasi. Pada dasar lesi ulserasi,
erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan perdarahan. Spesies
Shigella yang lain menghasilkan eksotoksin yang dapat
menyebabkan diare. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar oleh
Shigella berupa nyeri perut, demam, BAB berdarah setelah 3-5
hari. Gejala infeksi bakteri Shigella dapat terjadi selama 1 hingga 4

20
minggu pada kasus.7
b. Non-Invasif
Infeksi bakteri dapat disebabkan oleh bakteri non-invasif,
diantaranya adalah Vibrio cholerae, Escherichia coli, Bacillus
cereus dan Staphylococcus aureus. Escherichia coli terdapat
sebagai komensal dalam usus manusia. Meskipun Escherichia coli
tergolong tidak berbahaya untuk manusia, namun terdapat beberapa
spesies yang ikut andil dalam etiologi kasus gastroenteritis.
Escherichia coli menyebabkan terjadinya gastroenteritis dengan
persentase mencapai 57,8% dari 64 pasien yang dirawat di RS.
Soetomo Surabaya. Persentase tersebut menduduki peringkat
pertama sebagai bakteri penyebab gastroenteritis. Penyebaran
Escherichia coli sangat luas di berbagai negara. Berikut adalah
macam-macam Escherichia coli.7
1) Enterotoxigenic E. coli (ETEC) menyebabkan traveler’s
diarrhea dan diare pada usia anak-anak khususnya di negara
berkembang.
2) Enteropathogenic E. coli (EPEC) jarang menyebabkan
penyakit pada usia dewasa, namun sering
menyebabkan diare persisten pada usia < 2 tahun.
3) Enteroinvasive E. coli (EIEC) menyebabkan disentri, dan
gejala yang sering menyertai adalah demam.
4) Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) menyebabkan diare, kolitis
hemoragik berat dan sindrom uremik hemolitik sebanyak 6-
8% dari kasus yang terjadi.
5) Enteroaggregative E. coli menyebabkan terjadinya diare
berlendir dan diare persisten pada anak-anak yang mengidap
HIV
Vibrio cholerae adalah golongan bakteri gram negatif yang
mampu menyebabkan terjadinya gastroenteritis dengan persentase
sebesar 0,45%. Vibrio memiliki banyak spesies yang dapat
menyebabkan diare khususnya di negara berkembang. Lebih dari

21
2000 serotipe bersifat patogen bagi manusia. Namun Vibrio
cholerae merupakan satu-satunya spesies yang memiliki dua
serotipe (O1 dan O139) yang dapat menyebabkan kolera berat serta
memungkinkan terjadinya wabah. Vibrio cholerae juga dapat
mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik hingga kematian
dalam jangka waktu 12-18 jam setelah onset dari gejala pertama.
Toksin dari Vibrio cholerae mempengaruhi transport cairan dengan
mekanisme meningkatkan cAMP beserta sekresi pada usus halus
dan menghambat absorbsi cairan pada usus halus. Gejala yang
mungkin timbul sebagai akibat infeksi dari bakteri Vibrio cholerae
adalah nyeri perut, muntah serta diare berat yang menyerupai air
cucian beras, serta terjadi penurunan cairan elektrolit
berupa kalium dan bikarbonat.7
Makanan yang mengandung toksin khususnya bakteri apabila
dikonsumsi oleh manusia dapat menjadi salah satu penyebab
gastroenteritis. Masa inkubasi enterotoksin melalui makanan yang
telah masuk ke dalam saluran pencernaan berada dalam rentang
waktu 1-6 jam. Bakteri yang sering menyebabkan keracunan
makanan yang kemudian dapat menyebabkan gastroenteritis adalah
bakteri yang memiliki toksin, yaitu: Staphylococcus aureus, yang
mana bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang masih aktif di
suhu 100°C. Mayoritas manusia yang terpapar bakteri ini
mengalami gejala berupa mual dan muntah dan; Bacillus cereus.7
3. Parasit
1) Giardia
Giardia intestinalis merupakan golongan protozoa yang dapat
menyebabkan gastroenteritis akut. Giardia intestinalis memiliki
prevalensi yang rendah sebagai penyebab gastroenteritis akut pada
negara maju (2-5%) namun memiliki prevalensi yang cukup tinggi
pada negara berkembang (20-30%).7

22
2) Crytosporidium
Organisme ini dapat menyebabkan gastroenteritis akut dengan
dengan berbagai cara, diantaranya adalah yaitu tangan ke mulut,
fekal-oral, orang ke orang (melalui bahan makanan dan air) serta
berasal dari hewan peliharaan yang terkena parasit, khususnya
kucing. Cryptosporidium sering menyebabkan gastroenteritis akut
pada usia anak-anak khususnya di negara berkembang.7
3) Entamoeba histolytic
Entamoeba histolytica dapat menyebabkan gastroenteritis akut
melalui jalur fekal-oral. Bentuk kista dari Entamoeba
histolytica yang tertelan oleh manusia mengalami eksitasi ketika
sudah mencapai kolon dan kemudian bentuk tropozoid dari
protozoa ini menginvasi mukosa kolon yang dapat menyebabkan
ulserasi dan peradangan pada saluran pencernaan.7

3.1.5 Faktor Risiko


Tabel 2.1. Faktor risiko gastroenteritis
Paparan Patogen
Bawaan makanan
1. Makanan tidak higienis Norovirus, Bacillus cereus,
Campylobacter sp, Clostridium
perfringens, Cryptosporidium sp,
Cyclospora cayetanensis,
2. Produk oalahan susu Salmonella, Staphhylococcus aureus,
Listeria monocytogenes, STEC, ETEC,
Shigella,
3. Daging mentah STEC, Campylobacter, C. perfringens,
Yersinia, Salmonella, S. aureus, Trichin
ella sp
4. Buah-buahan dan STEC, Cyclospora, Norovirus,
sayuran yang tidak Cryptosporidium, Hepatitis A, Salmonel la,
dipasteurisasi L. Monocytogenes

23
5. Telur setengah matang Shigella, Salmonella
6. Kerang setengah matang Norovirus, Plesiomonas, Hepatitis A,
Vibrio sp
Kontak
1. Berenang atau minum air STEC, Giardia, Cryptosporidium,
tawar yang tidak diolah Shigella, Plesiomonas shigellosis,
Salmonella Campylobacter
2. Berenang di tempat Cryptosporidium (jika desinfektan yang
rekreasi dengan air digunakan tidak memadai)
yang diolah
3. Tempat penitipan anak Rotavirus, Cryptosporidium, Giardia,
Shigella, STEC
4. Bepergian ke negara E. coli, Shigella, Salmonella,
yang kebersihannya Campylobacter, V. cholera,
kurang terjaga Cryptosporidium, Giardia, Entamoeba
histolytica, Blastocystis, Cytoisospora,
Cyclospora, Cryptosporidium
5. Kandang hewan Yersinia, Campylobacter
peliharaan
6. Hewan ternak atau reptil Salmonella
7. Mengunjungi kebun STEC, Campylobacter, Campylobacter
binatang
8. Kotoran babi Balantidium coli

Tabel 2.1 Faktor risiko gastroenteritis


Kondisi
1. Golongan umur Rotavirus (balita 6-18 bulan), Salmonella
(balita < 3 bulan dan dewasa > 50 tahun
dengan riwayat aterosklerosis), Shigella
(umur 1-7 tahun), Campylobacter (umur
dewasa)
2. Hemokromatosis atau Salmonella, Y. Enterocolitica
hemoglobinopati
3. Anal-genital. Anal-oral Campylobacter, Shigella, E. hystolytica,
Cryptosporidium, Salmonella, G. lambia
Cryptosporidium, Cyclospora,
Cystoisospora, Mikrosporidia,
Mycobacterium avium
4. AIDS Cytomegalovirus

24
3.1.6 Patofisiologi
Gastroenteritis terjadi akibat adanya rangsangan dari toksin yang
diproduksi oleh bakteri yang kemudian menyebabkan terjadinya
transpor aktif elektrolit di usus halus. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya iritasi pada sel mukosa intestinal serta peningkatan sekresi
cairan elektrolit. Selain itu terdapat penurunan area permukaan intestinal
sehingga mengakibatkan terganggunya absorpsi cairan elektrolit. Hal ini
disebabkan oleh adanya kerusakan sel mukosa intestinal yang disebabkan
oleh bakteri. Berikut adalah mekanisme terjadinya gastroenteritis.7
1. Gangguan osmotik
Peningkatan tekanan osmotik diakibatkan oleh adanya zat yang
terserap oleh saluran pencernaan sehingga di dalam rongga usus
terdapat pergeseran antara elektrolit dan air yang berlebih.
Hal inilah yang menyebabkan adanya rangsangan dari usus untuk
mengeluarkan elektrolit dan air tersebut secara berlebih sehingga
terjadi gastroenteritis.7
2. Gangguan sekresi
Peningkatan sekresi elektrolit dan air di dalam rongga usus
diakibatkan oleh adanya rangsangan toksin bakteri. Peningkatan
sekresi elektrolit yang berlebih menyebabkan terjadi peningkatan isi
rongga usus sehingga menyebabkan terjadinya
gastroenteritis.7
3. Gangguan motilitas usus
Gangguan motilitas pada usus dapat berupa hiperperistaltik dan
hipoperistaltik makanan yang masuk sehingga menimbulkan
terjadinya gastroenteritis. Sebaliknya apabila terjadi hipoperistaltik
pada usus dapat menyebabkan tertahannya bakteri yang lebih lama dan
berkembang biak sehingga dapat menyebabkan terjadinya
gastroenteritis.7

3.1.7 Manifestasi Klinis Gastroenteritis

25
Manifestasi klinis yang ditimbulkan gastroenteritis bermacam-
macam. Mual, muntah dan diare merupakan manifestasi klinis yang sangat
sering dijumpai pada penderita gastroenteritis. Selain itu, terdapat tanda
dehidrasi yang muncul pada penderita, diantaranya adalah penurunan
turgor kulit, pengeringan membran mukosa dan penurunan status mental.7
Inflamasi adalah respon yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai
bentuk pertahanan diri akibat adanya kerusakan jaringan yang dapat
diakibatkan oleh mikroorganisme, salah satunya. Adapun penyebab
inflamasi sangat beragam, diantaranya adalah adanya zat kimia, trauma
mekanik, pengaruh fisika dan paparan mikroogranisme. Tujuan dari
adanya inflamasi adalah untuk menyuruh fagosit dan protein plasma untuk
menginaktifkan agen penyebab inflamasi tersebut kemudian melakukan
pembersihan debris dan melakukan proses penyembuhan pada lokasi
cedera.7
Terdapat banyak gejala klinis yang muncul pada penyakit
gastroenteritis akut, berikut adalah beberapa gejala klinis yang sering
muncul pada penderita gastroenteritis :7

1. Diare
Diare adalah defekasi dengan kondisi feses berbentuk setengah cair
ataupun cair dan bahkan kandungan air pada feses lebih banyak
dibandingkan jumlah narmalnya, yaitu 200 gram atau 200 ml dalam
rentang waktu 24 jam. Diare sering muncul pada penderita
gastroenteritis karena adanya gangguan sekresi pada penderita.7
2. Mual dan muntah
Muntah adalah proses pengeluaran isi lambung secara paksa
melalui rongga mulut. Proses muntah dapat terjadi akibat adanya pusat
yang mengontrol, yaitu formasio retikularis lateral medula oblongata
yang kemudian juga dipengaruhi oleh respon faring, dinding
torakoabdominal dan usus. Muntah dapat terjadi karena adanya
stimulus yang kemudian ditransmisikan melalui dua cara, yaitu
chemoreceptor trigger zone dan pusat muntah secara langsung.
Adapun mekanisme muntah secara spesifik pada penderita

26
gastroenteritis adalah akibat adanya peningkatan stimulus yang berasal
dari saluran pencernaan melalui nervus vagus atau dapat juga melalui
reseptor 5HT3 pada usus yang distimulasi oleh serotonin. Iritasi usus
dapat menyebabkan adanya kerusakan pada mukosa usus sehingga
melepaskan serotonin yang berasal dari sel-sel chromaffin kemudian
ditransmisikan ke chemoreceptor trigger zone atau pusat muntah
secara langsung. Setelah itu impuls dikirimkan ke diafragma, otot
abdomen, esophagus dan nervus viseral lambung sehingga terjadi
muntah. Adapun mekanisme dari terjadinya mual adalah karena
adanya peranan dari korteks serebrum.7
3. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen sangatlah bermacam-macam karena tergantung
pada penyebab dan lokasi nyeri pada setiap bagiannya. Salah satunya
adalah nyeri yang diakibatkan karena makanan pada
lambung dan duodenum akan berpusat pada garis tengah epigastrium
dan umbilikus yang apabila skala nyeri yang dirasakan cukup tinggi
maka akan menjalar sampai ke punggung. Nyeri abdomen akibat
adanya abnormalitas pada bagian kolon akan terasa pada rongga perut
bagian bawah, sedangkan abnormalitas pada rektum ditandai dengan
nyeri pada perut bagian paling bawah.7
4. Demam
Demam adalah suatu keadaan abnormal badan yang didasarkan
pada parameter suhu badan yang berhubungan dengan adanya
peningkatan set point pada hipotalamus. Hipotalamus
memiliki dua bagian penting, yaitu anterior hipotalamus yang
merupakan pusat pengontrol suhu tubuh dan posterior hipotalamus
yang mana keduanya berkemampuan menerima sinyal yang berasal
dari reseptor hangat dan dingin. Sinyal tersebut kemudian
diintegrasikan oleh hipotalamus untuk mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal. Adapun rentang suhu tubuh normal pada manusia
adalah 36,5-37,5°C. Ketika pembuluh darah yang mengelilingi
hipotalamus terpapar suatu pirogen, maka sel endotel pada pembuluh

27
darah tersebut akan mengeluarkan asam arachidonat. Selain itu,
prostgladin E2 akan menyebar pada hipotalamus untuk melakukan
proses peningkatan set point sehingga terkirimkannya sinyal pada
pembuluh perifer yang menyeabkan adanya vasokonstriksi dan
penurunan pembuangan panas dari kulit.7
5. Kehilangan cairan tubuh
Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta
suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik.8
Kehilangan bikarbonat akan menurunkan pH darah. Penurunan ini
akan merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih
cepat dan lebih dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh
untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH dapat naik kembali
normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal, dan base excess sangat
negatif.8
Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa
renjatan dengan tandatanda denyut nadi cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat
menimbulkan aritmia jantung.8
Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat,
ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan
kalium juga dapat menimbulkan aritmia jantung.

3.1.8 Diagnosis Gastroenteritis


1. Anamnesis
Onset, durasi, keparahan, dan frekuensi diare harus diperhatikan,
dengan perhatian khusus pada karakter tinja (misalnya, berair,

28
berdarah, berisi lendir, purulen, empedu). Pasien harus dievaluasi
untuk tanda-tanda dehidrasi, termasuk penurunan output urin, haus,
pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih mengarah pada
penyakit virus atau penyakit yang disebabkan oleh konsumsi toksin
bakteri yang telah terbentuk sebelumnya. Gejala yang lebih
menunjukkan diare bakteri (peradangan) invasif termasuk demam,
tenesmus, dan tinja berdarah.9
Riwayat makanan dan perjalanan sangat membantu untuk
mengevaluasi potensi paparan. Anak-anak di tempat penitipan anak,
penghuni panti jompo, penjamah makanan, dan pasien yang baru
dirawat di rumah sakit berisiko tinggi terkena penyakit diare menular.
Wanita hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko listeriosis,
yang terutama disebabkan oleh dengan mengkonsumsi daging yang
dibekukan, keju lunak, dan susu mentah. Praktik seksual yang
mencakup kontak anal dan oral-anal reseptif meningkatkan
kemungkinan inokulasi rektal langsung dan penularan fecal-oral.9
Anamnesis juga harus mencakup penyakit gastroenterologi atau
pembedahan; penyakit endokrin; radiasi ke panggul; dan faktor-faktor
yang meningkatkan risiko imunosupresi, termasuk infeksi virus human
immunodeficiency, penggunaan steroid jangka panjang, kemoterapi,
dan defisiensi imunoglobulin A. 9
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai derajat
dehidrasi pasien. Penampilan umum yang sakit, membran mukosa
kering, waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan denyut
jantung, dan tanda vital ortostatik yang abnormal dapat membantu
dalam mengidentifikasi dehidrasi yang lebih parah. Demam lebih
mengarah pada peradangan diare.9
Pemeriksaan abdomen penting untuk menilai nyeri dan proses akut
abdomen. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai darah,
nyeri rektum, dan konsistensi tinja.9
3. Pemeriksaan Penunjang

29
Karena sebagian besar diare cair sembuh sendiri, pengujian
biasanya tidak diindikasikan. Secara umum, pemeriksaan diagnostik
khusus dapat dilakukan untuk pasien dengan dehidrasi berat, penyakit
yang lebih parah, demam persisten, tinja berdarah, atau imunosupresi,
dan untuk kasus dugaan infeksi atau wabah nosokomia.9
a. Darah Lengkap
Pemeriksaan rutin seperti hitung darah lengkap biasanya tidak
dapat menentukan etiologi penyakit, tetapi masih dapat
menunjukkan risiko berkembangnya penyakit pada tahap yang
lebih parah. Misalnya, hitung darah lengkap yang menunjukkan
peningkatan jumlah leukosit dapat menunjukkan adanya
bakteremia. Di sisi lain, pemeriksaan darah lengkap yang
menunjukkan penurunan trombosit dapat menunjukkan adanya
sindrom hemolitik-uremik.9
b. Kultur Darah
Setiap pasien dengan gastroenteritis dengan komplikasi demam
tinggi harus memiliki kultur darah. Gejala lain yang menunjukkan
pengujian bakteri termasuk tanda dan gejala dehidrasi, adanya
rasa sakit yang parah, atau kebutuhan untuk masuk rumah sakit.9
c. Kultur tinja
Kultur tinja yang diberikan secara rutin terutama dapat
mendeteksi adanya Campylobacter, Salmonella, dan Shigella. Jika
dokter mencurigai adanya patogen lain seperti Yersinia, Listeria,
atau Vibrio, ini akan memerlukan analisis spesifik lebih lanjut.
Selain itu, bila terjadi diare berdarah, pemeriksaan untuk
mendeteksi leukosit dan toksin Shiga dalam tinja harus dilakukan.
Pengujian untuk agen parasit dan protozoa harus diindikasikan
ketika diare berlangsung lebih lama dari biasanya.9
d. Pemeriksaan lain
Pada pasien diare berat dengan demam, nyeri abdomen, atau
kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium,
klorida, ureum, kreatinin, analisis gas darah, dan pemeriksaan

30
darah lengkap.9

3.1.9 Penatalaksanaan Gastroenteritis


1. Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi
yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini
dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua
pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat
yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.
Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium
klorida, dan 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium komersial
dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan
dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi
oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh
garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter
air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti
kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
mereka merasa haus pertama kalinya. 3 Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau ringer
laktat harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana
panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik
dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan
penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan
rehidrasi oral sesegera mungkin.7
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung

dengan memakai cara :7

BD Plasma−1,025
Kebutuhan Cairan = x BB (Kg) x 4 ml
0,001

a. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :7


1) Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x KgBB
31
2) Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x KgBB
3) Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x KgBB
b. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi
penilaian/skor7
Tabel 2.2 Metode Dsldiyono
Kriteria Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 kali/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
Frekuensi napas > 30 kali/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer’s woman’s hand 1
Ekstremitas dingn 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Skor
Kebutuhan cairan = x 10% x KgBB x 1 liter
15

1. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik.7
Tabel 2.3 Antibiotik pada diare akut karena infeksi bakteri

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua


Campylobact Ciprofloxacin 500 mg oral 2 Salmonella/Shigella
32
er, Shigella kali sehari, 3-5 hari Ceftriaxone 1 gram IM/IV
atau sehari TMP-SMX DS oral
Salmonella 2 kali sehari, 3 hari
spp Campilobacter spp

Azithromycin 500 mg oral


2 kali sehari Erythromycin
500 mg oral 2 kali sehari,
5 hari
Vibrio Tetracycline 500 mg oral 4 Resisten tetracycline
Cholera kali sehari, 3 hari Ciprofloxacin 1 gram oral
1 kali
Doxycycline 300 mg oral, Erytromycin 250 mg oral 4
dosis tunggal kali

Traveler’s Ciprofl oxacin 500 mg 2 TMP-SMX DS oral 2 kali


diarrhea kali sehari sehari, 3 hari
Clostridium Metronidazole 250-500 mg Vancomycin 125 mg 4 kali
diffi cile 4x sehari, 7-14 hari, oral sehari, 7-14 hari.
atau IV

Pemberian antibiotik di indikasikan pada pasien dengan gejala dan


tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses,
mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan
pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris
dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman.7

2. Obat anti diare


a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai
tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali
sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin
dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan

33
dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia
di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru
anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.7
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl
serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3 kali sehari, loperamid 2-4
mg/ 3-4 kali sehari dan lomotil 5 mg 3-4 kali sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan
dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut
dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.7
c. Kelompok Absorben
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin,
atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut
maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat
yang dapat merangsang sekresi elektrolit.7
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu
dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan
akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya
adalah 5-10 cc/ 2 kali sehari dilarutkan dalam air atau diberikan
dalam bentuk kapsul atau tablet.7
e. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami

34
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi atau
menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.7

2.1.10 Komplikasi Gastroenteritis


Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena
kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock
hipovolemik yang cepat. dan asidosis metabolik.7
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi
maka dapat timbul tubular nekrosis akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal.7
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang
disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal
ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare.
Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan
obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.7
Sindrom Guillain-Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya
setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain-Barre, 20-40% nya
menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien
menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk
mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain-Barre tetap belum diketahui.7
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit
diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.7

35
2.1.11 Prognosis Gastroenteritis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang
minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan
pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalitas
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 % pengecualian pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik
hemolitik.9

2.1.12 Pencegahan Gastroenteritis


Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,
penularannya dapat dicegah dengan menjaga hygiene pribadi yang baik. Ini
termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya
selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah
pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.7
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk
membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus
disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air
yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau
sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.7
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air
yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan
sebagai pupuk pada buah- buahan dan sayuran. Semua daging dan
makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan
jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan
meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel
terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.7

36
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin
yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera
parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk
digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya
lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan
sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga
melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya
diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali.

3.2 Hipokalemia
3.2.1 Definisi Hipokalemia
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5
mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau
adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel.10

3.2.2 Homeostasis Kalium


Kalium (K+) memainkan peran kunci dalam menjaga fungsi sel
normal. K+ adalah kation intraseluler utama, 98% kalium tubuh ditemukan
intraseluler dan hanya 2% di ekstraseluler. Hampir semua sel memiliki
pompa Na-K-ATPase yang berfungsi memompa natrium (Na+) keluar dari
sel dan menarik K+ ke dalam sel, sehingga menciptakan gradien K+
membran sel (K+ dalam > K+ luar) untuk menjaga perbedaan potensial
antar membran. Kalium ekstraseluler berlebihan (hiperkalemia)
menurunkan aksi potensi membran, sementara hipokalemia menyebabkan
hiperpolarisasi dan tidak responsifnya membran.10
Untuk mempertahankan konsentrasi K+ ekstraseluler dalam kisaran
yang tepat, beberapa faktor dapat memodulasi redistribusi K+ intraseluler-
ekstraseluler dan ekskresinya.10

3.2.3 Patofisiologi Hipokalemia

37
Hipokalemia dapat diakibatkan oleh keadaan kehilangan melalui ginjal
dan gastrointestinal, diet tidak adekuat, perpindahan transeluler
(perpindahan kalium dari serum kedalam sel), dan pengobatan.10
1. Kehilangan melalui ginjal dapat terjadi pada keadaan:
a. Renal tubular asidosis
b. Hiperaldosteronisme
c. Deplesi Magnesium
d. Leukemia (mekanisme belum diketahui)
2. Kehilangan melalui saluran gastrointestinal dapat terjadi pada keadaan:
a. Muntah
b. Diare
c. Penggunaan enema atau pencahar
3. Efek pengobatan terhadap hipokalemia dapat terjadi pada pemberian:
a. Diuretik (paling sering)
b. Beta- adrenergic agonists
c. Steroid
d. Seophylline
e. Aminoglikosida
4. Perpindahan kalium transeluler dapat terjadi akibat:
a. Insulin
b. Alkalosis
5. Diet yang tidak adekuat dapat terjadi akibat:
a. nutrisi
b. Asupan harian kurang
c. Pemberian nutrisi parenteral

3.2.4 Kehilangan Kalium Melalui Feses


Konsentrasi kalium dalam feses berkisar 80-90 mmol per liter, namun
karena kadar air dalam feses yang sangat rendah sehingga kehilangan
kalium dalam feses hanya 10 mmol per hari. Pada kondisi diare, kadar
kalium dalam feses akan menurun, namun jumlah feses yang banyak akan
menyebabkan hipokalemia. Volume feses akan meningkat akibat diare

38
dengan infeksi, kemoterapi pada kanker.10

3.2.5 Derajat Hipokalemia


1. Hipokalemia ringan dari kadar serum 3-3,5 mEq/L.
2. Hipokalemia sedang: kadar serum 2,5-3 mEq/L.
3. Hipokalemia berat: kadar serum < 2,5 mEq/L.10

3.2.6 Tanda dan Gejala Hipokalemia


Gejala jarang terjadi kecuali kalium kurang dari 3 mEq/L. Mialgia,
kelemahan atau kram otot ektremitas bawah merupakan keluhan yang
sering. Hipokalemia yang lebih berat dapat menyebabkan kelemahan
progresif, hipoventilasi dan paralisis komplit. Deplesi kalium yang berat
dapat meningkatkan resiko aritmia dan rabdomiolisis. Fungsi otot polos
juga dapat terganggu dengan gambaran klinis ilues paralitik.10
Pada hipokalemia berat terdapat keluhan lemas dan konstipasi. Pada
kondisi kalium < 2,5 mmol/L, akan terjadi nekrosis otot dan pada kondisi
kalium < 2 mmol/L akan terjadi ascending paralise, bahkan mempengaruhi
otot pernafasan. Keluhan yang terjadinya sejalan dengan kecepatan
enurunan kadar kalium serum. Pada pasien tanpa penyakit jantung, dapat
terjadi abnormalitas konduksi otot jantung yang tidak lazim walaupun
dengan kadar kalium kurang 3 mmol/L. Pada pasien dengan iskemia, gagal
jantung atau hipertropi ventrikel kiri, hipokalemia ringan atau sedang
mampu mencetuskan aritmia. Kondisi hipokalemia akan memicu efek
aritmogenik pada digoxin. Deplesi kalium dan hipokalemia mampu
meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik walaupun pada kondisi
tanpa restriksi garam, kondisi ini mampu mencetuskan retensi garam oleh
ginjal.10
Gejala neuro-muskular dan kardiak yang disebabkan hipokalemia
berhubungan dengan terjadinya gangguan potensial aksi. Berdasarkaan
persamaan Nerst, potensial membran istirahat behubungan dengan rasio
konsentrasi kalium intraseluler-ekstraseluler. Penurunan konsentrasi
kalium serum (ekstraselular) akan meningkatkan rasio sehingga

39
menyebabkan hiperpolarisasi membran sel. membuat potensial membran
istirahat lebih elektronegatif. Hal ini meningkatkan permeabilitas natrium
yang akan meningkatkan eksitabilitas membran.10
Perubahan EKG akibat hipokalemia tidak sesuai dengan konsentrasi
kalium plasma. Perubahan awal berupa mendatarnya atau inversi
gelombang T, gelombang U prominen, depresi segmen Stdan pemenjangan
interval QT. Deplesi kalium berat dapat menyebabkan pemanjangan
intervalPR, lowvoltage, dan pelebaran QRS dan meningkatkan risioko
aritmia ventrikel. Hipokalemia dapat meningkatkan toksisitas digitalis.10

3.2.7 Diagnosis Hipokalemia


Anamnesis harus berfokus pada obat-obatan (khususnya obat
pencahar, diuretik, antibiotik), diet, kebiasaan makan, dan/atau gejala yang
mengarah pada etiologi tertentu (misalnya kelemahan periodik, muntah,
dan diare).10
Pemeriksaan fisik harus memberi perhatian khusus pada tekanan darah
dan tanda-tanda tertentu, misalnya, hipertiroidis sindrom Cushing.10
Evaluasi penunjang mencakup pemeriksaan elektrolit, BUN, kreatinin,
osmolalitas serum, kadar Mg2+, kadar Ca2+, pemeriksaan darah lengkap,
pH urin, osmolalitas, kreatinin, dan elektrolit :10
1. Asidosis pada pemeriksaan non-anion-gap menunjukkan asidosis
tubulus ginjal distal atau diare hipokalemik; perhitungan anion gap
urin dapat membantu membedakan dua diagnosis ini.
2. Ekskresi K+ ginjal dapat dinilai dengan pengumpulan urin 24 jam,
nilai K+ (1,5 mmol/mmol) menandakan adanya ekskresi K+ ginjal
berlebihan.
3. Jika hanya tersedia sampel urin acak, osmolalitas serum dan urin dapat
digunakan untuk menghitung gradien K+ transtubular (TTKG), yang
seharusnya bernilai.
4. Sebagai alternatif, rasio K+ terhadap kreatinin melebihi 13 mmol/gram
kreatinin (>1,5 mmol/mmol) menandakan adanya ekskresi K+ ginjal
berlebihan.

40
5. Kadar Cl- urin biasanya turun pada hipokalemia dari anion tidak
terabsorbsi, seperti antibiotik atau HCO3-. Penyebab paling umum
alkalosis hipokalemik kronik adalah muntah dan penyalahgunaan
diuretik.
6. Pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan kadar Ca2+, tes fungsi tiroid,
dan/atau PRA dan aldosteron pada kasus tertentu.
7. Rasio aldosteron plasma: PRA> 50 karena penekanan renin beredar
dan peningkatan aldosteron bersirkulasi, mengarah ke
hiperaldosteronisme. Pasien hiperaldosteronisme atau
mineralokortikoid berlebih yang jelas mungkin memerlukan uji lebih
lanjut, misalnya pengambilan sampel vena adrenal atau uji klinis
genetik (misalnya, FH-I, SAMA, sindrom Liddle).10

3.2.8 Penatalaksanaan Hipokalemia


Untuk memperkirakan jumlah kalium pengganti, perlu disingkirkan
faktor-faktor penyebab, contohnya insulin dan obat-obatan. Setelah itu,
perlu diperhatikan hal pemberian kalium sebagai berikut.10
1. Oral
Penggantian kalium secara oral paling aman tetapi kurang
ditoleransi karena iritasi lambung. Pada hipokalemia ringan (kalium 3-
3,5 mEq/L) dapat diberikan KCl oral 20 mEq 3-4 kali sehari dan
edukasi diet kaya kalium. Makanan mengandung cukup kalium dan
menyediakan 60 mmol kalium. Kalium fosfat dapat diberikan pada
pasien hipokalemia gabungan dan hipofosfatemia. Kalium bikarbonat
atau kalium sitrat harus dipertimbangkan pada pasien dengan penyulit
asidosis metabolik. Pada hipokalemia dengan hipomagnesemia,
koreksi defisiensi Mg2+ perlu dilakukan bersamaan. Mengingat
distribusi kalium ke dalam kompartemen intraseluler tidak langsung,
defisit harus dikoreksi bertahap selama 24-48 jam dengan pemantauan
konsentrasi plasma K+ rutin untuk menghindari overrepletion
sementara dan hiperkalemia transien.10
2. Intravena

41
Jalur intravena harus dibatasi hanya pada pasien yang tidak dapat
menggunakan jalur enteral atau dalam komplikasi berat (contohnya
paralisis dan aritmia). K+-Cl harus selalu diberikan dalam larutan
garam, bukan dekstrosa, karena peningkatan insulin yang diinduksi
dekstrosa dapat memperburuk hipokalemia. Pemberian dekstrosa bisa
menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4
mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa. Dosis
intravena perifer biasanya 20-40 mmol K+-Cl- per liter. Konsentrasi
lebih tinggi dapat menyebabkan nyeri lokal flebitis kimia, iritasi, dan
sklerosis. Pada kondisi hipokalemia berat (<2.5 mmol/L) dan/atau
memiliki tanda gejala kritis, K+-Cl intravena dapat diberikan melalui
vena sentral dengan laju 10-20 mmol/ jam. Volume besar normal
saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia
jantung, larutan K+ lebih pekat diberikan melalui vena sentral dan
pemantauan EKG.10

3.2.9 Prognosis Hipokalemia


Konsumsi suplemen kalium biasanya mengoreksi hipokalemia.
Hipokalemia berat dapat menyebabkan masalah jantung yang dapat
fatal. Hipokalemia yang tidak dapat dijelaskan, hiperkalemia refrakter,
atau gambaran diagnosis alternatif (misalnya, aldosteronisme atau
kelumpuhan periodik hipokalemia) harus dikonsultasikan ke
endokrinologi atau nefrologi.10

42
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini Ny. H.N. 56 tahun dengan
keluhan BAB encer > 20 kali, selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut seperti
melilit, mual dan muntah, penurunan nafsu makan, pasien memiliki riwayat
mengkonsumsi mie instan sisa semalam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kepala-leher dalam batas normal, thoraks dalam batas normal, abdome didapatkan
bising usus meningkat yakni 33 kali menit. Pada pemeriksaan laboratorium darah
lengkap didapatkan NLR (Neutrofil Limfosit Rasio) 12,4 yang menandakan
bahwa terjadi infeksi.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah dengan pemeberian Infus
Wida KN2 1000 cc/24 jam lanjutkan dengan Infuse B fluid 14 tpm/24 jam serta
injeksi pantoprazole 2x40 mg, injeksi santagesik 3x1. Untuk koreksi hipokalemia
diberikan terapi tablet KSR 2x600 mg. Dilakukan monitoring untuk gejala, tanda-
tanda vital dan pemeriksaan darah lengkap dan serum elektrolit post koreksi pada
pasien.
Selain terapi medikamentosa pasien juga diberikan edukasi, karena makanan
dan air merupakan penularan yang utama terhadap terjadinya gastroenteritis, ini
harus diberikan perhatian khusus. Air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air. Terkait koreksi hipokalemia edukasi diet pasien sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalium seperti buah-buahan
(pisang, semangka, alpukat, dll) karena jumlah kalium yang berkurang bisa
dipengaruhi oleh asupan makanan yang berkurang dan pengeluaran eletrolit

43
melalui jalur gastrointestinal seperti muntah dan diare.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. Diare
adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair
(kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram
atau 200 ml/24 jam). Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak
dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan muntah dan
berlangsung kurang dari 14 hari.
Konsentrasi kalium dalam feses berkisar 80-90 mmol per liter, namun karena
kadar air dalam feses yang sangat rendah sehingga kehilangan kalium dalam feses
hanya 10 mmol per hari. Pada kondisi diare, kadar kalium dalam feses akan
menurun, namun jumlah feses yang yang banyak akan menyebabkan hipokalemia.
Volume feses akan meningkat akibat diare dengan infeksi, kemoterapi pada
kanker.
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia.

5.2 Saran
Perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat oleh petugas kesehatan dan
pihak-pihak terkait untuk dapat meningkatkan program penyuluhan mengenai
gastroenteritis agar masyarakat menjadi sadar dan tahu tentang gastroenteritis
beserta dampaknya bagi kesehatan.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Riddle, M., DuPont, H. and Connor, B. (2016). ACG Clinical Guideline:


Diagnosis, Treatment, and Prevention of Acute Diarrheal Infections in
Adults. The American Journal of Gastroenterology, 111(5), pp.602-622.
2. Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea
in Adults WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH,
MD Lawrence Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts
[Accessed 5 Mar. 2017]
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing
4. Al-Thani, A., Baris, M., Al-Lawati, N. and Al-Dhahry, S. (2013).
Characterising the aetiology of severe acute gastroenteritis among patients
visiting a hospital in Qatar using real-time polymerase chain reaction.
BMC Infectious Diseases, 13(1).
5. Depkes RI., 2012. Angka Kejadian Gastroenteritis Masih Tinggi.
http://www.depkes.go.id/index.php [Accessed 5 Mar. 2017 ]
6. Anon, (2017). [online] Available at: (http://www.who.int/child-adolescent-
health/Emergencies/Diarrhoea_guidelines.pdf) A manual for physicians
and other senior health workers [Accessed 9 Apr. 2017].
7. Arfiyah, A. 2019. Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Gastroenteritis
Akut di RS Syuhada’ Haji Kota Blitar Tahun 2019. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim Malang.
8. Amin, L. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Professional
Development. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Vol. 42(7). h. 230

45
9. Jassas BA et al. 2018. Gastroenteritis in adults. Int J Community Med
Public Health. Vol 5(11). h. 1-5
10. Nathania, M. 2019. Hipokalemia-Diagnosis dan Tatalaksana. Continuing
Professional Development. CDK. Vol. 46 (2).h.273

46

Anda mungkin juga menyukai