Oleh:
Dosen Pembimbing:
dr. Ike Rahayu Widuri, Sp.PD
2021
LEMBAR PENGESAHAN
NPM : 20710038
Fakultas : Kedokteran
Disetujui Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas laporan kasus ini dengan judul “Seorang
Penderita Gatroenteritis dan Hipokalemia”. Dalam penulisan laporan kasus ini, saya merasa
masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya
harapkan demi penyempurnaan pembuatan laporan kasus ini.
Dalam penulisan laporan kasus ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan
kasus ini, khususnya kepada dr. Ike Rahayu Widuri, Sp.PD yang telah membimbing selama
proses penulisan tugas ini, Keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan
serta pengertian yang besar kepada penulis, dan rekan-rekan sekelompok, serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan tugas ini. Akhirnya penulis berharap semoga tugas ini bermanfaat untuk pembaca
dan semua orang yang memanfaatkannya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 01
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien 02
2.2 Anamnesis 02
2.3 Pemeriksaan Fisik 04
2.4 Pemeriksaan Penunjang 06
2.5 Daftar Abnormalitas 08
2.6 Analisis Masalah 08
2.7 Penatalaksanaan 08
2.8 Follow Up Pasien 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Gastroenteritis 14
3.1.1 Definisi Gastroenteritis 14
3.1.2 Epidemiologi Gastroenteritis 14
3.1.3 Klasifikasi Gastroenteritis 15
3.1.4 Etiologi Gastroenteritis 15
3.1.5 Faktor Risiko Gastroenteritis 19
3.1.6 Patofisiologi Gastroenteritis 21
3.1.7 Manifestasi Klinis Gastroenteritis 22
3.1.8 Diagnosis Gastroenteritis 25
3.1.9 Penatalaksanaan Gastroenteritis 27
3.1.10 Komplikasi Gastroenteritis 31
3.1.11 Prognosis Gastroenteritis 32
3.1.12 Pencegahan Gastroenteritis 32
3
3.2 Hipokalemia 33
3.2.1 Definisi Hipokalemia 33
3.2.2 Homeostasis Kalium 33
3.2.3 Patofisiologi Hipokalemia 33
3.2.4 Kehilangan Kalium Melalui Feses 34
3.2.5 Derajat Hipokalemia 35
3.2.6 Tanda dan Gejala Hipokalemia 35
3.2.7 Diagnosis Hipokalemia 36
3.2.8 Penatalaksanaan Hipokalemia 37
3.2.9 Prognosis Hipokalemia 38
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan 39
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
4
BAB I
PENDAHULUAN
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana feses hasil dari buang air besar
(defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun setengah cair, dan kandungan air lebih
banyak dari feses pada umumnya. Selain dari konsistensinya, bisa disertai dengan mual
muntah dan frekuensi dari buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari. Gastroenteritis
akut adalah diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari 14 hari yang mana
ditandai dengan peningkatan volume, frekuensi, dan kandungan air pada feses yang
paling sering menjadi penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus, bakteri dan parasit
.1,2,3,4
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang morbiditas tertinggi
hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan khususnya di negara berkembang
dengan tingkat sanitasi yang masih tergolong kurang seperti Indonesia. 5 Menurut data
dari World Health Organization (WHO ) tahun 2003, terdapat 1,87 juta orang
meninggal akibat gastroenteritis di seluruh dunia.6
Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan dalam mengatasi
gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah. Mulai dari
diagnosis, pemberian terapi sampai nutrisi bagi penderita harus diberikan dengan tepat.
Dalam penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa dilihat langsung dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan penentuan diagnosis definitif bisa
menggunakan pemeriksaan laboratorium.3
Pemberian terapi sangat penting dalam penanganan gastroenteritis akut disamping
pemberian obat spesifik terhadap agen penyebab yang bisa diketahui dari manifestasi
klinis hasil laboratorium.3
Dari besarnya insiden gastroenteritis akut di negara-negara berkembang seperti di
Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik gastroenteritis akut dalam upaya
ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga dapat
dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.3
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. N. H
Usia : 56 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Status : Menikah
No. RM : 597145
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di Ruang Rawat Inap
Cempaka Ibnu Sina Gresik tanggal 1 November 2021 pukul 13.29 WIB.
1. Keluhan Utama
Buang air besar (BAB) encer
5. Riwayat kebiasaan
4
3) Telinga : Serumen (-), hiperemi (-)
4) Mulut : kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), uvula simetris
5) Leher : pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan tragus (-), otot
bantu pernapasan (-), pembesaran tiroid (-)
b. Thorax
: Simetris, jejas (-), retraksi dinding dada (-)
Dinding dada
Inspeksi : sinistra
Sonor seluruh lapang paru dextra dan sinistra
Pada auskultasi didapatkan suara napas vesikuler
Palpasi : diseluruh lapang paru, wheezing (-), ronchi (-)
:
Perkusi
: Permukaan datar, warna sama dengan warna sekitar
Auskultasi Pada auskultasi didapatkan bising usus (+) 33 kali/menit
: Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, nyeri ketok ginjal (-/-)
c. Abdomen
: Didapatkan suara timpani di seluruh lapang abdomen.
Inspeksi
Pada ekstremitas superior dan inferior, dextra dan
Auskultasi
sinistra teraba hangat. Ekstremitas superior dan inferior
Palpasi
kiri dan kanan tidak ada edema.
5
Perkusi
d. Ekstremitas
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
LED - 0-20
PCV/Hematokrit 41 35-47 %
MCV 90 80-100
MCH 29 26-34
6
MCHC 32 32-36
GULA DARAH
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT (CT)
URINE ANALISA
UL Analiser
7
pH 5.0 4.8-7.4
Sedimen : -- -
8
2.5 DAFTAR ABNORMALITAS
TPL PPL
ANAMNESIS : a. Diare
1. Ty. N. H. (54 tahun) b. Colic abdomen
2. BAB encer ± 20 kali c. Nausea
3. Nyeri seluruh lapang perut d. Vomiting
4. Mual (+) e. BU meningkat
5. Muntah (+) f. Infeksi
6. Nafsu makan ↓ g. Hipokalemia
PEM. FISIK :
⮚ BU (+) 33 x/menit
PENUNJANG :
⮚ DL
● Hitung jenis : 0/0/0/87/7/6
NLR : 12.4
⮚ RFT
● Serum creatinine : 1.50 mg/dL
⮚ Elektrolit (CT)
● Kalium (K) : 2.7 mmol/L
2. Hipokalemia
3. Vomiting
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Gastroenteritis
Initial plan : a. Ip Diagnosis
1) Pemeriksaan darah rutin
2) Kultur feses
b. Ip Terapi
1) Infus Wida KN2 1000 cc/24 jam lanjutkan dengan
9
Infuse B fluid 14 tpm
2) Injeksi pantoprazole 2x40 mg
3) Injeksi santagesik 3x1
c. Ip Monitoring
1) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
2) Monitoring cairan dan elektrolit
3) Monitoring makanan dan konsumsi obat
d. Ip Edukasi
1) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit,
penyebab dan pengobatan yang dilakukan
2) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas, manis
dan yang dapat melukai saluran pencernaan
2. Hipokalemia
b. Ip Terapi
Tab. KSR 2x600 mg
c. Ip Monitoring
1) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
2) Monitoring cairan dan elektrolit
3) Monitoring makanan dan konsumsi obat
d. Ip Edukasi
1) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit,
penyebab dan pengobatan yang dilakukan
2) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas, manis
dan yang dapat melukai saluran pencernaan
3. Vomiting
b. Ip Terapi
Inj. Metoclopramide 3x1
Sucralfat sirup 3xCI
e. Ip Monitoring
1) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
2) Monitoring cairan dan elektrolit
3) Monitoring makanan dan konsumsi obat
f. Ip Edukasi
1) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit,
penyebab dan pengobatan yang dilakukan
2) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas, manis
dan yang dapat melukai saluran pencernaan
11
3.8 FOLLOW UP PASIEN
30 Oktober 2021 Pukul 13.30 WIB
Ruang Cempaka
Perawatan Hari Ke-1
S Pasien mengatakan mengatakan masih diare ± 4 kali, lemas (+), nyeri perut (+),
mual (-), muntah (-)
O KU : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
TTV
TD : 141/78 mmHg
N : 71 kali/menit
S : 36,5oC
RR : 18 kali/menit
Kepala-leher
AICD : -/-/-/-
Pembesaran tiroid dan KGB tidak ada
Thorax
Dinding dada : Simetris, jejas (-), retraksi dinding dada (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+/+I+/+/+, wheezing (-), ronchi (-)
Abdomen
Dinding perut : Supel, jejas (-) distensi (-)
Liver : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba:
Usus : Bising usus (+) 24 x/menit
Ekstremitas
12
AHKM :
+ +
+ +
Edema :
- -
- -
A GEA + Hipokalemia + Vomiting
3) Plan Monitoring :
a) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
b) Monitoring cairan dan elektrolit
c) Monitoring makanan dan konsumsi obat
4) Plan edukasi
a) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab dan
pengobatan yang dilakukan
b) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas dan asam
3) Plan Monitoring :
14
a) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
b) Monitoring cairan dan elektrolit
c) Monitoring makanan dan konsumsi obat
4) Plan edukasi
a) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab dan
pengobatan yang dilakukan
b) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas dan asam
15
1 November 2021 Pukul 13.30 WIB
Ruang Cempaka
Perawatan Hari Ke-3
S Pasien mengatakan mengatakan masih diare ± 2 kali, nyeri perut (+), lemas (-)
mual (-), muntah (-)
O KU : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
TTV
TD : 138/73 mmHg
N : 74 kali/menit
S : 36,5oC
RR : 18 kali/menit
Kepala-leher
AICD : -/-/-/-
Pembesaran tiroid dan KGB tidak ada
Thorax
Dinding dada : Simetris, jejas (-), retraksi dinding dada (-)
Cor : S1 dan S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler +/+/+I+/+/+, wheezing (-), ronchi (-)
Abdomen
Dinding perut : Supel, jejas (-) distensi (-)
Liver : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba:
Usus : Bising usus (+) 18 x/menit
Ekstremitas
AHKM :
+ +
+ +
Edema :
16
- -
- -
A GEA + Hipokalemia
7) Plan Monitoring :
d) Monitoring keadaan vital dan tanda umum
e) Monitoring cairan dan elektrolit
f) Monitoring makanan dan konsumsi obat
8) Plan edukasi
c) Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penyakit, penyebab dan
pengobatan yang dilakukan
d) Menjelaskan untuk menghindari makanan pedas dan asam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Gastroenteritis
3.1.1 Definisi Gastroenteritis
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada
bagian mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan
muntah. Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat
dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang
lebih lembek atau cair (kandungan air pada feses lebih banyak dari
biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam). Gastroenteritis akut
adalah diare dengan onset mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam sehari disertai dengan muntah dan berlangsung kurang dari 14 hari.3
17
Menurut Global Burden of Diseases (GBD) Diarrhoeal Diseases
Collaborators tahun 2017, diare dapat menyerang seluruh populasi.
Meskipun penyebab terbesar terjadi pada populasi berpenghasilan rendah
dengan akses yang buruk untuk mendapatkan air bersih, sanitasi dan
pelayanan kesehatan, diare infeksi akut juga sering menyebabkan
dilakukannya rawat jalan dan rawat inap pada populasi berpenghasilan
tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang penting secara global.
Pencegahan dan terapi dari diare merupakan suatu tantangan karena
merupakan akibat dari hambatan infrastrukur, politik, dan barrier sosial
ekonomi meliputi akses untuk mendapatkan air bersih dan santasi,
pendidikan, nutrisi serta akses menuju pelayanan kesehatan.7
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, diare termasuk dalam
penyakit yang menyebabkan kematian utama di Indonesia pada tahun 2018
dengan jumlah 7,3%. Berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2018, terjadi
peningkatan pada jumlah penderita diare kategori semua umur yang
dilayani di sarana kesehatan dari 4,3 juta penderita menjadi 4,5 juta
penderita pada tahun 2018. Nusa Tenggara Barat menempati urutan
tertinggi sebagai provinsi dengan angka pelayanan diare sebanyak 75,88%,
sedangkan Provinsi Jawa Timur menempati urutan ketujuh dengan angka
pelayanan diare sebanyak 48,48%.7
18
3.1.4 Etiologi Gastroenteritis
Etologi dari penyakit gastroenteritis bermacam-macam diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Virus
Virus mulai dicurigai sebagai penyebab utama dari gastroenteritis
mulai tahun 1940. Tetapi kebenarannya belum terkuak hingga pada
tahun 1972. menemukan keberadaaan virus (Norwalk virus) pada feses
pada feses manusia sehingga menyebabkan gastroenteritis. Pada tahun
1973 dilakukan observasi dan ditemukan rotavirus pada mukosa usus
anak-anak yang menderita gastroenteritis kemudian pada tahun 1975,
ditemukan keberadaan astrovirus dan adenovirus pada feses anak-anak
yang menderita gastroenteritis akut. Mulai saat itu kecurigaan virus
yang ikut andil dalam penyebab gastroenteritis semakin kuat dan jumlah
virusnya pun semakin meningkat.7
Rotavirus menduduki sebagai penyebab pertama gastroenteritis
yaitu sebanyak 21,2%. Di Indonesia, diare merupakan penyebab utama
kematian pada anak-anak usia <5 tahun dan 54,93% dari anak-anak
mengalami diare dirawat di rumah sakit terinfeksi oleh rotavirus.
Berdasarkan data yang diperoleh virus ini menyebabkan sepertiga
pasien dengan kasus gastroenteritis yang harus dirawat inap di fasilitas
kesehatan dan juga menyebabkan kematian sekitar 500.000
populasi pada setiap tahunnya. Rotavirus merupakan penyebab
dehidrasi berat pada pasien gastroenteritis usia 3-5 tahun. Hampir
semua anak pernah terinfeksi rotavirus pada usia 3-5 tahun. Infeksi pada
usia dewasa biasanya bersifat subklinis. Enterik adenovirus menjadi
penyebab gastroenteritis sebesar 3,74% .7
Di Indonesia, adenovirus menyebabkan terjadinya kasus
gastroenteritis akut sebesar 3,3% . Lesi yang dihasilkan oleh serotipe 40
dan 41 pada enterosit menyebabkan atrofi vili dan hiperplasia kripta
sebagai respon kompensasi, dengan akibat malabsorbsi dan kehilangan
cairan.7
19
2. Bakteri
Sebanyak 20% kasus gastroenteritis akut yang terjadi disebabkan
oleh adanya infeksi bakteri. Diantara bakteri yang sering menimbulkan
terjadinya gastreoenteritis adalah Campylobacter sp, Escherichia. coli,
Salmonella sp, Shigella sp dan Yersinia sp. Bakteri penyebab
gastroenteritis akut diklasifikasikan kembali menjadi dua, yaitu bakteri
invasif dan bakteri non- invasif.7
a. Invasif
Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri Shigella, Salmonella non
tipoid, Salmonella typhi dan Campylobacter. Bakteri Shigella dapat
ditularkan melalui makanan atau air. Shigella menyebabkan
terjadinya gastroenteritis pada anak-anak sebesar 28% di seluruh
dunia. Terdapat beberapa spesies Shigella yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit, diantaranya adalah sebagai berikut.7
1) Shigella sonnei, menyebabkan penyakit ringan dan dapat
menyebabkan terjadinya wabah
2) Shigella flexneri, merupakan endemis di negara berkembang
dan menyebabkan disentri serta penyakit persisten lainnya
3) Shigella dysenteriae tipe 1 (Sd 1), merupakan satu-satunya
spesies Shigella yang dapat memproduksi toksin shiga yang
mirip dengan EHEC. Spesies ini juga serotipe epidemi yang
telah dikaitkan dengan wabah yang terjadi di Asia, Afrika dan
Amerika Tengah.
Shigella melekat pada permukaan sel mukosa usus. Organisme
ini menembus sel dan berproliferasi. Multiplikasi intraepitel
merusak sel dan mengakibatkan ulserasi mukosa usus. Invasi
epitelium menyebabkan respon inflamasi. Pada dasar lesi ulserasi,
erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan perdarahan. Spesies
Shigella yang lain menghasilkan eksotoksin yang dapat
menyebabkan diare. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar oleh
Shigella berupa nyeri perut, demam, BAB berdarah setelah 3-5
hari. Gejala infeksi bakteri Shigella dapat terjadi selama 1 hingga 4
20
minggu pada kasus.7
b. Non-Invasif
Infeksi bakteri dapat disebabkan oleh bakteri non-invasif,
diantaranya adalah Vibrio cholerae, Escherichia coli, Bacillus
cereus dan Staphylococcus aureus. Escherichia coli terdapat
sebagai komensal dalam usus manusia. Meskipun Escherichia coli
tergolong tidak berbahaya untuk manusia, namun terdapat beberapa
spesies yang ikut andil dalam etiologi kasus gastroenteritis.
Escherichia coli menyebabkan terjadinya gastroenteritis dengan
persentase mencapai 57,8% dari 64 pasien yang dirawat di RS.
Soetomo Surabaya. Persentase tersebut menduduki peringkat
pertama sebagai bakteri penyebab gastroenteritis. Penyebaran
Escherichia coli sangat luas di berbagai negara. Berikut adalah
macam-macam Escherichia coli.7
1) Enterotoxigenic E. coli (ETEC) menyebabkan traveler’s
diarrhea dan diare pada usia anak-anak khususnya di negara
berkembang.
2) Enteropathogenic E. coli (EPEC) jarang menyebabkan
penyakit pada usia dewasa, namun sering
menyebabkan diare persisten pada usia < 2 tahun.
3) Enteroinvasive E. coli (EIEC) menyebabkan disentri, dan
gejala yang sering menyertai adalah demam.
4) Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) menyebabkan diare, kolitis
hemoragik berat dan sindrom uremik hemolitik sebanyak 6-
8% dari kasus yang terjadi.
5) Enteroaggregative E. coli menyebabkan terjadinya diare
berlendir dan diare persisten pada anak-anak yang mengidap
HIV
Vibrio cholerae adalah golongan bakteri gram negatif yang
mampu menyebabkan terjadinya gastroenteritis dengan persentase
sebesar 0,45%. Vibrio memiliki banyak spesies yang dapat
menyebabkan diare khususnya di negara berkembang. Lebih dari
21
2000 serotipe bersifat patogen bagi manusia. Namun Vibrio
cholerae merupakan satu-satunya spesies yang memiliki dua
serotipe (O1 dan O139) yang dapat menyebabkan kolera berat serta
memungkinkan terjadinya wabah. Vibrio cholerae juga dapat
mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik hingga kematian
dalam jangka waktu 12-18 jam setelah onset dari gejala pertama.
Toksin dari Vibrio cholerae mempengaruhi transport cairan dengan
mekanisme meningkatkan cAMP beserta sekresi pada usus halus
dan menghambat absorbsi cairan pada usus halus. Gejala yang
mungkin timbul sebagai akibat infeksi dari bakteri Vibrio cholerae
adalah nyeri perut, muntah serta diare berat yang menyerupai air
cucian beras, serta terjadi penurunan cairan elektrolit
berupa kalium dan bikarbonat.7
Makanan yang mengandung toksin khususnya bakteri apabila
dikonsumsi oleh manusia dapat menjadi salah satu penyebab
gastroenteritis. Masa inkubasi enterotoksin melalui makanan yang
telah masuk ke dalam saluran pencernaan berada dalam rentang
waktu 1-6 jam. Bakteri yang sering menyebabkan keracunan
makanan yang kemudian dapat menyebabkan gastroenteritis adalah
bakteri yang memiliki toksin, yaitu: Staphylococcus aureus, yang
mana bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang masih aktif di
suhu 100°C. Mayoritas manusia yang terpapar bakteri ini
mengalami gejala berupa mual dan muntah dan; Bacillus cereus.7
3. Parasit
1) Giardia
Giardia intestinalis merupakan golongan protozoa yang dapat
menyebabkan gastroenteritis akut. Giardia intestinalis memiliki
prevalensi yang rendah sebagai penyebab gastroenteritis akut pada
negara maju (2-5%) namun memiliki prevalensi yang cukup tinggi
pada negara berkembang (20-30%).7
22
2) Crytosporidium
Organisme ini dapat menyebabkan gastroenteritis akut dengan
dengan berbagai cara, diantaranya adalah yaitu tangan ke mulut,
fekal-oral, orang ke orang (melalui bahan makanan dan air) serta
berasal dari hewan peliharaan yang terkena parasit, khususnya
kucing. Cryptosporidium sering menyebabkan gastroenteritis akut
pada usia anak-anak khususnya di negara berkembang.7
3) Entamoeba histolytic
Entamoeba histolytica dapat menyebabkan gastroenteritis akut
melalui jalur fekal-oral. Bentuk kista dari Entamoeba
histolytica yang tertelan oleh manusia mengalami eksitasi ketika
sudah mencapai kolon dan kemudian bentuk tropozoid dari
protozoa ini menginvasi mukosa kolon yang dapat menyebabkan
ulserasi dan peradangan pada saluran pencernaan.7
23
5. Telur setengah matang Shigella, Salmonella
6. Kerang setengah matang Norovirus, Plesiomonas, Hepatitis A,
Vibrio sp
Kontak
1. Berenang atau minum air STEC, Giardia, Cryptosporidium,
tawar yang tidak diolah Shigella, Plesiomonas shigellosis,
Salmonella Campylobacter
2. Berenang di tempat Cryptosporidium (jika desinfektan yang
rekreasi dengan air digunakan tidak memadai)
yang diolah
3. Tempat penitipan anak Rotavirus, Cryptosporidium, Giardia,
Shigella, STEC
4. Bepergian ke negara E. coli, Shigella, Salmonella,
yang kebersihannya Campylobacter, V. cholera,
kurang terjaga Cryptosporidium, Giardia, Entamoeba
histolytica, Blastocystis, Cytoisospora,
Cyclospora, Cryptosporidium
5. Kandang hewan Yersinia, Campylobacter
peliharaan
6. Hewan ternak atau reptil Salmonella
7. Mengunjungi kebun STEC, Campylobacter, Campylobacter
binatang
8. Kotoran babi Balantidium coli
24
3.1.6 Patofisiologi
Gastroenteritis terjadi akibat adanya rangsangan dari toksin yang
diproduksi oleh bakteri yang kemudian menyebabkan terjadinya
transpor aktif elektrolit di usus halus. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya iritasi pada sel mukosa intestinal serta peningkatan sekresi
cairan elektrolit. Selain itu terdapat penurunan area permukaan intestinal
sehingga mengakibatkan terganggunya absorpsi cairan elektrolit. Hal ini
disebabkan oleh adanya kerusakan sel mukosa intestinal yang disebabkan
oleh bakteri. Berikut adalah mekanisme terjadinya gastroenteritis.7
1. Gangguan osmotik
Peningkatan tekanan osmotik diakibatkan oleh adanya zat yang
terserap oleh saluran pencernaan sehingga di dalam rongga usus
terdapat pergeseran antara elektrolit dan air yang berlebih.
Hal inilah yang menyebabkan adanya rangsangan dari usus untuk
mengeluarkan elektrolit dan air tersebut secara berlebih sehingga
terjadi gastroenteritis.7
2. Gangguan sekresi
Peningkatan sekresi elektrolit dan air di dalam rongga usus
diakibatkan oleh adanya rangsangan toksin bakteri. Peningkatan
sekresi elektrolit yang berlebih menyebabkan terjadi peningkatan isi
rongga usus sehingga menyebabkan terjadinya
gastroenteritis.7
3. Gangguan motilitas usus
Gangguan motilitas pada usus dapat berupa hiperperistaltik dan
hipoperistaltik makanan yang masuk sehingga menimbulkan
terjadinya gastroenteritis. Sebaliknya apabila terjadi hipoperistaltik
pada usus dapat menyebabkan tertahannya bakteri yang lebih lama dan
berkembang biak sehingga dapat menyebabkan terjadinya
gastroenteritis.7
25
Manifestasi klinis yang ditimbulkan gastroenteritis bermacam-
macam. Mual, muntah dan diare merupakan manifestasi klinis yang sangat
sering dijumpai pada penderita gastroenteritis. Selain itu, terdapat tanda
dehidrasi yang muncul pada penderita, diantaranya adalah penurunan
turgor kulit, pengeringan membran mukosa dan penurunan status mental.7
Inflamasi adalah respon yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai
bentuk pertahanan diri akibat adanya kerusakan jaringan yang dapat
diakibatkan oleh mikroorganisme, salah satunya. Adapun penyebab
inflamasi sangat beragam, diantaranya adalah adanya zat kimia, trauma
mekanik, pengaruh fisika dan paparan mikroogranisme. Tujuan dari
adanya inflamasi adalah untuk menyuruh fagosit dan protein plasma untuk
menginaktifkan agen penyebab inflamasi tersebut kemudian melakukan
pembersihan debris dan melakukan proses penyembuhan pada lokasi
cedera.7
Terdapat banyak gejala klinis yang muncul pada penyakit
gastroenteritis akut, berikut adalah beberapa gejala klinis yang sering
muncul pada penderita gastroenteritis :7
1. Diare
Diare adalah defekasi dengan kondisi feses berbentuk setengah cair
ataupun cair dan bahkan kandungan air pada feses lebih banyak
dibandingkan jumlah narmalnya, yaitu 200 gram atau 200 ml dalam
rentang waktu 24 jam. Diare sering muncul pada penderita
gastroenteritis karena adanya gangguan sekresi pada penderita.7
2. Mual dan muntah
Muntah adalah proses pengeluaran isi lambung secara paksa
melalui rongga mulut. Proses muntah dapat terjadi akibat adanya pusat
yang mengontrol, yaitu formasio retikularis lateral medula oblongata
yang kemudian juga dipengaruhi oleh respon faring, dinding
torakoabdominal dan usus. Muntah dapat terjadi karena adanya
stimulus yang kemudian ditransmisikan melalui dua cara, yaitu
chemoreceptor trigger zone dan pusat muntah secara langsung.
Adapun mekanisme muntah secara spesifik pada penderita
26
gastroenteritis adalah akibat adanya peningkatan stimulus yang berasal
dari saluran pencernaan melalui nervus vagus atau dapat juga melalui
reseptor 5HT3 pada usus yang distimulasi oleh serotonin. Iritasi usus
dapat menyebabkan adanya kerusakan pada mukosa usus sehingga
melepaskan serotonin yang berasal dari sel-sel chromaffin kemudian
ditransmisikan ke chemoreceptor trigger zone atau pusat muntah
secara langsung. Setelah itu impuls dikirimkan ke diafragma, otot
abdomen, esophagus dan nervus viseral lambung sehingga terjadi
muntah. Adapun mekanisme dari terjadinya mual adalah karena
adanya peranan dari korteks serebrum.7
3. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen sangatlah bermacam-macam karena tergantung
pada penyebab dan lokasi nyeri pada setiap bagiannya. Salah satunya
adalah nyeri yang diakibatkan karena makanan pada
lambung dan duodenum akan berpusat pada garis tengah epigastrium
dan umbilikus yang apabila skala nyeri yang dirasakan cukup tinggi
maka akan menjalar sampai ke punggung. Nyeri abdomen akibat
adanya abnormalitas pada bagian kolon akan terasa pada rongga perut
bagian bawah, sedangkan abnormalitas pada rektum ditandai dengan
nyeri pada perut bagian paling bawah.7
4. Demam
Demam adalah suatu keadaan abnormal badan yang didasarkan
pada parameter suhu badan yang berhubungan dengan adanya
peningkatan set point pada hipotalamus. Hipotalamus
memiliki dua bagian penting, yaitu anterior hipotalamus yang
merupakan pusat pengontrol suhu tubuh dan posterior hipotalamus
yang mana keduanya berkemampuan menerima sinyal yang berasal
dari reseptor hangat dan dingin. Sinyal tersebut kemudian
diintegrasikan oleh hipotalamus untuk mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal. Adapun rentang suhu tubuh normal pada manusia
adalah 36,5-37,5°C. Ketika pembuluh darah yang mengelilingi
hipotalamus terpapar suatu pirogen, maka sel endotel pada pembuluh
27
darah tersebut akan mengeluarkan asam arachidonat. Selain itu,
prostgladin E2 akan menyebar pada hipotalamus untuk melakukan
proses peningkatan set point sehingga terkirimkannya sinyal pada
pembuluh perifer yang menyeabkan adanya vasokonstriksi dan
penurunan pembuangan panas dari kulit.7
5. Kehilangan cairan tubuh
Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta
suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik.8
Kehilangan bikarbonat akan menurunkan pH darah. Penurunan ini
akan merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih
cepat dan lebih dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh
untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH dapat naik kembali
normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal, dan base excess sangat
negatif.8
Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa
renjatan dengan tandatanda denyut nadi cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat
menimbulkan aritmia jantung.8
Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat,
ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan
kalium juga dapat menimbulkan aritmia jantung.
28
berdarah, berisi lendir, purulen, empedu). Pasien harus dievaluasi
untuk tanda-tanda dehidrasi, termasuk penurunan output urin, haus,
pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih mengarah pada
penyakit virus atau penyakit yang disebabkan oleh konsumsi toksin
bakteri yang telah terbentuk sebelumnya. Gejala yang lebih
menunjukkan diare bakteri (peradangan) invasif termasuk demam,
tenesmus, dan tinja berdarah.9
Riwayat makanan dan perjalanan sangat membantu untuk
mengevaluasi potensi paparan. Anak-anak di tempat penitipan anak,
penghuni panti jompo, penjamah makanan, dan pasien yang baru
dirawat di rumah sakit berisiko tinggi terkena penyakit diare menular.
Wanita hamil memiliki 12 kali lipat peningkatan risiko listeriosis,
yang terutama disebabkan oleh dengan mengkonsumsi daging yang
dibekukan, keju lunak, dan susu mentah. Praktik seksual yang
mencakup kontak anal dan oral-anal reseptif meningkatkan
kemungkinan inokulasi rektal langsung dan penularan fecal-oral.9
Anamnesis juga harus mencakup penyakit gastroenterologi atau
pembedahan; penyakit endokrin; radiasi ke panggul; dan faktor-faktor
yang meningkatkan risiko imunosupresi, termasuk infeksi virus human
immunodeficiency, penggunaan steroid jangka panjang, kemoterapi,
dan defisiensi imunoglobulin A. 9
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai derajat
dehidrasi pasien. Penampilan umum yang sakit, membran mukosa
kering, waktu pengisian kapiler yang tertunda, peningkatan denyut
jantung, dan tanda vital ortostatik yang abnormal dapat membantu
dalam mengidentifikasi dehidrasi yang lebih parah. Demam lebih
mengarah pada peradangan diare.9
Pemeriksaan abdomen penting untuk menilai nyeri dan proses akut
abdomen. Pemeriksaan rektal dapat membantu dalam menilai darah,
nyeri rektum, dan konsistensi tinja.9
3. Pemeriksaan Penunjang
29
Karena sebagian besar diare cair sembuh sendiri, pengujian
biasanya tidak diindikasikan. Secara umum, pemeriksaan diagnostik
khusus dapat dilakukan untuk pasien dengan dehidrasi berat, penyakit
yang lebih parah, demam persisten, tinja berdarah, atau imunosupresi,
dan untuk kasus dugaan infeksi atau wabah nosokomia.9
a. Darah Lengkap
Pemeriksaan rutin seperti hitung darah lengkap biasanya tidak
dapat menentukan etiologi penyakit, tetapi masih dapat
menunjukkan risiko berkembangnya penyakit pada tahap yang
lebih parah. Misalnya, hitung darah lengkap yang menunjukkan
peningkatan jumlah leukosit dapat menunjukkan adanya
bakteremia. Di sisi lain, pemeriksaan darah lengkap yang
menunjukkan penurunan trombosit dapat menunjukkan adanya
sindrom hemolitik-uremik.9
b. Kultur Darah
Setiap pasien dengan gastroenteritis dengan komplikasi demam
tinggi harus memiliki kultur darah. Gejala lain yang menunjukkan
pengujian bakteri termasuk tanda dan gejala dehidrasi, adanya
rasa sakit yang parah, atau kebutuhan untuk masuk rumah sakit.9
c. Kultur tinja
Kultur tinja yang diberikan secara rutin terutama dapat
mendeteksi adanya Campylobacter, Salmonella, dan Shigella. Jika
dokter mencurigai adanya patogen lain seperti Yersinia, Listeria,
atau Vibrio, ini akan memerlukan analisis spesifik lebih lanjut.
Selain itu, bila terjadi diare berdarah, pemeriksaan untuk
mendeteksi leukosit dan toksin Shiga dalam tinja harus dilakukan.
Pengujian untuk agen parasit dan protozoa harus diindikasikan
ketika diare berlangsung lebih lama dari biasanya.9
d. Pemeriksaan lain
Pada pasien diare berat dengan demam, nyeri abdomen, atau
kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium,
klorida, ureum, kreatinin, analisis gas darah, dan pemeriksaan
30
darah lengkap.9
BD Plasma−1,025
Kebutuhan Cairan = x BB (Kg) x 4 ml
0,001
Skor
Kebutuhan cairan = x 10% x KgBB x 1 liter
15
1. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik.7
Tabel 2.3 Antibiotik pada diare akut karena infeksi bakteri
33
dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia
di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru
anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.7
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl
serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3 kali sehari, loperamid 2-4
mg/ 3-4 kali sehari dan lomotil 5 mg 3-4 kali sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan
dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut
dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.7
c. Kelompok Absorben
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin,
atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut
maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat
yang dapat merangsang sekresi elektrolit.7
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu
dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan
akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya
adalah 5-10 cc/ 2 kali sehari dilarutkan dalam air atau diberikan
dalam bentuk kapsul atau tablet.7
e. Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
34
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran
cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi atau
menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.7
35
2.1.11 Prognosis Gastroenteritis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang
minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan
pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalitas
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 % pengecualian pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik
hemolitik.9
36
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin
yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera
parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk
digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya
lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan
sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga
melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya
diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali.
3.2 Hipokalemia
3.2.1 Definisi Hipokalemia
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5
mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau
adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel.10
37
Hipokalemia dapat diakibatkan oleh keadaan kehilangan melalui ginjal
dan gastrointestinal, diet tidak adekuat, perpindahan transeluler
(perpindahan kalium dari serum kedalam sel), dan pengobatan.10
1. Kehilangan melalui ginjal dapat terjadi pada keadaan:
a. Renal tubular asidosis
b. Hiperaldosteronisme
c. Deplesi Magnesium
d. Leukemia (mekanisme belum diketahui)
2. Kehilangan melalui saluran gastrointestinal dapat terjadi pada keadaan:
a. Muntah
b. Diare
c. Penggunaan enema atau pencahar
3. Efek pengobatan terhadap hipokalemia dapat terjadi pada pemberian:
a. Diuretik (paling sering)
b. Beta- adrenergic agonists
c. Steroid
d. Seophylline
e. Aminoglikosida
4. Perpindahan kalium transeluler dapat terjadi akibat:
a. Insulin
b. Alkalosis
5. Diet yang tidak adekuat dapat terjadi akibat:
a. nutrisi
b. Asupan harian kurang
c. Pemberian nutrisi parenteral
38
dengan infeksi, kemoterapi pada kanker.10
39
menyebabkan hiperpolarisasi membran sel. membuat potensial membran
istirahat lebih elektronegatif. Hal ini meningkatkan permeabilitas natrium
yang akan meningkatkan eksitabilitas membran.10
Perubahan EKG akibat hipokalemia tidak sesuai dengan konsentrasi
kalium plasma. Perubahan awal berupa mendatarnya atau inversi
gelombang T, gelombang U prominen, depresi segmen Stdan pemenjangan
interval QT. Deplesi kalium berat dapat menyebabkan pemanjangan
intervalPR, lowvoltage, dan pelebaran QRS dan meningkatkan risioko
aritmia ventrikel. Hipokalemia dapat meningkatkan toksisitas digitalis.10
40
5. Kadar Cl- urin biasanya turun pada hipokalemia dari anion tidak
terabsorbsi, seperti antibiotik atau HCO3-. Penyebab paling umum
alkalosis hipokalemik kronik adalah muntah dan penyalahgunaan
diuretik.
6. Pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan kadar Ca2+, tes fungsi tiroid,
dan/atau PRA dan aldosteron pada kasus tertentu.
7. Rasio aldosteron plasma: PRA> 50 karena penekanan renin beredar
dan peningkatan aldosteron bersirkulasi, mengarah ke
hiperaldosteronisme. Pasien hiperaldosteronisme atau
mineralokortikoid berlebih yang jelas mungkin memerlukan uji lebih
lanjut, misalnya pengambilan sampel vena adrenal atau uji klinis
genetik (misalnya, FH-I, SAMA, sindrom Liddle).10
41
Jalur intravena harus dibatasi hanya pada pasien yang tidak dapat
menggunakan jalur enteral atau dalam komplikasi berat (contohnya
paralisis dan aritmia). K+-Cl harus selalu diberikan dalam larutan
garam, bukan dekstrosa, karena peningkatan insulin yang diinduksi
dekstrosa dapat memperburuk hipokalemia. Pemberian dekstrosa bisa
menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4
mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa. Dosis
intravena perifer biasanya 20-40 mmol K+-Cl- per liter. Konsentrasi
lebih tinggi dapat menyebabkan nyeri lokal flebitis kimia, iritasi, dan
sklerosis. Pada kondisi hipokalemia berat (<2.5 mmol/L) dan/atau
memiliki tanda gejala kritis, K+-Cl intravena dapat diberikan melalui
vena sentral dengan laju 10-20 mmol/ jam. Volume besar normal
saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia
jantung, larutan K+ lebih pekat diberikan melalui vena sentral dan
pemantauan EKG.10
42
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini Ny. H.N. 56 tahun dengan
keluhan BAB encer > 20 kali, selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut seperti
melilit, mual dan muntah, penurunan nafsu makan, pasien memiliki riwayat
mengkonsumsi mie instan sisa semalam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kepala-leher dalam batas normal, thoraks dalam batas normal, abdome didapatkan
bising usus meningkat yakni 33 kali menit. Pada pemeriksaan laboratorium darah
lengkap didapatkan NLR (Neutrofil Limfosit Rasio) 12,4 yang menandakan
bahwa terjadi infeksi.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah dengan pemeberian Infus
Wida KN2 1000 cc/24 jam lanjutkan dengan Infuse B fluid 14 tpm/24 jam serta
injeksi pantoprazole 2x40 mg, injeksi santagesik 3x1. Untuk koreksi hipokalemia
diberikan terapi tablet KSR 2x600 mg. Dilakukan monitoring untuk gejala, tanda-
tanda vital dan pemeriksaan darah lengkap dan serum elektrolit post koreksi pada
pasien.
Selain terapi medikamentosa pasien juga diberikan edukasi, karena makanan
dan air merupakan penularan yang utama terhadap terjadinya gastroenteritis, ini
harus diberikan perhatian khusus. Air yang digunakan untuk membersihkan
makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.
Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang
diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk
tidak menelan air. Terkait koreksi hipokalemia edukasi diet pasien sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalium seperti buah-buahan
(pisang, semangka, alpukat, dll) karena jumlah kalium yang berkurang bisa
dipengaruhi oleh asupan makanan yang berkurang dan pengeluaran eletrolit
43
melalui jalur gastrointestinal seperti muntah dan diare.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. Diare
adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair
(kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram
atau 200 ml/24 jam). Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak
dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan muntah dan
berlangsung kurang dari 14 hari.
Konsentrasi kalium dalam feses berkisar 80-90 mmol per liter, namun karena
kadar air dalam feses yang sangat rendah sehingga kehilangan kalium dalam feses
hanya 10 mmol per hari. Pada kondisi diare, kadar kalium dalam feses akan
menurun, namun jumlah feses yang yang banyak akan menyebabkan hipokalemia.
Volume feses akan meningkat akibat diare dengan infeksi, kemoterapi pada
kanker.
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat
baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut
usia.
5.2 Saran
Perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat oleh petugas kesehatan dan
pihak-pihak terkait untuk dapat meningkatkan program penyuluhan mengenai
gastroenteritis agar masyarakat menjadi sadar dan tahu tentang gastroenteritis
beserta dampaknya bagi kesehatan.
44
DAFTAR PUSTAKA
45
9. Jassas BA et al. 2018. Gastroenteritis in adults. Int J Community Med
Public Health. Vol 5(11). h. 1-5
10. Nathania, M. 2019. Hipokalemia-Diagnosis dan Tatalaksana. Continuing
Professional Development. CDK. Vol. 46 (2).h.273
46