Disusun Oleh :
Kurnia Pralisa
I4061202075
Pembimbing :
b. Status Gizi
Umur : 33 Tahun
BB : 89 kg
TB : 165 cm
BMI : 32,7 kg/m2 (Obesitas)
c. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-), Pupil bulat
isokor,RCL (+/+), RCTL (+/+)
Hidung : Sekret (-), Deviasi septum (-), Krepitasi (-)
Telinga : Sekret (-), Nyeri tekan tragus (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab, gusi berdarah (-)
Leher : Deviasi Trakea (-), Pembesaran KGB (-), Peningkatan
JVP (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Thorax : Simetris, Bekas luka (-), Benjolan (-), Retraksi (-)
Cor :
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V Linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas atas jantung terletak di linea sternalis kiri sela iga ke
2, Bataskiri jantung terletak di linea midklavikularis sela
iga ke-4, batas kanan jantungterletak di linea sternalis
kanan sela iga ke-4
Auskultasi : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-), teraba massa (-), Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : SND vesikuler (+/+). Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), Pelebaran Vena (-), sikatrik (-), skin tag (+)
a/r RLQ
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+) di seluruh lapang perut
Palpasi : Supel, Massa (-), Nyeri tekan (+) ad regio seluruh
lapang perut, Hepatomegali (+), Splenomegali (-)
Ektremitas : Akral hangat, Capillary refill time (<2 detik), Edema (-)
2) Radiologis
USG Abdomen (19/10/2023)
a) Liver : Tak membesar, permukaan rata, tepi tajam, parenkim echo
meningkat homogen, tak tampak mass/ nodul. Sistem porta dan
bilier baik
b) Kandung empedu : Terisi cukup, dinding tak menebal, tak tamak
batu
c) Spleen dan pancreas : besar bentuk baik, parenkim echo normal
d) Ginjal kanan dan kiri : besar bentuk baik, sistem pelviokalises tak
melebar, differensiasi kortex dan medulla baik, tak tampak batu/
cyst
e) Uterus : Besar bentuk baik, parenkim homogen, tak tampak
massa/ cyst
f) Bulli : Terisi cukup, tak tampak batu
Tak tampak mass / cairan bebas intraabdomen
Appendix tidak tervisualisasi
Kesan : Sesuai fatty liver
2.6 Diagnosis
a. Diare kronik ec susp Inflammatory Bowel Disease (IBD)
b. Dislipidemia
c. Fatty liver
2.7 Tatalaksana
1) Farmakologi
- IVFD Asering 20 tpm
- Antasida 3x1 po
- Attapulgite tab 3x2 jika BAB cair >3x
- Zinc tab 1x1
- Omeprazole 2x1 iv
- Tramadol iv
- Ketorolac Iv
- Ondansentron iv
- Mesalazin 2 x 250 mg
- Rhodium tab 2x1
- Ciprofloxacin 2x1 iv
- UDCA 2 x 250 mg
- Atorvastatin 1 x 20 mg
2) Non farmakologi
- Menghindari makan makanan dengan kadar asam tinggi dan
pedas
- Selalu gunakan air bersih, curi tangan dengan sabun, terutama
setelah BAB dan saat sebelum makan
- Banyak mengkonsumsi makanan berserat seperti sayur
- Banyak minum air putih
- Mengurangi konsumsi makanan berlemak dan yang dipanggang
2.9 Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.4 Diagnosis
Hematuria bisa menyakitkan atau tidak menimbulkan rasa sakit.
Pasien dapat menunjukkan gejala yang berbeda-beda, seringkali mereka
melihat urin berwarna merah atau gelap, atau mengeluarkan gumpalan
darah. Gejala terkait meliputi:1
a. Sakit pinggang
b. Sakit perut bagian bawah
c. Buang air kecil yang menyakitkan
d. Urgensi atau frekuensi buang air kecil
e. Demam
f. Menstruasi aktif
g. Melewati batu atau bubur jagung
h. Infeksi tenggorokan atau kulit baru-baru ini
i. Nyeri sendi, sariawan, ruam
j. Hemoptisis
k. Kaki bengkak
l. Gangguan pendengaran
m. Massa sayap
n. Gejala konstitusional seperti penurunan berat badan, anoreksia,
cachexia
o. Sakit punggung
p. Pasien harus ditanyai tentang episode sebelumnya dan riwayat
hematuria dalam keluarga. Riwayat medis dan riwayat prosedur
terkini sangat penting dalam evaluasi. Obat-obatan harus ditinjau
dengan cermat. Pastikan riwayat merokok dan penggunaan narkoba
lainnya.
Pemeriksaan fisik yang lengkap dapat membantu membuat diagnosis
banding yang valid. Tanda-tanda penting yang harus diperhatikan
adalah:
a. Demam
b. Hipertensi
c. Edema periorbital
d. Adanya pucat, ikterus, sariawan atau ruam
e. Gangguan pendengaran
f. Limfadenopati generalisata
g. Pembengkakan sendi
h. Massa sayap
i. Ginjal kistik yang membesar dan teraba
j. Nyeri tekan pada sudut costovertebral
k. Kelembutan kemaluan
l. Keluarnya cairan atau robekan uretra
m. Edema ekstremitas bawah
Anamnesis yang menyeluruh dan pemeriksaan fisik yang terfokus dapat
menghasilkan evaluasi yang tepat dan penatalaksanaan selanjutnya.
3.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO pada tahun
2012 meliputi kriteria penurunan GFR dan peningkatan rasio
albuminuria dan serum kreatinin. Klasifikasi penyakit ginjal kronis
menurut KDIGO bertujuan untuk menentukan penanganan pasien, dan
urgensi penanganan dari penyakit ginjal kronis tersebut.
Kriteria pertama yang digunakan KDIGO untuk menentukan
urgensi penyakit ginjal kronis adalah GFR, GFR (Glomerulus Filtration
Rate) merupakan kemampuan glomerulus ginjal untuk memfiltrasi
darah.GFR dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault
sebagai berikut:
( )
ml
mnt ( 140−umur ) x berat badan
LFG = ∗¿
1 , 73 m ²
72 x kreatini plasma ( )
mg
dl
*) Pada perempuan dikalikan 0,85
Hasil GFR diinterpretasikan dengan table berikut:
Tabel 2. Kategori GFR pada CKD
3.2.3 Epidemiologi
Angka prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia pada tahun
2018 cukup tinggi yaitu mencapai 3.8 permil populasi Indonesia
menderita penyakit ginjal kronis yang terdiagnosis dokter. Angka ini
lebih tinggi dibandingkan prevalensi penyakit ginjal kronis pada tahun
2013 yaitu 2 permil di seluruh Indonesia. Prevalensi tertinggi terdapat
pada provinsi Kalimantan utara yaitu sebanyak 6.4 permil sedangkan
prevalensi terendah di Indonesia terdapat pada provinsi Sulaswesi Barat
pada angka 1.8 permil. Penderita penyakit ginjal kronis tersering berada
pada umur 65-74 tahun, lebih banyak terjadi pada laki-laki. Persentase
penderita penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa di
Indonesia juga cukup rendah dimana hanya 19.3% penderita penyakit
ginjal kronis menjalani terapi hemodialisa.
Gambar 5. Prevalensi Penyakit Ginjal Kronis Permil Berdasarkan
Diagnosis Dokter pada Penduduk Umur ≥15 Tahun Meurut Provinsi,
2013-2018.
3.2.8 Komplikasi
Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan zat-zat berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini dapat
berupa: urea, kalium, fosfat. Penyebab komplikasi pada ginjal lain
adalah berkurangnya produksi darah akibat kematian jaringan ginjal
yang ireversibel yang menyebabkan produksi eritropoietin yang
berkurang. Penyakit-penyakit yang dapat timbul akibat penyakit ginjal
kronis adalah sebagai berikut:
a. Sindrom Uremia: sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi urea
dalam darah. Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan urea sehingga urea
diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan terakumulasi di darah.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh uremia antara lain:
1) Sistem saraf pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia, nyeri
kepala, kebingungan, ensefalopati (infeksi pada system saraf
pusat)
Penatalaksanaansecarafarmakologisdibagiberdasarkanfokuskont
rolpenyakityangmendasarimaupunkomplikasinya sebagai berikut:5
1) Kontroltekanandarah
a) PadaorangdenganCKD,harusmengontroltekanansistolik<140mm
Hg(dengankisarantarget120-
139mmHg)dantekanandiastolic<90mmHg.
b) Pada orang dengan CKD dan diabetes dan juga orang dengan
ACR 70mg/mmol atau lebih (kira-kira ekuivalent dengan PCR
100 mg/mmolatau lebih, atau proteinuria 1 g/24 jam atau lebih),
diharuskan untukmenjaga tekanan sistolik <130 mmHg (dengan
kisaran target 120-129mmHg)dan tekanan diastolic <80 mmHg5
2) Pemilihanagen antihipertensi
Firstline:ACEinhibitor/ARB
ACEinhibitor /ARBdiberikanpada:
- PadaCKDdengandiabetesdanACRlebihdari2,5mg/
mmol(pria)ataulebih dari 3,5 mg/mmol (wanita), tanpa adanya
hipertensi atau
stadiumCKD.Note:PerbedaankeduabatasACRberbedadiberikand
isiniuntukmemulai pengobatan ACE Inhibitor pada orang CKD
dan proteinuria.Potensi manfaat ACE Inhibitor dalam konteks
ini sangat meninkat
jikaseseorangjugamemilikidiabetesdanhipertensidandalamkeadaa
nini,sebuahbatasyanglebih rendah diterapkan.
- CKD pada non diabetic dan ACR 70 mg/mmol atau lebih (kira-
kiraekuivalendenganPCR100mg/mmolataulebih,proteinuria1gr/2
4jamataulebih),tanpaadanyahipertensiataupenyakit
kardiovaskular
- CKDpadanondiabeticdenganhipertensidanACR<30mg/
mmol(kira-kiraekuivalentdenganPCR<50mg/
mmol),atauproteinuria<0,5gram/24 jam.
- Saat menggunakan ACE Inhibitor / ARBs, upayakan agar
mencapaidosisterapimaksimalyangmasihdapatditoleransisebelum
menambahkan terapisecond line(spironolakton).
- Hal-halyangperludiingatsaatmenggunakanACEInhibitor/ARBs
OrangdenganCKD,harusmengetahuikonsentrasiserumpot
assiumdanperkiraanGFRsebelunmemulaiterapiACEInhib
itor/
ARBs.Pemeriksaainidiulangantara1sampai2minggusetela
hpenggunaanobat,dansetelahpeningkatandosis.
TerapiACEInhibitor/
ARBstidakbolehdimulaiapabilakonsentrasiserumpotassiu
msecarasignifikan≥5,0mmol/L.
Keadaan hyperkalemia menghalangi dimulainya terapi
tersebut,karenamenuruthasilpenelitiantersebutdapatmenc
etuskanhyperkalemia
Obat-obat lain yang digunakan saat terapi ACE
Inhibitor/ARBsyangdapatjugamencetuskanhyperkalemia,
bukankontraindikasi penggunaan terapi tersebut, tapi
harus menjagakonsentrasiserum potassium
Stopterapitesebut,bilakonsentrasiserumpotassiummening
kat>6,0 mmol/L atau lebihdan obat lainyang diketahui
dapatmeningkatkanhyperkalemiasudahtidak digunakan.
DosisterapitidakbolehditingkatkanbilabatasGFRsaatsebel
umterapikurangdari25%ataukreatininplasmameningkatda
ribatas awal kurangdari 30%
ApabilperubahanGFR25%ataulebihatauperubahankreatin
inplasma30%atau lebih:
Terapiyangsangatefektifdanmenjanjikansetelahtersediam
enggunakanrecombinanthumaneritropoetinyangtelahdipr
oduksiuntukaplikasiterapi.Humanrecombinanteritropoeti
ndiberikanintravenakepadapasienhemodialisa,telah
dibuktikan menyebabkan peningkatan eritropoetin
yangdrastic.Halinimemungkinkanuntukmempertahankan
kadarHbnormal setelah transfuse darah berakhir pada
pasien
bilateralnefrektomiyangmembutuhkantransfuseregular.Se
jumlaheritropoetindiberikanIV3xseminggusetelahsetiapd
ialis,pasien regular hemodialysis merespon dengan
peningkatan
Htdengandosistertentudalambeberapaminggu.Percobaan
menunjukkan bahwa AB yang melawan materi
rekombinan
danmenghambatterhadappenggunaaneritropoetintidakterj
adi.
Efeksampingutamanyaadalahmeningkatkantekanandarah
danmemerlukandosisheparinyangtinggiuntukmencegahp
embekuanpadasirkulasiekstrakorporialselamadialysis.Pad
abeberapapasien,thrombosispadapembuluhdarahdapatterl
ihatPeningkatantekanandarahbukanhanyaakibatpeningkat
anviskositas darah tetapi juga peningkatan tonus vascular
perifer.Komplikasithrombosisjugaberkaitandengantinggi
nyaviskositasarahbagaimanapunsedikitnyasatukelompoki
nvestigator terlihat peningkatan trombosit. Penelitian in
vitromenunjukkan efek stimulasi human recombinant
eritropoetinpadadiferensiasimegakariosit.Lalutrombosito
sismungkinmempengaruhihiperkoagulabilitas.Konsentras
iserumpredialisis ureum kreatinin yang meningkat dan
hyperkalemiadapatmengakibatkanberkurangnyaefisiensi
dialyzerkarenatingginya Ht dan peningkatan nafsu
makan karena peningkatankeadaan umum. Kecepatan
eritropoesis yang dipengaruhi oleheritropoetin dapat
menimbulkan defisiensi besi khususnya
padapasiendengan peningkatanblood loss.15
IndikasiterapiEPO:
BilaHb<10g/
dl,Ht<30%padabeberapakalipemeriksaandanpenyebablai
nanemiasudahdisingkirkan.Syaratpemberianadalah:
ferritin serum >100 mcg/L, saturasi transferrin
>20%,tidakadainfeksi berat.
Kontraindikasi:hipersensitivitasEPO
Hati-
hatipadakeadaanhipertensitidakterkontrol,hiperkoagulasi,
beban cairan berlebihan.15
o TerapieritropoetinFasekoreksi:
Tujuanuntukmengoreksianemiarenalsampaitaget
Hb/Httercapai.Padaumumnyamulaidengan2000-
4000IU subkutan, 2-3x seminggu selama 4
minggu.
TargetresponyangdiharapkanadalahHbnaik1-2g/dl
dalam4 mingguatauHtnaik2-4%dalam2-
4minggu,pantauHbdanHttiap4minggu.Bilatargetr
espontercapai,pertahankandosisEPOsampaitarget
Hbtercapai(>10g/
dl).Bilatargetbelumtercapainaikkandosis50%.Bila
Hbnaik>2,5g/dl,atauHtnaik>8%dalam4minggu,
turunkandosis 25%.12
o TerapiEPOfasepemeliharaan:
Dilakukan bila target Hb >12 g/dL. Dosis 2 atau 1
kali2000IU/minggu.PantauHbdanHtsetiapbulan.P
eriksastatusbesisetiap3bulan.Biladenganterapipe
meliharaan Hb >12g/dL maka dosis EPO
diturunkan25%.Pemberianeritropoetinternyatadap
atmenimbulkanefek samping:
1. Hipertensi:pasienmungkinmembutuhkanterapi
antihipertensiataupeningkatandosisobatantihip
ertensi.Peningkatantekanandarahpadapasien
dengan terapi eritropoetin tidak
berhubungandengankadar Hb
2. Kejang: berhubungan dengan kenaikan Hb/Ht
yangcepadantekanandarahyangtidakterkontrol
.TerkadangpemberianEPOmenghasilkanrespo
nsyang tidak adekuat. Respons EPO tidak
adekuat
bilapasiengagalmencapaikenaikanHb/Htyangd
ikehendakisetelahpemberianEPOselama4-
8minggu 5
o Terdapat beberapa penyebab respons EPO yang
tidakadekuatyaitu:5
1. defisiensibesiabsolutdanfungsional(merupaka
npenyebabtersering)
2. infeksi/inflamasi
3. kehilangandarahkronik
4. malnutrisi
5. dialysistidakadekuat
6. obat-obatan(dosistinggiACEI)
7. Lain-
lain(hiperparatiroidismefibrosa,intoksikasialu
minium, hemoglobinopati seperti talasemia
betadansicklecellanemia,defisiensiasamfolatd
anvitamin B12, multiple mioloma dan
mielofibrosis,hemolysisdan keganasan)
o Agarpemberianterapieritropoetinoptimal,perludib
erikan terapi penunjangyangberupapemberian:15
1. asamfolat:5mg/hari
2. vitaminB6:100-150mg
3. vitaminB12:0,25mg/bulan
4. vitaminC:300mgIVpascaHDpadaanemiadefisi
ensibesifungsionalyangmendapatterapiEPO
5. VitaminD:mempunyaiefeklangsungterhadapp
recursoreritrosit
6. VitaminE:1200IUuntukmencegahefekinduksi
stressoksidatifyangdiakibatkanterapibesiintrav
ena
7. Preparatandrogen(2-3x/
minggu)untukmengurangikebutuhanEPOtapiti
dak dianjurkanpada wanita
Terapitransplantasiginjalekstrakorporealatauperitonealdia
lysis5
Seluruhterapipenggantiginjalekstrakorporealdanperitonea
l dialysis pada dasarnya mempengaruhi
pathogenesisanemia pada gagal ginjal, sejak prosedur ini
dapat
membuangtoksinyangmenyebabkanhemolysisdanmengha
mbateritropoesis. Selain itu, pengalaman klinis
membuktikan
bahwaperkembangannyalebihcepatdaripadamenggunakan
terapieritropoetin.Ketidakefektivanpadaterapipenggantigi
njalmerupakanakibatketerbatasanpengetahuantentangtoks
indancara terbaik untuk menghilangkannya. Pendekatan
sederhanauntuk meningkatkan terapi detoksifikasi pada
uremia
denganmeningkatkanbatasatasukuranmolecularyangdibua
ngdengandifusi dan atau transportasi konvektif tidak
menghasilkan hasilyang memuaskan. Selain itu
continuous ambulatory peritonealdialysis (CAPD) juga
merupakan terapi dengan pembuanganjangkauan
molecular yang besar, ini lebih baik dibandingkandengan
hemodialysis standar dengan membrane selulosa
yangkecil.BeberapapenelitianmengindikasikanCAPDmen
ingkatkanproduksieritropoetin,mungkinjugadiluarginjald
anolehkarenaitumeningkatkaneriropoesis,walaupunmeka
nismenya belum diketahui.5
Pembuangankelebihanaluminiumdengandeferoxamine
Sejakinhibitoreritropoesisdiketahui,padakasusintoksikasi
aluminium terapi dapat selektif dan efektif. Efek
aluminiumyangmemperberatanemiapadagagalginjalharus
selaludiasumsikan ketika terjadi anemia mikrositik
dengan
normalataupeningkatanferitnserumpadapasienregularhem
odialysis.Diagnosisditegakkandenganpeningkatannilaialu
miniumserum, riwayat terpapar aluminium baik oral
maupun
dialisat,Gejalaintoksikasialuminiumsepertiensefalopati,pe
nyakittulang
aluminiumdankeberhasilanpercobaanterapi.Terapiutama
adalah pemberian chelator deferoxamin IV selama
satusampai dua jam terakhir saat hemodialisa atau
hemofiltrasi atauCAPD. Dosis yang digunakan 0,5-2,0 gr
3 kali seminggu.
DFOmemobilisasialuminiumsebagailarutanyangkomplek
s,dimana kemudian dibuang dengan terapi filtrasi atau
prosedurfiltrasi. Efek samping utama adalah hipotensi,
toksisitas ocular,komplikasi neurologi seperti kejang dan
mudah terkena
infeksijamur.Efeksampinginiberesponsterhadappemberhe
ntianterapisementarawaktu,pengurangandosisataupember
hentianterapi. Efek DFO pada anemia dapat
berakibatdrastic
yangmenggambarkanperubahannilaihemoglobin,ferritins
erumdankonsentrasi aluminium, MCV, MCH. Setelah
beberapa bulanterapi dengan DFO, MCV dan MCH
berada diatas nilai normal,hemoglobin meningkat secara
signifikan dan ferritin serum danaluminium menurun. 5
Mengkoreksihiperparatiroidisme
Sekunderhiperparatiroidpadaanemiadengangagalginjal,pa
ratiroidektomi bukan merupakan indikasi untuk
terapianemia. Pengobatan supresi aktivitas kelenjar
paratiroid dengan1,25-
dihidroksivitaminD3biasanyaberhubungandenganpengob
atananemia.5
Terapiandrogen
Efek yang positif pada terapi ini yaitu meningkatkan
produksieritropoetin,meningkatkansensitiitasproliferasier
itropoetinyang sensitive terhadap populasi stem cell.
Testosteren
ester(testosteronepropionate,enanthane,cypionate),derivat
e17-
metilandrostanes(floxymesterone,oxymetholone,methylte
stosterone),dankomponen19nortestosteron9nandrolonede
kanoat, nandrolone phenpropionate) telah sukses
digunakanpada terapi anemia dengan gagal ginjal.
Responnya lambat
danefekdariobatinidapatterbuktidalam4mingguterapi.Nan
drolone dekanoat cukup diberikan dengan dosis 100-
200mg, 1 kali seminngu. Testosterone ester harus
dibatasi karenaefeksterilitasyangbesar.Komponen19-
nortestosteronmemiliki rasio anabolic:androgenic yang
paling tinggi dan yangpaling sedikit menyebabkan
hirsutisme dan paling aman
untuk[asienwanita.Fluoksimesteronedapatmenyebabkanp
riapismuspadapasienpria.Penyakithepatoselulerkolestatis
kdapatmenyebabkankomplikasipadapenggunaanzat
nidanlebihseringpada17methylatedsteroid.Padakeadaanm
eningkatnyatransamindarahyangprogresifdanbilirubinser
umyangmeningkat,terapiharusdihentikan.Namunkompon
en17-methylated steroid ini memiliki rasio
anabolic:androgen yangbaik dan dapat diberikan secara
oral. Terapi dengan androgendapat menimbulkan gejala
prostatisme atau pertumbuhan yangcepat dari Ca prostat.
Rash kulit, perubahan suara seperti laki-
lakidanperubahanfisikadalahefeksampinglainnyapadatera
piini
Suplementasibesi
Penggunaan pengikat fosfat dapat mempengaruhi
absorpsi
besipadausus.Monitoringpenyimpananbesitubuhdengand
eterminasiferritinserumsatuatauduakalipertahunmerupaka
nindikasi.Absorpsibesiusustidakdipengaruhiolehurema,su
plementsi besi oral lebih dipilih ketika terjadi defisiensi
besi.Jikaterapioralgagaluntukmemperbaikidefisiensibesi,
penggantianbesisecaraparenteralharusdilakukan.Halinidil
akukan dengan iron dextran atau interferon. Terapi IV
lebihamandannyamandibandinginjeksiintramuscular.Syo
kanafilaktik dapat terjadi pada 1% pasien yang menerima
terapibesi parenteral. Untuk mengurangi kejadian
komplikasi
yangberbahayainipasienharusditesdengan5menitpertamad
engandosiskecildaritotaldosis.Jumlahyangdiperlukanuntu
kreplenishpenyimpananbesidapatdiberikandengandosister
bagi yaitu500mgdalam5-
10menitsetiapharinyaataudosistunggaldicampurdenganno
rmalsalinediberikan5%irondextrandan
diinfuskanperlahan dalam beberapajam.
Terapibesifasepemeliharaan:
o Target terapi: Ferritin serum >100 mcg/L- <500
mcg/L.Saturasitransferrin >20% -<40%
o Dosis:
i. IV:ironsucrose:max 100mg/minggu
Irondextran:50mg/minggu
Irongluconate:31,25-125mg/minggu
iv. Statusbesidiperiksasetiap3bulan
v. Bilaferritinserum>500mcg/
Latausaturasitransferrin>40%,suplementas
ibesidistopselama3 bulan
vi. Bila pemeriksaan ulang setelah 3 bulan
ferritinserum<500mcg/Ldansaturasitransfe
rrin<40%,suplementasibesidapatdilanjutka
ndengandosis1/3-1/2sebelumnya.
Transfusidarah
Indikasitransfusidarahadalah:
o Perdarahanakutdengan
gejalagangguanhemodinamik
o TidakmemungkinkanpenggunaanEPIdanHb
<7g/dL
o Hb<8g/dLdengangangguanhemodinamik
o Pasiendengandefisiensibesiyangakandeprogramte
rapi EPO ataupunyang telah mendapat EPO
tetapirespons belum adekuat, sementara preparat
besi IV/IMbelum tersedia, dapat diberikan
transfuse darah denganhati-hati
o TargetpencapaianHbdengantransfusedarahadalah
7-9g/
dL.Transfusidiberikansecarabertahapuntukmengh
indaribahayaoverhidrasi,hiperkatabolik9asidosis)
dan hyperkalemia. Bukti klinis
menunjukkanbahwa pemberian transfuse darah
sampai kadar Hb 10-12 g/dL, berhubungan
dengan peningkatan mortalitasdan tidak terbukti
bermanfaat. Pada kelompok pasienyang
idrencanakan untuk transplantasi ginjal,
pemberiantransfusedarah sedapatmungkin
dihindar
Nutrisi
(g/kgBB/hari
>60 Tidakperlurestriksiprotein Tidakperlurestriks
i
25-60 0,6g/kgBB/haritermasuk≥0,35g/ ≤10
kgBB/
hariproteindengannilaibiologictinggi
5-25 0,6g/kgBB/haritermasuk≥0,35g/ ≤10
kgBB/
hariproteindengannilaibiologictinggi
0,3g/kgBB/ ≤9
haridengansuplementasiasam
aminoesensialketoanalog
<60 0,8g/kgBB/hari ≤12
0,3g/kgBB/ ≤9
(sindromnefroti haridengansuplemetasiasamaminoesen
k) sial atau ketoanalog
BerbagaiformulacairanparenteraluntukpasienCKD5
Formulakoepple
Air:1000-2000ml/hari
Glukosa500-600 g/hari
Asamamino35-45g/hari
Kalori:35-50kkal/kgBB/hari
NPC/N:300(CKD)500(GGA)
Elektrolit:Na,K,Ca,Mg,Zn,Cu
Vitamin dan lipid
FormulaTeraoka
50%glukosa:1000ml
10%NaCl: 40ml
Kasparta:1mEq
8,5%Caglukonas:6 mEq
MgSulfat: 6mEq
K2PO4:1mEq
Kidmin: 400-600 ml
Lipid:400ml/w
Vitamin
Pemakaiankidmin
Partialparenteralnutrisi:200ml,sekaliseharis
elama2jamataupadawaktudalisis
Totalparenteralnutrisi:400mldengan300kkal
/100mlmelaluivenasentral
3.2.10 Prognosis
Dalam memprediksi prognosis CKD, dapat diidentifikasi
variabel-variabel berikut ini: 1) penyebab CKD; 2) kategori GFR; 3)
kategori albuminuria; 4) faktor risiko dan kondisi penyerta lainnya.
Hematuri yang pasien alami disebabkan oleh adanya batu pada vesika
urinaria. Urolitiasis dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, diantaranya
idiopatik, gangguan aliran kemih ataupun adanya gangguan metabolic. Gangguan
aliran kemih dapat menjadi predisposisi terbentuknya batu saluran kemih
dikarenakan adanya stagnansi aliran urin sehingga urin berada lebih lama pada
tractus urinarius yang menyebabkan terjadinya endapan. Adanya gangguan
metabolic seperti hiperparatiroid, hiperurisemi, hiperkalsemi, akan menyebabkan
peningkatan saturasi promoter terjadinya batu (urin supersaturasi). Gejala yang
ditimbulkan mulai dari nyeri kolik, penjalaran nyeri sesuai lokasi batu, hematuri
baik makroskopis maupun mikroskopis, gejala LUTS iritatif, demam (waspada
urosepsis).Pasien mengaku sering mengonsumsi jengkol, dalam seminggu pasien
bisa makan jengkol 4-5 kali. Diketahui bahwa jengkol mengandung djenkolic acid
yang merupakan zat promotive kristal sehingga dapat menyebabkan hipersaturasi
urin.
Pasien juga mengeluhkan adanya rasa mual saat makan, keluhan muncul
sekitar 2 minggu SMRS, dan dirasakan akhir-akhir ini semakin memberat. Mual
dapat disebabkan oleh adanya ureum yang tinggi, yang dapat menyebabkan
inflamasi pada mukosa saluran sehingga terjadi gastropati. Selain itu, mual juga
dapat disebabkan oleh adanya rangsangan terhadap nervus vagus pada tractus
urinarius. Sejak 1 minggu SMRS, pasien kemudian merasa badan sangat lemah
yang membuat pasien tidak mampu bekerja lagi. Pasien juga mengaku muncul
keluhan sesak napas. Sesak napas juga semakin memberat. Pada pemeriksaan
auskultasi paru tidak didapatkan adanya rhonki. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya anemia dengan Hb 8,3 g/dL. Keluhan sesak dapat disebabkan
oleh adanya edema paru akibat overload cairan oleh karena retensi dari ekskresi
ginjal, namun pada pasien tidak ditemukan adanya rhonki. Pada pasien dicurigai
keluhan sesak dapat diakibatkan anemia yang dialami pasien. Anemia
adalahkomplikasi yang sering terjadi pada individu dengan CKD. Penyebab
anemia padaCKD adalah multifaktorial dan termasuk penurunan produksi
eritropoietin ginjal,penurunan umur sel darah merah, gangguan penyerapan zat
besi usus yang dimediasioleh hepcidin (pengatur utama sirkulasi zat besi) dan
kehilangan darah berulang padapasien hemodialisis. Anemia pada pasien juga
dikarenakan adanya perdarahan.
Keluarga pasien mengatakan, satu hari SMRS, badan pasien semakin
lemas, pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya dan hanya
terbaring di tempat tidur, pasien cenderung lebih sering tertidur dan tidak
nyambung ketika diajak berbicara. Hal ini dapat menandakan pasien mengalami
ensefalopati uremikum.
Pemeriksaan darah pada tanggal 23/8/2023 didapatkan adanya leukositosis
(28.000) dan anemia dengan Hb 8,3 g/dL, serta adanya trombositosis 664.000/uL.
SGOT ditemukan meningkat yaitu 75,8 U/L, ureum 253,3 mg/dL dan kreatinin
20,36 mg/dL. Dari pemeriksaan elektrolit didapatkan adanya hiponatremi
(114,98), hiperkalemi (6,79), hipochloremi (74,29) dan hipokalsemi (0,64)
dikarenakan adanya gangguan pada fungsi ginjal. Urinalisis didapatkan warna
merah, sangat keruh, protein +2, eritrosit penuh, leukosit +1. Bilirubin total
didapatkan 1,4 mg/dL dengan bilirubin direk 1,2 mg/dL. Hasil USG ginjal dan
buli didapatkan hidronefrosis bilateral, renal calculi kanan, batu buli dengan
curiga blood clot di buli.
Tatalaksana pada CKD antara lain: (1) terapi spesifik terhadap penyakit
dasarnya, (2) memperlambat perburukan fungsi ginjal, (3) pencegahan dan terapi
terhadap komorbid, (4) pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, dan (5) terapi
pengganti ginjal. Pada kasus ini, pasien menderita CKD stage V, dan
penatalaksanaannya adalah persiapan untuk terapi pengganti ginjal. Terapi
pengganti ginjal yang dapat dipilih adalah hemodialisis.Inisiasi
hemodialysisdimulai jika terdapat tanda atau gejala yang berhubungan dengan
uremia, protein-energy wasting, adanya kelainan metabolik, dan/atau overload
cairan. Pada pasien ini menderita ensefalopati uremikum dan gangguan
keseimbangan elektrolit yang menjadi indikasi dari dilakukan hemodialisis.
CaCO3 merupakan pengikat fosfor untuk mengatasi hiperfosfatemia pada pasien
CKD. Pemberian obat pengikat fosfat diindikasikan pada CKD stadium 3-5, dan
sebaiknya CKD stadium 3-5 dengan hiperkalsemia tidak diberikan pengikat fosfat
yang mengandung kalsium. Pengikat fosfat diberikan secara oral, untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang
banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat.Pasien juga
diberikan tatalaksana pemberian asam folat. Asam folat diberikan karena berperan
dalam pemeliharaan eritropoiesis karena berfungsi untuk pemulihan dan
pemeliharaan hematopoiesis normal. Asam folat memiliki peranan asam dalam
proses sintesis nukleo protein, dimana ini merupakan inti dari pembentukan dan
produksi sel-sel darah merah. Kerja asam folat berhubungan dengan kerja dari
vitamin B12.
BAB V
KESIMPULAN
Pasien datang ke IGD dengan keluhan BAK berdarah sejak 1 bulan SMRS.
Pasien mengatakan urin berwarna merah kecoklatan, jumlah urin cenderung
berkurang,urin yang keluar sedikit. Keluhan ini disertai nyeri pada daerah
pinggang, demam yang hilang timbul,perut terasa nyeri dan membesar serta sesak
napas. Keluhan nyeri saat berkemih disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis, shifting dullness (+), nyeri tekan (+) ad regio lumbar dextra.
Pasien mengalami gross hematuri.Pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya
anemia dengan Hb 8,3 g/dL, leukositosis 24.10, kalium 6.79, ureum 253.3,
kreatinin 20.36, dari perhitungan GFR diperoleh 2.3 mL/min. Berdasarkan hal
tersebut diambil diagnosis grosshematuria ec batu saluran kemih, CKD stage V,
ensefalopati uremikum, hiperkalemia.Tatalaksana pada kasus ini yaitu terapi
pengganti ginjal, yang dipilih adalah hemodialisis.CaCO3 merupakan pengikat
fosfor untuk mengatasi hiperfosfatemia pada pasien CKD. Pasien juga diberikan
tatalaksana pemberian asam folatkarena berperan dalam pemeliharaan
eritropoiesis karena berfungsi untuk pemulihan dan pemeliharaan hematopoiesis
normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saleem MO, Hamawy K. Hematuria. InStatPearls [Internet] 2022 Aug 8.
StatPearls Publishing.
2. Desen W. Buku Ajar Onkologi Klinis. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2008.
3. Bolenz C, Schröppel B, Eisenhardt A, Schmitz-Dräger BJ, Grimm MO.
The investigation of hematuria. Deutsches Ärzteblatt International. 2018
Nov;115(48):801.
4. Hamadah AM, Gharaibeh K, Mara KC, Thompson KA, Lieske JC, Said S,
Nasr SH, Leung N. Urinalysis for the diagnosis of glomerulonephritis: role
of dysmorphic red blood cells. Nephrol Dial Transplant. 2018 Aug
01;33(8):1397-1403.
5. NKF-KDIGO. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation
and management of chronic kidney disease. ISN. 2012; 3(1):1–163
6. Riskesdas 2018 [Internet]. Depkes.go.id. 2018. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf
7. Romagnani, Paola, et al. Chronic kidney disease. Nature reviews Disease
primers, 2017, 3.1: 1-24.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
9. Pernefri. 5 th report of Indonesian renal registry 2015;12–3.
10. Hruska KA, Mathew S, Lund R, Qiu P, Pratt R. Hyperphosphatemia of
chronic kidney disease. Kidney Int. 2008; 74 (2): 148–57.
11. Faul C, Amaral AP, Oskouei B, Hu MC, et al. FGF23 induces left
ventricular hypertrophy. J Clin Invest. 2011; 121 (11): 4393–408.
12. Kidney Health Australia. The Chronic Kidney Disease (CKD)
Management in Primary Care. 4th edition. Melbourne, 2020.
13. Bacchetta J, Sea JL, Chun RF, Lisse TS, et al. FGF23 inhibits extra-renal
synthesis of 1,25-dihydroxyvitamin D in human monocytes. J Bone Miner
Res. 2012; 28 (1): 46–55.
14. KDIGO: Kidney Disease Improving Global Outcomes. KDIGO Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, Prevention, and
Treatment of Chronic Kidney Disease-Mineral and Bone Disorder (CKD-
MBD); 2009.
15. Ganong. Renal Function & Micturition. Review of Medical Physiology,
25th ed. McGraw-Hill Education. p. 677; 2016
16. Garneata L, Mirescu G. Effect of low-protein diet supplemented with keto
acids on progression of chronic kidney disease. Journal of Renal Nutrition.
May 2013: 23 (3); 210-3.