Oleh:
Lale Sirin Rifdah Salsabila
H1A321040
Pembimbing:
dr. SAK Indriyani, M.Kes, Sp.A (K)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat dan petunjuk-Nya penyusunan Laporan Kasus dengan judul
“Anak Laki-Laki 3 Tahun dengan TB Paru Klinis Destroyed Lung disertai
Empiema TB Pulmo Sinistra Klinis Mixed Bacterial” dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Tujuan dari penyusunan Laporan Kasus ini
adalah untuk memenuhi tugas dalam proses kepanitraan klinik di bagian SMF
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain itu, penulis berharap tulisan
ini dapat memberikan manfaat bagi profesi kedokteran serta dapat meningkatkan
dan memperluas pemahaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesarbesarnya kepada dr. SAK Indriyani, M.Kes, Sp.A (K) selaku
pembimbing dan semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan dan
dukungan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan
Kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya
kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama Lengkap : An. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 8 Maret 2020
Umur : 3 Tahun 9 Bulan
Alamat : Aikmel, Lombok Timur
Tanggal MRS : 13 Desember 2023
No. RM : 2423xx
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 23 Desember 2023 didukung dengan data dari rekam medis pasien.
A. Keluhan Utama
Sesak
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki berusia 3 tahun 9 bulan rujukan dari RSUD Dr. R.
Soedjono, Selong dibawa ke RSUD Provinsi NTB pada 13 Desember
2023 dengan keluhan sesak. Keluhan sesak diawali dengan demam yang
naik turun dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
demam disertai dengan keringat dingin di malam hari. Keluhan lain seperti
batuk, pilek, mual, muntah, mimisan, ruam, dan gusi berdarah disangkal.
BAB dan BAK tidak terdapat keluhan. Nafsu makan masih baik. Pasien
dibawa berulang kali ke Puskesmas namun keluhan tidak membaik. Suhu
demam paling tinggi adalah 42°C, hanya turun selama 3 jam setelah
minum parasetamol. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien
dibawa kembali ke puskesmas dan dirujuk ke RS Dr. R. Soedjono, Selong.
Keluhan sesak dan batuk pasien mulai disadari oleh orang tua pasien
setelah ditunjukkan hasil pemeriksaan di RSUD Selong berupa adanya
udara di paru. Pasien kemudian dilakukan pemasangan selang di dada
sebelum pada akhirnya dirujuk ke RSUD Provinsi NTB. Selama
perawatan di RSUD Provinsi NTB pasien dikeluhkan sesak, batuk, namun
demam jarang terlalu tinggi.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah sakit yang sampai harus dirawat
inap di puskesmas, klinik maupun rumah sakit. Pasien juga tidak memiliki
riwayat batuk, sesak, kejang atau demam lama dan penyakit lainya.
Kesimpulan: riwayat penyakit dahulu tidak berhubungan dengan penyakit
pasien saat ini.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien mengatakan bahwa di keluarga pasien saat ini dan
beberapa waktu terakhir menyangkal adanya keluhan yang serupa dengan
pasien. Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat batuk atau
demam lama, kejang, alergi dan penyakit genetik lainya. Riwayat
hipertensi hanya dikeluhkan dari nenek dari ibu pasien.
Kesimpulan: riwayat penyakit keluarga tidak berhubungan dengan
penyakit pasien saat ini
E. Ikhisar Keluarga
F. Riwayat Kehamilan
Pasien lahir dari ibu dengan G2P1A0H1 di usia 26 tahun. Ibu
pasien memiliki buku KIA dan rutin melakukan ANC di posyandu tiap
bulan serta melakukan ANC puskesmas. Hasil USG kehamilan (2x
selama hamil) selalu normal. Selama kehamilan ibu selalu meminum
tablet tambah darah dan vitamin serta selalu vaksin TT sesuai arahan
bidan. Selama kehamilan ibu tidak pernah sakit demam, batuk maupun
penyakit lainya.
Kesimpulan: riwayat kehamilan baik
G. Riwayat Persalinan
Ibu pasien mengatakan pasien lahir pervaginam dan cukup bulan di
Puskesmas Aikmel yang dibantu oleh bidan. Berdarkan keterangan ibu
diketahui bahwa saat pasien lahir, pasien langsung menangis, bergerak
aktif, tidak tampak adanya kebiruan mapun kuning. Ibu pasien
mengatakan bahwa berat badan pasien saat lahir sekitar 3.800 gram
sedangkan untuk ukuran panjang badan maupun lingkar kepala tidak ingat.
Kesimpulan: riwayat persalinan baik
H. Riwayat Makanan
Selama 2 tahun pertama pasien selalu mendapatkan asi, 6 bulan
berupa asi eksklusif, sedangkan MP-ASI diberikan setelah usia 6 bulan.
MP-ASI yang diberikan berupa bubur tepung beras yang dibuat sendiri,
setelah usia 1 tahun pasien mulai dikenalkan dengan menu keluarga.
Sebelum sakit, pasien makan lahap 3-4x/hari, satu piring kecil
dengan menu sama dengan keluarga. Saat sakit, frekuensi makan pasien
masih sama namun porsinya sedikit.
Kesimpulan: riwayat makan setelah sakit baik
I. Riwayat Perkembangan dan Kepandaian
Motorik Kasar
1. Bisa tengkurap dan terlentang sendiri (usia 5 bulan)
2. Duduk tanpa berpegangan (usia 7 bulan)
3. Berdiri tanpa berpegangan (usia 1 tahun)
4. Bisa berjalan (usia 1 tahun 1 bulan)
5. Bisa berlari (usia 1 tahun 8 bulan)
6. Bisa berdiri satu kaki (usia 3 tahun 2 bulan)
Motorik Halus
1. Memegang mainan (usia 4 bulan)
2. Mengambil mainan dengan tangan kanan dan kiri (usia 8 bulan)
3. Memasukkan mainan ke dalam wadah (usia 1 tahun 2 bulan)
4. Mencoret-coret (usia 1,5 tahun)
5. Menumpuk kubus (usia 2 tahun)
Komunikasi/Berbicara
1. Bersuara Oooo (usia 3 bulan)
2. Menoleh ke suara (usia 5 bulan)
3. Bersuara ma.. ma.. (usia 8 bulan)
4. Memanggil mama (usia 1 tahun)
5. Berbicara beberapa kata (usia 1,5 tahun)
6. Bercerita singkat sepenuhnya dimengerti (belum bisa)
Sosial Kemandirian
1. Tersenyum spontan (usia 2 bulan)
2. Memasukkan benda ke mulut (usia 6 bulan)
3. Bertepuk tangan (usia 1 tahun)
4. Minum dari gelas (usia 1,5 tahun)
5. Memakai pakain sendiri (belum bisa)
Kesimpulan: riwayat 4 aspek perkembangan tidak terdapat keterlambatan.
J. Riwayat Imunisasi
Berdasarkan pengakuan keluarga pasien, sebelum sakit imunisasi
sudah lengkap sesuai dengan umur pasien dan ketersediaan vaksin di
Puskesmas Aikmel.
D. Pemeriksaan Lokalis
Kepala - Bentuk: Kesan normosefali
- Rambut: Pesebaran merata, berwarna hitam, lurus dan
lebat.
- Wajah: pucat (-), ikterus (-), edema (-), ruam (-), jejas (-)
Mata - Ptosis (-)
- Konjungtiva: anemis (+/+)
- Sklera: ikterik (-)
- Pupil: refleks pupil (+/+), isokor, ukuran ± 3 mm
Telinga - Inspeksi: simetris, deformitas (-), massa (-), kemerahan (-)
- Palpasi: massa (-), nyeri tekan (-)
Hidung - Inspeksi: simetris Inspeksi: simetris, deformitas (-), deviasi
septum (-), secret (-), epistaksis (-), hiperemis mukosa
hidung (-), edem mukosa hidung (-)
- Palpasi: massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Mulut - Bibir: sianosis (-), pucat (-), bibir tampak kering (-)
- Rongga mulut: Perdarahan gusi (-), karies gigi edema dan
hiperemis mukosa faring (-)
Leher - Inspeksi: Trakea di tengah, massa (-)
- Palpasi: pembesaran KGB (-), trakea tepat di tengah (+)
Thoraks Inspeksi: Bentuk tampak simetris (+/+), retraksi subkostal
(+/+), Ictus cordis tidak tampak, tampak luka bekas
pemasangan WSD
Palpasi: Pengembangan dinding dada kiri kesan
tertinggal, krepitasi (+) hemithoraks kiri, nyeri tekan (-),
massa (-), thrill (-)
Perkusi: pulmo kanan: meningkat, pulmo kiri: redup
pada lapang paru bawah, batas jantung dextra ICS II
parasternal line, batas jantung sisnistra ICS V midclavicula
line.
Auskultasi:
Cor: suara jantung S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo:suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki
(+/+), crackles +/+
Abdomen Inspeksi: Distensi (-), jejas (-)
Auskultasi: bising usus (B), frekuensi 12x/ menit
Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi: Distensi (-), organomegaly (-), nyeri tekan perut
minimal (+) di seluruh kuadran abdomen
Ektremitas Inspeksi: deformitas (-), edema (-), sianosis (-),
ruam (-), kulit tampak keriput (-)
Palpasi: akral teraba hangat (+/+/+/+), CRT<2 detik,
pitting edema (-)
Pemeriksaan Hasil
Kultur sputum Organisme terdeteksi: Streptococcus mitis
(14 Desember 2023) Resisten terhadap:
- Amikasin
- Ampisilin
- Ciprofloksasin
- Asam fusidat
- Gentamisin
- Oksasilin
- Penisilin G
- Tetrasiklin
- Tobramisin
- Kotrimoksazol
Sensitif terhadap:
- Kloramfenikol
- Klindamisin
- Eritromisin
- Linezolid
- Vankomisin
GenXpert Mtb Sampel: Sputum
(14 Desember 2023) Mtb not detected
Pengecatan BTA Sampel: Sputum
(14 Desember 2023) BTA tidak ditemukan
Kultur cairan pleura - Tidak ada pertumbuhan kuman
(2 Januari 2024)
Patologi Anatomi Cairan Pleura Makroskopik:
(2 Januari 2024) - Diterima 2 sediaan dalam spuit berisi cairan pleura dengan
volume 1,5 ml, dan dalam tabung dengan volume 2
ml, warna merah keruh. Diproses dalam 4 slide.
Mikroskopik:
- Hapusan cukup sel mengandung sel-sel radang limfosit,
makrofag dengan latar belakang sebaran eritrosit.
Kesimpulan:
- Tidak tampak keganasan pada sediaan ini
B. Pemeriksaan Radiologi
Tanggal: 7 Desember 2023
Foto Thoraks Proyeksi AP
- Hiperlusen avaskular luas dengan kolaps
paru pada hemithoraks kiri, disertai
gambaran deep sulcus sign
- Tampak pula hiperlusen avaskular minimal
pada hemithoraks kanan dengan pleural
white line
- Bercak luas paru kanan
- Cor normal
- Sinus kanan sedikit tumpul
Kesan
- Pneumothoraks bilateral dominan kiri
- Suspek TB paru dd pneumonia
- Efusi pleura minimal dekstra
2.5 Resume
Laki-laki berusia 3 tahun 9 bulan dengan keluhan demam naik turun dan
keringat dingin sejak 2 minggu yang lalu disertai batuk dan sesak sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat berobat di puskesmas namun
demam tidak bisa turun, riwayat rawat inap di RS Selong selama 7 hari
dengan udara dalam paru dan dilakukan tindakan pemasangan WSD.
Saat pemeriksaan, pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, T =
36,2oC, HR = 118 x/menit, RR = 30 x/menit, SpO2 96% O2 NK 2 lpm, status
gizi kurang, konjungtiva anemis, pemeriksaan thoraks menunjukkan luka
bekas pemasanga WSD pada hemithoraks kiri, ketertinggalan gerak dada kiri,
retraksi subkostal (+/+), krepitasi (+) hemithoraks kiri, perkusi pulmo kanan
meningkat namun pulmo kiri redup pada lapang paru bawah. Abdomen dalam
batas normal.
Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan anemia ringan mikrositik
hipokromik dengan leukositosis dominan neutrofil, peningkatan enzim hati,
kultur sputum terdeteksi Streptococcus mitis yang resisten terhadap banyak
antibiotik, serta pemeriksaan PA cairan pleura menunjukkan sel-sel radang.
Pemeriksaan radiologis serial terhadap foto rontgen dada menunjukkan
pneumothoraks bilateral, susp Tb paru dd pneumonia, efusi pleura minimal
desktra (7/12/23) yang terpasang WSD dengan sugestif TB paru (13/12/23)
serta CT scan thoraks dengan abses paru kiri, empiema bilateral, dan
emfisema subkutis hemithoraks kiri (13/12/23). Foto thoraks tanggal 22/12/23
menunjukkan destroyed lung paru kanan, empiema kiri terpasang WSD, serta
tanggal 3/1/24 tampak efusi pleura dekstra cukup banyak dan TB pulmo
bilateral dd pneumonia.
2.6 Assessment
- TB paru klinis dengan destroyed lung + multicavitas (dominan dekstra) +
empiema TB Sx klinis mixed bacterial
- Susp abses paru Sx dan Emfisema subkutis Sx
- Anemia penyakit kronis
- Gizi kurang
2.7 Planning
A. Planning Diagnostik
- Evaluasi Rotgen Thorax
B. Planning Terapi
1) Medikamentosa
- Levofloxacin 1 x 125 mg IV
- Paracetamol 3 x 150 mg IV KP T≥37,5°C
- Dexamethasone 3 x 3 mg IV
- OAT 2HRZE/10HR KDT Anak 1 x 3 tab (INH 1 x 120 mg, RIF 1
x 180 mg, PZA 1 x 400 mg, Ethambutol 1 x 250 mg)
2) Non medikamentosa
- O2 NK 3 lpm
- IVFD D51/2NS 1000cc/24 jam
- Rencana thorakotomi setelah OAT H-14 (tgl 28/12)
- Nasal washing
- Rawat luka tiap 2 hari
C. Planning Diet
BB: 13 kg
- Kebutuhan cairan:
Kebutuhan cairan = (100x10) ml + (50x1,9) ml
= 1095 ml/L
- Kebutuhan protein
Kebutuhan protein pasien = 14.3 x 1,2 = 17.6gr/hari ~ 15 gr/hari
- Kebutuhan kalori
Kebutuhan protein pasien = 14.3 x 90= 1.287 gram/hari
Bentuk diet: Solid
Jalur Pemberian: oral
Frekuensi pemberian: 3x sehari
2.8 Edukasi
- Edukasi mengenai kondisi pasien saat ini dan rencana terapi yang akan
dilakukan.
- Edukasi mengenai kedisplinan pengobatan pasien
- Edukasi mengenai penggunaan masker untuk mencegah penularan (terutama
pada orang-orang disekitar pasien)
- Edukasi keluarga untuk melakukan skring TB
3.5 Klasifikasi
Berdasarkan cara diagnosisnya, kasus tuberkulosis dibagi menjadi:15
sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (< dari
28 dosis bila memakai obat program).
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat
program). Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil
pengobatan terakhir sebagai berikut :
rifampisin.
3.6.2 Skoring
Diagnosis anak dengan menggunakan sistem skoring dapat dilakukan
pada fasilitas pelayanan kesehatan primer. Sistem skoring ini diharapkan
dapat membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam
mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana.
Interpretasi dari hasil skoring adalah sebagai berikut:15
1. Jika skor total ≥ 6, anak didiagnosis dengan TB anak klinis dan
segera obati dengan OAT
2. Jika skor total = 6, uji Tuberkulin positif atau ada kontak
erat,dengan gejala lainnya anak didiagnosis dengan TB anak klinis
dan segera obati dengan OAT
3. Jika skor total = 6, uji Tuberkulin positif atau ada kontak erat,
tanpa adanya gejala lainnya anak didiagnosis dengan infeksi laten
TB, berikan pengobatan pencegahan TB
4. Jika skor total 6, dan uji Tuberkulin negatif atau tidak ada kontak
erat, observasi gejala selama 2-4 minggu, bila menetap evaluasi
kembali kemungkinan diagnosis TB dan rujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
5. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut.
Tabel 1. Sistem skoring diagnosis TB anak di fasilitas pelayanan kesehatan primer
B. Pencitraan
Berikut ini pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
pasien dengan tuberkulosis:
- Foto Rontgen Thoraks
Foto rontgen thoraks memainkan peran penting dalam diagnosis
dan memantau tuberkulosis anak. Pemeriksaan initidak sensitif dan
nonspesifik, bahkan 15% pasien terkonfirmasi TB dapat memiliki
hasil pemeriksaan yang normal.21 Secara umum, gambaran
radiologis yang menunjang TB adalah: pembesaran kelenjar hilus
atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, konsolidasi segmental/lobar,
efusi pleura, milier, atelektasis, kavitas, kalsifikasi dengan infiltrat,
dan/atau tuberkuloma.15 Pembesaran kelenjar hilus merupakan
penanda radiologis (namun bukan patognomonis) untuk TB primer
pada anak. Limfadenopati dapat ditemukan pada 50-70% kasus
setelah 1-3 bulan paparan.21
Gambar 3. Foto rontgen thoraks tb paru berat anak dengan keterlibatan limfobronkial. a, b
Radiografi dada posteroanterior (a) dan lateral (b) menunjukkan kepadatan jaringan lunak
berlobulasi di daerah hilus dan mediastinum (panah) yang menunjukkan pembesaran kelenjar
getah bening, dengan penyempitan bronkus utama kiri (panah tebal) dan perpindahan ke kiri dari
trakea (panah tipis). c, d Pemindaian tomgrafi komputer dengan kontras yang ditingkatkan pada
dada. Gambar aksial pada pengaturan jendela jaringan lunak (c) menunjukkan nekrosis sentral
yang khas dengan peningkatan tepi perifer pada kelenjar getah bening subkarinal (panah).
Gambaran koronal pada pengaturan jendela paru (d) lebih baik menggambarkan penyempitan
halus bronkus utama kiri (panah) yang disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah bening 21
3.7 Tatalaksana
Tata laksana medikamentosa TB anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).15
Mengingat tingginya risiko TB disseminata pada anak kurang dari 5 tahun,
maka terapi TB hendaknya diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Terdapat beberapa perbedaan penting antara anak dengan dewasa, di antaranya
adalah usia muda mempengaruhi kecepatan metabolisme obat sehingga anak
terutama usia kurang dari 5 tahun memerlukan dosis yang lebih tinggi (mg/kgBB)
dibandingkan anak besar atau dewasa. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian
OAT setiap hari lebih baik dibandingkan pemberian OAT intermiten.15
Tabel 3. OAT yang dipakai dan dosisnya15
Anak yang lebih kecil umumnya memiliki jumlah kuman yang jauh lebih
sedikit (paucibacillary) sehingga transmisi kuman TB dari pasien anak juga lebih
rendah, serta rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif tidak
sekuat pada orang dewasa, kecuali pada BTA positif, TB berat dan adult-type
TB.15
Terapi TB pada anak dengan BTA negatif menggunakan paduan INH,
Rifampisin, dan Pirazinamid pada fase inisial 2 bulan pertama kemudian diikuti
oleh Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan.15
Tabel 4. Panduan OAT Anak15
3.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terkait dengan tuberkulosis antara lain:22,23
- Destruksi paru luas
- Kerusakan ganglia simpatis servikal mengarah ke sindrom Horner
- Sindrom distres pernapasan akut
- Persebaran milier (diseminata) termasuk meningitis TB
- Empiema
- Pneumothoraks
- Emfisema subkutan disertai pneumomediastinum
- Fistula bronkopleura
- Amiloidosis sistemik
3.9 Prognosis
Angka kekambuhan dan infeksi ulang adalah sebesar 1,9% pada kelompok
usia 5-24 tahun. Kekambuhan didefinisikan sebagai episode TB kedua setelah
interval bebas penyakit >12 bulan setelah pengobatan berhasil. Tingkat
perkembangan infeksi TB menjadi penyakit TB pada anak bervariasi tergantung
usia, >50% pada bayi hingga <5% pada usia sekolah, meningkat lagi menjadi
>10% pada remaja. Hal ini juga bergantung pada status kekebalan tubuh dan
menurun seiring waktu sejak infeksi. Pengobatan pencegahan (PT) infeksi TB
mengurangi risiko perkembangan hingga 60%-90%, tetapi evaluasi terhambat
oleh kurangnya standar emas untuk diagnosis TBI.24
3.10 Pencegahan
Pencegahan tuberkulosis pada anak dapat dilakukan dengan beberapa
langkah berikut:15
1. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette et Guerin)
Vaksin BCG masih sangat penting untuk diberikan, meskipun efek
proteksi sangat bervariasi, terutama untuk mencegah terjadinya TB
berat (TB milier dan meningitis TB). Sebaliknya pada anak dengan
HIV, vaksin BCG tidak boleh diberikan karena dikhawatirkan dapat
menimbulkan BCG-itis diseminata.
2. Pengobatan pencegahan dengan INH
Profilaksis primer diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak
dengan pasien TB dewasa dengan BTA sputum positif (+), namun pada
evaluasi dengan tidak didapatkan indikasi gejala dan tanda klinis TB.
Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis 10 mg/kgBB/hari selama
6 bulan, dengan pemantauan dan evaluasi minimal satu kali per bulan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu
diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai dan
anak belum atau tidak terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada anak
dengan kontak erat TB yang imunokompromais seperti pada HIV,
keganasan, gizi buruk dan lainnya, profilaksis INH tetap diberikan
meskipun usia di atas 5 tahun.
Profilaksis sekunder diberikan kepada anak-anak dengan bukti infeksi
TB (uji tuberkulin atau IGRA positif) namun tidak terdapat gejala dan
tanda klinis TB. Dosis dan lama pemberian INH sama dengan
pencegahan primer. Pengobatan pencegahan terhadap anak yang
berkontak dengan kasus indeks TB RO menggunakan ethambutol 15 –
25 mg/kgBB/hari dan levofloksasin 15 – 20 mg/KgBB/hari pada anak
balita dan anak imunokompromis disegala usia yang kontak erat dengan
pasien TB RO. Durasi pemberian selama 6 bulan.
3. Pencegahan dengan 3HP
Selain pemberian INH selama 6 bulan, WHO 2018 juga
merekomendasikan pemberian regimen lain, yaitu INH-Rifampisin dan
INH-Rifapentin (3HP). Pemberian INH-Rifapentin lebih dipilih karena
pemberiannya yang lebih singkat yaitu diberikan 1x per minggu selama
12 minggu. Studi menunjukkan kepatuhan pasien lebih baik pada
regimen 3HP sehingga angka keberhasilan menyelesaikan terapi
pencegahan lebih tinggi
3.11 Empyema Tuberkulosis
Empyema secara umum didefinisikan sebagai kumpulan pus di kavum
pleura.4 Empyema tuberkulosis ditandai dengan adanya pus dalam kavum pleura
sebagai akibat dari infeksi aktif kronis dari pleura oleh bakteri tuberkulosis. 25
Empyema tuberkulosis merupakan bentuk yang jarang dari TB pleura. Beberapa
dekade terakhir, insiden empyema TB berkurang secara signifikan namun masih
mengancam kesehatan masyarakat.4
Infeksi aktif kronis ini menyebabkan influks neutrofil dan berkembangnya
efusi pleura purulen, penebalan, hingga kalsifikasi pleura. 25 Empyema
diklasifikasikan menjadi 3 tahapan progresifitas, yaitu: fase eksudatif (I),
fibrinopurulen (II), dan organisasi (III).4
Beberapa mekanisme diduga terkait dengan terjadinya empyema
tuberkulosis, antara lain: progresi efusi pleura tuberkulosis yang tidak tertangani
dengan baik, penyebaran langsung infeksi daru KGB toraks yang ruptur, ruptur
dari kavitas paru atau fokus diafragma, penyebaran hematogen dari fokus yang
jauh, atau kontaminasi kavum pleura setelah pembedahan paru atau
pneumonektomi. Penanganan keterlibatan pleura oleh tuberkulosis sama dengan
tuberkulosis paru. Rekomendasi awal adalah berupa pemasangan drainase pleura,
namun sepertiga pasien mengalami kegagalan oleh terapi ini. Terapi invasif
seperti torakotomi terbuka dengan dekortikasi pleura mungkin dibutuhkan untuk
menyelesaikan proses infeksi dan mencegah berkembangnya fibrothoraks. Sama
halnya dengan empyema bakterial, penggunaan terapi intrapleural dengan
fibrinolitik dan deoksiribonuklease (DNase) secara sinergis dengan pengobatan
oral dapat menjadi bagian terapi dari pasien yang gagal dengan drainase toraks.25
Empyema TB yang tidak tertangani dengan adekuat dapat menimbulkan
komplikasi seperti fistula pleurokutan (empyema necessitatis), massa dinding
dada, dan destruksi tulang. Adapun mortalitas dan morbiditas akibat kondisi ini
tergolong tinggi. Diperirakan bahwa mortalitas empyema mencapai 20% dan
angka pembedahan untuk mencapai kesembuhan dalam 1 tahun infeksi awal
mencapai 20%.4
BAB IV
PEMBAHASAN
8. WHO. Global Tuberculosis Report 2019. 2019th ed. Geneva; 2019. 1–100
p.
10. Attah CJ, Oguche S, Egah D, Ishaya TN, Banwat M, Adgidzi AG. Risk
factors associated with paediatric tuberculosis in an endemic setting.
Alexandria J Med. 2018 Dec 1;54(4):403–9.
14. Marais BJ, Schaaf HS. Tuberculosis in Children. Cold Spring Harb
Perspect Med [Internet]. 2014 [cited 2023 Mar 29];4(9). Available from:
/pmc/articles/PMC4143109/
17. Bayot ML, Mirza TM, Sharma S. Acid Fast Bacteria. StatPearls [Internet].
2022 Aug 8 [cited 2023 Mar 22]; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537121/
19. Lee YJ, Kim S, Kang Y, Jung J, Lee E, Kim JY, et al. Does Polymerase
Chain Reaction of Tissue Specimens Aid in the Diagnosis of Tuberculosis?
J Pathol Transl Med [Internet]. 2016 [cited 2023 Mar 21];50(6):451.
Available from: /pmc/articles/PMC5122730/
20. Department of Health and Human Services. Guidelines for the Prevention
and Treatment of Opportunistic Infections in Adults and Adolescents with
HIV: Recommendations from the Centers for Disease Control and
Prevention, the National Institutes of Health, and the HIV Medicine
Association of the Inf. Dep Heal Hum Serv [Internet].
2020;http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/lvguidelines/. Available from:
http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/lvguidelines/adult_oi.pdf.Accessed
21. Concepcion NDP, Laya BF, Andronikou S, Abdul Manaf Z, Atienza MIM,
Sodhi KS. Imaging recommendations and algorithms for pediatric
tuberculosis: part 1—thoracic tuberculosis. Pediatr Radiol [Internet]. 2023
Aug 1 [cited 2024 Jan 23];53(9):1773–81. Available from:
https://link.springer.com/article/10.1007/s00247-023-05654-1
25. Colares P de FB, Rivas JKD, Sciortino ADS, Sales RKB de, Teixeira LR.
Tuberculous empyema: combined intrapleural therapy might be an
alternative. J Bras Pneumol [Internet]. 2022 Nov 28 [cited 2024 Jan
20];48(6):e20220232. Available from: /pmc/articles/PMC9747172/
31. Alamneh YM, Akalu TY, Shiferaw AA, Atnaf A. Magnitude of anemia and
associated factors among children aged 6–59 months at Debre Markos
referral hospital, Northwest Ethiopia: a hospital-based cross-sectional
study. Ital J Pediatr [Internet]. 2021 Dec 1 [cited 2024 Jan 23];47(1).
Available from: /pmc/articles/PMC8362241/
32. Pearson HA, Kalinyak KA. Chronic Anemia. Pediatrics [Internet]. 2023
Aug 7 [cited 2024 Jan 23];1065–71. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534803/
34. Bello SO, Umejiaku S, Ogunkunle TO, Afolabi OF, Yakubu AA.
Spontaneous subcutaneous emphysema in a male toddler in a health facility
in Nasarawa state: A case report. J Pan African Thorac Soc. 2021;2(1):53–
5.
37. Fitzgerald DB, Waterer GW, Read CA, Fysh ET, Shrestha R, Stanley C, et
al. Steroid therapy and outcome of parapneumonic pleural effusions
(STOPPE): Study protocol for a multicenter, double-blinded, placebo-
controlled randomized clinical trial. Medicine (Baltimore) [Internet]. 2019
Oct 1 [cited 2024 Jan 23];98(43). Available from:
/pmc/articles/PMC6824804/