Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis merupakan suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini memiliki bentuk batang (basil),
serta memiliki sifat tahan asam. Dikarenakan bentuk dan sifat tersebut, bakteri
TBC kerap disebut dengan Basil Tahan Asam (BTA). Pada umumnya, bakteri
TBC kerap ditemukan menginfeksi parenkim paru, sehingga menyebabkan TBC
paru. Namun, bakteri ini memiliki daya infeksi bagian tubuh lain, atau biasa
disebut dengan TB ekstra paru. TB ekstra paru dapat ditemukan di pleura,
kelenjar limfa, tulang, dan organ ekstra paru lainnya (Burhan et al., 2020).
Berdasarkan Global TB Report 2018, pada tahun 2017 terdapat 842.000 kasus
baru TB (319 per 100.000 penduduk) dan kematian karena TB sebesar 116.400
(44 per 100.000 penduduk) termasuk pada TB-HIV positif. Angka notifikasi
kasus pada tahun 2017, didapatkan 171 per 100.000 penduduk. Hal ini
menyebabkan negara Indonesia menempati posisi ketiga dunia dalam hal jumlah
penyakit TBC (Floyd et al., 2018).
Secara nasional, pada tahun 2017 didapatkan insidensi TBC sebanyak 36.000
kasus (14 per 100.000 penduduk). Jumlah kasus TB Resistan Obat diperkirakan
sebanyak 12.000 kasus. Angka tersebut didapatkan dari pasien TB paru yang
ternotifikasi. Angka kematian tuberkulosis pada tahun 2017, didapatkan 3,6 per
100.000 penduduk (termasuk diantaranya TB-HIV) (Floyd et al., 2018).
Prevalensi TBC di provinsi DIY masuk ke dalam 10 besar penyakit di DIY
pada tahun 2020. Angka prevalensi TBC di provinsi DIY berdasarkan surveilans
terpadu penyakit tahun 2020, didapatkan sebanyak 2721 kasus TBC paru BTA +.
Angka keberhasilan TB di kabupaten Bantul, didapatkan 83,6% menempati
urutan kedua terendah setelah kota Yogyakarta (Dinkes Provinsi DIY, 2021).
Insidensi TBC di puskesmas Bambanglipuro sendiri pada tahun 2021 yaitu
182,3/100.000 penduduk, dengan 73% kasus pada perempuan dan 37% kasus
pada laki-laki.
Terlepas dari kemajuan yang telah dicapai oleh dinkes Bantul, terkhusus
dalam hal ini daerah puskesmas Bambanglipuro, penyakit TBC tetap memerlukan
perhatian dari semua pihak karena tetap memberikan beban morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Berdasarkan, hal tersebut maka kelompok kami ingin
mengkaji lebih dalam lagi mengenai penyakit TBC di wilayah puskesmas
Bambanglipuro.

1.2. Tujuan
1. Memberikan informasi mengenai angka kejadian TBC di puskesmas
Bambanglipuro.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai skrining/deteksi dini penyakit TBC
dengan segera melakukan pemeriksaan di puskesmas.
3. Meningkatkan pengetahun akan pentingnya kepatuhan minum obat pada
pasien TBC.
4. Meningkatkan pengetahuan mengenai pencegahan penyakit TBC.

1.3. Manfaat
1. Memberikan informasi bagi pasien dan lingkungan sekitar puskesmas
Bambanglipuro mengenai penyakit TBC sehingga dapat dilakukan
pencegahan dan terapi pada pasien dengan TBC.
2. Memberikan informasi secara luas pada masyarakat yang tinggal di sekitar
puskesmas Bambanglipuro, sehinnga dapat melakukan deteksi dini dan
pencegahan penyakit TBC.
BAB II
DATA KLINIS PASIEN DAN EVIDENS DASAR

 Judul Kasus : TBC


 Metode Anamnesis : Autoanamnesis pada hari selasa, 29 Maret 2022 pukul
15.30, di rumah pasien (Ceme, Sanden).

2.1. Identitas Pasien


 Nama :P
 Jenis kelamin : Perempuan
 Tempat, tanggal lahir : Bantul, 27 April 1997
 Usia : 24 tahun
 Alamat : Ceme, Sanden
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Guru
 Pendidikan : Sarjana Pendidikan
 Status perkawinan : Belum kawin
 Jaminan kesehatan : BPJS (JKN-KIS)

2.2. Keluhan Utama


Muncul benjolan di leher sudah sejak 1 tahun yang lalu.

2.3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Pasien datang ke poli batuk puskesmas Bambanglipuro dengan
keluhan benjolan di leher kanan. Benjolan ini sudah muncul sejak 1 tahun
yang lalu dan saat muncul terdapat benjolan di leher kanan dan ketiak kanan.
Saat awal muncul benjolan, pasien juga mengeluhkan demam malam hari,
batuk dahak bening, badan meriang, berat badan turun lebih dari 5 kg, nafsu
makan menurun, dan keringat dingin. Pasien mengatakan sudah melakukan
biopsi di rumah sakit Elisabeth dan pengangkatan massa/benjolan pada
Januari 2022.

2.4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


 Hipertensi : (-)
 Diabetes Melitus : (-)
 Kolesterol : (-)
 Asam Urat : (-)
 Benjolan : (+) -> muncul benjolan di ketiak, awal tahun
2021
 Alergi : (+) -> udara pagi, udara dingin - dahak bening
 Bronkitis : (+) -> tahun 2017, di RS PKU Bantul
 Mondok/operasi : (+) mondok karena pengangkatan benjolan dan
biopsi di RS Elisabeth, Januari 2022
 Kecelakaan/trauma : (-)
 Tranfusi/donor darah : (-)

2.5. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


 Hipertensi : (-)
 Diabetes Melitus : (-)
 Riwayat TBC : (-)
 Tumor : (-)

2.6. Riwayat Pengobatan


 Pengobatan bronkitis : Antibiotik, bronkodilator-salbutamol,vitamin
 Pengobatan TBC : On going pengobatan TBC kategori I, sudah
berjalan sekitar 2 bulan, sudah mau berpindah
ke fase lanjutan

2.7. Lifestyle
 Merokok : perokok aktif (-), perokok pasif (+) terpapar
dari tetangga sebelah rumah
 Alkohol : (-)
 Napza : (-)
 Aktivitas sehari-hari
Pasien merupakan seorang guru honorer, mata pelajaran PPKN di
SMP 4 Sewon. Pasien bekerja kurang lebih dari pukul 07.00-14.00. Pasien
sudah menekuni profesi tersebut sekitar 2 tahun.
 Pola tidur
Pasien dapat tidur dengan nyenyak, namun sering terbangun pukul
01.00. Saat terbangun, pasien mengatakan dapat tertidur kembali.
 Pola makan
Pola makan pasien memiliki menu yang lengkap, mulai dari
karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral. Pasien sering membawa bekal
makanan dari rumah dan sekali dua kali membeli makanan di warung
makan.
 Pola minum
Pola minum pasien terpenuhi, yaitu sekitar 2 liter per hari. Pasien
selalu membawa botol air dari rumah.
 Olahraga : melakukan olahraga sepeda, dengan frekuensi
1x/minggu, dan durasi sekitar 30-45 menit.
 Kondisi tempat tinggal
Pasien tinggal serumah bersama 5 orang anggota keluarga lainnya.
Lima orang anggota keluarga tersebut, yaitu bapak, ibu, kakak kandung,
kakak ipar, keponakan yang masih berumur 1 tahun. Lingkungan rumah
pasien, secara umum tampak lembab dan kurang saluran ventilasi. Pasien
mengatakan, orang tua pasien selama 1-2 bulan ini juga mengalami batuk
kering yang kambuh-kambuhan.

2.8. Riwayat Personal Sosial


 Sosial
Pasien tinggal bersama 5 orang anggota keluarga lainnya. Hubungan
pasien dengan 5 orang anggota keluarga lainnya baik dan harmonis. Orang
tua pasien bekerja sebagai petani, kakak kandung bekerja sebagai guru,
dan kakak ipar bekerja sebagai ibu rumah tangga. Keluarga pasien
mendukung dan memberikan support saat pasien terdiagnosis TBC ekstra
paru. Orang tua pasien juga memberikan perhatian lebih saat pasien
sempat dirawat di rumah sakit untuk biopsi. Pasien mengatakan tidak ada
Pengawas Menelan Obat (PMO). Saat minum obat, sebagai pengingat,
pasien menggunakan alarm dari handphone. Pasien juga tinggal
bersebelahan dengan tetangga yang masih saudara, namun jarang
berkomunikasi dikarenakan kesibukan pasien.
Nama Jenis Umur Pendidikan Pekerjaan
Kelamin (tahun)
Bapak L 66 SD Petani
Ibu P 66 SD Petani
Anak Pertama L 31 S1 Guru
Anak Kedua P 24 1K Guru

 Budaya
Pasien bersuku jawa, dan asli dari dusun ceme. Pasien tidak pernah
pindah, selalu bertempat tinggal di dusun ceme. Budaya di daerah tersebut
mengenai TBC, belum menganggap TBC sebagai penyakit yang perlu
segera diperiksakan ke puskesmas. Hal ini dikarenakan masih menggap
jika mengalami gejala-gejala TBC sudah membaik, tidak perlu lagi
diperiksakan.
 Religi
Pasien dan keluarga pasien memeluk agama islam. Pasien serta
keluarga taat beribadah, dan selalu merayakan hari raya umat islam.
 Pendidikan
Pasien menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta,
dengan jurusan sarjana pendidikan guru. Saat berkuliah pasien tidak
menyewa kos di yogyakarta dikarenakan tidak mendapat ijin dari orang
tua. Pasien mengatakan jika saat awal kuliah, sering mudah capek dan saat
merasa badan "drop", pasien menginap di rumah teman. Pasien
menambahkan, teman pasien ada yang terdiagnosis TBC paru pada tahun
2019. Informasi mengenai penyakit TBC, maupun penyakit lainnya
didapatkan pasien dari media sosial. Pasien belum pernah mendapatkan
informasi maupun penyuluhan dari puskesmas setempat terkait penyakit
TBC.
 Ekonomi
Kondisi ekonomi dari pasien menengah kebawah, untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari masih tergolong cukup. Pasien sudah membiayai
dirinya sendiri secara mandiri, sedangkan untuk pola makan masih
mengikuti menu yang disediakan orang tua karena memang masih tinggal
satu rumah dengan orang tua.
 Medical
Pasien terdiagnosis TBC ekstra paru sejak awal Januari 2022 setelah
melakukan biopsi di RS Elisabeth. Sejak terdiagnosis TBC ekstra paru,
pasien rutin melakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas. Selain
pemeriksaan kesehatan, pasien juga rutin meminta obat ke puskesmas saat
obat TBnya sudah habis. Pasien dan keluarga pasien memiliki jaminan
kesehatan berupa BPJS (JKN-KIS).

2.9. Riwayat Kondisi Hidup dan Lingkungan


A. Keadaan rumah
 Lokasi : Rumah pasien berlokasi di dusun ceme, kecamatan
sanden.
 Bentuk rumah
Luas bangunan rumah kurang lebih 10x12 meter persegi. Bangunan
rumah pasien berdinding semen dan batu bata. Bagian alas rumah pada
bagian ruang tamu dan keluarga sudah menggunakan lantai keramik. Pada
bagian belakang rumah, meliputi area dapur dan kamar mandi
menggunakan semen. Atap rumah terbuat dari pondasi kayu dan terbuat
dari genteng tanah liat. Terdapat 3 kamar tidur pada rumah pasien.
 Kondisi rumah
Rumah pasien memiliki 1 pintu utama dan 2 pintu belakang. Satu
jendela dari kayu, dan dapat dibuka pada bagian depan ruang tamu.
Perabot di rumah pasien, sebagian besar terbuat dari kayu dan triplek.
Tampak perabot dari rumah berdebu dan jarang dibersihkan. Kondisi
kamar tampak lebab dan tidak ada pencahayaan maupun ventilasi. Kondisi
ruang keluarga terdapat 1 ventilasi yang juga merupakan pintu belakang,
dan juga terkesan lembab, serta berdebu. Pencahayaan di seluruh bagian
rumah tampak minimal dan kurang pencahayaan.
 Kondisi kamar mandi
Rumah pasien memiliki 2 kamar mandi dengan lantai keramik.
Ventilasi udara untuk kamar mandi cukup dengan terdapat 3 lubang
ventilasi pada bagian atap kamar mandi. Pencahayaan walaupun sudah ada
dari atap, namun tetap kurang. Bak mandi terbuat dari keramik dan
tampak air tampak jernih dan tidak ditemukan jentik nyamuk.
 Sumber air
Sumber air rumah pasien utamanya berasal dari sumur. Pasien
mengatakan jika air sumur lebih bersih dan bening daripada air minum.
Air sumur digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mencuci,
mandi, dan minum (merebus air sumur). Air sumur berasal dari sumur
yang berada di halaman belakang pasien. Air PAM hanya digunakan
untuk menyiram lingkungan sekitar rumah dan tanaman saja.
 Pengelolaan limbah
Limbah padat seperti sampah kering dan sampah dapur dibakar
seminggu sekali di pekarangan rumah.Limbah cair rumah tangga termasuk
cairan septik tank berada di belakang rumah. Saluran air kotor sudah
tertutup semen sehingga limbah rumah tangga tidak menimbulkan bau di
dalam rumah.
B. Kondisi lingkungan sekitar rumah
Kondisi halaman masih berupa tanah, dan terdapat lubang untuk
membakar sampah kering. Terdapat beberapa tanaman dan pohon di
halaman depan pasien. Pada halaman belakang terdapat kolam ikan, yang
berisi ikan nila dan gurame. Secara umum kondisi sekitar lingkungan
rumah tampak bersih dan tidak ada tumpukan sampah maupun genangan
air.

2.10. Pemeriksaan Fisik


A. Vital Sign
 Keadaan Umum : Sedang
 Kesadaran : CM
 GCS : E4V5M6
 Status Psikologis : Tenang
 Tensi : 130/80 mmHg
 Nadi : 84x/menit
 Napas : 16x/menit
 Suhu : 36,7 C
 SpO2 : 98%
 BB : 62,3 kg
B. Status Lokalis
 Kepala
 Kepala : Normochepali
 Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
 Hidung : Normal, deviasi septum (-), sekret (-)
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
 Leher : Pembesaran KGB leher kanan, massa multipel pada
bagian leher kanan , nyeri tekan (-)
 Axilla : Terdapat bekas luka jahitan pada axilla kanan,
massa/benjolan (-)
 Thorax
 Pulmo
 Inspeksi : Terdapat ada jejas atau bekas luka, ketertinggalan
gerak nafas (-)
 Palpasi : Fremitus dalam batas normal (+/+)
 Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
rhonki basal basah (-/-)
 Cor
 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
 Palpasi : iktus cordis tidak teraba di midclavicularis
sinistra
 Perkusi : kardiomegali (-)
 Auskultasi : Suara jantung normal S1 dan S2, mur-mur (-)
 Abdomen
 Inspeksi : tidak ada jejas, bekas luka
 Auskultasi : Bising usus normal
 Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : Tidak ada jejas/bekas luka, Edema (-/-), CRT < 2
detik (+/+)

2.11. Diagnosis Klinis


TBC ekstra paru
2.12. Diagnosis Komunitas
Masalah kurangnya pengetahuan keluarga/masyarakat tentang
program kesehatan (TB paru), disertai dengan adanya masalah gaya hidup
(stressor) dan masalah kesehatan lingkungan dalam hal ini kurangnya
ventilasi dan pencahayaan rumah di wilayah puskesmas Bambanglipuro
periode tahun 2021

2.13. Tatalaksana
R/ 4KDT TB Tab No XLV
S 1 dd Tab IV
R/ Loratadin Tab 10 mg No X
S 1 dd Tab I
R/ Asetilsistein Caps 200 mg No X
S 3 dd Tab I p.c
BAB V
KAJIAN MANAJEMEN-ORGANISASI PROGRAM PEMBINAAN

5.1. Kinerja Utama


Target utama pembinaan ini yaitu, untuk individu dengan penyakit TBC dan
keluarga yang mendampingi individu dengan riwayat penyakit TBC. Insidensi
kejadian TBC di kecamatan Bambanglipuro pada periode 2021 tercatat
182/100.000 penduduk. Angka ini tergolong tinggi dibandingkan dengan rata-rata
nasional Indonesia. Permasalahan yang menyebabkan tingginya angka kejadian
TBC di kecamatan Bambanglipuro disebabkan oleh kurangnya kesadaran
masyarkat akan gejala-gejala TBC, serta pentingnya segera memeriksakan diri
jika mengalami gejala TBC. Berdasarkan hal tersebut, kelompok kami memilih
pembinaan dengan media leaflet, dimana leaflet tersebut berisikan pengertian
TBC, gejala TBC, dan etika batuk untuk pencegahan TBC.
 Rumusan masalah
 Tingginya insidensi pasien dengan penyakit TBC di kecamatan
Bambanglipuro pada tahun 2021.
 Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini pada penyakit
TBC.
 Kurangnya pengetahuan masyarakat akan cara pencegahan penyakit TBC.
 Tujuan
 Memberikan informasi cara mengetahui gejala-gejala pada penyakit TBC.
 Memberikan edukasi mengenai cara pencegahan dan pentingnya
skrining/deteksi dini pada penyakit TBC.
 Menjelaskan bahwa obat TBC yang diminum harus tepat secara dosis, dan
waktu
 Diagnosis komunitas
Masalah kurangnya pengetahuan keluarga/masyarakat tentang
program kesehatan (TB paru), disertai dengan adanya masalah gaya hidup
(stressor) dan masalah kesehatan lingkungan dalam hal ini kurangnya
ventilasi dan pencahayaan rumah.

INTERNAL
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
● Terdapat fasilitas kesehatan ● Jadwal pelayanan kesehatan
yang cukup memadai, berupa kuratif puskesmas dipersingkat,
poli batuk, gen x-pert, mobil menjadi pukul 08.00-11.00
ambulans selama pandemi COVID-19
● Terdapat program edukasi ● Pelayanan promotif dan
kesehatan, diantaranya preventif penyakit TBC terbatas
program pencegahan dan ● Terbatasnya program home-care
pengendalian penyakit TBC pada kasus TBC, serta kurang
● Adanya kegiatan surveilans meratanya pelayanan home-care
epidemiologi penyakit pada penyakit TBC
menular, dalam hal ini ● GerMaS terbatas pada masa
terkhusus penyakit TBC pandemi COVID-19
● Adanya tenaga kesehatan yang ● Kurangnya jumlah tenaga untuk
kompeten melaksanakan program TBC
secara rutin

EKSTERNAL Strategi SO Strategi WO


Peluang (O) ● Meningkatkan kerja sama ● Program penyuluhan (germas)
● Akses ke fasilitas kesehatan dengan tokoh masyarakat dibuat secara terjadwa, dan
dapat dicapai dengan mudah (dukuh) untuk meningkatkan dalam pelaksanannya rutin dan
● Fasilitas jaminan kesehatan informasi mengenai penyakit teratur
mudah didapatkan TBC. ● Memberikan pelatihan pada
● Adanya kader posyandu dan ● Setiap kali pasien kunjungan kader terkait pentingnya deteksi
posbindu sebagai tenaga ke puskesmas difasiltasi dini pada pasien dengan TBC
tambahan dengan program promosi sehingga kader juga memiliki
● Adanya tokoh masyarakat terkait penyakit menular, kemampuan untuk melakukan
(dukuh) yang dapat diajak dalam hal ini secara khusus pelayanan secara mandiri, dan
kerjasama TBC melakukan rujukan ke
puskesmas
Ancaman (Threat) Strategi ST Strategi WT
● Kurangnya pengetahuan kader ● Melakukan optimalisasi ● Melakukan pembinaan
akan penyakit menular, program PHBS sekaligus kader terkait penyakit
terkhusus penyakit TBC sebagai upaya skrining TB menular, khususnya
● Kurangnya health seeking secara rutin dengan metode penyakit TBC dan
behavior pada individu dengan door to door ditambahkan edukasi
TBC mengenai pentingnya PMO
● Status sosial-ekonomi yang ● Memotivasi keluarga
rendah melalui kegiatan home-
● Tidak adanya petugas PMO care maupun penyuluhan
baik dari kader maupun
lingkungan masyarakat
● Kurangnya pengetahuan dan
motivasi dari keluarga

5.2. Input
 Sumber daya manusia
Sumber daya manusia yang dilibatkan dalam edukasi ini, yaitu dokter
muda, perawat, dan kader yang ada di wilayah puskesmas Bambanglipuro.
 Perangkat keras
Peralatan yang digunakkan dalam edukasi, meliputi leaflet, pengeras
suara, dan kamera untuk kebtuhan dokumentasi.

5.3. Proses
 Perencanaan
 Menentukan sasaran pembinaan, yaitu individu dan keluarga yang berada
di wilayah puskesmas Bambanglipuro.
 Menentukan kriteria inkulsi dan ekslusi pembinaan
 Kriteria Inklusi
1. Penderita TBC
2. Individu dan keluarga yang berada di wilayah kerja puskesmas
Bambanglipuro
 Kriteria Eksklusi
1. Bukan pasien di puskesmas Bambanglipuro.
 Edukasi kepada masyarakat melalui kegiatan puseksmas keliling dan saat
di puskesmas Bambanglipuro dengan membagikan leaflet.
 Pelaksanaan
1. Puskesmas keliling
 Hari/tanggal : Jumat, 1 April 2022
 Waktu : 10.00-11.30
 Tempat : Kelurahan Mulyodadi
 Pendamping : Mbak Dina
 Kegiatan : Melakukan kegiatan puskesmas keliling, sekaligus
memberikan edukasi mengenai apa itu penyakit TBC,
gejala penyakit TBC dan cara pencegahannya.
2. Edukasi melalui leaflet di puskesmas Bambanglipuro
 Hari/tanggal : Sabtu, 2 April 2022
 Waktu : 07.30-08.00
 Tempat : Halaman belakang puskesmas Bambanglipuro
 Kegiatan : Memberikan edukasi kepada pasien yang datang ke
puskesmas Bambanglipuro mengenai penyakit TBC
dan cara pencegahannya, terkhusus dengan etika batuk.
 Pertanggungjawaban
 Melalukan identifikasi masalah yang menyebabkan tingginya kejadian
penyakit TBC di puskesmas Bambanglipuro.
 Menyampaikan hasil dan kesimpulan edukasi dalam presentasi akhir di
puskesmas Bambanglipuro

5.4. Output
 Memberikan informasi mengenai kejadian penyakit TBC di puskesmas
Bambanglipuro.
 Meningkatknya pengetahuan indvidu dan masyarakat akan pentingnya deteksi
dini dan mengetahui gejala-gejala pada penyakit TBC.
 Meningkatnya pengetahuan individu dan masyarakat mengenai pentingnya
patuh minum obat pada penyakit TBC.

BAB VI
REFLEKSI
Penyakit TBC merupakan penyakit yang dapat disembuhkan. Dalam
perjalanan penyakitnya, semakin baik jika penyakit TBC didiagnosis lebih dini,
sehingga terapi dapat bermanfaat secara maksimal. Namun, masa pandemi covid-19
menyebabkan pergeseran pada social health determinant. Pergerseran ini
menyebabkan hampir semua prioritas terfokuskan pada penanganan covid-19,
sehingga penyakit infeksi lainnya, terkhusus penyakit TBC terkesampingkan. Sebagai
dokter muda, kami memberikan edukasi melalui puskesmas keliling dan secara
langsung ke individu serta masyarakat di puskesmas Bambanglipuro. Promosi
edukasi berisi mengenai pengertian penyakit TBC, gejala-gejala penyakit TBC, dan
pecengahan penyakit TBC. Harapannya setelah dilakukan edukasi, masyarakat
semakin aware akan pentingnya deteksi dini dan pencegahan penyakit TBC. Promosi
dan preventif penyakit TBC dapat dilakukan secara rutin di puskesmas
Bambanglipuro dikarenakan sudah adanya fasilitas yang memadai, misalnya saat di
poli batuk dengan membagikan leaflet dan melalui pengeras suara.

DAFTAR PUSTAKA

Burhan, E., Soeroto, A., & Isbaniah, F. (2020). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis. (S. Sastroasmoro, Ed.). Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Dinkes Provinsi DIY. (2021). Profil Kesehatan Provinsi DIY Tahun 2020.
Yogyakarta: Dinas Kesehatan Provinsi DIY.

Floyd, K., Anderson, L., Baddeley, A., & Dias, H. M. (2018). Chapter 3: TB Disease
Burden. In H. Cadman (Ed.), Global TB Report (pp. 27–48). New York: WHO.
https://doi.org/10.1016/j.pharep.2017.02.021

Anda mungkin juga menyukai