Disusun Oleh
Penguji
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran
sehingga dalam penyelesaian tugas kami ini. Saya mengucapkan terima kasih
kepada dosen penguji pada Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat yaitu dr.
Fancy Brahma Adiputra M. Gz. yang menyempatkan waktu untuk mengevaluasi
laporan kasus ini.
Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah ikut berpartisipasi dalam penulisan laporan kasus dengan judul Tonsilitis ini
sehingga dapat terselesaikan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2.1.2 Anamnesis
2.1.6 Resume
2.1.9 Prognosis
4.3 Epidemiologi
4.4 Etiologi
4.5 Patofisiologi
4.8 Penatalaksanaan
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LEMBAR PERSETUJUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
LAPORAN KASUS
Nama : An. H
Umur : 5 tahun
Pekerjaan : Siswi
Pendidikan : TK-A
Agama : Islam
Alamat : Ngadirejo RT 22 / RW 3
Suku : Jawa
2.1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Batuk
- Riwayat penyakit serupa : Ibu pasien mengaku An. H sering mengalami sakit
seperti ini (demam, batuk, pilek). Kira-kira sejak usia 3 tahun An. H dalam setahun
kira-kira bisa 5 kali mengalami sakit seperti ini.
- Riwayat Kejang Demam : dimulai usia 8 bulan pasien pernah kejang demam
dan akhirnya pasien konsumsi obat-obatan untuk kejang.
- Riwayat penyakit serupa : kakak kedua pasien kira-kira 3 minggu yang lalu
juga merasakan demam, batuk, dan pilek.
e. Riwayat Kebiasaan
g. Riwayat Gizi
- Kualitas : Nasi, lauk pauk (tempe, tahu, ayam), tidak suka makan sayur dan
buah
Saat hamil An. H, ibu merasa tidak ada keluha. An. H lahir prematur kira-
kira ketika usia kehamilan 8 bulan dengan berat lahir 2300 gram. Lahir secara sectio
cessaria di rumah sakit karena riwayat SC sebelumnya. Imunisasi dasar lengkap
sesuai usia pasien. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan teman-teman seusianya.
i. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah konsumsi obat-obatan untuk kejang (sirup asam valproat) saat
usia 8 bulan dan diminum selama 1 tahun. Untuk sakit saat ini, tidak ada obat-
obatan yang dikonsumsi karena langsung dibawa ke puskesmas.
2.1.3 Anamnesis Sistem
1. Kulit: warna kulit sawo matang, pucat (-), gatal (-), kulit kering (-)
6. Mulut: sariawan (-), mulut kering (-), pembesaran Tonsil seperti amandel (+)
8. Tenggorokan: sakit menelan (+), susah untuk menelan (-), serak (-)
9. Pernafasan: sesak nafas (-), batuk kering (+), batuk berdahak (-)
11. Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nyeri perut (-)
12. Genitourinaria: BAK lancar, warna dan jumlah dalam batas normal
13. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kesemutan dan rasa tebal (-)
14. Ekstremitas
- Atas kanan : bengkak (-), nyeri (-), luka (-), kaku (-)
- Atas kiri : bengkak (-), nyeri (+), luka (-), kaku (-)
- Bawah kanan: bengkak (-), nyeri (-), luka (-), kaku (-)
- Bawah kiri : bengkak (-), nyeri (-), luka (-), kaku (-)
2.1.4 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
b. Kesadaran : Komposmentis
c. GCS : 456
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : -
c. Pernafasan : 20 x/ menit
d. Suhu : 36,6℃
e. BB : 18 kg
f. TB : 107 cm
BB/U : 18 kg → Normal
3. Head to Toe
a. Kulit
b. Kepala
Bentuk normocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), kelainan
mimik wajah / bells palsy (-), oedem (-), pucat (-)
c. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
d. Hidung
e. Mulut
f. Telinga
g. Tenggorokan
Tonsil T3/T2 hiperemis, detritus (-/-), pseudomembrane (-/-), uvula ditengah, faring
hiperemis (-)
h. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).
i. Thoraks
Cor
Perkusi :
Auskultasi: Suara jantung I–II tunggal reguler, suara jantung tambahan (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris
j. Abdomen
Perkusi: Timpani
k. Ektremitas
Deformitas (-), akral hangat (+), akral pucat (-), Crt < 2 detik
Bibir : kering (-), ulkus (-), stomatitis angularis (-), trismus (-), gerakan bibir dan
sudut mulut dBN
Gusi : hiperemia (-), ulkus (-), odem (-)
Lidah : stomatitis (-), atrofi (-), tumor/massa (-)
Palatum durum : hiperemia (-), ulkus (-)
Palatum mole : hiperemia (-), ulkus (-)
Uvula : bentuk : tepat ditengah
posisi : Selalu menunjuk ke bawah
massa : -
Arkus anterior : Hiperemi: +
Massa :-
Arkus posterior : Hiperemi: -
Massa :-
Tonsil :
Kanan T 3 Kiri T 2
Warna: Hiperemi
Detritus: -/-
Membran: -/-
Ulkus: -/-
Massa: -/-
Faring :
warna : merah muda
udem :-
granula :-
reflex muntah :+
Tidak dilakukan
2.1.6 Resume
1. Aspek Personal
• Keluhan utama:
2. Aspek Klinis
• Diagnosis Banding:
- Faringitis
- Tonsilitis Difteri
• Biologi
Pasien berusia 5 tahun dimana usia ini merupakan kelompok usia anak
sekolah, riwayat kejang demam, riwayat lahir prematur dan berat badan lahir
rendah.
• Pengetahuan
• Perilaku
Kebiasaan An. H sering berrenang dan tidak tahu teman-teman yang ikut
berenang sedang sakit atau tidak. An. H. tidak suka makan sayur dan buah. An. H.
suka bermain dengan kakak keduanya meskipun kakak kedua sedang sakit. An. H
bermain sepeda di dalam dan di luar rumah.
• Higenitas Peseorangan
1. Fungsi Sosiallisasi
Ayah dan ibu pasien mengajari dan membimbing norma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan pasien.
2. Fungsi Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia, ibu pasien berkerja
sebagai guru ngaji dengan gaji yang belum tetap. Kakak pertama pasien bekerja
sebagai pramusaji di Bali dengan gaji sekitar 1,5 juta.
3. Fungsi Biologis
Dalam kelurga ini terdiri dari 3 anak, anak pertama yang sudah tidak tinggal
satu rumah berumur 20 tahun, anak kedua berumur 13 tahun, dan anak ketiga yakni
pasien berumur 5 tahun, ibu pasien berumur 48 tahun, dan ayah pasien berumur 44
tahun. Kakak kedua pasien masih bermain dengan pasien meskipun sedang sakit.
4. Fungsi Pendidikan
2. Lingkungan
Pasien tinggal di rumah dengan tingkat kebersihan yang masih kurang baik.
Murid-murid mengaji di rumah pasien dan dari murid mengaji terkadang ada yang
sakit.
5. Derajat Fungsional
Mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit, mulai dari sekolah dan
perawatan diri (Derajat 1).
1. Tatalaksana Holistik
a. Aspek Personal
b. Aspek Klinis
• Amoxicillin dengan dosis 250 mg. Diminum 3 kali sehari setelah makan
• Deksametason dengan dosis 0,25 mg. Diminum 3 kali sehari setelah makan
• Vitamin B komplek dengan dosis 1 tablet. Diminum 1 kali sehari setelah makan
• Memberikan edukasi terkait kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah
dengan tingkat imunitas. Serta menyarankan An. H untuk mejaga jarak dengan
teman dan kakak yang sedang sakit.
• Memberikan edukasi kepada ibu tentang tonsilitis berdasarkan materi yang ada
di poster tonsilitis.
• Memberikan informasi kepada An. H terkait pentingnya makan sayur dan buah-
buahan. Serta menyarankan untuk membuat kesepakatan antara ibu dan An. H,
bila An. H ingin renang harus makan makanan dengan gizi yang seimbang.
• Meskipun lantai rumah tidak berubin, bukan berarti memasukkan sepeda keluar
masuk tanpa dibersihkan. Jadi, sepeda sebaiknya ditaruh luar rumah.
• Mengajak kakak kedua untuk ikut serta menjaga kesehatan An. H dengan
menjaga jarak dengan An. H bila kakak sedang sakit.
• Memberikan edukasi kepada keluarga mengenai hal-hal yang dapat dihindari
sehingga keluarga dapat mendukung upaya pencegahan dan perawatan selama
dirumah pada penyakit tonsilitis.
• Berupaya maksimal dalam menciptakan kondisi rumah yang lebih bersih, rapi,
dan tidak berdebu.
• Berdiskusi terkait kegiatan mengaji di rumah utamanya ketika ada anggota
murid yang sakit untuk menjaga An. H tetap di dalam kamar.
2. Tatalaksana Komprehensif
a. Promotif
b. Preventif
c. Kuratif
Diagnosis An. H adalah Tonsilitis sehingga diberikan terapi farmakologi dan non
farmakologi.
• Farmakologi
- Amoxicillin dengan dosis 250 mg. Diminum 3 kali sehari setelah makan
- Deksametason dengan dosis 0,25 mg. Diminum 3 kali sehari setelah makan
- Vitamin B komplek dengan dosis 1 tablet. Diminum 1 kali sehari setelah makan
• Non-farmakologi:
- Membersihkan rumah dan membuka jendela saat siang agar tidak lembab
d. Rehabilitatif
Mengikuti aturan dokter dan kontrol rutin ketika obat habis dan keluhan
belum mereda.
3. Tatalaksana Berkesinambungan
4. Tatalaksana Integratif
Ad vitam : Bonam
Ad functionam: Bonam
Tabel 2.1 Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah
N Nama Status L/ Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien Keterangan
o P Lapsus
2 Ny. D Menikah P 48 tahun MAN Guru Mengaji Tidak -
Belum
3 An. N P 13 tahun MI Siswi Tidak -
Menikah
Belum
4 An. H P 5 tahun TK Siswi Iya Tonsilitis
Menikah
Keterangan: Tabel diatas menampilkan daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
Hubungan antara An. H dengan keluarganya cukup baik. Dalam keluarga ini jarang
terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
2.2.4 Tahapan Keluarga
Masalah kesehatan yang mungkin terjadi pada keluarga ditahapan ini antara lain:
A. Fungsi Biologis
B. Fungsi Psikologis
C. Fungsi Sosio-ekonomi
• Baik pasien maupun anggota keluarganya memiliki hubungan yang baik dengan
tetangga, teman sekolah, maupun lingkungan sekitar. Mereka cukup dikenal baik
oleh masyarakat sekitar karena keramahan masing-masing.
D. Fungsi Fisiologis
√
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Skor 10
Keterangan:
0 : jarang/tidak sama sekali
1 : kadang-kadang
2 : sering/selalu
Tabel 2.3 APGAR score An. N
Sering/ Kadang- Jarang/
Apgar Skor An. N Terhadap Keluarga
selalu kadang Tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
√
√
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah √
hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan, √
perhatian dll
√
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Skor 10
Keterangan:
0 : jarang/tidak sama sekali
1 : kadang-kadang
2 : sering/selalu
Pola interaksi keluarga seharusnya ditinjau dari semua anggota keluarga inti
pada An. N. Namun karena kesulitan untuk mengumpulakan semua anggota
keluarga, maka data yang didapat menjadi kurang. Kategori penilaian (total skor):
• Kurang = < 5
• Cukup = 6 – 7
• Baik = 8 - 10
E. Fungsi Patologis
a. Social
Skor 1 = bila interaksi dengan tetangga tidak berjalan baik dan bermasalah
Skor 0 = bila interaksi dengan tetangga berjalan dengan baik dan tidak ada
masalah
b. Culture
Skor 1 = bila tidak ada kepuasan terhadap budayanya, tata krama dan
sopan santun tidak terlalu diperhatikan
Skor 0 = bila ada kepuasan terhadap budayanya, masih memperhatikan
tata krama dan sopan santun
c. Religious
Skor 1 = bila tidak taat menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya
Skor 0 = bila taat menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya
d. Economy
Skor 1 = bila status ekonomi rendah, kepala keluarga dan atau anggota
keluarga tidak berpenghasilan
Skor 0 = bila status ekonomi sedang-lebih, kepala keluarga dan atau
anggota keluarga berpenghasilan
e. Education
Skor 1 = bila tingkat pendidikan anggota keluarga rendah
Skor 0 = bila tingkat pendidikan anggota keluarga cukup-tinggi
f. Medical
Skor 1= bila anggota keluarga tidak mendapatkan layanan kesehatan yang
memadai
Skor 0= bila anggota keluarga mendapatkan layanan kesehatan yang
memadai
Jika skor < 3 berarti fungsi patologis baik, dan jika ≥ 3 maka fungsi patologis
kurang. Berikut hasil dari SCREEM score keluarga An. H:
G. Fungsi Keturunan
H. Fungsi Perilaku
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
Pasien dibawa menuju ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan terkait
keluhannya. Namun, kakak kedua dan An. H bermain bersama walau salah satunya
sakit.
J. Fungsi Indoor
Komponen Rumah
1. Ukuran Rumah
Ukuran rumah An. H adalah 6 m x 9 m = 54 m2, yang terdiri dari 1 lantai
dan memiliki 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang ruang tengah, 1 kamar mandi
bersama toilet, 1 dapur, dan gudang. Menurut Badan Standar Nasional Indonesia
(2004), standar rumah sehat adalah ketika tiap 1 orang dalam rumah memiliki ruang
gerak minimal 9 m2 Dengan demikian, luas rumah keluarga An. H tergolong
memenuhi standar karena berukuran 54 m2 dan diisi 3 orang anggota keluarga.
2. Langit-Langit
Langit-langit rumah tidak terpasang plafon sehingga tidak mencegah
pertebaran debu dari atap yang dapat mengganggu pernafasan atau mencemari
makanan apabila tidak ditutup sehingga dapat menimbulkan gangguan sistem
pencernaan.
3. Lantai
Lantai rumah terbuat dari semen yang ditutupi plastik. Berdasarkan
persyaratan rumah sehat dari Kemenkes, lantai rumah An. H sudah memenuhi
syarat rumah sehat yaitu tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada
musim hujan (kedap air), serta mudah dibersihkan.
4. Dinding
Dinding rumah bentuk tembok batu bata, tidak bocor, dinding bagian dalam
dan luar tidak dicat.
5. Ventilasi
Ventilasi di seluruh bagian rumah cukup sehingga sirkulasi udara dengan
mudah keluar-masuk.
7. Pencahayaan
Pencahayaan termasuk cukup karena sinar matahari dapat masuk ke dalam
rumah melalui keseluruhan sisi rumah. Pencahayaan buatan sudah cukup karena
terdapat lampu di setiap ruangan yang cukup.
8. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara cukup bagus karena setiap ruangan memiliki ventilasi udara.
9. Kepadatan penghuni
Rumah tersebut ditinggali oleh 3 orang. Kepadatan penghuni rumah dapat
dikatakan cukup.
Sarana Sanitasi
1. Sumber air bersih
Sumber air bersih yang digunakan keluarga An. H adalah dari sumber mata
air.
2. Jamban
Posisi jamban gabung dengan bangunan rumah utama (di dalam rumah)
dengan kondisi yang kurang bersih, lantai semen, dan dinding masih batu bata.
Sedangkan untuk posisi septic tank berada ± 4 m dari jamban dan septic tank berada
di luar bangunan rumah. Hal ini menurunkan resiko masalah kesehatan seperti
penularan penyakit ataupun mencemari lingkungan.
Secara umum potensi masalah keluarga yang mungkin terjadi adalah karena
prilaku anggota keluarga dan faktor lingkungan. Sehingga pemecahan
permasalahannya adalah dengan penatalaksanaan kedokteran keluarga yang
meliputi penatalaksanaan holistik, komprehensif, berkesinambungan, dan
integratif. Secara holistik dokter dapat menjembatani persepsi pasien bahwa
keluhan yang dialami oleh pasien sekarang bisa disebabkan karena berbagai macam
faktor seperti usia, prilaku, faktor lingkungan, dan beberapa faktor lain yang
kemungkinan dapat saling berkolaborasi mencetuskan keluhan tersebut. Oleh
karena itu pola hidup harus lebih diperhatikan lagi, seperti pola makan, prilaku,
serta lingkungan.
Selain itu juga dibutuhkan pelayanan komprehensif yang terdiri dari
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Penatalaksanaan promotifnya dengan
cara memberikan edukasi dan KIE mengenai permasalahan kesehatan yang
mungkin muncul dalam keluarga. Potensi permasalahan dan pemecahan
permasalahan pada keluarga ini antara lain:
1. Bermain bersama antar saudara meskipun salah satu sedang sakit
Solusi pemecahan masalah:
Menganjurkan ibu untuk selalu memantau anak. Ketika salah satu sakit,
makan segera dibawa ke puskesmas dan menjaga jarak antar anak ketika
salah satu sakit.
2. Jamban dengan dinding batu bata yang menyebabkan air akan terserap ke
batu bata yang akan membuat udara menjadi lembab.
Solusi pemecahan masalah:
Menyarankan menggunakan alat penyerap kelembapan yang sudah terjual
bebas di toko. Akan lebih baik lagi, jika menambal dinding batu bata agar
tahan air.
3. Resiko gangguan kesehatan seperti batuk karena tidak ada plafon dan
keadaan dinding dalam rumah yang berisiko banyak debu dan susah
dibersihkan.
Solusi pemecahan masalah:
Membersihkan ruangan atau tempat yang banyak debunya dan selalu pakai
masker saat membersihkan debu. Mengganti seprei dan sarung bantal 3 hari
sekali agar bebas dari debu.
Tujuan:
Sasaran:
Bentuk Pelaksanaan:
• Tahap Persiapan
• Tahap Pelaksanaan
• Tahap Evaluasi
TINJAUAN PUSTAKA
Tonsil adalah massa berupa bagian dari jaringan limfoid yang secara
kolektif dikenal sebagai cincin waldeyer (Gambar 4.1). Cincin Waldeyer
membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil nasofaring (adenoid), tonsil
tuba, tonsil palatina (fausial), tonsil lingualis serta rangkaian jaringan limfoid lateral
yang terletak pada plicae salpingophrayngeae (Gambar 4.2) (Paulsen, 2012).
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,
masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil.
Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar.
Tube tonsil
- Anterior : M. palatoglosus
- Posterior : M. palatofaringeus
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut
masuk bersama makanan. (Alasmari, 2017). Etiologi penyakit ini dapat disebabkan
oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen
pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil (Anderson, 2021):
a. Anamnesis
Pasien mengeluh berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada
yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, iritasi pada
tenggorokan dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering
disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala lain dapat ditemukan seperti
demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran
kelanjar limfa submandibular (Rusmarjono, 2007).
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
• Mikrobiologi
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Bakteri
penyebab tonsilitis tersering adalah Grup A streptococcus B hemolitikus. Daerah
tenggorokan banyak mengandung flora normal. Permukaan tonsil mengalami
kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang didapatkan
dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi tonsil.
Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan bakteri
patogen yang sebenarnya, sehingga pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan
dengan swab jaringan inti tonsil. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat
memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih akurat. Pemeriksaan
kultur dari inti tonsil ini dilakukan sesaat setelah tonsilektomi atau dengan
aspirasi jarum halus dengan pasien diberikan narkose lokal terlebih dahulu
(Bailey, 2006).
Gambar 4.7 (a) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (b) Grade-II tonsils.
(c) GradeIIItonsils. (d) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”).
• Histopatologi
Berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi
yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan
infitrasi limfosit yang difus (Lalwani, 2007).
1. Farmakologi
Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat
isap, pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau
oral. Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat
pada penderita tonsilitis kronis yaitu antibiotik golongan penisilin merupakan
antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih
murah. Golongan makrolida dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap
penisilin, hal ini disebabkan efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida
lebih banyak (Hassan, 2007).
2. Non-farmakologi
• Indikasi umum: Jika tonsil menjadi sumber infeksi dimana resiko terhadap
tubuh lebih besar dari pada resiko operasi.
• Indikasi absolut:
a) Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu)
yang terkait dengan cor pulmonal.
b) Curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral).
c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan
tonsilektomi Quincy).
d) perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren.
• Indikasi Relatif:
a) Tonsillitis akut yang berulang (Terjadi 3 episode atau lebih infeksi
tonsil per tahun).
b) Abses peritonsilar.
c) Tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang persisten, halitosis,
atau adenitis cervical.
d) Sulit menelan.
e) Tonsillolithiasis.
f) Gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian
atas sempit).
g) Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapi).
h) Otitis media recuren atau kronik.
• Kontraindikasi tonsilektomi:
a) Infeksi akut saluran nafas, resiko pada anestesi, kardiovaskular,
respirasi.
b) Penyakit-penyakit darah terutama hemofilia, trombositopenia.
c) Anemia, diobati dulu sampai Hb > 10 gr%.
d) DM, diregulasi dulu.
e) TBC aktif.
f) Kelainan jantung/ginjal.
g) Epidemic poliomyelitis.
h) Umur <3 tahun karena bila sirkulasi meningkat dapat terjadi
perdarahan.
i) Pada keadaan menstruasi dianggap beresiko perdarahan yang lebih
besar, dan bila dipandang dari sudut pasien lebih menyenangkan bila
operasi dilakukan di luar periode menstruasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Bailey BJ, Johnson JT, Newland SD. 2006. Tonsilitis, Tonsillectomy, and
Adenoidectomy. In: Head&Neck Surgery-Ortolaryngology, 4th edition.
2006.
Haidara AW, Sidibé Y, Samaké D, Coulibaly A, Touré MK, Coulibaly BB, et al.
2019. Tonsillitis and Their Complications: Epidemiological, Clinical and
Therapeutic Profiles. Int J Otolaryngol Head & Neck Surg.
2019;08(03):98–105.
Nasr WF, Sorour SS, Mobasher MK, Abd El Aziz HR. 2016. Chronic tonsillitis: A
recent histopathological study. Otorhinolaryngol Clin. 2016;8(1):1–5.
Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. 2000. Tonsil dan Adenoid.
Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4 10.
Paulsen F, Waschke J. 2012. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid 3: Kepala,
Leher, dan Neuroanatomi. 23rd ed. Jakarta: Elsevier. 2012.
Richard SS. 2006. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
6. Jakarta. 2006.
Rusmarjono & Soepardi, E. A., 2016. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
In: A. A. Soepardi & N. Iskandar, eds. Telinga Hidung Tenggorokan &
Leher. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
LAMPIRAN