Anda di halaman 1dari 39

Dosen : Siti Nurbaya,S.Kep.Ns.,M.

Kes

Mata kuliah : Ketergantungan Obat

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Kepada Pasien Dengan


Hepatitis A dan B

Di Susun Oleh:
Kelompok II

Muh Iqbaalul Rasyid (Nh0118049)


Mutmainna (Nh0118051)
Nadia Nur Faizah (Nh0118052)
Norlisa Sudirman (Nh0118056)
Restu Reski Betaubun (Nh0118064)
Sanawiah (Nh0118074)
Sonia Titin Rahaktratat (Nh0118080)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020/2021
Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena


atas rahmat dan karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.Adapun judul dari makalah ini adalah ‘‘Asuhan Keperawatan Kepada
Pasien Dengan Hepatitis A dan B ’’Makalah ini di susun untuk memenuhi
salahsatu tugas mata kuliah ketergantungan obat.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan yang telah memberikan
tugas terhadap penyusun. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa
penyusun sebutkan satu persatu.

Penyusunan makalah ini jauh dari sempurna.Dan ini merupakan langkah


yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan
kemampuan penyusun, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa
penyusun mengharapkan semoga makalah inidapat berguna bagi penyusun pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Pinrang, Oktober 2020

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................ i


Daftar Isi ......................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................... 2

Bab II Konsep Medis


A. Definisi ................................................................................................. 3
B. Etiologi ................................................................................................ 4
C. Manifestasi Klinis ............................................................................... 6
D. Patofisiologi........................................................................................ 6
E. Pathway ............................................................................................... 7
F. Komplikas ........................................................................................... 8
G. Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................... 9
H. Pencegahan Primer, Skunder & Tersier ............................................... 11

Bab III Konsep Keperawatan


A. Pengkajian ............................................................................................ 16
B. Diagnosa ............................................................................................ 17
C. Intervensi .............................................................................................. 18
D. Implementasi ........................................................................................ 19
E. Evaluasi ................................................................................................ 19

Bab IV Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian ............................................................................................ 20
B. Diagnosa ............................................................................................ 24
C. Intervensi .............................................................................................. 25
D. Implementasi ........................................................................................ 27
E. Evaluasi ................................................................................................ 29

ii
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan.......................................................................................... 20
B. Saran.................................................................................................... 20

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hepatitis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan terdapatnya
peradangan pada organ tubuh yaitu hati. Hepatitis merupakan suatu proses
terjadinya inflamasi atau nekrosis pada jaringan hati yang dapat disebabkan
oleh infeksi, obat-obatan, toksin gangguan metabolik, maupun kelainan
autoimun. Inveksi yang disebabkan virus merupakan penyebab tersering dan
terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik penyebab
utama infeksi akut, yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E, dan G. (Suraiyah,
Oswari, & Poesponegoro, 2016)
Hepatitis B merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B
Virus (HBV) yang berpotensi menjadi kronis, sirosis, kanker hati atau dapat
berakhir dengan kematian.1-3 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terdapat
sekitar 350 juta orang dengan hepatitis B kronis dan 4 juta kasus baru per
tahun.
Kadar anti-HBs digunakan sebagai marker proteksi terhadap hepatitis B
virus dimana kadar anti-HBs ≥10 IU/L dianggap protektif terhadap infeksi
HBV. Adanya anti-HBs dalam darah bisa didapatkan melalui vaksinasi,
infeksi, dan juga immunoprophylaxis dengan HBIG. Anti-HBs juga digunakan
sebagai penanda keberhasilan vaksinasi. Cakupan imunisasi hepatitis B di
Indonesia pada tahun 2013 mencapai 86,8% tetapi angka anti-HBs positif
pada masyarakat adalah 30,5%. Hal ini menjukkan bahwa hampir 70%
masyarakat Indonesia tidak memiliki proteksi atau rentan terhadap infeksi
hepatitis B. (Kasih & Hapsari, 2017)
Indonesia termasuk dalam kelompok endemitas sedang dan tinggi
Hepatitis B, dengan prevalensi di populasi 7%-10%. Setidaknya 3,9% ibu
hamil di Indonesia merupakan pengidap Hepatitis B dengan resiko penularan
maternal kurang lebih 45%. Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 11 juta
pengidap Hepatitis B di Indonesia. Di Negara dengan prevalensi Hepatitis B
rendah sebagian besar pengidap berusia 20-40 tahun, sedangkan di Negara

1
dengan prevalensi hepatitis tinggi sebagian besar pengidap merupakan anak-
anak. (Pontolawokang, Korah, & Dompas, 2016)
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi hepatitis A dan B ?
2. Bagaimana Etiologi dari hepatitis A dan B?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis dari hepatitis A dan B?
4. Bagimana Patofisiologi dari hepatitis A dan B?
5. Bagaiman Pathway hepatitis A dan B?
6. Bagaimana Komplikasi dari hepatitis A dan B ?
7. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dari hepatitis A dan B ?
8. Bagaimana Pencegahan Primer, Skunder & Tersier dari hepatitis A dan
B?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi hepatitis A dan B.
2. Untuk mengetahui Etiologi dari hepatitis A dan B.
3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari hepatitis A dan B.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari hepatitis A dan B.
5. Untuk mengetahui Pathway hepatitis A dan B.
6. Untuk mengetahui Komplikasi dari hepatitis A dan B.
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dari hepatitis A dan B.
8. Untuk mengetahui Pencegahan Primer, Skunder & Tersier dari hepatitis A
dan B.

2
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan
tetapi hepatitis bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih
ringan dan lebih asimtomatik pada yanglebih muda dari pada yang tua.
Lebih dari 80% anak – anak menularkan hepatitis pada anggota keluarga
adalah asimtomatik, sedangkan lebih dari tiga perempat orang dewasa
yang terkena hepatitis A adalah simtomatik (Wijayanati,2016).
1. Hepatitis A
Virus hepatitis A adalah suatu penyakit dengan distribusi global.
Prevalensi infeksi yang ditandai dengan tingkatan antibody anti-HAV
telah diketahui secara universal dan erat hubungannya dengan standar
sanitasi/kesehatan daerah yang bersangkutan. Meskipun virus hepatitis A
ditularkan melalui air dan makanan yang tercemar, namun hampir
sebagian besar infeksi HAV didapat melalui transmisi endemic atau
sporadic yang sifatnya tidak begitu dramatis (Wahyudi,2017).
2. Hepatitis B
Hepatitis B adalah peradangan atau infeksi pada sel hati yang
disebabkan oleh virus dan dapat bersifat akut atau kronis (dunggio,2020).
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi oleh virus hepatitis
B (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat
menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian
kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati.
Sekitar sepertiga dari populasi dunia atau lebih dari 2 miliar orang,
telah terinfeksi dengan virus hepatitis B. Penularan virus hepatitis B
seringkali berasal dari paparan infeksi darah atau cairan tubuh yang
mengandung darah (Wijayanati,2016).
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B yang salah satu penularannya dapat melalui darah. Deteksi
virus Hepatitis B dalam tubuh pasien dapat dilakukan dengan pemeriksaan

3
HBsAg secara imunologis dengan menggunakan metode yang efektif dan
efisien yaitu HBsAg – Rapid screening test metode imunochromatografi
(Wijayanati,2016).
B. Etiologi
1. Hepatitis A
Hepatitis A akut merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui
transmisi enteral virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini
bersifat self- limiting dan biasanya sembuh sendiri, lebih sering
menyerang individu yang tidak memiliki antibodi virus hepatitis A seperti
pada anak-anak, namun infeksi juga dapat terjadi pada orang dewasa.
Jarang terjadi fulminan (0,01%) dan transmisi menjadi hepatitis kronis
tidak perlu ditakuti, tidak ada hubungan korelasi akan terjadinya
karsinoma sel hati primer. Karier HAV sehat tidak diketahui. Infeksi
penyakit ini menyebabkan pasien mempunyai kekebalan seumur hidup.

HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu atau lebih
protein, beberapa virus juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini
bersifat parasite obligat intraseluler, hanya dapat bereplikasi di dalam sel
karena asam nukleatnya tidak menyediakan banyak enzim yang diperlukan
untuk metabolisme protein, karbohidrat atau lipid untuk menghasilkan
fosfat energi tinggi. Biasanya asam nukleat virus menyediakan protein
yang diperlukan untuk replikasi dan membungkus asam nukleatnya pada
bahan kimia sel inang. Replikasi HAV terbatas di hati, tetapi virus ini
terdapat di dalam empedu, hati, tinja dan darah selama masa inkubasi dan
fase akhir preicterik akut penyakit. HAV di golongkan dalam picornavirus,
subklasifikasi sebagai hepatovirus, diameter 27-28 nm dengan bentuk
kubus simetrik, untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier 7,5
kb, pada manusia terdiri dari 1 serotipe, 3 atau lebih genotipe,
mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal, mengandung 3 atau
4 polipeptida virion di kapsomer, replikasi di sitoplasma hepatosit yang

4
terinfeksi, tidak terdapat bukti adanya replikasi di usus, menyebar pada
galur primata non manusia dan galur sel manusia (Wahyuningrum, 2017).

2. Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini
pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal
dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus. 7 Virus
hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane".Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang
membungkus partikel inti (core).Pada inti terdapat DNA VHB
Polimerase.Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg)
dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri
atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis
B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara
epidemiologis penting, karenamenyebabkan perbedaangeogmfik dan rasial
dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80
hari, rata-rata 80-90 hari.(Siregar, 1994) Genom VHB merupakan molekul
DNA sirkular untai-ganda parsial dengan 3200 nukleotida (Kumar et al,
2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat Open Reading
Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein envelope
yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs), medium
HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan
target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino
100-160 (Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah
subtipe antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg ini
menyediakan penanda epidemiologik tambahan (Asdie et al, 2012). Gen C
yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg,gen P yang mengkode
enzim polimerase yang digunakan 8 untuk replikasi virus, dan terakhir gen
X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host
secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus

5
ataupun host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya
kanker hati (Bani, 2019).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada orang dengan hepatitis sebagai berikut
(Nurarif, 2015):

1. Malaise, anoreksia, mual dan muntah


2. Gejala flu, faringitis, batuk, coryza, sakit kepala dan myalgia
3. Demam ditemukan pada infeksi HAV
4. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap.
5. Pruritus (biasanya ringan dan sementara)
6. Nyeri tekan pada hati
7. Splenomegali ringan
8. Limfadenopatik
D. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar opada hepar ( hepatitis ) dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksis terhadap opbat-obatan dan bahan-
bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobule dan unit ini unik
karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkemvbangnya inflamsi
pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai
darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-
sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang
dari tubuhy oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru
yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalamai hepatitis
sembuh dengan fungsi hepar normal (Windy Lestari , H.Rudi Kurniawan,
S.Kep., Ners., 2016).

Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan


peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya
perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasika
dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.Timbulnya icterus karena
kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin yang belum

6
mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatic, maka terjadi kesukaran
pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi
kesuliotan dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus kepatikus, karena terjadi retensi ( akibat kerusakan
sel eksresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
( bilirubin indirek ). Jadi icterus yang timbul disini terutama disebabkan
karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubinTinja
mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat ( abolish ).
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksre si ke
dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna
gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan
garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada
icterus (Windy Lestari , H.Rudi Kurniawan, S.Kep., Ners., 2016).
E. Pathway

7
F. Komplikasi
1. Hepatitis A
Hepatitis A Penderita usia lanjut cenderung mengalami disfungsi
hati yang lebih berat, sering dengan ikterus dan koagulopati, dengan
insidens komplikasi, seperti prolonged cholestasis, pankreatitis, dan asites
yang lebih tinggi. Prolonged cholestasis dapat terjadi pada infeksi akut,
frekuensinya meningkat dengan usia, ditandai oleh suatu periode ikterus
yang berkepanjangan (>3 bulan), dan sembuh tanpa intervensi. Umumnya
bermanifestasi sebagai pruritus, demam, diare, kehilangan berat badan,
dengan kadar bilirubin serum >10 mg/ dL. Kortikosteroid dan asam
ursodeoksikolat dapat memperpendek masa kolestasis, walaupun menurut
beberapa peneliti, kortikosteroid dapat mempredisposisi relaps. Walaupun
jarang, immune-mediated thrombocytopenic purpura juga dapat terjadi
pada penderita hepatitis A, sebagian besar pada dewasa(Eppy, 2018).
Hepatitis autoimun pascainfeksi HAV juga telah dilaporkan. Terapi
kortikosteroid seperti pada hepatitis autoimun umumnya memberikan
respons klinis dan hasil laboratorium yang baik, meskipun datanya masih
terbatas. Komplikasi lain yang sangat jarang terjadi adalah gagal ginjal
akut, nefritis interstitial, pankreatitis, aplasia eritrosit, agranulositosis,
aplasia sumsum tulang, blok jantung sementara, sindrom GuillainBarré,
artritis akut, penyakit Still, lupus-like syndrome, dan sindrom Sjögren.
Hepatitis fulminan merupakan komplikasi yang jarang, paling sering pada
usia lanjut atau penderita penyakit hati kronik (terutama hepatitis C).
Gagal hati fulminan atau fulminant hepatic failure (FHF) yang dapat
berakibat kematian atau memerlukan transplantasi hati terjadi pada kurang
dari 1% kasus (Eppy, 2018).
2. Hepatitis B
Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B akut.
Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut.
Kebanyakan penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala
hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang

8
paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh persen
kasus hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak diantara
kasus hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi dengan
hepatitis D atau hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80% tetapi
penderita hepatitis fulminan yang berhasil hidup biasanya mengalami
kesembuhan biokimiawi atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B
fulminan adalah transplantasi hati (Soewignjo & Gunawan, 2008). Sirosis
hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh jaringan
parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan
mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Maka sel-
sel hati akan mengalami kerusakan yang menyebabkan fungsi hati
mengalami penurunan bahkan kehilangan fungsinya (Khumaira, 2017).
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hepatitis A
Untuk menegakan diagnosis HAV diperlukan beberapa pemeriksaan.
Pemeriksaan tersebut antara lain adalah (Dhaneswara, 2016 ) :
a. Pemeriksaan Klinis Diagnosis klinik ditegakan berdasarkan keluhan
seperti demam, kelelahan, malaise, anorexia, mual dan rasa tidak
nyaman pada perut. Beberapa individu dapat mengalami diare. Ikterus
(kulit dan sclera menguning), urin berwarna gelap, dan feses berwarna
dempul dapat ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkat beratnya
penyakit beraragam, mulai dari asimtomatik (biasa terjadi pada anak-
anak), sakit ringan, hingga sakit yang menyebabkan hendaya yang
bertahan selama seminggu sampai sebulan.
b. Pemeriksaan Serologik Adanya IgM anti-HAV dalam serum pasien
dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis dari infeksi akut
hepatitis A.7 Virus dan antibody dapat dideteksi dengan metode
komersial RIA, EIA, atau ELISA. Pemeriksaan diatas digunakan untuk
mendeteksi IgM anti-HAV dan total anti-HAV (IgM dan IgG). IgM
anti-HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya.
Dikarenakan IgG anti-HAV bertahan seumur hidup setelah infeksi

9
akut, maka apabila seseorang terdeteksi IgG antiHAV positif tanpa
disertai IgM anti-HAV, mengindikasikan adanya 18 infeksi di masa
yang lalu. Pemeriksaan imunitas dari HAV tidak dipengaruhi oleh
pemberian passive dari Immunoglobulin/Vaksinasi, karena dosis
profilaksis terletak dibawah level dosis deteksi.
c. Rapid Test Deteksi dari antibodi dapat dilakukan melalui rapid test
menggunakan metode immunochromatographic assay, dengan alat
diagnosis komersial yang tersedia.22 Alat diagnosis ini memiliki 3
garis yang telah dilapisi oleh antibodi, yaitu “G” (HAV IgG Test
Line), “M” (HAV IgM Test Line), dan “C” (Control Line) yang
terletak pada permukaan membran. Garis “G” dan “M” berwarna ungu
akan timbul pada jendela hasil apabila kadar IgG dan/atau IgM anti-
HAV cukup pada sampel. Dengan menggunakan rapid test dengan
metode immunochromatographic assay didapatkan spesifisitas dalam
mendeteksi IgM anti-HAV hingga tingkat keakuratan 98,0% dengan
tingkat sensitivitas hingga 97,6%.
Diagnosis dari hepatitis dapat dibuat berdasarkan pemeriksaan biokimia
dari fungsi liver (pemeriksaan laboratorium dari: bilirubin urin dan
urobilinogen, total dan direct bilirubin serum, alanine transaminase (ALT)
dan aspartate transaminase (AST), alkaline phosphatase (ALP),
prothrombin time (PT), total protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM, dan
hitung sel darah lengkap). Apabila tes lab tidak memungkinkan,
epidemiologic evidence dapat membantu untuk menegakan diagnosis
(Dhaneswara, 2016 ).
2. Hepatitis B
Pemeriksaan penunjang diagnostik hepatitis adalah tes fungsi hati, salah
satunya adalah alkali fosfatase, yaitu enzim yang berhubungan dengan
penanda adanya penyumbatan pada kantung empedu (kolestasis) dan
sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dilakukan untuk mendeteksi adanya

10
kelainan organ seperti gambaran ekhostruktur, ukuran, permukaan hepar
dan vesika felea.
H. Pencegahan Primer, Skunder & Tersier
1. Hepatitis A
Suplai air bersih yang adekuat dengan pembuangan kotoran yang baik dan
benar didalam komunitas, dikombinasikan dengan praktik higiene personal
yang baik, seperti teratur mencuci tangan, dapat mengurangi penyebaran
dari HAV. Imunisasi pasif dengan immunoglobulin normal atau immune
serum globulin prophylaxis dapat efektif dan memberi perlindungan
selama 3 bulan. Akan tetapi, dengan penemuan vaksin yang sangat efektif,
immunoglobulin tersebut menjadi jarang digunakan. Imunisasi pasif ini
diindikasiskan untuk turis yang berkunjung ke daerah endemik dalam
waktu singkat, wanita hamil, orang yang lahir di daerah endemis HAV,
orang dengan immunocompromised yang memiliki resiko penyakit berat
setelah kontak erat, dan pekerja kesehatan setelah terpajan akibat
pekerjaan. Ketika sumber infeksi HAV teridentifikasi, contohnya makanan
atau air yang terkontaminasi HAV, immune serum globulin prophylaxis
harus diberikan kepada siapa saja yang telah terpapar dari kontaminan
tersebut. Hal ini terutama berlaku untuk wabah dari HAV yang terjadi di
sekolah, rumah sakit, penjara, dan institusi lainnya. Imunisasi aktif dengan
vaksin mati memberikan imunitas yang sangat baik. Imunisasi ini
diindikasikan untuk turis yang berkunjung ke daerah endemik, untuk
memusnahkan wabah, dan untuk melindungi pekerja kesehatan setelah
pajanan atau sebelum pajanan bila terdapat risiko akibat pekerjaan.
Vaksinasi HAV memberikan kemanjuran proteksi terhadap HAV sebesar
94-100% setelah 2-3 dosis suntikan yang diberikan 6-12 bulan secara
terpisah, dengan efek samping yang minimal.
2. Hepatitis B
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan saat seseorang
belum terserang penyakit atau ketika seseorang sudah terpapar suatu

11
risiko penyakit. Pencegahan pada tingkat primer dibagi menjadi dua
yaitu melakui promosi kesehatan dan juga proteksi spesifik. Dalam
konteks penyakit hepatitis B proteksi spesifik dilakukan melalui
program imunisasi. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
1) Program Promosi Kesehatan
Memberikan edukasi dan pendidikan khususnya bagi
tenaga kesehatan dalam menggunakan dan pemakaian alat-alat
yang menggunakan produk darah agar dilakukan sterilisasi dan
isolasi. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat umum agar
lebih mengetahui tentang program imunisasi untuk mencegah
penularan hepatitis B. serta dilakukan penceghan secara
konservatif yaitu mencegah penularan secara parenteral dengan
cara menghindari pemakaian darah atau produk yang berkaitan
dengan darah yang tercemar VHB, pemakaian alat-alat kedokteran
yang harus steril, menghindari pemakaian peralatan pribadi
terutama peralatan yang digunakan bersama sama(Septarini, 2017).
2) Proteksi Spesifik
Dalam pencegahan di tingkat primer, Pemberian imunisasi
hepatitis B dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut NSW
Misitry of Health menetapkan beberapa target sebagai sasaran
imunisasi sebagai tindak pencegahan terhadap penyakit hepatitis B
antara lain dengan mentargetkan pencapaian terhadap cakupan
vaksinasi anak anak ditetapkan sebesar 95% dari total populasi
anak anak di New South Wales, memastikan semua bayi yang lahir
dari ibu yan positif Hepatitis B mendapatkan HBig atau Hepatitis B
Immunoglobulin dalam 12 jam setelah kelahiran.
Selain Pemberian vaksin hepatitis B pada bayi, pemberian
vaksin Hepatitis B juga dianjurkan kepada pasangan seksual yang
kontak langsung dengan penderita HBsAg positif, kelompok
berisiko yang berganti ganti pasangan, terutama yang telah
terdiagnosa terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS), pasangan

12
homoseksual, pasien yang mendapatkan tindakan pengobatan
dengan cuci darah, dan Petugas kesehatan yang sehari-hari kontak
dengan darah atau jaringan tubuh penderita HBsAg positif, seperti
perawat dan petugas laboratorium(Septarini, 2017)
b. Pencegahan Sekuder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap
orang yang sudah terpapar risiko ata bahkan dilakukan terhadap orang
sudah mengalami gejala gejala klinis terhadap suatu penyakit. Maka
dari itu pada tingkat pencegahan sekunder yang dapat dilakukan adalah
deteksi dini atau mengetahui sedini mungkin suatu penyakit serta
melakukan pengobatan tepat yang sesuai dengan penyakit yang telah
terdeteksi sehingga dapat mencegah penyakit menjadi lebih parah serta
mempersingkat kesakitan serta mencegah terjadinya kecacatan akibat
sakit. Pada penyakit Hepatitis B deteksi dan pengobatan tepat
dilakukan sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Laboratorium
Menurut WHO (1994) untuk mendeteksi virus hepatitis
digolongkan dengan tiga (3) cara yaitu : Cara Radioimmunoassay
(RIA), Enzim Linked Imunonusorbent Assay (Elisa),
imunofluorensi mempunyai sensitifitas yang tinggi. Untuk
meningkatkan spesifisitas digunakan antibodi monoklonal dan
untuk mendeteksi DNA dalam serum digunakan probe DNA
dengan teknik hibridasi. Deteksi dini terhadap HBV dapat
dilakukan melalui tes darah, tes darah dasar untuk HBV terdiri dari
tigas tes skrining. yang pertama adalah tes antigen permukan HBV
yang menentukan apakah seseorang terinfeksi HBV, yang kedua
adalah tes anti bodi inti HBV, yang menentukan apakah seseorang
yang pernah terinfeksi, dan yang ketiga tes antibody permukan
HBV yang menentukan apakah seseorang telah bebas dari virus
setelah terinfeksi,atau telah divaksinasi dan sekarang kebal
terhadap infeksi di masa mendatang (SAMHSA.2011).

13
Menganjurkan pada wanita hamil untuk memastikan wanita hamil
melakukan screening terhadap hepatitis B juga diperlukan sebagai
langkah deteksi dini terhadap HBV(Septarini, 2017).
c. Pencegahan Tersier
Sebagiian besar pencegahan pada penderita hepatitis B akut akan
membaik atau sembuh dengan sempurna tanpa meninggalkan bekas
atau kecacatan pada penderita hepatitis B. Tetaapi sebagian kecil akan
menetap dan menjadi kronis, kemudian menjadi buruk atau mengalami
kegagalan faal hati. Biasanya penderita dengan gejala seperti ini akan
berakhir dengan meninggal dunia. Usaha yang dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut maka perlu diadakan pemeriksaan berkala.
Sebelum dilaksanakan pembedahan, pada waktu pembedahan, dan
pasca pembedahan. Dalam pencegahan di tingkat tersier dapat di
bedakan menjadi dua yaitu
1) Pembatasan Ketidakmampuan.
Pembatasan ketidakmampuan atau kecacatan berusaha untuk
menghilangkan gangguan kemampuan berpikir dan bekerja yang
diakibatkan oleh penyakit hepatitis. Usaha ini merupakan lanjutan
dari usaha deteksi dini danpengobatan tepat agar penderita mampu
sembuh sempurna tanpa cacat. Bil sudah terjadi kecacatan maka
dicegah agar kecacatan tidak menimbulkan dampak yang lebih
parah terhadap kesehtan penderita sehingga fungisi tubuh penderita
HBV dapat dipertahankan semaksimal mungkin.(Septarini, 2017)
2) Rehabilitasi
Tahap rehabilitasi adalah usaha untuk mencegah terjadinya
efek samping dai fase penyembuhan penyakit dan pengembalian
fungsi fisik, sosial, dan psikologik.tindakan ini dilakukan pada
seseorang yang proses penakitnya telah berhenti. Tujuannya adalah
mengembalikan penerita pada keadaan semula saat sebelum sakit
atau lebih baik daripada saat sebelum sakit. Dalam proses

14
rehabilitasi meliputi rehabilitasi mental, rehabilitasi social
vokasional, dan rehabiliasi aesthetis (Septarini, 2017)

15
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No
register, dan dignosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan ibu, agama,
alamat, pekerjaan, penghasilan, umur, dan pendidikan terakhir.
c. Identitas saudara kandung meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan hubungan dengan klien.
2. Keluhan utama
Keluhan utama dapat berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit
kepala, batuk, sakit perut kanan atas, demam dan kuning.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah,
demam, nyeri perut kanan atas
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu berkaitan dengan penyakit yang pernah di
derita sebelumnya, ke&elakaan yang pernah dialami termasuk
keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit serta
perkembangan anak dibanding dengan saudara'saudaranya.
c. Riwayat kesehatan keluarga berkaitan erat dengan penyakit keturunan,
riwayat penyakit menular khususnya berkaitan dengan penyakit
pencernaan.
4. Data dasar pengkajian pada Pasien dengan Penyakit hepatitis
Tergantung pada penyabab dan beratnya kerusakan atau gangguan hati.
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise umum
b. Sirkulasi

16
Tanda : Bradikardia
Gejala : Ikterus pada sklera, kulit dan dan membran mukosa
c. Elimnasi
Gejala : Urine gelap, diare / konstipasi, feses berwarna hitam, adanya /
berulangnya hemodialysis
d. Makanan dan cairan
Gejala : Hilang napsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau
meningkat odem, mual/muntah.
Tanda : asites
e. Neurosensori
Tanda : Peka rangsang, cenderung tidur, alergi, dan asteriksis.
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Kram abdomen, nyeri tekan pada bagian kuadran kanan
atas,mialgia, atralgia, dan sakit kepala.
Tanda : otot tegang, gelisah.
g. Pernapasan
Gejala : Tidak minat / enggan merokok .
h. Keamanan
Gejala : Adanya tranfusi darah/produk darah
Tanda : demam, urtikuria, lesi makutopapular, eritema tak beraturan,
eksaserbasi jerawat, angioma jaring-jaring.
i. Seksualitas
Gejala : Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan (contoh :
homo seksual aktif / biseksual pada wanita).
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: Riwayat diketahui atau mungkin terpajan pada virus bakteri
atau toksin. Makanan terkontaminasi, air, jarum, alat bedah dengan
anastesi halotan: terpajan pada kimia toksik (contoh: karbon
tetraklorida, vinil klorida): obat resep (contoh: surfanomit, fenotizid)
B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan hati.

17
2. Keletihan berhubungan dengan kuranganya glukosa dalam darah
3. Ketidakseimbangan nurtisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan mual
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ganguan metabolism tubuh
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total
C. Intervensi
Intervensi ini direncanakan pada hari Senin, 21 Januari 2019 pukul 09.00
WIB. Untuk diagnosa ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga, dimulai
dari penentuan tujuan, kriteria hasil serta menentukan perencanaan untuk
mengatasi masalah keluarga. Tujuannya setelah dilakukan kunjungan
keperawatan keluarga diharapkan ketidakefektifan manajemen kesehatan
keluarga Tn. S teratasi dengan kriteria peningkatan pengetahuan akan proses
penyakit, peningkatan pengetahuan akan regimen perawatan, dan partisipasi
keluarga dalam perawatan kesehatan. (Rakas Prima Adam Regani, 2019).
Hal yang dilakukan adalah kaji pengalaman keluarga sebelumnya dan
Pengelolaan seberapa banyak pengalaman serta tingkat pengetahuan keluarga
tentang penyakit Hepatitis. Tujuannya untuk mengetahui seberapa banyak
pengalaman dan tingkat pengetahuan oleh keluarga selama ini dan berikan
kesempatan bagi keluarga untuk bertanya, tujuannya diharapkan keluarga dapat
menambah pengetahuan.(Rakas Prima Adam Regani, 2019).
Pendidikan kesehatan tentang pencegahan atau pengobatan apa yang harus
diberikan akan menambah pengetahuan Keluarga. Setelah keluarga
mengetahui tentang pencegahan dan perawatannya, kemudian ditetapkan
perencanaan yang selanjutnya yaitu melibatkan partisipasi keluarga dalam
perawatan kesehatan seperti mengontrol risiko Hepatitis,menentukan diit,
mengatur pola makan, dan mendukung gaya hidup sehat. Partisipasi keluarga
perlu ditingkatkan karena Ny. S mengatakan keluarga tidak ikut serta dalam
perawatan Hepatitis yang dilakukan oleh Ny. S. Partisipasi keluarga akan
memotivasi klien dalam perawatannya, karena pemberian kasih sayang,
perhatian dan pemeliharaan kesehatan membentuk psikologis klien akan
perawatan apa yang harus dilakukan Keluarga klien diberikan penyuluhan dan

18
memotivasinya untuk berpartisipasi dalam pembuatan obat tradisional yang
mudah didapatkan. Obat tradisional tersebut adalah kunyit yang direbus dan
diminum. Hal ini sesuai dengan evidence based penelitian yang dilakukan oleh
Wiendarlina (2017) yang memaparkan hasil pemberian ekstrak kunyit efektif
terhadap penanganan Hepatitis secara tradisional. Pemberian ekstrak kunyit
selama 7 hari dapat menghambat kerusakan hati.(Rakas Prima Adam Regani,
2019)
D. Implementasi
......Implementasi keperawatan merupakan tahapan melakukan rencana
tindakan sesuai kondisi pasien. Implementasi sepenuhnya mengacu pada
rencana tindakan yang disusun. Tindakan keperawatan berupa perawatan
langsung maupun tindakan kolaboratif lainnya, penyuluhan kesehatan.
Implementasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis dilaksanakan
berdasarkan intervensi keperawatan yang dibuat ini dikarenakan intervensi
tersebut diharapkan dapat dilakukan dengan baik sehingga dapat mencapai
outcome yang diharapkan sehingga masalah keperawatan dapat teratasi.
Sehingga disimpulkan bahwa dari teori dan kasus penulis mengemukakan
bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus yang didapatkan dari
implementasi keperawatan (Teli, 2018).
E. Evaluasi
Proses evaluasi merupakan proses keperawatan terakhir, merupakan
kesimpulan dari keseluruhan proses keperawatan yang telah dilakukan yang
menunjukkan tujuan dan memberikan indikator kualitas dan ketepatan
perawatan yang menghasilkan hasil yang positif . Evaluasi membandingkan
antara hasil dari implementasi yang telah dilaksanakan dan intervensi dan
hasil yang direncanakan selama 3x24 jam masalah teratasi sebagian, klien
tidak mengalami perdarahan dan kadar Hb meningkat tetapi masih(Ambar,
2016)

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. klien
Nama :  An. A
Tanggal lahir :     16 juli 2004
Jenis kelamin :     Laki-laki
Klien anak ke :     2 dari 2 bersaudara
Umur :     6 tahun
Agama :     Islam
Suku bangsa :     Jawa-Indonesia
Tanggal masuk :     22 Nonvember 2010
No RM :     65.04.12
Alamat :     Binjai
Ruang rawat :     Ruang RB 4 kamar 3.7 RSUP HAM
b. Identitas Orang Tua
Ayah
Nama :     Tn. J
Umur :     31 tahun
Pekerjaan :     Tani
Suku bangsa :     Jawa-Indonesia
Pendidikan :     SMA
Alamat :     Binjai
Ibu
Nama :     Ny. S
Umur :     28 Tahun
Pekerjaan :     Ibu rumah tangga
Suku bangsa :     Jawa-Indonesia
Agama :     Islam

20
Pendidikan :     SMA
Alamat :     Binjai
 Keluhan Utama

Demam panas perlahan-lahan mulai 7 hari yang lalu, sakit kepala mulai 7
hari yang lalu, nafsu makan mulai berkurang mulai 4 hari yang lalu,
muntah mulai 4 hari yang lalu frekuensi 3-6 kali sehari, timbul rasa nyeri
diperut kanan ata mulai 4 hari yang lalu, kulit/mukosa mulai kekuningan
mulai 5 hari yang lalu.

 Alasan dirawat
a. Riwayat penyakit
Didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang
diderita klien, kedua orang tua klien masih hidup dank lien mempunyai
2 orang bersaudara, penyakit ini pertama muncul saat klien sering
muntah kekuningan pada kulit yang dialami klien dalam waktu kurang
lebih satu mingggu ini, kemudian klien dibawa ke RSUP Haji Adam
Malik dan setelah diperiksa ternyata klien menderita hepatitis.
b. Eliminasi
sebelum masuk rumah sakit klien BAB 1-2 kali sehari dengan warna
biasa, setelah masuk rumah sakit klien BAB dengan frekuensi 1-2
dengan warna kuning kecoklatan, dirumah klien BAK sebanyak 3-4
kali dalam sehari warna kuning jernih, setelah masuk runmah sakit
BAK sebanyak 3-4 kali dalam sehari dengan warna kecoklatan.
c. Tidur
kebiasaan klien tidur siang pukul 11:00 s/d 13:00 dan tidur malam
pukul 19:30 klien dapat tidur nyenyak tidak ada gangguan tidur,
setelah masuk rumah sakit klien mengalami sulit tidur dikarenkan
klien sering mengeluh kesakitan paa perut kanannya.
d. Kebersihan diri
kebiasaan dirumah klien mampu mandi dan gosok gigi sendiri dang
anti pakaian 1 kali sehari, keadaan sekarang klien madi ditolong

21
sepenuhnya oleh orang tua, mulut cukup bersih, kulit cukup bersih,
kuku pendek, pakaian bersih tidak rapi.
e. Hubungan anak dengan ayah/ibu dan keluarga lain-lain.
Hubungan anak dengan ayah erat sekali, dengan ibu juga erat sekali,
dengan saudaranya rukun, tingkah laku anak dirumah sukar diatur,
punya permainan dirumah dan jarang rekreasi bila pergi rekreasi ke
tempat pemandian dengan orang tua.
f. Imunisasi
Imunisasi yang diberikan kepada klien cukup lengkap dari BCG,DPT
I, DPT II, DPT III, Polio, dan Campak.
g. Penyakit yang pernah diderita
Klien belum pernah masuk rumah sakit dan tidak pernah dirawat
dirumah sakit.
 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


1 Data subjektif  Peningkatan  Perubahan
 Ibu klien mengatakan asam lambung, kebutuhan ntrisi
anaknya tidak selera mual, muntah kurang dari
makan/tidak nafsu  Perubahan kebutuhan tubuh
makan dan mual kebutuhan
Data objektif nutrisi kurang
 Klien tampak lemah dari kebutuhan
 Diet hanya tubuh
habis ¼ porsi setiap
kali makan
 Jenis makan diet M II
2 Data subjektif Nyeri pada perut Gangguan istirahat
 Ibu klien mengatakan bagian kanan tidur.
anaknya susah tidur
Data objektif

22
 Muka klien kusam
 Klien tidur siang
hanya 1 jam Tidur
malam hanya 7-8 jam
dan sering terbangun
mata merah, tampak
resah dan selalu
gelisah
3 Data subjektif Kelemahan fisik Intoleransi aktivitas
 Ibu klien mengatakan
anaknya badannya
terasa lemas dan letih
Data objektif
 Pada ekstreminitas
atas sebelah kanan
terpasang infuse
  Aktivitas di Bantu
Orang tua dan
keluarga dan perawat,
seperti klien ingin
mandi, BAK dan BAB
 Ekstremitas bawah 2
(gerakan otot penuh
melawan gravitasi
dengan topangan)
 Skala nyeri 6 (sedang)
 HR               : 88 x/i
4 Data subjektif Muntah dan diare Resiko tinggi
 Ibu klien mengatakan terhadap
anaknya lemas, mual, kekurangan volume

23
muntah, dan sering ke cairan
kamar mandi
Data objektif
 Klien tampak pucat
 Klien tampak sering
BAK lebih kurang 3-4
kali /hari, muntah dan
diare

5 Data subjektif Tidak mengenal Kurang informasi


 Ibu klien mengatakan sumber informasi
sakit anaknya tidak
sembuh-sembuh
Data objektif
 Klien sering bertanya
tentang penyakitnya
 Klien tampak gelisah

B. Diagnosa
Berdasarkan pengkajian dan analisa data masalah keperawatan yang timbul
pada An. A berdasarkan prioritas masalah actual dan potensial adalah sebagai
berikut :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
2. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri pada perut bagian
kanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan yang berlebihan.

24
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Perubahan kebutuhan  Kebutuhan  Awasi pemasukan diet
nutrisi kurang dari nutrisi terpenuhi klien
kebutuhan tubuh  Berat badan  Beri klien diet dalam
berhubungan dengan mencapai tujuan porsi sedikit tapi
anoreksia normal/ idea sering
 Beri perawatan mulut
agar selera makan
 Anjurkan makan pada
porsi duduk tegak
 Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam
peningkatan nutrisi
 Pantau dan
dokumentasikan input
dan output setiap hari.
 Pertahankan
pembatasan cairan
sesuai indikasi.
 Siapkan untuk dialisis
 Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian therapy
obat

2  Gangguan istirahat Gangguan Nyeri  Pantau tanda-tanda

25
tidur berhubungan teratasi vital klien
dengan nyeri pada  Kaji tingkat nyeri dan
perut bagian kanan karakteristik nyeri
yang dialami klien
 Beri posisi yang
nyaman
 Ajarkan teknik
relaksasi nfas dalam
dengan cara tarik nafas
dalam tahan 2 detik
kemudian keluarkan
secara perlahan-lahan
dari mulut
 Kurangi kebisingan
dan sinar yang terang
agar klien dapat
istirahat sampai nyeri
hilang

3 Intoleransi aktivitas Klien dapat  Tingkatkan tirah


berhubungan dengan beraktivitas tanpa baring/duduk
kelemahan fisik di Bantu oleh  Berikan lingkungan
keluarga tenang dan nyaman
 Ubah posisi dengan
baik dan sering
 Tingkatkan aktivitas
sesuai toleransi, Bantu
melakukan rentang
gerak
 Berikan aktivitas
hiburan yang tepat

26
seperti nonton tv, radio
dan membaca

4 Resiko tinggi Volume cairan  Anjurkan pada klien


terhadap kekurangan terpenuhi untuk banyak minum
volume cairan -       Turgor kulit  Pantau masukan dan
berhubungan dengan baik halusan klien
kehilangan cairan  Kolaborasi dengan tim
yang berlebihan. dokter dalam
pemberian therapy
5 Kurang pengetahuan  Ciptakan hubungan
tentang kondisi Tingkat saling percaya antara
prognosis dan pengetahuan klien dan perawat
kebutuhan tentang penyakit  Kaji tingkat
pengobatan dan pengobatan pengetahuan klien
berhubungan dengan bertambah tentang hepatitis
salah interpretasi  Jelaskan kepada klien
informasi. tentang penyakit
hepatitis.

D. Implementasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi


1 Perubahan kebutuhan  Mengatur posisi klien
nutrisi kurang dari  Memberi makanan pada klien
kebutuhan tubuh  Memberikan perawatan mulut
berhubungan dengan sebelum makan
anoreksia  Memberi diet ekstra pada klien
 Memberikan obat antasida sebelum
makan
 Memberi diet M II pada klien diet

27
yang menarik dan mengandung selera
 Memberi minum air putih hangat
kepada klien

2  Gangguan istirahat tidur  Mengukur tanda vital nyeri klien


berhubungan dengan nyeri  Mengkaji tingkat nyeri dan
pada perut bagian kanan karakteristik nyeri yang dialami klien
 Memberi posisi nyaman dengan
meninggikan ekstremitas yang sakit
 Menganjurkan klien teknik relaksasi
nafas dalam tahan 2 detik kemudian
keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut
 Menciptakan lingkungan yang
nyaman dengan membatasi jumlah
pengunjung dan menutup sebagian
gorden/tirai agar klien dapat
beristirahat
3 Intoleransi aktivitas  Menganjurkan klien agar mengubah
berhubungan dengan posisi sesering mungkin
kelemahan fisik  Membantu klien menggerakkan
sandi-sandi agar tidak terkaku-kaku
 Menganjurkan klien tidur atau
istirahat di tempat tidur
 Memberikan diet pada klien
 Membantu klien dalam melakukan
BAK dan BAB
4 Resiko tinggi terhadap  Memberitahukan keluarga klien dan
kekurangan volume cairan menganjurkan pada klien untuk
berhubungan dengan banyak minum air putih sedikit tapi

28
kehilangan cairan yang sering.
berlebihan.  Memantau volume cairan klien
dengan  mengukur masukkan dan
haluarannya. Input : 1200-1600 cc,
output : 1500 cc.
 Memberikan therapy antasida 3x1,
hepagard 3x1, amoxcilin 3x1, infus
dextrose 20 gtt/I, infuse RL : 20 gtt/I,
Regulop : 1 amp/8 jam, ranitidine 1
amp/8 jam
5 Kurang pengetahuan  Memperkenalkan diri kepada klien
tentang kondisi prognosis dengan berdiri di samping kanan
dan kebutuhan pengobatan  Mengkaji tingkat pengetahuan klien
berhubungan dengan salah tentang hepatitis
interpretasi informasi.  Menjelaskan kepada klien tentang
penyakit hepatitis.

E. Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1 Perubahan kebutuhan S : Ibu klien mengatakan anaknya sudah
nutrisi kurang dari ada selera makan dan perut tidak
kebutuhan tubuh mual lagi
berhubungan dengan O : Porsi diet yang disediakan habis
anoreksia setengah porsi
A : Masalah sebagian teratasi
P : Rencana tindakan dilanjutkan.
- Beri diet dalam porsi sedikit tapi
sering
- Beri obat antasida sebelum

29
makan
- Beri posisi yang nyaman saat
klien makan.

2  Gangguan istirahat tidur S : Ibu Klien mengatakan perut kanan


berhubungan dengan nyeri anaknya atas masih terasa nyeri.
pada perut bagian kanan O : Wajah klien masih tampak meringis
jika nyeri timbul.
- Skala nyeri 4
A : Masalah sebagian teratasi
P : Rencana tindakan di lanjutkan
- Awasi pola tidur klien
- Atur posisi tidur klien senyaman
mungkin, seperti posisi seni
fowler
- Membatasi waktu untuk
keluarga yang datang

3 Intoleransi aktivitas S : Ibu klien mengatakan anaknya tidak


berhubungan dengan mampu melakukan personal hygiene
kelemahan fisik O: Klien tampak kurang bersih dan
kurang rapih
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana tindakan di  lanjutkan
- Ubah posisi baik dan sering
- Tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi, bantu melakukan
latihan rentang gerak
- Beri aktivitas hiburan, seperti
menonton TV, dengar radio, dan
membaca

30
4 Resiko tinggi terhadap S: Ibu klien mengatakan tubuh anaknya
kekurangan volume cairan masih lemas
berhubungan dengan O :
kehilangan cairan yang - Turgor kulit baik
berlebihan. - Minum oral : 4 gelas/hari
- Infus RL 20 tts/i
A: Masalah tidak terjadi
P: Rencana tindakan di lanjutkan.
- Menganjurkan pada ibu agar klien
banyak minum air putih
- Memantau masukan dan haluaran
klien
- Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian therapy
5 Kurang pengetahuan S : Ibu klien mengatakan sudah
tentang kondisi prognosis mengerti tentang hepatitis
dan kebutuhan pengobatan O : Ibu klien dapat menjelaskan kembali
berhubungan dengan salah tentang penyakit hepatitis. Klien
interpretasi informasi. tidak bertanya-tanya lagi
A : Masalah teratasi dengan
Kriteria hasil :
klien mengungkapkan pemahaman
tentang penyakitnya ekspresi wajah
tidak bingung lagi
P : Rencana tindakan di hentikan

BAB IV
PENUTUP

31
A. Kesimpulan
Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan
tetapi hepatitis bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih
ringan dan lebih asimtomatik pada yanglebih muda dari pada yang tua.
Virus hepatitis A ditularkan melalui air dan makanan yang tercemar, namun
hampir sebagian besar infeksi HAV didapat melalui transmisi endemic atau
sporadic yang sifatnya tidak begitu dramatis sedangkan virus Hepatitis B
yang salah satu penularannya dapat melalui darah. Hepatitis A akut
merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui transmisi enteral virus RNA
yang mempunyai diameter 27 nm. Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis
B (VHB).
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khusunya juga para pembaca.

32
Daftar Pustaka

Angela Kolo. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. A.S Dengan Hepatitis B Di
Ruang Teratai Rsud Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Journal Of Chemical
Information And Modeling, 53(9), 1689–1699.

Ambar, N. P. . (2016). Upaya Penanganan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Sirosis
Hepatitis Di Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen (Pp. 1–18).

Kasih, T., & Hapsari, R. (2017). Profil Anti-Hbs Sebagai Penanda Kekebalan
Terhadap Infeksi Virus Hepatitis B Pada Mahasiswa Kedokteran.
Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro), 6(2), 1279–
1289.

Nurarif, Amin H., Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Jogjakarta : Medication

Pontolawokang, A., Korah, B., & Dompas, R. (2016). Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0. Jurnal Ilmiah Bidan,
4(1), 91335.

Dhaneswara, A. W. ( 2016 ). Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Hepatitis A Virus

Suraiyah, S., Oswari, H., & Poesponegoro, H. D. (2016). Proporsi Seroproteksi


Hepatitis B Pada Usia 10-12 Tahun Dengan Riwayat Imunisasi Dasar
Hepatitis B Lengkap Pada Dua Sekolah Dasar Di Jakarta. Sari Pediatri, 9(6),
423. Https://Doi.Org/10.14238/Sp9.6.2008.423-8

Bani, G. M. (2019). Gambaran Insidensi Infeksi Hepatitis B Pada Karyawan Di


Uptd Puskesmas Kota Atambua Karya Tulis Ilmiah (Pp. 1–41).

Eppy. (2018). Diagnosis Dan Tatalaksana Hepatitis A. Cdk Edisi Suplemen-2,


45(January 2018), 8–13.

Wijayanti, I. B. (2016). Efektivitas Hbsag €“Rapid Screening Test Untuk


Deteksi Dini Hepatitis B. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada.
Khumaira. (2017). Insidensi Hepatitis B Pada Skrining Pre-Endoskopi Di Rs Dr
Wahidin Sudirohusodo Tahun 2014-2016 (Pp. 1–24).

Wahyudi, Heri. (2017). Tinjauan Pustaka Hepatitis.

Sakinah, H., & Gugun, A. M. (2016). Korelasi Gambaran Ultrasonografi Hepar


dengan Kadar Alkali Fosfatase Pasien Klinis Hepatitis. Mutiara Medika:
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(1), 1-6.

Windy Lestari , H.Rudi Kurniawan, S.Kep., Ners., M. K. (2016). Asuhan


Keperawatan Pada Tn . N Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal :
Hepatitis B Di Ruang Kenanga Rsud Ciamis Diajukan Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Studi D III Keperawatan.

Septarini, N. W. (2017). Metode Pengendalian Penyakit Menular.


Dunggio, C. M. (2020). Gambaran Hasil Pemeriksaan Hepatitis B Surface
Antigen (Hbsag) Pada Ibu Hamil Trimester Satu Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Tengah. Journal Of Health, Technology And Science
(Jhts), 1(1), 31-36. Https://Doi.Org/10.47918/Jhts.V1i1.22

Wahyuningrum, I. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku


Santriwati Dalam Pencegahan Hepatitis A Di Pondok Pesantren Wali
Songo Ngabar Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo. (Pp. 1–141).
Http://Repository.Stikes-Bhm.Ac.Id/Id/Eprint/203%0a

2
Rakas Prima Adam Regani, W. (2019). Pengelolaan Ketidakefektifan Manajemen
Kesehatan Pada Keluarga Tn . S Dengan Hepatitis Di Kelurahan Candirejo
Ungaran

Anda mungkin juga menyukai