Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PRAKTEK SIMULASI FARMASI KLINIS

“ANTIVIRAL HEPATITIS A DAN HEPATITIS B”

DISUSUN OLEH

Kelas : B (Apoteker B)
Dosen Pegampuh: apt. Ria Afrianti, M.farm

KELOMPOK VIII (DELAPAN):


1. Annisa Rizky Pratiwi (2230122317)
2. Meicy Yulianza Putri (2230122324)
3. Tesia Yosepa (2230122343)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul “ANTIVIRAL HEPATITIS A
DAN HEPATITIS B ”.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi dan pembelajaran kepada


kita semua khususnya yang bersangkutan dengan farmasi klinis dalam studi kasus
penyakit. Kesempurnaan hanyalah milik Allah swt., kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Padang, 10 Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Definisi Hepatitis A dan B........................................................................................4
2.2 Etiologi Hepatitis A dan B........................................................................................5
2.3 Patofisiologi Hepatitis A dan B................................................................................4
2.4 Patofisiologi Hepatitis A dan B..............................................................................18
2.5 Penatalaksana (Pengobatan Algoritma )Hepatitis A dan B.......................................3
BAB III PENUTUP........................................................................................................31
3.1 kesimpulan.............................................................................................................31
3.1 Saran.......................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................32
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sehat yang optimal merupakan kondisi yang diinginkan setiap orang. Dimana
saat ini makin berkembangnya penyakit tidak hanya pada penyakit menular tetapi juga
penyakit tidak menular. Dimana masih beberapa kasus penyakit-penyakit daerah tropis
yang tinggi dinegara berkembang. Beberapa penyakit tropis masih ada yang menjadi
penyakit endemis dibeberapa wilayah. Salah satunya adalah Penyakit Hepatitis. Penyakit
ini hingga saat ini masih merupakan salah satu dari masalah kesehatan di seluruh dunia
termasuk di negara Indonesia. (Siswanto. 2020)
Penyakit Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya peradangan pada hati. Penyakit Hepatitis merupakan suatu penyakit yang
mengalami proses inflamasi atau nekrosis pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi
virus, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem antibodi. Infeksi
Hepatitis yang disebabkan oleh virus merupakan penyebab paling banyak dari penyakit
Hepatitis. (Siswanto. 2020)
Hepatitis virus mengacu pada virus hepatotropik penting secara klinis yang
bertanggung jawab untuk hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis delta, hepatitis
C (HCV), dan hepatitis E. (Dipiro Ed 9, 2015)
Infeksi HAV terutama terjadi melalui penularan melalui rute fekal-oral, orang ke
orang, atau melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Insiden HAV
berkorelasi langsung dengan status sosial ekonomi rendah, kondisi sanitasi yang buruk,
dan kepadatan penduduk. Tingkat infeksi HAV telah meningkat di antara pelancong
internasional, pengguna narkoba suntikan, dan pria yang berhubungan seks dengan pria.
Penyakit ini menunjukkan tiga fase: inkubasi (rata-rata 28 hari, kisaran 15-50 hari),
hepatitis akut (umumnya berlangsung 2 bulan), dan pemulihan. Hampir semua individu
akan memiliki resolusi klinis dalam waktu 6 bulan setelah infeksi, dan sebagian besar
akan sembuh dalam 2 bulan. HAV tidak menyebabkan infeksi kronis. (Dipiro Ed 9, 2015)
Tanda dan gejala pada HBA Fase preikterik membawa gejala seperti influenza
nonspesifik yang terdiri dari anoreksia, mual, kelelahan, dan malaise; Onset tiba-tiba
anoreksia, mual, muntah, malaise, demam, sakit kepala, dan nyeri perut kuadran kanan
atas dengan penyakit akut; Hepatitis ikterik umumnya disertai dengan urin berwarna
gelap, tinja acholic (berwarna terang), dan gejala sistemik yang memburuk. Pruritus
sering menjadi keluhan utama pasien ikterik Pemeriksaan fisik Sklera, kulit, dan sekret
yang ikterik; Penurunan berat badan ringan 2–5 kg; Hepatomegali Tes laboratorium;
Imunoglobulin M serum positif anti-hepatitis A virus; Peningkatan ringan bilirubin
serum,-globulin, dan hepatic transaminase (ALT [alanine transaminase] dan aspartate
transaminase [AST]) bernilai sekitar dua kali normal pada penyakit anikterik akut.
Peningkatan alkaline phosphatase,-glutamyl transferase, dan bilirubin total pada pasien
dengan penyakit kolestatik.
HBV adalah penyebab utama hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma
hepatoseluler. Penularan HBV terjadi secara seksual, parenteral, dan perinatal. Di
Amerika Serikat, penularan terjadi terutama melalui kontak seksual atau penggunaan
narkoba suntikan. Perjalanan internasional juga merupakan faktor risiko yang penting.
Sekitar 20% pasien dengan infeksi HBV kronis mengalami komplikasi sirosis
dekompensasi, termasuk insufisiensi hati dan hipertensi portal karena sirosis kompensasi
mereka berkembang menjadi sirosis dekompensasi dalam periode 5 tahun. HBV
merupakan faktor risiko untuk pengembangan karsinoma hepatoseluler. Ada tiga fase
infeksi HBV. Masa inkubasi HBV adalah 4 hingga 10 minggu di mana pasien sangat
infektif. Hal ini diikuti oleh fase simtomatik dengan gejala hepatitis yang intermiten dan
peningkatan kadar aminotransfera serum yang nyata. Fase terakhir adalah serokonversi
menjadi anti-hepatitis B inti antig (anti-HbcAg). Pasien yang terus memiliki antigen
permukaan hepatitis B (HbsAg) dan HBcAg yang terdeteksi dan titer DNA HBV serum
yang tinggi selama lebih dari 6 bulan memiliki HBV kronis. (Dipiro Ed 9, 2015)
Tujuan terapi adalah untuk meningkatkan kemungkinan seroclerance virus,
mencegah perkembangan penyakit menjadi sirosis atau karsinoma hepatoseluler, dan
meminimalkan cedera hati lebih lanjut. Terapi yang berhasil dikaitkan dengan hilangnya
status HBcAg dan serokonversi menjadi anti-HBcAg. Beberapa pasien dengan infeksi
HBV kronis harus diobati. Rekomendasi untuk pengobatan mempertimbangkan usia
pasien, serum HBV DNA dan tingkat ALT, dan bukti histologis dan perkembangan klinis
penyakit. Algoritma pengobatan yang disarankan untuk HBV kronis ditunjukkan untuk
pasien tanpa (Gambar 25-1) dan dengan sirosis (Gambar 25–2). Semua pasien dengan
infeksi HBV kronis harus diberi konseling tentang pencegahan penularan penyakit,
menghindari alkohol, dan tentang imunisasi HBV. (Dipiro Ed 9, 2015)
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Hepatitis , Hepatitis A dan Hepatitis B?
2. Apa sajakah yang termasuk dalam etiologi Hepatitis A dan Hepatitis B?
3. Apa sajakah yang termasuk dalam manifestasi klinis Hepatitis A dan Hepatitis
B?
4. Apa sajakah yang termasuk dalam patofisiologi Hepatitis A dan Hepatitis B
5. Apa sajakah yang termasuk dalam Penatalaksana (pengobatanan, Algoritma)
Hepatitis A dan Hepatitis B?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Hepatitis, Hepatitis A dan Hepatitis B
2. Mengetahui apa itu etiologi hepatitis A dan Hepatitis B
3. Mengetahui apa sajakah yang termasuk dalam manifestasi klinis dari Hepatitis
A dan Hepatitis B
4. Mengetahui Bagaimana patofisiologi dari Hepatitis A dan Hepattis B
5. Mnegetahui apa saja penatalaksana (pengobatan algoritma) dari Hepatitis A
dan Hepatitis B
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hepatitis

Penyakit Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan


adanya peradangan pada hati. Penyakit Hepatitis merupakan suatu penyakit yang
mengalami proses inflamasi atau nekrosis pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi
virus, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem antibodi. Infeksi
Hepatitis yang disebabkan oleh virus merupakan penyebab paling banyak dari penyakit
Hepatitis. Ada beberapa jenis Penyakit Hepatitis seperti Hepatitis A, B, C, D dan E
bahkan kemungkinan dalam perkembangan kedepan akan bertambah. Penyakit Hepatitis
A dan E sering muncul sebagai penyakit yang menyebabkan Kejadian Luar Biasa.
penyakit ini ditularkan secara fecal oral dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup
bersih dan hidup sehat. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
Epidemiologi Penyakit Hepatitis 2 penduduk di dunia akan terinfeksi virus Hepatitis A,
B, C, D dan E. salah satunya penyakit Hepatitis A secara global diperkirakan terjadi
sekitar 1,4 juta kasus pertahun. (Hulu, V.T, dkk. 2020)
Hepatitis virus mengacu pada virus hepatotropik penting secara klinis yang
bertanggung jawab untuk hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis delta, hepatitis
C (HCV), dan hepatitis E (Dipiro Ed 9, 2015).
Hepatitis A (HA) adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis A (HAV). Diagnosis ditegakkan dengan menanyakan riwayat penyakit, adanya
faktor risiko, terdapatnya gejala klinis prodromal dan ikterus, pemeriksaan anti HAV-IgM
yang positif, dan kultur feses positif hepatitis A.

Gambar 2.1 Model virus Hepatis A ((Hulu, V.T, dkk. 2020)


Penyakit Hepatitis A bersifat akut dan dapat sembuh dengan baik bila kondisi
daya tahan tubuh dan stamina baik. Sedangkan Hepatitis B, C dan D (jarang terjadi)
ditularkan secara parenteral dan dapat menjadi kronis serta dapat menimbulkan penyakit
Cirrhosis Hepatis dan lalu meningkat menjadi penyakit Kanker Hati. Penyakit Hepatitis A
kerap muncul menjadi penyakit yang menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti
yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dalam satu kejadian, Virus Hepatitis B
telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang diantaranya
mengidap penyakit Hepatitis B kronik, sedangkan untuk penderita Hepatitis C di dunia
diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5 juta penduduk dunia meninggal setiap
tahunnya karena penyakit Hepatitis. (Siswanto. 2020)

Gambar 2.2 Model Hepatitis B

HBV adalah penyebab utama hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma


hepatoseluler. Penularan HBV terjadi secara seksual, parenteral, dan perinatal. Di
Amerika Serikat, penularan terjadi terutama melalui kontak seksual atau penggunaan
narkoba suntikan. Perjalanan internasional juga merupakan faktor risiko yang penting.
(Dipiro Ed 9, 2015)

2.2 Etiologi Hepatitis A dan B


Diagnosis infeksi HAV akut didasarkan pada kriteria klinis onset akut kelelahan,
sakit perut, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah intermiten, penyakit kuning atau
peningkatan kadar aminotransferase serum, dan uji serologi untuk imunoglobulin (Ig) M
anti-HAV. (Dipiro Ed 9, 2015)
Penyebab penyakit A adalah virus Hepatitis A (HAV), merupakan virus genom
RNA termasuk famili pikornaviridae berukuran 27 nanometer dengan bentuk partikel
yang membulat (genus hepatovirus yang dikenal sebagai enterovirus 72), beruntai tunggal
dan linear dengan ukuran 7.8 kb, mempunyai simetri kubik, tidak memiliki selubung,
mempunyai 1 serotype dan 4 genotype. Virus ini bersifat termostabil, tahan asam dan
tahan terhadap empedu dan dapat bertahan hidup dalam suhu ruangan selama lebih dari 1
bulan.
HAV mula-mula diidentifikasi dari tinja dan sediaan hati. Penambahan antiserum
Hepatitis A spesifik dari penderita yang hampir sembuh (konvalesen) pada tinja penderita
diawasl masa inkubasi penyakitnya, sebelum timbul ikterus, memungkinkan pemekatan
dan terlihatnya partikel virus melalui pembentukan agregat antigen antibodi.
Asai serologic yang lebih peka, seperti asai mikrotiter imunoradiometri fase padat
dan pelekatan imun, telah memungkinkan deteksi HAV di dalam tinja, homogenate hati,
dan empedu, serta pengukuran antibodi spesifik (IgG untuk kasus infeksi lalu dan IgM
untuk kasus infeksi akut) di dalam serum.
Sifat umum dari virus Hepatitis A ini dapat ditinjau dari segi pengendalian
mikrobiologis dan resistensinya. Dicermati dari segi pengendalian secara mikrobiologis,
virus ini dapat dirusak dengan cara dimasukkan kedalam otoklaf dengan kadar suhu
121˚C selama 20 menit, atau dengan dididihkan dalam air selama 5 menit, bisa dengan
penyinaran ultra ungu selama 1 menit pada 1,1 watt, dapat pula melalui panas kering pada
suhu 180˚C selama 1 jam atau selama 3 hari pada suhu 37 ˚C atau dengan khlorin (10 - 15
ppm selama 30 menit).
Diamati dari segi resistensinya, HAV relatif resisten dengan cara-cara desinfeksi.
Hal ini menunjukkan perlu diambil upaya pencegahan dalam menangani penderita
Hepatitis beserta produk-produk tubuhnya. Pejamu infeksi VHA biasanya hanya terbatas
pada manusia dan beberapa binatang primata saja. Virus dapat diperbanyak secara in vitro
dalam kultur sel primer monyet kecil atau secara invivo pada simpanse. . (Siswanto.
2020)
HBV adalah penyebab utama hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma
hepatoseluler. Penularan HBV terjadi secara seksual, parenteral, dan perinatal. Di
Amerika Serikat, penularan terjadi terutama melalui kontak seksual atau penggunaan
narkoba suntikan. Perjalanan internasional juga merupakan faktor risiko yang penting.
(Dipiro Ed 9, 2015)
Penyebab penyakit adalah virus Hepatitis B (VHB) termasuk DNA virus, famili
Hepadnavirus yang merupakan partikel bulat berukuran sangat kecil 42 nm atau partikel
Dane dengan selubung fosfolipid (HbsAg) (2,5). Virus ini merupakan virus DNA dan
sampai saat ini terdapat 8 genotip VHB yang telah teridentifikasi, yaitu genotip A–H.
VHB memiliki 3 jenis morfologi dan mampu mengkode 4 jenis antigen, yaitu HBsAg,
HBeAg, HBcAg, dan HBxAg.
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe
yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam
penyebarannya. Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Virus dengan
subtipe ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Sedangkan Virus dengan subtipe adw
dan adr terjadi di wilayah Malaysia, Thailand, Indonesia. Dan subtype adr terjadi di
Jepang dan China. . (Siswanto. 2020)

2.3 Manifestasi Klinis Hepatitis A dan B


Gejala Penyakit Hepatitis (Hepatitides) A Pusing kepala, Mual dan muntah, Sakit
tenggorokan ,Diare, Tidak nafsu makan, Kelelahan, Nyeri otot dan Nyeri sendi § Urin
dengan warna gelap § Tinja kuning pucat, Sakit kuning Epidemiologi Penyakit Hepatitis
17, Pembengkakan Hati Umumnya tanda dan gejala awal infeksi virus penyakit Hepatitis
A sangat bervariasi dan bersifat tidak spesifik. Demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu
makan) dan gangguan pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal
penyakit. Dalam waktu 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala kuning
disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan tinja berwarna pucat.
Infeksi pada anak berusia dibawah 5 tahun umumnya tidak memberikan gejala yang jelas
dan hanya 10% yang akan memberikan tanda-tanda ikterus (mukosa kelopak mata dan
langit-langit pada mulut). Pada anak yang lebih tua dan dewasa, gejala yang muncul
biasanya lebih berat dan ikterus terjadi pada lebih dari 70% penderita. . (Siswanto. 2020)
Tanda dan gejala adalah Fase preikterik membawa gejala seperti influenza
nonspesifik yang terdiri dari anoreksia, mual, kelelahan, dan malaise; Onset tiba-tiba
anoreksia, mual, muntah, malaise, demam, sakit kepala, dan nyeri perut kuadran kanan
atas dengan penyakit akut; Hepatitis ikterik umumnya disertai dengan urin berwarna
gelap, tinja acholic (berwarna terang), dan gejala sistemik yang memburuk.; Pruritus
sering menjadi keluhan utama pasien ikterik. (Dipiro Ed 9, 2015)
Gejala Penyakit Hepatitis (Hepatitides) B: Kehilangan nafsu makan, Mual dan
muntah, Penurunan berat badan, Gejala yang menyerupai flu seperti lelah, nyeri pada
tubuh, sakit kepala, dan demam tinggi (sekitar 38ºC atau lebih), Nyeri perut, Lemas dan
lelah, Sakit kuning (kulit dan bagian putih mata yang menguning), Seseorang yang
tertular dan terinfeksi VHB dapat mengalami penyakit Hepatitis B akut. Penderita yang
mengalami Hepatitis B akut akan mengalami gejala prodromal yang sama dengan
Hepatitis akut umumnya, yaitu kelelahan, kurangnya nafsu makan, mual, muntah, dan
nyeri sendi. Gejala-gejala prodromal ini akan membaik ketika peradangan hati, yang
umumnya ditandai dengan gejala kuning timbul. Tetapi tidak semua penderita Hepatitis
yang akut mengalami tanda kuning pada kulit dan bagian putih mata. Sebagian dari
penderita penyakit Hepatitis B akut akan mengalami kesembuhan secara spontan,
sementara sebagian lagi akan berkembang menjadi penakit Hepatitis B kronik. (Siswanto.
2020)
Tanda dan gejala Hepatitis B yaitu Mudah lelah, cemas, anoreksia, dan malaise
Asites, ikterus, perdarahan varises, dan ensefalopati hepatik dapat bermanifestasi dengan
dekompensasi hati Ensefalopati hepatik berhubungan dengan hipereksitabilitas, gangguan
mental, kebingungan, obtundasi, dan akhirnya koma. Muntah dan kejang. (Dipiro Ed 10.
2017)

2.4 Patofisiologi Hepatitis A dan B

2.5 Penatalaksana (Pengobatan Algoritma ) Hepatitis A dan b


Cara awal yang dapat dilakukan untuk menghambat suatu penyakit menyerang
tubuh kita adalah pencegahan. Hepatitis dapat dicegah dengan : Hepatitis A pencegahan
masih sulit karena adanya karier dari virus tipe A yang sulit ditetapkan. Virus ini resisten
terhadap sterilisasi cara-cara biasa: Riwayat, Penularan dan Pencegahan klorinasi. Sangat
penting untuk memelihara sanitasi yang sempurna, kesehatan umum dan pembuangan
tinja yang baik. Semua tinja, darah dan urin pasien harus dianggap infeksius. Virus
dikeluarkan di tinja mulai sekitar 2 minggu sebelum icterus. (Hulu, V.T, dkk. 2020)
Penatalaksanaan Hepatitis A (HA) adalah terapi suportif karena HA dianggap
self-limiting disease, karenanya tidak ada pengobatan spesifik, paling penting adalah
menghindari konsumsi obat-obatan yang tidak perlu. Obat antiemetik metoclopramide
dan paracetamol sedapat mungkin tidak diberikan kecuali benar-benar perlu. Pasien tidak
perlu dirawat dirumah sakit bila tidak terdapat kegagalan hati akut, atau kondisi/penyakit
lain yang menyertai sehingga perlu dirujuk. Terapi pada hepatitis A (HA) hanya bersifat
suportif, dan bertujuan agar penderita merasa nyaman. Pasien diminta untuk istirahat di
rumah dengan tirah baring. Makanan yang diberikan haruslah memiliki nutrisi yang
adekuat dan berimbang. Pasien juga diminta untuk mengonsumsi cairan yang cukup agar
terhindar dari dehidrasi Hepatitis B ditularkan melalui darah dan produk darah.
Pemeriksaan fisik Hepatitis A : Sklera, kulit, dan sekret ikterik Penurunan berat
badan ringan 2–5 kg Hepatomegali Tes laboratorium Ig M serum positif anti-HAV
Peningkatan ringan bilirubin serum, -globulin, dan nilai transaminase hati (ALT dan
AST) menjadi sekitar dua kali normal pada penyakit anikterik akut Peningkatan alkaline
phosphatase, -glutamyl transferase, dan bilirubin total pada pasien dengan penyakit
kolestatik
Rekomendasi Vaksinasi Hepatitis A: Semua anak pada usia 1 tahun Anak-anak
dan remaja usia 2–18 tahun yang tinggal di negara bagian atau komunitas di mana
rutinitas Vaksinasi hepatitis A telah dilaksanakan karena tingginya insiden penyakit
Orang yang bepergian ke atau bekerja di negara yang memiliki endemisitas infeksi tinggi
atau sedangsebuah Pria yang berhubungan seks dengan pria Pengguna obat-obatan
terlarang Orang yang memiliki risiko pekerjaan untuk infeksi (misalnya, orang yang
bekerja dengan orang yang terinfeksi HAV) primata atau HAV dalam pengaturan
laboratorium penelitian) Orang yang memiliki gangguan faktor pembekuan Orang yang
memiliki penyakit hati kronis (misalnya, orang dengan penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh: hepatitis B atau C dan orang yang menunggu transplantasi hati) Semua
orang yang sebelumnya tidak divaksinasi mengantisipasi kontak pribadi yang dekat (mis.
tact atau babysitter biasa) dengan anak adopsi internasional dari negara endemisitas tinggi
atau menengah dalam 60 hari pertama setelah kedatangan anak adopsi . (Dipiro Ed 10.
2017)

Tabel. 2.1 Dosis Yang di rekomendasikan untuk Vaksin Hepatitis A (Dipiro, 2015)

Salah satu pencegahan hepatitis B dilakukan dengan tidak menjadi donor darah
pada penderita hepatitis. Imunisasi merupakan upaya yang paling efektif dalam
pencegahan hepatitis B. Vaksinasi hepatitis B merupakan langkah promosi kesehatan
yang efektif untuk mencegah terjadinya penyakit. Masyarakat juga perlu mendapatkan
edukasi mengenai pencegahan umum dan penapisan pada individu berisiko tinggi.
Pemberian immunoglobulin (HBIg) dalam pencegahan hepatitis infeksiosa memberi
pengaruh yang baik, sedangkan pada hepatitis serum masih diragukan kegunaannya.
Diberikan dalam dosis 0,02 ml/kg BB im dan ini dapat mencegah timbulya gejala pada
80-90 %. Diberikan pada mereka yang dicurigai ada kontak dengan pasien. (Hulu, V.T,
dkk. 2020)
Pencegahan Hepatitis B: Profilaksis HBV dapat dicapai dengan vaksinasi atau
dengan kekebalan pasif pada kasus pasca pajanan dengan HBV Ig. Dua produk tersedia
untuk pencegahan infeksi HBV:vaksin HBV, yang memberikan kekebalan aktif, danHBV
Ig, yang memberikan kekebalan pasif sementara. Tujuan imunisasi hepatitis virus adalah
pencegahan viremia jangka pendek yang dapat menyebabkan penularan infeksi, penyakit
klinis, dan infeksi HBV kronis. Orang-orang yang harus menerima vaksin HBV
tercantum dalam:Tabel 25–6. Efek samping dari vaksin termasuk rasa sakit di tempat
suntikan, sakit kepala, kelelahan, lekas marah, dan demam. (Dipiro Ed 9. 2015)
pofilaksis HBV dapat dicapai dengan vaksinasi (vaksin HBV) atau dengan
kekebalan pasif pada kasus pasca pajanan dengan HBV Ig yang memberikan kekebalan
pasif sementara. Tujuan imunisasi hepatitis virus adalah pencegahan viremia jangka
pendek yang dapat menyebabkan penularan infeksi, penyakit klinis, dan infeksi HBV
kronis.
Rekomendasi Vaksinasi Virus Hepatitis B Bayi Remaja termasuk semua anak
yang sebelumnya tidak divaksinasi 1 pasangan/6 bulan) MSM Penasun saat ini atau baru-
baru ini Kontak rumah tangga dan pasangan seks orang dengan infeksi hepatitis B kronis
dan layanan kesehatan dan pekerja keselamatan publik yang terpapar darah di tempat
kerja Klien dan staf lembaga untuk penyandang cacat perkembangan Pelancong
internasional ke daerah dengan tingkat tinggi atau menengah (prevalensi HBsAg 2%) dari
infeksi HBV endemik Penerima konsentrat faktor pembekuan pasien klinik STD Pasien
HIV/pasien tes HIV Perawatan dan pencegahan penyalahgunaan narkoba pasien klinik
Lembaga pemasyarakatan Narapidana Pasien dialisis kronis/ESRD termasuk pasien
predialisis, dialisis peritoneal, dan dialisis di rumah Orang dengan penyakit hati kronis
Efek samping dari vaksin termasuk rasa sakit di tempat suntikan, sakit kepala, kelelahan,
lekas marah, dan demam.
Gambar 2.3 Algoritma pengobatan yang disarankan untuk infeksi virus hepatitis B kronis dengan
sirosis berdasarkan rekomendasi dari asosiasi Amerika untuk Studi Penyakit Hati untuk pasien
yang terinfeksi virus hepatitis B kronis dengan sirosis. (Dipiro, 2015)
Gambar 2.4 Algoritma manajemen yang disarankan untuk infeksi virus hepatitis B
kronis tanpa sirosis berdasarkan rekomendasi dari asosiasi Amerika untuk Studi Penyakit
Hati. (alt, alanin transaminase; hBeag, antigen hepatitis B e; peg-IFN, interferon pegilasi;
ULN, batas atas normal.) (Dipiro, 2015)

Menurut Permenkes tahun 2015 Penanganan Hepatitis A pada penderita, adalah:

a. pengobatan, tidak spesifik, utamanya meningkatkan daya tahan tubuh (istirahat


dan makan makanan yang hygienis dan bergizi), rawat inap hanya diperlukan bila
penderita tidak dapat makan dan minum serta dehidrasi berat;

b. Isolasi tidak diperlukan;

Selain dilakukan pengobatan terhadap kasus Hepatitis A, perlu didukung


penanganan terhadap perilaku dan lingkungan, seperti:

a. disinfeksi serentak terhadap bekas cairan tubuh dari penderita;

b. imunisasi pasif pada orang yang terpajan cairan tubuh penderita;

Hepatitis B

a. Penanganan pada Ibu hamil


1) bila hasil pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi reaktif, maka pasien
dirujuk ke rumah sakit yang telah mampu melakukan tatalaksana Hepatitis B
dan C terdekat.
2) penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit rujukan
3) pembiayaan secara mandiri, atau menggunakan BPJS atau asuransi lainnya.
4) hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit
rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik (feedback).
5) bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas nonreaktif, maka ibu hamil
tersebut dianjurkan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya
antibodi.
6) bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan
vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali secara mandiri.
b. Penanganan bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan hepatitis B reaktif

1) bayi yang dilahirkan dari ibu yang hepatitis B (HbsAg) reaktif, maka
dianjurkan agar diberikan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg), vitamin K,
vaksinasi hepatitis B hari ke-0 (HB 0) diberikan sesegera mungkin kurang
dari 24 jam setelah kelahiran, diikuti vaksinasi hepatitis B berikutnya
sesuai jadwal program imunisasi nasional.

2) setelah bayi berusia di atas 9 bulan, perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg


dan anti-HBs pada bayi tersebut.

c. Penanganan bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan hepatitis B non-reaktif Bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan hepatitis B non-reaktif, maka diberikan vitamin
K dan HB 0 sesegera mungkin (dianjurkan agar diberikan kurang dari 24 jam)
setelah kelahiran, diikuti vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai jadwal program
imunisasi nasional.

d. Penanganan pada kelompok populasi berisiko lainnya

1) bila hasil konfirmasi menunjukkan hepatitis B reaktif, maka dirujuk ke


FKTS yang mampu melakukan Tatalaksana Hepatitis B dan C.

2) penanganan selanjutnya sesuai SOP berlaku di rumah sakit

3) hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit


rujukan dikirim ke FKTP yang merujuk untuk umpan balik.

4) bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas nonreaktif, maka dianjurkan


untuk melakukan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya
antibodi.

5) bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan


vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali.

e. Pengobatan Hepatitis B
Pada pasien hepatitis B kronik yang baru terdiagnosis, beberapa
pemeriksaan perlu dilakukan sebelum langkah terapi dipertimbangkan. Hal ini
bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, apabila diperlukan. Tatacara
pengobatan, serta jenis obat yang digunakan diatur lebih lanjut pada Buku
PNPK/Pedoman Tatalaksana Hepatitis B.

1) Terapi Infeksi Virus Hepatitis B Akut Sembilan puluh lima persen pasien
hepatitis akut dewasa akan mengalami resolusi dan serokonversi spontan
tanpa terapi antiviral. Maka, pada kondisi ini terapi umumnya bersifat tidak
spesifik, utamanya meningkatkan daya tahan tubuh (istirahat dan makan
makanan yang bergizi). Rawat inap hanya diperlukan bila pasien tidak dapat
makan dan minum serta terjadi dehidrasi berat.11 Pada pasien dengan
hepatitis akut fulminan, pemberian antiviral seperti lamivudin bisa
memperpendek fase simtomatik dan mempercepat perbaikan klinis dan
biokimia,namun tidak mencegah perkembangan hepatitis B akut menjadi
hepatitis B kronik.

2) Terapi Infeksi Virus Hepatitis B Kronik

a) Indikasi Terapi Terapi pada pasien hepatitis B kronik adalah sesuatu yang
harus betul-betul dipertimbangkan dengan matang. Beberapa faktor yang
diketahui mempengaruhi hasil akhir terapi dan dijadikan indikator memulai
terapi adalah:

 Nilai DNA VHB serum. Nilai DNA VHB merupakan salah satu indikator
mortalitas dan morbiditas yang paling kuat untuk hepatitis B. Banyak
studi telah membuktikan bahwa nilai DNA VHB serum yang tinggi
(>2.000 -23- IU/mL) adalah prediktor sirosis dan KHS yang kuat.28,
29Makapenggunaan kadar DNA VHB sebagai indikasi memulai terapi
dan sebagai tujuan akhir terapi merupakan hal yang sangat penting.

 Status HBeAg. Status HBeAg pasien telah diketahui memiliki peranan


penting dalam prognosis pasien dengan hepatitis B kronik. Beberapa
panduan yang ada telah mencoba membedakan indikasi terapi hepatitis B
berdasarkan status HBeAg, dengan pasien HBeAg negatif diindikasikan
memulai terapi pada kadar DNA VHB yang lebih rendah.

 Nilai ALT serum. Kadar ALT serum telah lama dikenal sebagai penanda
kerusakan hati, namun kadar ALT yang rendah juga menunjukkan bahwa
pasien berada pada fase IT dan akan mengalami penurunan respons
terapi. Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa respons obat
yang lebih baik dapat ditemukan pada pasien dengan ALT yang
meningkat.

 Derajat kerusakan hati pada pemeriksaan histopatologis (biopsi). Adanya


tingkat kerusakan histologis yang tinggi juga merupakan prediktor
respons yang baik pada pasien dengan hepatitis B. Namun, mengingat
tindakan ini bersifat invasif, penggunaannya sebaiknya hanya pada pasien
yang memiliki risiko tinggi KHS atau pada populasi tertentu.

Pemeriksaan awal pada semua pasien yang dicurigai menderita hepatitis B adalah
pemeriksaan HBsAg. Pasien lalu dapat dikelompokkan berdasarkan status HBeAg-nya
menjadi pasien hepatitis B kronik HBeAg positif atau HBeAg negatif. Pasien HBeAg
positif lalu dapat dikelompokkan lagi menjadi 2 berdasarkan status DNA VHB-nya.
Pasien yang memiliki DNA VHB < 2 x 104 IU/mL dan memiliki kadar ALT normal tidak
memerlukan pengobatan apapun. Pasien cukup menjalani pemantauan DNA VHB,
HBeAg, dan ALT rutin setiap 3 bulan. Demikian pula pasien yang memiliki kadar DNA
VHB ≥ 2 x 104 IU/mL harus dipertimbangkan untuk mendapat terapi bila nilai ALTnya
lebih besar dari 2 kali batas atas normal. Pasien dengan kadar DNA VHB tinggi dan ALT
di bawah 2 kali batas atas normal tidak memerlukan pengobatan dan cukup menjalani
pemantauan DNA VHB, HBeAg, dan -24- ALT rutin setiap 3 bulan. Pasien-pasien ini
berada pada fase IT sehingga terapi tidak akan efektif. Pada pasien pasien ini,
pemeriksaan biopsi hati atau pemeriksaan fibrosis non invasif harus dipertimbangkan
pada semua pasien yang berusia ≥ 30 tahun atau pasien yang berusia < 30 tahun namun
memiliki riwayat KHS atau sirosis dalam keluarga. Bila pada pemeriksaan ini ditemukan
adanya inflamasi derajat sedang atau lebih, maka terapi diindikasikan. Pasien yang
memiliki kadar DNA VHB tinggi dan kadar ALT 2-5 kali batas atas normal yang
menetap selama lebih dari 3 bulan atau memiliki risiko dekompensasi hati harus
mendapat terapi. Pemberian terapi juga dianjurkan pada pasien dengan DNA VHB tinggi
dan ALT di atas 5 kali batas atas normal. Namun pada pasien di kelompok terakhir ini,
bila DNA VHB masih di bawah 2 x 105 IU/mL dan tidak ditemukan tanda dekompensasi
hati, maka terapi bisa ditunda 3-6 bulan untuk memantau munculnya serokonversi
HBeAg spontan. Semua pasien yang berada dalam kelompok indikasi terapi ini diduga
berada di fase IC sehingga terapi bisa memberikan hasil optimal. Pada pasien yang
memberikan respons baik terhadap terapi, pemantauan lebih lanjut masih tetap perlu
dilakukan, sementara pada pasien yang tidak respons, penggantian ke strategi terapi lain
harus dipertimbangkan.

Prinsip tatalaksana pada kelompok pasien dengan HBeAg negatif hampir sama
dengan pada pasien dengan HBeAg positif, namun batasan DNA VHB yang digunakan
lebih rendah, yaitu 2 x 103 IU/mL. Pasien yang memiliki DNA VHB < 2 x 103 IU/mL
dan memiliki kadar ALT normal tidak memerlukan pengobatan apapun dan cukup
menjalani pemantauan DNA VHB dan ALT rutin setiap 6 bulan. Demikian pula pasien
dengan kadar DNA VHB ≥ 2 x 103 IU/mL dan ALT di bawah 2 kali batas atas normal
tidak memerlukan pengobatan dan cukup menjalani pemantauan DNA VHB dan ALT
rutin setiap 6 bulan. Pada pasien-pasien ini, berdasarkan konsensus Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia (PPHI) 2012, pemeriksaan biopsi hati atau pemeriksaan fibrosis non
invasif harus dipertimbangkan pada semua pasien yang berusia ≥ 30 tahun atau pasien
yang berusia < 30 tahun namun memiliki riwayat KHS atau sirosis dalam keluarga.34
Bila pada pemeriksaan ini ditemukan adanya inflamasi derajat sedang atau lebih, maka
terapi diindikasikan.

Pasien yang memiliki kadar DNA VHB tinggi dan kadar ALT di atas 2 kali batas
atas normal yang menetap selama lebih dari 3 bulan atau memiliki risiko dekompensasi
harus mendapat terapi. Pada pasien yang memberikan respons baik terhadap terapi,
pemantauan lebih lanjut masih tetap perlu dilakukan, sementara pada pasien yang tidak
respons, penggantian ke strategi terapi lain harus dipertimbangkan. Pembahasan lebih
lanjut mengenai pemantauan dan hasil akhir terapi dapat dilihat di masing-masing bagian
di bawah.

Pasien-pasien hepatitis B kronik yang memiliki risiko KHS yang tinggi juga
harus menjalani pemantauan (surveilans) KHS setiap 6 bulan sekali. Pasien yang
termasuk dalam kelompok risiko tinggi mencakup lakilaki ras Asia dengan usia >40
tahun, perempuan ras Asia dengan usia >50tahun, pasien dengan sirosis hati, dan pasien
dengan riwayat penyakit hati lanjut di keluarga. Surveilans ini dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan AFP dan USG hati secara berkala.

Terapi pada pasien hepatitis B kronik dengan sirosis sedikit berbeda dari
kelompok yang belum sirosis. Pada pasien dengan sirosis kompensata, indikasi terapi
masih ditentukan kadar DNA VHB. Pasien dengan kadar DNA VHB < 2 x 103 IU/mL
tidak perlu diterapi dan cukup menjalani pemantauan DNA VHB, HBeAg, dan ALT rutin
setiap 3-6 bulan. Sebaliknya, pasien yang memiliki kadar DNA VHB ≥ 2 x 103 IU/mL
harus mendapat terapi. Pilihan jenis terapi pada pasien hepatitis B kronik dengan sirosis
kompensata ditentukan oleh kadar ALT pasien. Pada pasien yang memiliki kadar ALT <
5 kali batas atas normal, pemberian terapi interferon maupun analog nukleos(t)ida sama-
sama bisa dipertimbangkan. Namun pada pasien dengan ALT ≥ 5 kali batas atas normal,
terapi interferon tidak bisa diberikan sehingga pilihan yang tersisa hanya analog
nukleos(t)ida. Pada pasien hepatitis B kronik yang mengalami sirosis dekompensata,
terapi antiviral harus segera diberikan tanpa memandang kadar DNA VHB ataupu ALT.
Interferon dikontraindikasikan pada kondisi ini sehingga pilihan yang tersedia tinggal
analog nukleos(t)ida. Terapi suportif sirosis lain juga harus diberikan dan transplantasi
hati bisa dipertimbangkan. (Permenkes, 2015)
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :


1. Penyakit Hepatitis merupakan suatu penyakit yang mengalami proses inflamasi
atau nekrosis pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus, obat-obatan,
toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem antibody. Hepatitis A (HA)
adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A (HAV).
Diagnosis ditegakkan dengan menanyakan riwayat penyakit, adanya faktor risiko,
terdapatnya gejala klinis prodromal dan ikterus, pemeriksaan anti HAV-IgM yang
positif, dan kultur feses positif hepatitis A. HBV adalah penyebab utama hepatitis
kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler. Penularan HBV terjadi secara
seksual, parenteral, dan perinatal.

2. Penyebab penyakit A adalah virus Hepatitis A (HAV), merupakan virus genom


RNA termasuk famili pikornaviridae berukuran 27 nanometer dengan bentuk
partikel yang membulat (genus hepatovirus yang dikenal sebagai enterovirus 72),
beruntai tunggal dan linear dengan ukuran 7.8 kb, mempunyai simetri kubik,
tidak memiliki selubung, mempunyai 1 serotype dan 4 genotype. Virus ini
bersifat termostabil, tahan asam dan tahan terhadap empedu dan dapat bertahan
hidup dalam suhu ruangan selama lebih dari 1 bulan. Penyebab penyakit adalah
virus Hepatitis B (VHB) termasuk DNA virus, famili Hepadnavirus yang
merupakan partikel bulat berukuran sangat kecil 42 nm atau partikel Dane dengan
selubung fosfolipid (HbsAg) (2,5). Virus ini merupakan virus DNA dan sampai
saat ini terdapat 8 genotip VHB yang telah teridentifikasi, yaitu genotip A–H.
VHB memiliki 3 jenis morfologi dan mampu mengkode 4 jenis antigen, yaitu
HBsAg, HBeAg, HBcAg, dan HBxAg

3. Gejala Penyakit Hepatitis (Hepatitides) A Pusing kepala, Mual dan muntah, Sakit
tenggorokan ,Diare, Tidak nafsu makan, Kelelahan, Nyeri otot dan Nyeri sendi §
Urin dengan warna gelap § Tinja kuning pucat, Sakit kuning Epidemiologi
Penyakit Hepatitis 17, Pembengkakan Hati Umumnya tanda dan gejala awal
infeksi virus penyakit Hepatitis A sangat bervariasi dan bersifat tidak spesifik.
Gejala Penyakit Hepatitis (Hepatitides) B: Kehilangan nafsu makan, Mual dan
muntah, Penurunan berat badan, Gejala yang menyerupai flu seperti lelah, nyeri
pada tubuh, sakit kepala, dan demam tinggi (sekitar 38ºC atau lebih), Nyeri perut,
Lemas dan lelah, Sakit kuning (kulit dan bagian putih mata yang menguning),
Seseorang yang tertular dan terinfeksi VHB dapat mengalami penyakit Hepatitis
B akut.

4. Patofisiologi

5. Penatalaksanaan Hepatitis A (HA) adalah terapi suportif karena HA dianggap


self-limiting disease, karenanya tidak ada pengobatan spesifik, paling penting
adalah menghindari konsumsi obat-obatan yang tidak perlu. Obat antiemetik
metoclopramide dan paracetamol sedapat mungkin tidak diberikan kecuali benar-
benar perlu. Pasien tidak perlu dirawat dirumah sakit bila tidak terdapat
kegagalan hati akut, atau kondisi/penyakit lain yang menyertai sehingga perlu
dirujuk. Terapi pada hepatitis A (HA) hanya bersifat suportif, dan bertujuan agar
penderita merasa nyaman. Salah satu pencegahan hepatitis B dilakukan dengan
tidak menjadi donor darah pada penderita hepatitis. Imunisasi merupakan upaya
yang paling efektif dalam pencegahan hepatitis B. Vaksinasi hepatitis B
merupakan langkah promosi kesehatan yang efektif untuk mencegah terjadinya
penyakit. Masyarakat juga perlu mendapatkan edukasi mengenai pencegahan
umum dan penapisan pada individu berisiko tinggi. Pemberian immunoglobulin
(HBIg) dalam pencegahan hepatitis infeksiosa memberi pengaruh yang baik,
sedangkan pada hepatitis serum masih diragukan kegunaannya. Diberikan dalam
dosis 0,02 ml/kg BB im dan ini dapat mencegah timbulya gejala pada 80-90 %.
Diberikan pada mereka yang dicurigai ada kontak dengan pasien\\
DAFTAR PUSTAKA

Siswanto. 2020. Epidemiologi Penyakit Hepatitis. Mulawarman University Press.


Samarinda.Hulu, V.T., Salman., Supinganto, A., Amalia, L., Sianturi, K.E.,
Nilasari, dkk. 2020. Epidemiologi Penyakit Menular. Medan: Yayasan Kita
Menulis
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition-Section 4 Chapter 19, The McGraw-
Hill Companies, Inc, United States.
Hulu, V.T., Salman., Supinganto, A., Amalia, L., Sianturi, K. E., Nilasari, dkk. 2020.
Epidemiologi Penyakit Menular. Medan:Yayasan Kita Menulis.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., 2017.
Pharmacotherapy HandBook Tenth Edition,New york Chicago San Francisco
Athens London Madrid Mexico City , Milan New Dehli Singapore Sydney
Toronto.
Permenkes. 2015. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN
HEPATITIS VIRUS. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai