Anda di halaman 1dari 27

LOGO BULETIN SIMULASI PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI

KELAS B

KELOMPOK Kelompok III

1. Agustia Amliza 2230122318

2. Mutiara Nurul A. F 2230122326

3. Nora Tri Putri 2230122328

4. Rahmila Yuni Astika 2230122334

5. Reza Meliana 2230122336

6. Reza Novriansyah 2230122337

7. Tesia Yosepa 2230122343

ANGKATAN APOTEKER 31

ZAT AKTIF Kuinin Sulfat

BENTUK SEDIAAN OBAT Injeksi

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FAMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

PENGESAHAN

NO NAMA DOSEN PENGAMPU Tanda Tangan

1 apt. Farida Rahim,M.Farm

2 apt.Revi yenti,M.Farm
3 apt Dedi nofiandi,M.Farm

4 apt.Verawati,M.Farm

5 apt. Elmitra,M.Farm

6 Apt.Diana Agustin,S.Si,M.Farm

Form 1

Studi pustaka

Outpout Disain bentuk sediaan obat

1 Identitas Obat (FI ed VI hal : 975, 2020).

a Struktur Molekul
Kuinin Sulfat adalah garam sulfat alkaloid yang diperoleh dari kulit kayu tanaman Cinchona.
Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% garam alkaloid total, dihitung
sebagai (C20H24N2O2)2.H2SO4, terhadap zat anhidrat (FI Ed.VI hal: 975, 2020).

b Rumus molekul

(C20H24N2O2)2.H2SO4.2H2O (FI Ed.VI hal: 975, 2020).

c Berat molekul

(C20H24N2O2)2.H2SO4.2H2O BM 782,94

(C20H24N2O2)2.H2SO4 BM 746,93 (FI Ed.VI hal: 975, 2020).

d Pemerian

Pemerian Hablur putih, berbentuk jarum halus, biasanya tidak bercahaya, massa ringan dan mudah
memadat; tidak berbau. Menjadi gelap bila terpapar cahaya. Larutan jenuh bersifat netral atau basa
terhadap lakmus. (FI Ed.VI hal: 975, 2020).

2 Sifat Fisiko Kimia Obat

a Titik lebur

173-175oC

b Pka

PKa (Strongest Basic) 9.05

PKa (Strongest Acidic) 13.89

c Koefesien partisi

LogP 2.51

d Stabilitas

Stabil, tetap menggelap saat terpapar cahaya


e Kelarutan

Agak sukar larut dalam air pada suhu 100º; sukar larut dalam air, dalam etanol, dan dalam kloroform,
sangat sukar larut dalam eter; mudah larut dalam etanol pada suhu 80º, dalam campuran kloroform-
etanol mutlak (2:1).

(FI Ed VI hal: 975, 2020).

3 Data Farmakokinetik obat

Farmakokinetik kuinin terdiri dari aspek absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.

a Absorbsi

Kina cepat diabsorpsi ketika dikonsumsi per oral. Penyerapan terutama terjadi pada duodenum.
Bioavailabilitas kina per oral pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 76─88%. Kadar puncak
dalam plasma terjadi dalam 1─3 jam (Medscape).

b Distribusi

Dalam ikatan protein plasma, 70─95% kina terikat pada α-1-acid-glycoprotein. Kina dapat menembus
sawar plasenta. Hanya sebagian kecil kina dapat berpenetrasi ke dalam cairan serebrospinal
(Medscape).

c Metabolisme

Metabolisme kina terutama terjadi di hepar, menghasilkan metabolit berupa 3-hydroxyquinine yang
memiliki 10% aktivitas obat. Waktu paruh kina pada orang dewasa sekitar 8─14 jam dan pada anak-
anak sekitar 6─12 jam (Medscape).

d Eliminasi

Eliminasi kina terutama terjadi melalui biotransformasi rute hepatik. Ekskresi obat terjadi di feses,
saliva, dan urin dalam bentuk metabolit yang telah terhidroksi. Sekitar 20% obat yang dieliminasi,
adalah dalam bentuk yang tidak berubah ke dalam urin (Medscape).

4 Data Farmakodinamika obat

Kina bekerja dengan menghambat sintesis protein dan asam nukleat, serta menghambat proses glikolisis
pada Plasmodium falciparum. Walau demikian, mekanisme pasti kina sebagai skizontisidal dan
gametosidal masih belum diketahui. Dugaan mekanisme kerja kina adalah kina bersifat toksik terhadap
parasit malaria. Obat ini akan menghambat heme polymerase parasit. Dugaan lain mekanisme kerja
obat adalah dengan mengganggu replikasi atau transkripsi DNA plasmodium (WHO, 1995).

a Indikasi

Malaria Berat

b Mekanisme kerja

Mekanisme kerja antimalarianya berkaitan dengan gugus kuinolin yang dimilikinya, dan sebagian
disebabkan karena kina meruapakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepakatan yang tinggi
didalam vakola makanan P. falciparum. Diperkirakan obat ini bekerja didalam organel ini melalui
penghambatan aktivtias heme polymerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat
sitotoksik yaitu heme.

Heme adalah hasil sampingan dari penghancuran hemoglobin didalam vakuola makanan, yang pada
keadaan normal oleh enzim tersebut diubah menjadi pigmen malaria yang tidak merusak .(Farmakologi
dan Terapi Ed V. 2012; 564)

c Efek samping

Cinchonism Syndrome: tinnitus, gangguan pendengaran, vertigo; gangguan kardiovaskular berupa


hipotensi berat jika pasien di injeksi terlalu cepat; hipoglikemia terjadi jika ibu hamil diberi terapi infus
kina. (Basic Pharmacologi and Drug Notes Ed 2019)

d Kontra indikasi

Hindar penggunaan Quinine pada pasien dengan kondisi:

1. Hipersensitif terhadap kinin, mefloquine atau quinidine.


2. Pasien dengan kram kaki nocturnal
3. nterval QT yang berkepanjangan, tinitus atau neuritis optik, miastenia gravis, defisiensi G6PD,
hemolisis, dan yang menderita demam blackwater.
4. Penggunaan bersamaan dengan ritonavir, mefloquine, rifampisin, agen antiaritmia kelas III dan
IA, agen penghambat neuromuskuler, obat lain yang diketahui menyebabkan perpanjangan QT,
dan antasida yang mengandung Al dan / atau Mg.
e Interaksi

 dronedarone akan meningkatkan kadar atau efek kina dengan mempengaruhi metabolisme
enzim CYP3A4 hati/usus. Kontraindikasi. Meskipun kadar kina tidak meningkat secara
signifikan, kombinasi dikontraindikasikan karena kedua obat berpotensi memperpanjang interval
QT
dronedarone dan kina keduanya meningkatkan interval QTc. Kontraindikasi.

 kina meningkatkan kadar eliglustat dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati


CYP2D6. Kontraindikasi. Jika diberikan bersama dengan inhibitor CYP2D6 kuat atau sedang,
kurangi dosis eliglustat dari 84 mg BID menjadi 84 mg sekali sehari pada metabolisme ekstensif
dan menengah; eliglustat dikontraindikasikan jika inhibitor CYP2D6 kuat atau sedang diberikan
bersamaan dengan inhibitor CYP3A kuat atau sedang.
 lefamulin akan meningkatkan kadar atau efek kina dengan mempengaruhi metabolisme enzim
CYP3A4 hati/usus. Kontraindikasi. Lefamulin dikontraindikasikan dengan substrat CYP3A yang
diketahui dapat memperpanjang interval QT.
 pimozide dan kina keduanya meningkatkan interval QTc. Kontraindikasi.
 thioridazine dan kina keduanya meningkatkan interval QTc. Kontraindikasi. (Medscape)
f Pasologi

Kina sulfat diberikan 3 kali 650mg/hari selama 3-7hari dikombinasi dengan doksisiklin 2 kali
100mg/hari selama 7 hari atau dengan sulfadoksin-pirimentamin 3 tablet sekali pemberian per oral.
Untuk anak, dosis kina sulfat 10mg/KgBB per oral diberikan setiap 8 jam.

Sedangkan untuk pengobatan malaria falciparum yang berat atau yang disertai komplikasi diberikan
kuinidin glukonat 10mg/KgBB yang dilarutkan dalam 300mL garam fisiologis dan infus selama 1-2jam
(dosis maksimal 600mg). Selanjutnya Infus diteruaskan dengan kecepatan 0,02 mg/KgBB per menit
sampai ada perbaikan dimana pemberian kina sulfat per oral dapat dimulai selama pemberi kuinidin
glukonat, perlu dilakukan pengamatan secara berkala terhadap tekanan darah, EKG dan kadar Glukosa
darah. Kina dan kuinidin harus diberikan secara ekstra hati-hati bila sebelumnya telah menggunakan
meflokuin. (Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012; 564)

5 Produk innovator

Quinin Sulfat

a Merk

Quinine

b Nama pabrik

Kimia Farma

c Kekuatan sediaan

222mg

d Indikasi

Digunakan untuk mengobati malaria, Meredakan kram kaki yang muncul pada malam hari

e Aturan pakai
Diberikan 3 tablet, diminum 3 kali sehari selama 7 hari.

f Kemasan

g Golongan obat

Obat Bebas Terbatas

h Harga

Rp. 49.600 / 10strip

6 Produk kompetitor : KUININ DIHIDROKLORIDA

Merk Kuinin dihidroklorida injeksi 25%

Nama Pabrik Kimia farma

Kekuatan sediaan 250 mg/ml

Indikasi Digunakan untuk mengobati malaria

Aturan pakai
Kemasan

Golongan obat Keras

Harga 7800/ampul

7 Bentuk sediaan obat (BSO)yang dirancang berdasarkan data diatas

a BSO

Bentuk sediaan obat yang akan dirancang yaitu dalam bentuk injeksi.

b Alasan pemilihan BSO

1 Pertimbangan farmasetika ( Biofarmasetika)

- Dosisnya bias diatur sesuai dengan kebutuhan (kecil tapi sudah berefek)
- Bisa untuk pasien yang tidak biasa minum obat
- Onset cepat.
- Steril
- Dosisnya bise disesuaikan secara pasti (Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012)
2 Pertimbangan farmakokinetika :

Tujuan pemilihan bentuk sediaan obat injeksi dikarenakan mekanisme kerja obat lebih cepat
dibandingkan sediaan oral serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan
secara oral. Dilihat dari segi absorbsinya, obat dalam bentuk sediaan injeksi tidak lagi melewati
saluran cerna sehingga tidak ada proses penyerapan di usus halus. Sedangkan dalam bentuk injeksi obat
langsung didistribusikan ke sirkulasi karena obat diberikan melalui intravena sehingga kadar obat di
dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respon pasien.
(Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012; 564)

3 Pertimbangan farmakodinamika

Mekanisme kerja antimalarianya berkaitan engan gugus kuinolin yang dimilikinya, dan sebagian
disebabkan karena kina merupakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepakatan yang tinggi di dalam
vakuola makanan P. Falciparum. Diperkirakan obat ini bekerja di dalam organel ini melalui
penghambatan aktivitas heme polymerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat
sitotoksik yaitu heme. (Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012; 564)

c Kekuatan sediaan

Quinine injection 25%

d Kemasan

Ampul

e Rencana nama merk

Sulfaquine Injection

8 Formula teoritis

Quinine Dihidrocloro 300mg

Aqua Pro Inject 1 mL

(Formularium Nasional Ed 2, 1978).

a Formula

No Bahan Jumlah (%) Fungsi Bahan

1 Quinine Sulfat 25 Sebagai zat aktif, Antimalaria (FI


Ed. III, 1979: 549)

2 Dapar Fosfat q.s to Adjust pH Sebagai Buffer (FI Ed V. 2014.


7.4 Hal: 1750 )

3 NaCl 0,15 Pengatur Tonisitas (Hope 6th.


2009. hal. 637)

4 Aqua Pro Injection Ad 100 mL Pembawa

Kekuatan Sediaan : 250 mg / 1 ml (Ampul)

Perhitungan Tonisitas Metode Ekivalensi NaCl

Ekivalensi Quinine Sulfat = 1 % (0,23), artinya setiap 1 gram quinine sulfat di dalam larutan
memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,23 gr NaCl.

Rumus : B= x V- (W x E)

Keterangan :

B = bobot NaCl yang harus ditambahkan

V = Volume larutan dalam satuan ml

W = bobot zat aktif dalam satuan gram

E = Ekivalensi zat aktif terhadap NaCl

Berapa NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis ?

B= x V- (W x E)

= x 100 - (25 x 0,23)

= x 100 - (0,75)

= 0,15

NaCl yang harus ditambahkan agar larutan isotonis adalah, 0,15%.

b Fungsi masing masing komponen bahan tambahan dalam formula

 Quinine Sulfat (Sebagai zat aktif, Antimalaria )


 Dapar fosfat Sebagai Buffer (FI Ed V. 2014. Hal: 1750 )
 NaCl ( Pengatur tonisitas) (hand Book of Pharmaceutical Excipents 6th.2009. hal. 637)
 Aqua Pro Injection (Pembawa)
9 Pembuatan produk skala labor

Ruang sterilisasi (grey area)

- Semua alat dan wadah yang akan digunakan disterilisasi dengan cara sterilisasi yang sesuai.
- Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalam white area melalui transfer
box.
Ruang penimbangan (grey area)
- Quinine Sulfat ditimbang sebanyak 25 gram menggunakan kaca arloji steril
- Natrium klorida ditimbang sebanyak 0,15 gram menggunakan kaca arloji steril
- Pembuatan Dapar Fosfat
Masukkan 50 ml Kalium Fosfat Monobasa 0,2 M ke dalam labu ukur 200 ml, tambahkan
volume Natrium Hidroksida 0,2 M 39,1 (PH: 7,4) kemudian tambahkan air sampai tanda batas.
Ruang pencampuran (white area)

- Quinine Sulfat yang telah ditimbang dimasukkan dalam 15 mL aqua for injection dalam gelas
kimia A yang telah ditara pada volume akhir sediaan (100 mL).
- 0,15 g NaCl dilarutkan dalam 20 mL aqua for injection dalam gelas kimia C.
- Larutan NaCl dalam gelas kimia C dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam gelas kimia A.
- Aqua for injection ditambahkan hingga volume larutan dalam gelas kimia A mencapai kurang
lebih 40 mL.
- Dilakukan pengecekan pH.
- pH sediaan yang diharapkan adalah 7.4.
- Tambahkan larutan Dapar Fosfat sampai target pH sediaan tercapai yaitu 7,4.
- Volume larutan dalam gelas kimia A digenapkan hingga mencapai batas volume yang telah
ditara dengan menambahkan aqua for injection.
- Larutan kemudian disaring menggunakan membran filter berpori 0,45 μm untuk meminimalkan
jumlah kontaminan partikulat (beberapa tetes pertama larutan yang disaring dibuang).
- Dilakukan pemeriksaan kejernihan dan pengecekan pH pada larutan yang telah disaring.
- Buret disiapkan, dan dibilas dengan aquabides terlebih dahulu. Bilas dengan kurang lebih 3 mL
sediaan.
- Ujung buret dibersihkan dengan alkohol 70%.
- Sediaan dimasukkan ke dalam buret.
- Ampul diisi dengan volume masing-masing 3 mL (dilebihkan 2% dari volume sediaan yang
dibuat)
- Masing-masing ampul yang telah diisi larutan ditutup dengan alumunium foil.
- Ampul yang telah ditutup dimasukkan ke dalam beaker glass yang dilapisi kertas saring,
kemudian dibawa ke grey area (ruang penutupan) melalui transfer box.
Ruang penutupan (grey area)

- Masing-masing ampul ditutup menggunakan mesin penutup ampul atau dengan membakar
ujung ampul dengan api bunsen. Sediaan dibawa ke ruang sterilisasi melalui transfer box.
Ruang sterilisasi (grey area)

- Sterilisasi sediaan menggunakan autoklaf pada suhu 121o C selama 20 menit. Kemudian
dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan membalik posisi sediaan.
Ruang evaluasi (grey area)

- Sediaan diberi etiket dan kemasan, lalu dilakukan evaluasi pada sediaan yang telah diberi etiket
dan kemasan. (Kemenkes RI. 2016; 102-103)
10 Evaluasi produk

a Evaluasi fisika

1. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi (suplemen FI IV, 1533-15)


Cara Penetapannya:

Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan cahaya, jika tidak memenuhi batas
yang ditetapkan maka dilakukan pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung
bahan partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran mikropori.

Persyaratan
Persyaratan hasil perhitungan jumlah total butiran baku yang terkumpul pada penyaring harus
berada dalam batas 20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml.

2. Penetapan pH (Suplemen FI IV, hlm. 1572-1573)


Persyaratan pH meter
Syarat Untuk penetapan pH yaitu 7,1 ± 0,2
Cara Penetapan
Campurkan dan panaskan hingga larut. Atur pH larutan hingga setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2
menggunakan natrium hidroksida 1 N. jika perlu saring selagi panas menggunakan kertas saring.
Tempatkan media dalam tabung yang sesuai, yang memberikan perbandingan permukaan dengan
kedalaman media sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari setengah bagian atas media yang
mengalami perubahan warna sebagai indikasi masuknya oksigen pada akhir masa inkubasi.
sterilisasi dalam oktoklaf.

3. Uji Kejernihan. (suplemen FI IV, 998)


Persyaratan
Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan
bila diamati.
Cara Uji Kejernihan
wadah wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari samping
dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang
putih untuk menyelidiki pengotor berwarna.
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak
berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan ke dalam dua tabung reaksi
masing masing larutan zat uji yang sesuai secukupnya sehingga volume larutan dalam tabung
reaksi setinggi tepat 40 mm. bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit dengan latar belakang
hitam. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus kea rah bawah tabung.
Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga zat uji dapat langsung dibedakan.

4. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191-192)


Cara Penetapan
Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai
disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka
larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah
tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan
diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah.
Persyaratan
syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak
basah (prosedur b)

5. Uji Keseragaman Bobot


Cara Penetapan
Keseragaman bobot : Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan terlebih dahulu, harus
memenuhi syarat keseragaman bobot berikut : Hilangkan etiket 10 wadah, cuci bagian luar wadah
dengan air, keringkan. Timbang satu persatu, dalam keadaan terbuka. Keluarkan isi wadah, cuci wadah
dengan air kemudian dengan etanol (95%) P, keringkan pada suhu 1050 C hingga bobot tetap,
dinginkan, timbang satu persatu.
Persyaratann
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar berikut,
kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot Yang Tertera pada Etiket Batas Penyimpanan (%)
Tidak lebih dari 120 mg +10
Antara 120 mg dan 300 mg ±7,5
300mg atau lebih ±5

6. Keseragaman Volume (Suplemen FI IV, hlm. 1044)


Persyararan Volume injeksi
. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini.
Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
Cairan Encer Cairan Kental
0,5 mL 0,1 mL 0,12 mL
1,0 mL 0,10 mL 0,15 mL
2,0 mL 0,15 mL 0,25 mL
5,0 mL 0,30 mL 0,50 mL
10,0 mL 0,50 mL 0,70 mL
20,0 mL 0,60 mL 0,90 mL
30,0 mL 0,80 mL 1,20 mL
50,0 mL atau lebih 2% 3%

Cara Penetapan
Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 mL atau lebih, 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari
3 mL dan kurang dari 10 mL, atau 5 wadah atau lebih bila volume 3 mL atau kurang. Ambil isi tiap
wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. keluarkan
gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa
mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan
sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera
(garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung bukan di tuang.

b Evaluasi kimia

Analisis Kualitatif
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi VI (2020), berikut cara identifikasi dan analisis
kualitatif dan kuantitatif kuinin sulfat :
Identifikasi :
A. Larutan zat 0,5 mg per mL dalam Asam Sulfat P (1 dalam 350) menunjukkan fluoresensi biru
terang yang hilang pada penambahan beberapa tetes asam hidroklorida P.
B. Harga Rf bercak utama Larutan uji sesuai dengan harga Rf bercak utama Larutan baku A
seperti tertera pada cemaran organik.
C. Larutan zat 20 mg per mL yang dibuat dengan penambahan beberapa tetes asam hidroklorida P
menunjukkan reaksi sulfat seperti tertera pada uji identifikasi umum
Rotasi Jenis : antara -2350 dan -245 ; lakukan penetapan menggunakan larutan zat 20 mg per mL dalam
asam hidroklorida 0,1 N.
Penetapan dengan KCKT :
Larutan A tambahkan 35,0 mL asam metanasulfonat P ke dalam labu tentukur 500 mL yang
telah berisi 20,0 mL asam asetat glasial P, encerkan dengan air sampai tanda.
Larutan B masukkan 10,0 mL dietilamina P, ke dalam labu tentukur 100 mL, encerkan dengan
air sampai tanda.
Fase gerak campuran asetonitril P-Larutan A -Larutan B-air (100 : 20: 20: 860), atur pH hingga
2,6 dengan penambahan Larutan B. Saring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut
kesesuaian sistem seperti tertera pada kromatografi.
Larutan Kesesuaian Sistem timbang seksama sejumlah Kuinin Sulfat BPFI dan dihidrokuinin,
masukkan ke dalam labu tentukur yang sesuai. Larutkan dengan metanol P hingga 5% volume akhir
labu dan encerkan dengan fase gerak hingga kadar masing-masing lebih kurang 0,2 mg per mL.
Larutan uji, timbang seksama sejumlah zat, larutkan dan encerkan dengan fase gerak hingga
kadar lebih kurang 0,2 mg per mL.
Sistem kromatografi. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilengkapi dengan detektor 235 nm dan
kolom 3,9 mm x 30 cm berisi bahan pengisi L 1. Laju alir lebih kurang 1,0 mL per menit. Lakukan
kromatografi terhadap Larutan Kesesuaian Sistem, rekam kromatogram dan ukur respons puncak
seperti tertera pada prosedur: resolusi, R, antara puncak kuinin dan dihidrokuinin tidak kurang dari 1,2
dan simpangan baku relatif respons puncak kuinin pada penyuntikkan ulang tidak lebih dari 2,0%
[Catatan Waktu Retensi relatif kuinin dan dihidrokuinin berturut-turut lebih kurang 1 dan 1,5].
Analisis Kuantitatif :
Prosedur suntikkan sejumlah volume (lebih kurang 50 µL) Larutan uji ke dalam kromatograf,
rekam kromatogram dan ukur respons puncak utama. Hitung persentase dihidrokuinin dalam zat dengan
rumus :
ru dan rs berturut-turut adalah respons puncak dihidrokuinin dan kuinin dari Larutan uji.

Analisis Kualitatif :

Cemaran Organik. Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi Lapis Tipis seperti tertera pada
kromatografi.
Penjerap campuran silika gel P 0,25 mm.
Fase gerak campuran kloroform P-aseton P-dietilaminaP (5:4:1).
Larutan Baku Persediaan, timbang seksama sejumlah kuinin sulfat BPFI, larutkan dan encerkan
dengan etanol encer LP hingga kadar 6 mg per mL.
Larutan Baku Apipet sejumlah Larutan Baku Persediaan, encerkan dengan etanol encer LP
hingga kadar Kuinin Sulfat BPFI lebih kurang 0,06 mg per mL.
Larutan Baku B Larutkan sejumlah kuinon BPFI dalam etanol encer P hingga kadar 0,05 mg per
mL (setara dengan 0,06 mg garam sulfat) dan sinkonidin 0,10 mg (setara dengan 0,12 mg garam sulfat).
Larutan Uji Timbang seksama sejumlah zat, larutkan dan encerkan dengan etanol encer P
hingga kadar lebih kurang 6 mg per mL.
Prosedur totolkan secara terpisah masing-masing 10 µL. Larutan Uji, Larutan Baku A dan
Larutan Baku B pada lempeng kromatografi. Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatografi berisi
Fase Gerak tanpa penjenuhan dan biarkan merambat lebih kurang 15 cm di atas garis penotolan.
Angkat lempeng, tandai batas rambat dan biarkan Fase Gerak menguap. Semprot lempeng dengan
asam asetat glasial P amati dibawah cahaya ultraviolet 366 nm dan tandai bercak; bercak Larutan Uji
tidak lebih besar atau lebih intensif dari bercak Larutan Baku B pada harga Rf yang sama. Selain bercak
tersebut dan bercak yang timbul pada harga Rf yang sama dengan kuinin sulfat, setiap bercak tambahan
yang berfluoresensi tidak lebih besar atau intensif dari bercak Larutan Baku A. Semprot lempeng
dengan Kalium Iodoplatinat LP; setiap bercak Larutan Uji tidak lebih besar atau lebih intensif dari
bercak Larutan Baku B.
Penetapan Kadar. Timbang seksama lebih kurang 200 mg zat, larutkan dalam 20 mL Asam Asetat
anhidrat P, tambahkan 4 tetes p-naftobenzein LP. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV dari
mikroburet 10 mL hingga warna hijau. Lakukan penetapan blanko.
Tiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 24,90 mg garam alkaloid total, dihitung sebagai
kuinin sulfat, (C20H24N2O2)2. H2SO4.
Analisa Kualitatif
Identifikasi (Farmakope Indonesia III)
A. Pada 5ml larutan 0,1% b/v tambahkan 2 atau 3 tetes larutan brom P dan 1 ml ammonia encer P,
makan akan terjadi warna hijau zamrud.
B. Pada larutan 0,5% b/v tambahkan asam sulfat encer P volume sama, terjadi fluoresensi biru tua.
C. Pada larutan 1,0 % b/v tambahkan 1 ml larutan perak nitrat P, aduk dengan pengaduk kaca, biarkan
beberapa saat, terbentuk endapan putih yang larut dalam asam nitrat P, (Perbedaan dari beberapa
alkaloid lain).
D. Menunjukkan reaksi Sulfat yang tertera pada reaksi identifikasi.
Garam anorganik dan dan garam alkaloida lain (Farmakope Indonesia III)
Hangatkan 1 g dengan 5 ml campuran 2 bagian volume kloroform P dan 1 bagian volume etanol mutlak
p, terjadi larutan jernih.
Alkaloida kina lain (Farmakope Indonesia III)
 Lakukan kromatografi lapis tipis yang tertera pada kromatografi, menggunakan silikagel-G
sebagai zat jerap dan campuran 20 bagian volume benzene P, 12 bagian volume eter P, dan 5
bagian volume dietilamina P sebagai fase bergerak.
 Totolkan terpisah masing masing 4 µl larutan dalam methanol P yang mengandung (1) 1,0%
b/v zat uji (2) 0,025% b/v sinkonina P.
 Angkat lempeng panas pada suhu 105oc selama 30 menit, biarkan dingin, semprot dengan
larutan kalium iodobismutat encer P.
 Tiap bercak yang di peroleh dari larutan (1) kecuali bercak utama tidak lebih itensif dari
bercak yang diperoleh dari larutan (2).

Analisa Kuantitatif
Susut pengeringan (Farmakope Indonesia III)
Tidak kurang dari dari 3,0 % dan tidak lebih dari 5,0%, pengeringan dilakukan pada suhu 130 oC hingga
bobot tetap.

Sisa Pemijaran (Farmakope Indonesia III)


Tidak lebih dari 0,1 %
C Uji mikrobiologi

1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI IV, 854-855)
2. Uji Sterilitas (FI IV, 855-863, Suplemen FI IV, 1512-1515)
3. Uji Endotoksin Bakteri (FI IV, 905-907, Suplemen FI IV, 1527-1528)
4. Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) (FI IV, 908-909)
5. Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI ed. IV, HAL. 939-942)
6. Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-899)

Form 2

Pengembangan metode analisis

Out put Metode uji produk ruahan

1 uji fisik

1. Organoleptis

a Persyaratan

b Cara penetapan

2. Uji kadar air

a Persyaratan

b Cara penetapan

3 Uji laju alir

a Persyaratan

b Cara penetapan

4 Masa jenis

a Persyaratan

b Cara penetapan

5 Uji distribusi ukuran partikel

a Persyaratan

b Cara penetapan

6 homogenitas
a Persyaratan

b Cara penetapan

7 Volume sedimentasi

a Persyaratan

b Cara penetapan

8 Kemampuan redispersi

a Persyaratan

b Cara penetapan

9 Penentuan sudut istirahat

a Persyaratan

b Cara penetapan

10 Uji waktu rekonstitusi

a Persyaratan

b Cara penetapan

11 Uji Viskositas

a Persyaratan

b Cara penetapan

12 Penentuan volume terpindahkan

a Persyaratan

b Cara penetapan

2 Uji kimia

1 Uji PH

a Persyaratan

b Cara penetapan

2 Penetapan kadar
a Persyaratan

b Cara penetapan

3 Idenditfikasi

a Persyaratan

b Cara penetapan

3 Uji mikrobiologi

1 Uji Batas Mikroba

a Persyaratan

b Cara penetapan

2 Uji potensi untuk antibiotik

1 Cara difusi agar

2 Cara turbidimetri pada media cair

Form 3

Pengembangan kemasan

Out put Desain kemasan

1 Desain kemasan primer

Kemasan merupakan salah satu persyaratan yang harus terpenuhi dalam produksi sebuah
sediaan farmasi. Kemasan sendiri memiliki fungsi untuk melindungi produk sediaan farmasi agar tetap
terjaga mutu dan keamanannya. Kemasan primer merupakan kemasan yang memiliki hubungan secara
langsung dengan produk sediaan farmasi. Kualitas kemasan harus selalu dikontrol agar produk yang
dihasilkan selalu dalam kondisi yang baik dan memiliki daya kompetitif yang tinggi dalam sebuah
industri farmasi.
WADAH INJEKSI

Gambar Vial Gambar Ampul


Ada dua tipe utama wadah injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang
paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml.
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat
steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak
dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril (Ansel,1989).

Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya
secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal
(Ansel, 1989)

Sedangkan wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial
serum 1-50 ml bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan.

GELAS :

Bahan Baku Pembuatan Gelas :

1. Pasir silika (SiO2)

2.Soda abu (Na2CO3) yang dengan pembakaran pada suhu tinggi akan terbentuk Na2O sehingga gelas
tampak jernih .

3.Batu kapur (CaO) yang berfungsi untuk memperkuat gelas.

4.Pecahan gelas (kaca) disebut cullet (calcin), untuk memudahkan proses peleburan. Cullet kadang-
kadang ditambahkan dengan persentase 15-20%. Al2O3 dan boraksida (B2O3), titanium dan zirconium
untuk meningkatkan ketahanan dan kekerasan gelas.
5.Borax oksida pada gelas boroksilikat seperti pyrex berfungsi agar gelas lebih tahan pada suhu tinggi.
6.Na2SO4 atau As2O3 untuk menghaluskan dan menjernihkan.

KEMASAN PRIMER VIAL

Vial merupakan wadah dosis ganda biasanya volume 10-100 ml yang disegel dengan karet atau
penutup plastik yang kecil, tipis ditengah, dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan
masuknya jarum untuk pengambilan isi tanpa mempengaruhi bagiannya dan sehingga dapat ditutup
kembali melalui penarikan jarum. Ketersediaan vial dosis ganda yang bersegel dengan penutup karet
memberikan dosis yang fleksibel dan mengurangi unit biaya perdosis.

Keuntungan dan kerugian vial :

Ketersediaan vial dosis ganda yang bersegel dengan penutup karet memberikan dosis yang fleksibel dan
mengurangi unit biaya perdosis. Kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan selama pengambilan
volumenya.

Sediaan Yang beredar

NO Nama Kemasan Jenis Bahan Ukuran Gambar


Primer

1 QUINGI (Quinine Ampul adalah wadah 4mL


Dihydrochloride) berbentuk silindris terbuat
dari gelas, yang memiliki
ujung runcing (leher) dan
bidang datar. ukuran
nominalnya adalah 1 ,2, 5,
10, 20 kadang-kadang juga
25 atau 30 mL. Ampul
dibuat dari bahan gelas
tidak berwarna akan tetapi
untuk bahan obat yang
peka terhadap cahaya,
dapat digunakan ampul
yang terbuat dari bahan
gelas berwarna coklat tua.

2 Quinine Ampul adalah wadah 2 mL


Dihydrochloride berbentuk silindris terbuat
(Kimia farma) dari gelas, yang memiliki
ujung runcing (leher) dan
bidang datar. ukuran
nominalnya adalah 1 ,2, 5,
10, 20 kadang-kadang juga
25 atau 30 mL. Ampul
dibuat dari bahan gelas
tidak berwarna akan tetapi
untuk bahan obat yang
peka terhadap cahaya,
dapat digunakan ampul
yang terbuat dari bahan
gelas berwarna coklat tua.

Jenis Kemasan Primer Yang di Usulkan

NO Nama Jenis Bahan Ukuran Gambar


Kemasan
Primer

Quinine Ampul adalah wadah 250


Dihydrochloride berbentuk silindris terbuat dari gelas, mg/1
mL
yang memiliki ujung runcing (leher)
dan bidang datar. ukuran nominalnya
adalah 1 ,2, 5, 10, 20 kadang-kadang
juga 25 atau 30 mL. Ampul dibuat
dari bahan gelas tidak berwarna akan
tetapi untuk bahan obat yang peka
terhadap cahaya, dapat digunakan
ampul yang terbuat dari bahan gelas
berwarna coklat tua.

Alasannya :

- Karena tujuan pemberiannya yaitu dosis tunggal sehingga injeksi ini hanya untuk 1 kali
pemakaian.
- Digunakan ampul kaca berwarna gelap/ coklat karena sifat dari zat aktif Quinine Sulfat yang
mudah teroksidasi jika terkena cahaya sehingga menyebabkan perubahan warna menjadi gelap.
Sehingga dengan menggunakan wadah kaca berwarna coklat untuk mencegah obat teroksidasi
juga untuk mecegah cahaya masuk ke dalam botol yang dapat menyebabkan aroma obat yang
dapat cepat menguap.

2 Desain kemasan sekunder

3 Desain brosur

Desain etiket

Form 4

Trial skala pilot


Catatan pengolahan bets

1 Komposisi

a Satuan dasar

b Jumlah bahan yang diperlukan untuk i bets ( 50 unit)

2 Spesifikasi

a Pemerian

b Bahan bahan

3 Peralatan

4 Penimbangan

5 Prosedur pengolahan

6 rekonsiliasi

Form 5 Trial skala pilot

Out put Catatan pengemasan bets

1 Penerimaan bahan pengemas

2 Prosedur pengemasan primer

3 Prosedur pengemasan sekunder

4 Hasil obat

5 Pelulusan oleh pengawasan mutu

Form 6 Uji stabilitas

Out put Metode uji stabilitas


1 Uji dipercepat

a Alat dan kondisi uji

b Jumlah sampel uji

c Metode uji

d Analisis data dan perhitungan umur simpan obat

2 Uji on going real time

a Alat dan kondisi uji

b Jumlah sampel uji

c Metode uji

d Analisis dan perhitung umur simpan obat

Form 7 Uji Bio ekivalensi

Out put Protokol singkat uji BE

1 Pendahuluan

2 Tujuan penelitian

3 Metode penelitian

4 Analisis obat

5 Perhitungan bio availabilitas obat dalam darah

6 Analisis statistik

Form 8 Registrasi Obat

Out put Formulir registrasi obat


1 Uraian obat

2 Keterangan lengkap pendaftar

3 Status produksi

4 formula

5 Informasi obat

6 Informasi pra registrasi

7 Cara penyimpanan dan batas kadaluarsa

8 Status registrasi di negara lain

9 Informasi paten

10 Riwayat registrasi

11 Keterangan sistem penomoran bets

12 Informasi harga

13 Komitmen yang harus dipenuhi

14 Dokumen teknis

15 Keterangan petugas registrasi

Anda mungkin juga menyukai