KELAS B
ANGKATAN APOTEKER 31
PENGESAHAN
2 apt.Revi yenti,M.Farm
3 apt Dedi nofiandi,M.Farm
4 apt.Verawati,M.Farm
5 apt. Elmitra,M.Farm
6 Apt.Diana Agustin,S.Si,M.Farm
Form 1
Studi pustaka
a Struktur Molekul
Kuinin Sulfat adalah garam sulfat alkaloid yang diperoleh dari kulit kayu tanaman Cinchona.
Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% garam alkaloid total, dihitung
sebagai (C20H24N2O2)2.H2SO4, terhadap zat anhidrat (FI Ed.VI hal: 975, 2020).
b Rumus molekul
c Berat molekul
(C20H24N2O2)2.H2SO4.2H2O BM 782,94
d Pemerian
Pemerian Hablur putih, berbentuk jarum halus, biasanya tidak bercahaya, massa ringan dan mudah
memadat; tidak berbau. Menjadi gelap bila terpapar cahaya. Larutan jenuh bersifat netral atau basa
terhadap lakmus. (FI Ed.VI hal: 975, 2020).
a Titik lebur
173-175oC
b Pka
c Koefesien partisi
LogP 2.51
d Stabilitas
Agak sukar larut dalam air pada suhu 100º; sukar larut dalam air, dalam etanol, dan dalam kloroform,
sangat sukar larut dalam eter; mudah larut dalam etanol pada suhu 80º, dalam campuran kloroform-
etanol mutlak (2:1).
Farmakokinetik kuinin terdiri dari aspek absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.
a Absorbsi
Kina cepat diabsorpsi ketika dikonsumsi per oral. Penyerapan terutama terjadi pada duodenum.
Bioavailabilitas kina per oral pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 76─88%. Kadar puncak
dalam plasma terjadi dalam 1─3 jam (Medscape).
b Distribusi
Dalam ikatan protein plasma, 70─95% kina terikat pada α-1-acid-glycoprotein. Kina dapat menembus
sawar plasenta. Hanya sebagian kecil kina dapat berpenetrasi ke dalam cairan serebrospinal
(Medscape).
c Metabolisme
Metabolisme kina terutama terjadi di hepar, menghasilkan metabolit berupa 3-hydroxyquinine yang
memiliki 10% aktivitas obat. Waktu paruh kina pada orang dewasa sekitar 8─14 jam dan pada anak-
anak sekitar 6─12 jam (Medscape).
d Eliminasi
Eliminasi kina terutama terjadi melalui biotransformasi rute hepatik. Ekskresi obat terjadi di feses,
saliva, dan urin dalam bentuk metabolit yang telah terhidroksi. Sekitar 20% obat yang dieliminasi,
adalah dalam bentuk yang tidak berubah ke dalam urin (Medscape).
Kina bekerja dengan menghambat sintesis protein dan asam nukleat, serta menghambat proses glikolisis
pada Plasmodium falciparum. Walau demikian, mekanisme pasti kina sebagai skizontisidal dan
gametosidal masih belum diketahui. Dugaan mekanisme kerja kina adalah kina bersifat toksik terhadap
parasit malaria. Obat ini akan menghambat heme polymerase parasit. Dugaan lain mekanisme kerja
obat adalah dengan mengganggu replikasi atau transkripsi DNA plasmodium (WHO, 1995).
a Indikasi
Malaria Berat
b Mekanisme kerja
Mekanisme kerja antimalarianya berkaitan dengan gugus kuinolin yang dimilikinya, dan sebagian
disebabkan karena kina meruapakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepakatan yang tinggi
didalam vakola makanan P. falciparum. Diperkirakan obat ini bekerja didalam organel ini melalui
penghambatan aktivtias heme polymerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat
sitotoksik yaitu heme.
Heme adalah hasil sampingan dari penghancuran hemoglobin didalam vakuola makanan, yang pada
keadaan normal oleh enzim tersebut diubah menjadi pigmen malaria yang tidak merusak .(Farmakologi
dan Terapi Ed V. 2012; 564)
c Efek samping
d Kontra indikasi
dronedarone akan meningkatkan kadar atau efek kina dengan mempengaruhi metabolisme
enzim CYP3A4 hati/usus. Kontraindikasi. Meskipun kadar kina tidak meningkat secara
signifikan, kombinasi dikontraindikasikan karena kedua obat berpotensi memperpanjang interval
QT
dronedarone dan kina keduanya meningkatkan interval QTc. Kontraindikasi.
Kina sulfat diberikan 3 kali 650mg/hari selama 3-7hari dikombinasi dengan doksisiklin 2 kali
100mg/hari selama 7 hari atau dengan sulfadoksin-pirimentamin 3 tablet sekali pemberian per oral.
Untuk anak, dosis kina sulfat 10mg/KgBB per oral diberikan setiap 8 jam.
Sedangkan untuk pengobatan malaria falciparum yang berat atau yang disertai komplikasi diberikan
kuinidin glukonat 10mg/KgBB yang dilarutkan dalam 300mL garam fisiologis dan infus selama 1-2jam
(dosis maksimal 600mg). Selanjutnya Infus diteruaskan dengan kecepatan 0,02 mg/KgBB per menit
sampai ada perbaikan dimana pemberian kina sulfat per oral dapat dimulai selama pemberi kuinidin
glukonat, perlu dilakukan pengamatan secara berkala terhadap tekanan darah, EKG dan kadar Glukosa
darah. Kina dan kuinidin harus diberikan secara ekstra hati-hati bila sebelumnya telah menggunakan
meflokuin. (Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012; 564)
5 Produk innovator
Quinin Sulfat
a Merk
Quinine
b Nama pabrik
Kimia Farma
c Kekuatan sediaan
222mg
d Indikasi
Digunakan untuk mengobati malaria, Meredakan kram kaki yang muncul pada malam hari
e Aturan pakai
Diberikan 3 tablet, diminum 3 kali sehari selama 7 hari.
f Kemasan
g Golongan obat
h Harga
Aturan pakai
Kemasan
Harga 7800/ampul
a BSO
Bentuk sediaan obat yang akan dirancang yaitu dalam bentuk injeksi.
- Dosisnya bias diatur sesuai dengan kebutuhan (kecil tapi sudah berefek)
- Bisa untuk pasien yang tidak biasa minum obat
- Onset cepat.
- Steril
- Dosisnya bise disesuaikan secara pasti (Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012)
2 Pertimbangan farmakokinetika :
Tujuan pemilihan bentuk sediaan obat injeksi dikarenakan mekanisme kerja obat lebih cepat
dibandingkan sediaan oral serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan
secara oral. Dilihat dari segi absorbsinya, obat dalam bentuk sediaan injeksi tidak lagi melewati
saluran cerna sehingga tidak ada proses penyerapan di usus halus. Sedangkan dalam bentuk injeksi obat
langsung didistribusikan ke sirkulasi karena obat diberikan melalui intravena sehingga kadar obat di
dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respon pasien.
(Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012; 564)
3 Pertimbangan farmakodinamika
Mekanisme kerja antimalarianya berkaitan engan gugus kuinolin yang dimilikinya, dan sebagian
disebabkan karena kina merupakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepakatan yang tinggi di dalam
vakuola makanan P. Falciparum. Diperkirakan obat ini bekerja di dalam organel ini melalui
penghambatan aktivitas heme polymerase, sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat
sitotoksik yaitu heme. (Farmakologi dan Terapi Ed V. 2012; 564)
c Kekuatan sediaan
d Kemasan
Ampul
Sulfaquine Injection
8 Formula teoritis
a Formula
Ekivalensi Quinine Sulfat = 1 % (0,23), artinya setiap 1 gram quinine sulfat di dalam larutan
memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,23 gr NaCl.
Rumus : B= x V- (W x E)
Keterangan :
B= x V- (W x E)
= x 100 - (0,75)
= 0,15
- Semua alat dan wadah yang akan digunakan disterilisasi dengan cara sterilisasi yang sesuai.
- Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalam white area melalui transfer
box.
Ruang penimbangan (grey area)
- Quinine Sulfat ditimbang sebanyak 25 gram menggunakan kaca arloji steril
- Natrium klorida ditimbang sebanyak 0,15 gram menggunakan kaca arloji steril
- Pembuatan Dapar Fosfat
Masukkan 50 ml Kalium Fosfat Monobasa 0,2 M ke dalam labu ukur 200 ml, tambahkan
volume Natrium Hidroksida 0,2 M 39,1 (PH: 7,4) kemudian tambahkan air sampai tanda batas.
Ruang pencampuran (white area)
- Quinine Sulfat yang telah ditimbang dimasukkan dalam 15 mL aqua for injection dalam gelas
kimia A yang telah ditara pada volume akhir sediaan (100 mL).
- 0,15 g NaCl dilarutkan dalam 20 mL aqua for injection dalam gelas kimia C.
- Larutan NaCl dalam gelas kimia C dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam gelas kimia A.
- Aqua for injection ditambahkan hingga volume larutan dalam gelas kimia A mencapai kurang
lebih 40 mL.
- Dilakukan pengecekan pH.
- pH sediaan yang diharapkan adalah 7.4.
- Tambahkan larutan Dapar Fosfat sampai target pH sediaan tercapai yaitu 7,4.
- Volume larutan dalam gelas kimia A digenapkan hingga mencapai batas volume yang telah
ditara dengan menambahkan aqua for injection.
- Larutan kemudian disaring menggunakan membran filter berpori 0,45 μm untuk meminimalkan
jumlah kontaminan partikulat (beberapa tetes pertama larutan yang disaring dibuang).
- Dilakukan pemeriksaan kejernihan dan pengecekan pH pada larutan yang telah disaring.
- Buret disiapkan, dan dibilas dengan aquabides terlebih dahulu. Bilas dengan kurang lebih 3 mL
sediaan.
- Ujung buret dibersihkan dengan alkohol 70%.
- Sediaan dimasukkan ke dalam buret.
- Ampul diisi dengan volume masing-masing 3 mL (dilebihkan 2% dari volume sediaan yang
dibuat)
- Masing-masing ampul yang telah diisi larutan ditutup dengan alumunium foil.
- Ampul yang telah ditutup dimasukkan ke dalam beaker glass yang dilapisi kertas saring,
kemudian dibawa ke grey area (ruang penutupan) melalui transfer box.
Ruang penutupan (grey area)
- Masing-masing ampul ditutup menggunakan mesin penutup ampul atau dengan membakar
ujung ampul dengan api bunsen. Sediaan dibawa ke ruang sterilisasi melalui transfer box.
Ruang sterilisasi (grey area)
- Sterilisasi sediaan menggunakan autoklaf pada suhu 121o C selama 20 menit. Kemudian
dilakukan pemeriksaan kebocoran dengan membalik posisi sediaan.
Ruang evaluasi (grey area)
- Sediaan diberi etiket dan kemasan, lalu dilakukan evaluasi pada sediaan yang telah diberi etiket
dan kemasan. (Kemenkes RI. 2016; 102-103)
10 Evaluasi produk
a Evaluasi fisika
Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan cahaya, jika tidak memenuhi batas
yang ditetapkan maka dilakukan pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung
bahan partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran mikropori.
Persyaratan
Persyaratan hasil perhitungan jumlah total butiran baku yang terkumpul pada penyaring harus
berada dalam batas 20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml.
Cara Penetapan
Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 mL atau lebih, 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari
3 mL dan kurang dari 10 mL, atau 5 wadah atau lebih bila volume 3 mL atau kurang. Ambil isi tiap
wadah dengan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. keluarkan
gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa
mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan
sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera
(garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung bukan di tuang.
b Evaluasi kimia
Analisis Kualitatif
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi VI (2020), berikut cara identifikasi dan analisis
kualitatif dan kuantitatif kuinin sulfat :
Identifikasi :
A. Larutan zat 0,5 mg per mL dalam Asam Sulfat P (1 dalam 350) menunjukkan fluoresensi biru
terang yang hilang pada penambahan beberapa tetes asam hidroklorida P.
B. Harga Rf bercak utama Larutan uji sesuai dengan harga Rf bercak utama Larutan baku A
seperti tertera pada cemaran organik.
C. Larutan zat 20 mg per mL yang dibuat dengan penambahan beberapa tetes asam hidroklorida P
menunjukkan reaksi sulfat seperti tertera pada uji identifikasi umum
Rotasi Jenis : antara -2350 dan -245 ; lakukan penetapan menggunakan larutan zat 20 mg per mL dalam
asam hidroklorida 0,1 N.
Penetapan dengan KCKT :
Larutan A tambahkan 35,0 mL asam metanasulfonat P ke dalam labu tentukur 500 mL yang
telah berisi 20,0 mL asam asetat glasial P, encerkan dengan air sampai tanda.
Larutan B masukkan 10,0 mL dietilamina P, ke dalam labu tentukur 100 mL, encerkan dengan
air sampai tanda.
Fase gerak campuran asetonitril P-Larutan A -Larutan B-air (100 : 20: 20: 860), atur pH hingga
2,6 dengan penambahan Larutan B. Saring dan awaudarakan. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut
kesesuaian sistem seperti tertera pada kromatografi.
Larutan Kesesuaian Sistem timbang seksama sejumlah Kuinin Sulfat BPFI dan dihidrokuinin,
masukkan ke dalam labu tentukur yang sesuai. Larutkan dengan metanol P hingga 5% volume akhir
labu dan encerkan dengan fase gerak hingga kadar masing-masing lebih kurang 0,2 mg per mL.
Larutan uji, timbang seksama sejumlah zat, larutkan dan encerkan dengan fase gerak hingga
kadar lebih kurang 0,2 mg per mL.
Sistem kromatografi. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilengkapi dengan detektor 235 nm dan
kolom 3,9 mm x 30 cm berisi bahan pengisi L 1. Laju alir lebih kurang 1,0 mL per menit. Lakukan
kromatografi terhadap Larutan Kesesuaian Sistem, rekam kromatogram dan ukur respons puncak
seperti tertera pada prosedur: resolusi, R, antara puncak kuinin dan dihidrokuinin tidak kurang dari 1,2
dan simpangan baku relatif respons puncak kuinin pada penyuntikkan ulang tidak lebih dari 2,0%
[Catatan Waktu Retensi relatif kuinin dan dihidrokuinin berturut-turut lebih kurang 1 dan 1,5].
Analisis Kuantitatif :
Prosedur suntikkan sejumlah volume (lebih kurang 50 µL) Larutan uji ke dalam kromatograf,
rekam kromatogram dan ukur respons puncak utama. Hitung persentase dihidrokuinin dalam zat dengan
rumus :
ru dan rs berturut-turut adalah respons puncak dihidrokuinin dan kuinin dari Larutan uji.
Analisis Kualitatif :
Cemaran Organik. Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi Lapis Tipis seperti tertera pada
kromatografi.
Penjerap campuran silika gel P 0,25 mm.
Fase gerak campuran kloroform P-aseton P-dietilaminaP (5:4:1).
Larutan Baku Persediaan, timbang seksama sejumlah kuinin sulfat BPFI, larutkan dan encerkan
dengan etanol encer LP hingga kadar 6 mg per mL.
Larutan Baku Apipet sejumlah Larutan Baku Persediaan, encerkan dengan etanol encer LP
hingga kadar Kuinin Sulfat BPFI lebih kurang 0,06 mg per mL.
Larutan Baku B Larutkan sejumlah kuinon BPFI dalam etanol encer P hingga kadar 0,05 mg per
mL (setara dengan 0,06 mg garam sulfat) dan sinkonidin 0,10 mg (setara dengan 0,12 mg garam sulfat).
Larutan Uji Timbang seksama sejumlah zat, larutkan dan encerkan dengan etanol encer P
hingga kadar lebih kurang 6 mg per mL.
Prosedur totolkan secara terpisah masing-masing 10 µL. Larutan Uji, Larutan Baku A dan
Larutan Baku B pada lempeng kromatografi. Masukkan lempeng ke dalam bejana kromatografi berisi
Fase Gerak tanpa penjenuhan dan biarkan merambat lebih kurang 15 cm di atas garis penotolan.
Angkat lempeng, tandai batas rambat dan biarkan Fase Gerak menguap. Semprot lempeng dengan
asam asetat glasial P amati dibawah cahaya ultraviolet 366 nm dan tandai bercak; bercak Larutan Uji
tidak lebih besar atau lebih intensif dari bercak Larutan Baku B pada harga Rf yang sama. Selain bercak
tersebut dan bercak yang timbul pada harga Rf yang sama dengan kuinin sulfat, setiap bercak tambahan
yang berfluoresensi tidak lebih besar atau intensif dari bercak Larutan Baku A. Semprot lempeng
dengan Kalium Iodoplatinat LP; setiap bercak Larutan Uji tidak lebih besar atau lebih intensif dari
bercak Larutan Baku B.
Penetapan Kadar. Timbang seksama lebih kurang 200 mg zat, larutkan dalam 20 mL Asam Asetat
anhidrat P, tambahkan 4 tetes p-naftobenzein LP. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV dari
mikroburet 10 mL hingga warna hijau. Lakukan penetapan blanko.
Tiap mL asam perklorat 0,1 N setara dengan 24,90 mg garam alkaloid total, dihitung sebagai
kuinin sulfat, (C20H24N2O2)2. H2SO4.
Analisa Kualitatif
Identifikasi (Farmakope Indonesia III)
A. Pada 5ml larutan 0,1% b/v tambahkan 2 atau 3 tetes larutan brom P dan 1 ml ammonia encer P,
makan akan terjadi warna hijau zamrud.
B. Pada larutan 0,5% b/v tambahkan asam sulfat encer P volume sama, terjadi fluoresensi biru tua.
C. Pada larutan 1,0 % b/v tambahkan 1 ml larutan perak nitrat P, aduk dengan pengaduk kaca, biarkan
beberapa saat, terbentuk endapan putih yang larut dalam asam nitrat P, (Perbedaan dari beberapa
alkaloid lain).
D. Menunjukkan reaksi Sulfat yang tertera pada reaksi identifikasi.
Garam anorganik dan dan garam alkaloida lain (Farmakope Indonesia III)
Hangatkan 1 g dengan 5 ml campuran 2 bagian volume kloroform P dan 1 bagian volume etanol mutlak
p, terjadi larutan jernih.
Alkaloida kina lain (Farmakope Indonesia III)
Lakukan kromatografi lapis tipis yang tertera pada kromatografi, menggunakan silikagel-G
sebagai zat jerap dan campuran 20 bagian volume benzene P, 12 bagian volume eter P, dan 5
bagian volume dietilamina P sebagai fase bergerak.
Totolkan terpisah masing masing 4 µl larutan dalam methanol P yang mengandung (1) 1,0%
b/v zat uji (2) 0,025% b/v sinkonina P.
Angkat lempeng panas pada suhu 105oc selama 30 menit, biarkan dingin, semprot dengan
larutan kalium iodobismutat encer P.
Tiap bercak yang di peroleh dari larutan (1) kecuali bercak utama tidak lebih itensif dari
bercak yang diperoleh dari larutan (2).
Analisa Kuantitatif
Susut pengeringan (Farmakope Indonesia III)
Tidak kurang dari dari 3,0 % dan tidak lebih dari 5,0%, pengeringan dilakukan pada suhu 130 oC hingga
bobot tetap.
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI IV, 854-855)
2. Uji Sterilitas (FI IV, 855-863, Suplemen FI IV, 1512-1515)
3. Uji Endotoksin Bakteri (FI IV, 905-907, Suplemen FI IV, 1527-1528)
4. Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml) (FI IV, 908-909)
5. Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet) (FI ed. IV, HAL. 939-942)
6. Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (Untuk zat aktif antibiotik) (FI IV, 891-899)
Form 2
1 uji fisik
1. Organoleptis
a Persyaratan
b Cara penetapan
a Persyaratan
b Cara penetapan
a Persyaratan
b Cara penetapan
4 Masa jenis
a Persyaratan
b Cara penetapan
a Persyaratan
b Cara penetapan
6 homogenitas
a Persyaratan
b Cara penetapan
7 Volume sedimentasi
a Persyaratan
b Cara penetapan
8 Kemampuan redispersi
a Persyaratan
b Cara penetapan
a Persyaratan
b Cara penetapan
a Persyaratan
b Cara penetapan
11 Uji Viskositas
a Persyaratan
b Cara penetapan
a Persyaratan
b Cara penetapan
2 Uji kimia
1 Uji PH
a Persyaratan
b Cara penetapan
2 Penetapan kadar
a Persyaratan
b Cara penetapan
3 Idenditfikasi
a Persyaratan
b Cara penetapan
3 Uji mikrobiologi
a Persyaratan
b Cara penetapan
Form 3
Pengembangan kemasan
Kemasan merupakan salah satu persyaratan yang harus terpenuhi dalam produksi sebuah
sediaan farmasi. Kemasan sendiri memiliki fungsi untuk melindungi produk sediaan farmasi agar tetap
terjaga mutu dan keamanannya. Kemasan primer merupakan kemasan yang memiliki hubungan secara
langsung dengan produk sediaan farmasi. Kualitas kemasan harus selalu dikontrol agar produk yang
dihasilkan selalu dalam kondisi yang baik dan memiliki daya kompetitif yang tinggi dalam sebuah
industri farmasi.
WADAH INJEKSI
Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya
secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal
(Ansel, 1989)
Sedangkan wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial
serum 1-50 ml bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan.
GELAS :
2.Soda abu (Na2CO3) yang dengan pembakaran pada suhu tinggi akan terbentuk Na2O sehingga gelas
tampak jernih .
4.Pecahan gelas (kaca) disebut cullet (calcin), untuk memudahkan proses peleburan. Cullet kadang-
kadang ditambahkan dengan persentase 15-20%. Al2O3 dan boraksida (B2O3), titanium dan zirconium
untuk meningkatkan ketahanan dan kekerasan gelas.
5.Borax oksida pada gelas boroksilikat seperti pyrex berfungsi agar gelas lebih tahan pada suhu tinggi.
6.Na2SO4 atau As2O3 untuk menghaluskan dan menjernihkan.
Vial merupakan wadah dosis ganda biasanya volume 10-100 ml yang disegel dengan karet atau
penutup plastik yang kecil, tipis ditengah, dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan
masuknya jarum untuk pengambilan isi tanpa mempengaruhi bagiannya dan sehingga dapat ditutup
kembali melalui penarikan jarum. Ketersediaan vial dosis ganda yang bersegel dengan penutup karet
memberikan dosis yang fleksibel dan mengurangi unit biaya perdosis.
Ketersediaan vial dosis ganda yang bersegel dengan penutup karet memberikan dosis yang fleksibel dan
mengurangi unit biaya perdosis. Kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan selama pengambilan
volumenya.
Alasannya :
- Karena tujuan pemberiannya yaitu dosis tunggal sehingga injeksi ini hanya untuk 1 kali
pemakaian.
- Digunakan ampul kaca berwarna gelap/ coklat karena sifat dari zat aktif Quinine Sulfat yang
mudah teroksidasi jika terkena cahaya sehingga menyebabkan perubahan warna menjadi gelap.
Sehingga dengan menggunakan wadah kaca berwarna coklat untuk mencegah obat teroksidasi
juga untuk mecegah cahaya masuk ke dalam botol yang dapat menyebabkan aroma obat yang
dapat cepat menguap.
3 Desain brosur
Desain etiket
Form 4
1 Komposisi
a Satuan dasar
2 Spesifikasi
a Pemerian
b Bahan bahan
3 Peralatan
4 Penimbangan
5 Prosedur pengolahan
6 rekonsiliasi
4 Hasil obat
c Metode uji
c Metode uji
1 Pendahuluan
2 Tujuan penelitian
3 Metode penelitian
4 Analisis obat
6 Analisis statistik
3 Status produksi
4 formula
5 Informasi obat
9 Informasi paten
10 Riwayat registrasi
12 Informasi harga
14 Dokumen teknis