Anda di halaman 1dari 30

Praktikum Manufaktur Sediaan Solida

Manufaktur Tablet Dengan Metode Granulasi Basah

Dibuat Oleh:
Evelyn Alim Budiarto
Kelompok 3 - KP G

Fakultas Farmasi
Universitas Surabaya
Maret 2023
MANUFAKTUR TABLET DENGAN METODE GRANULASI BASAH

1. DEFINISI DAN TUJUAN


1.1 DEFINISI GRANULASI BASAH
Granulasi adalah suatu proses pembesaran ukuran yang mengubah partikel halus atau
kasar menjadi aglomerat yang lebih kuat secara fisik dan memiliki sifat alir yang baik,
karakteristik kompresi yang lebih baik, dan keseragaman. Tujuan granulasi antara lain adalah
:
1. membuat bahan mudah mengalir (free flowing)
2. meningkatkan densitas bahan
3. membuat campuran massa yang homogen
4. meningkatkan karakterisasi kompresi (kompresibilitas) bahan obat
5. mengurangi debu
Granulasi basah adalah proses penambahan cairan (dengan atau tanpa pengikat) ke
dalam massa serbuk (untuk membentuk massa basah) pada wadah pencampur dengan berbagai
tipe agitasi yang akan menghasilkan aglomerasi atau granul.

1.2 TUJUAN
Tujuan praktikum topik granulasi basah adalah :
1. Mahasiswa memahami dan mampu melakukan proses pembuatan tablet secara
granulasi basah
2. Mahasiswa dapat melakukan in process control
3. Mahasiswa dapat mengevaluasi mutu tablet
4. Mahasiswa dapat mengatasi masalah yang timbul dalam proses manufaktur

2. PRAFORMULASI
Praformulasi adalah kegiatan penelitian sifat fisika dan kimia bahan obat
(tunggal/campuran dengan eksipien). Tujuan praformulasi adalah untuk menghasilkan sediaan
yg berkhasiat, aman, stabil dan akseptabel.
a). Sifat Fisika Bahan Aktif
1. Nama/Sinonim : Levofloxacin
2. Nama Kimia : (-)-(S)-9-Fluoro-2,3-dihidro-3-metil-10-(4-metil-1-
piperasinil)-7-okso-7H-pirido[1,2,3-de]-1,4-
bensoksasin-6-asam karboksilat, hemihidrat
[138199- 71-0]
(FI VI p. 1021)
3. Bentuk : Kristal, bubuk kristal (PubChem)
Hablur atau serbuk hablur (FI VI p. 1021)
4. Warna : Putih kekuningan sampai putih kuning (FI VI p. 1021)
5. Rasa : Pahit
6. Bau : Tidak berbau
7. Titik leleh : 225 - 227 °C (PubChem)
8. Polimorfisme : Monohidrat dan hemihidrat
9. Kategori : Fluoroquinolones
10. Struktur :

(FI VI p. 1021)
b). Sifat Kimia dan Fisikomekanika
1. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam aseton, dan
dalam metanol; praktis tidak larut dalam gliserin dan
dalam n-oktanol; larut dalam dimetilsulfoksida dan
dalam asam asetat.
(Farmakope Indonesia Ed. VI hal. 1021)
2. Stabilitas :
- Stabilitas fisika :
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya. Simpan
dalam suhu ruang (terkait dengan bentuknya hablur atau serbuk
hablur; putih kekuningan sampai putih kuning)
(Farmakope Indonesia Ed. VI hal. 1021 - 1024)
- Stabilitas kimia :
Ketika dipanaskan akan mengeluarkan asap beracun/nitrogen oksida
dan hidrogen fluorida, rentan terhadap fotolisis langsung oleh sinar
matahari (PubChem).
3. Higroskopisitas : Tidak higroskopis
c). Sifat Mekanik Bahan Aktif
1. Sifat alir : sifat alir buruk
(Rahma. (n.d.). PENGEMBANGAN EKSIPIEN CO-PROCESS PATI
SINGKONG (Manihot esculenta) PREGELATINASI DENGAN PVP K-30
SEBAGAI FILLER-BINDER TABLET VITAMIN C. Halaman 38)
2. Kompresibilitas : kompresibilitas buruk
(Rahma. (n.d.). PENGEMBANGAN EKSIPIEN CO-PROCESS PATI
SINGKONG (Manihot esculenta) PREGELATINASI DENGAN PVP K-30
SEBAGAI FILLER-BINDER TABLET VITAMIN C. Halaman 38)
3. Habit kristal (bila ada) : -
d). Farmakologi
1. Dosis : Satu kali sehari 500 mg untuk 10 - 14 hari
(BNF 82 ed. p. 601)
2. Efek terapi (indikasi) : Untuk sinusitis akut, obstruksi eksaserbasi
akut, pneumonia, infeksi saluran kemih,
pengobatan infeksi bakteri helicobacter pylori
(BNF 82 ed. p. 601 )

e). Farmakokinetika
1. Absorbsi : Diserap dengan cepat dan baik dari GIT dengan
konsentrasi plasma puncak.
2. Bioavailabilitas : 99%
3. T1/2 : 6-8 jam
4. Distribusi : Empedu (konsentrasi tinggi), CSF (10%),
melintasi placental barrier
5. Ikatan protein : 24-38%
6. Metabolisme : Hepar (CYP A2)
7. Ekskresi : Ginjal (utama), liver, empedu, sekresi
transluminal

3. FORMULA
Tablet tidak hanya mengandung bahan aktif, tetapi juga bahan-bahan lainnya
yang dikenal dengan eksipien dengan beberapa fungsinya yang spesifik. Eksipien
adalah bahan inert yang digunakan sebagai pembawa dari bahan obat. Dalam industri
farmasi, eksipien dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam yang terdiri dari
pengikat atau adhesive, disintegran, pengisi, lubrikan, glidan, pewarna, flavour,
fragrances, dan pemanis.
Penyusunan formula untuk yang diperoleh dari pustaka (minimal 3 pustaka):
1. Resep 1
R/
Levofloksasin 500 mg
Avicel PH-101 60 mg
Corn Starch 40 mg
Povidone K-30 26,59 mg
SSG 26,59 mg
Talk 6,65 mg
Magnesium stearate 4,98 mg
Aquadest 16 mg

(Pustaka : Soeratri, Widji, Mahrus Naufal Nuruddin, Diajeng Putri Paramita, dkk.
2020. Optimization of Povidone K-30 and Sodium Starch Glycolate on LevofloxacinTablet by
Factorial Design. Jurnal ILMU DASAR, Vol. 21 No. 1, : 35-42 35 Journal homepage:
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID)
2. Resep 2
R/
Levofloksasin 500 mg
Avicel PH 101 60 mg
Amilum jagung 40 mg
PV P K- 3 0 4%
V i va s o l 2%
Magnesium stearat 1%
Talc 0,75 %

(Pustaka: Fatmawati DA, Widjaja B, Setyawan D. Optimasi Tablet Levofloksasin


yang Mengandung Bahan Pengikat PVP K-30 dan Disintegran Vivasol. J Sains Farm
Klin. 2017;4(1):9. doi:10.29208/jsfk.2017.4.1.155)

3. Resep 3
R/ Levofloxacin hemihydrate (97.8%) 256 mg
Lactose monohydrate 50 mg
PVP K30 8,6 mg
Avicel PH 200 41,65 mg
Croscarmellose sodium 9,4 mg
Magnesium stearate 5 mg
Talcum 4 mg
Cab-O-Sil 0.35 mg
Isopropyl alcohol Q.S.
Total weight of tablet 375 mg

(Pustaka : Saeed Ur Rashid Nazir, Muhammad Nadeem, Abdul Malik, Kamran,


Nadeem Irshad, Muhammad Amer, Hafiz Mazher Asjad. Formulation and in-vitro
evaluation of levofloxacin tablets by using different superdisintegrants. American Journal
of Research Communication, 2013, Vol 1 (4): 193-199} www.usa-journals.com,
ISSN: 2325-4076. )

Formula yang akan diaplikasikan dilengkapi dengan analisis formula:


Bobot total tablet 400 mg
R/
Levofloxacin 250 mg 62,5%
Avicel PH-101 98 mg 24,5%
Amilum jagung 16 mg 4%
PVP K-30 12 mg 3%
Vivasol 16 mg 4%
Magnesium Stearat 4 mg 1%
Talc 4 mg 1%
Aquadest q.s q.s
FUNGSI KOMPONEN DALAM FORMULA DAN KONSENTRASI MASING-MASING BAHAN
EKSIPIEN (DALAM %) :

a. Avicel pH-101 (microcrystalline cellulose) → Pengisi/Diluent (HPE 6th p. 129)


• Konsentrasi : 20-90% (HPE 6th p. 131)
• Kelarutan : Sedikit larut dalam 5% larutan sodium hidroksida, praktis tidak larut
dalam air, asam encer, dan sebagian besar pelarut organik (HPE 6th p. 131)
b. Amilum jagung (Maize Starch) → Kompresibilitas, Penghancur/Disintegrant,
Pengisi/Diluent, Antiadherent (HPE 6th p. 685)
• Konsentrasi : 3-10% sebagai antiadherent dan lubrikan,3-25% sebagai disintegran
tablet (HPE 6th p. 685)
• Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dingin (96%) dan air dingin, larut dalam
air panas (pada suhu diatas gelatinisasi), dan sebagian larut dalam dimetilsulfoksida
dan dimetilformamida (HPE 6th p. 688)
c. PVP K-30 → Pengikat/Binder (HPE 6th p.581)
• Konsentrasi : 0,5-5% (HPE 6th p.582)
• Kelarutan : Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol 95%, keton, methanol, dan
air; praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon, dan minerai oil (HPE 6th p. 582)
d. Vivasol (Croscarmellose Sodium) → Disintegrant (HPE 6th p. 206)
• Konsentrasi : 0,5-5% (HPE 6th p. 206)
• Kelarutan : Tidak larut dalam air. Praktis tidak larut dalam aseton, etanol dan toluena
(HPE 6th p. 207)
e. Magnesium Stearat → Lubrikan (HPE 6th p. 404)
•Konsentrasi : 0.25- 5.0%
• Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, etanol 95%, eter dan air; sedikit larut
dalam benzena hangat dan etanol hangat (95%).
f. Talc → Glidant (HPE 6th p.728)
• Konsentrasi : 1-10% (HPE 6th p. 728)
• Kelarutan : praktis tidak larut dalam asam dan basa encer, pelarut organik, dan air
(HPE 6th p.728)
g. Aquadem q.s (fase liquid) → sebagai pelarut dan pembasah granul.
4. PENIMBANGAN

Jumlah bahan
Jumlah bahan per tablet
Bahan Fungsi (1000 tablet)
(mg)
(g)
62,5
Levofloksasin Bahan aktif × 400 𝑚𝑔 = 250 𝑚𝑔 250 g
100

24,5
Avicel pH-101 Pengisi/Diluent × 400 𝑚𝑔 = 98 𝑚𝑔 98 g
100
Kompresibilitas,
Amilum Penghancur/Disintegrant, 4
× 400 𝑚𝑔 = 16 𝑚𝑔 16 g
Jagung Pengisi/Diluent, 100
Antiadherent
3
PVP K-30 Pengikat/Binder × 400 𝑚𝑔 = 12 𝑚𝑔 12 g
100
4
Vivasol Disintegrant × 400 𝑚𝑔 = 16 𝑚𝑔 16 g
100

1
Talc Glidan × 400 𝑚𝑔 = 4 𝑚𝑔 4g
100

Magnesium 1
Lubrikan × 400 𝑚𝑔 = 4 𝑚𝑔 4g
Stearate 100

5. PERHITUNGAN

1. Bahan pengikat yang digunakan dibuat dalam bentuk (mucilago, solution):


PVP 3%
3 𝑔
× 400 𝑚𝑔 = 12 𝑡𝑎𝑏
100 1000
Kelarutan PVP dalam air = 1:10 → 1 g larut dalam 10 ml air
→ 12 g larut dalam 120 ml air
𝟏𝟐 𝒈 × 𝟏𝟎 𝒎𝑳 = 120 ml
𝟏𝒈

2. Bobot tablet yang akan dicetak : 400 mg / 0,4 g


3. Diameter tablet yang akan dicetak : 12 mm (Netherland Pharmacopoeia 5th ed) atau
8x18 capsule shape (Design and Manufacture of Pharmaceutical Tablets, P.40)
4. Ukuran granul yang dibuat : 0,8-1,2 mm (Netherland Pharmacopoeia 5th ed)
5. Bobot granul kering :
• Levofloxacin = 250 mg
• PVP K-30 = 12 mg
• Avicel PH-101 = 98 mg
• Vivasol = 16 mg
---------------------------------------- +
Total = 376 mg/tablet
= 376 gram/1000 tablet

6. Bobot fase eksternal yang diperlukan (misal fase eksternal terdiri dari lubrikan,
glidan, antiadherent)
a. Lubrikan (Mg stearate) = 4 gram/1000 tablet
b. Glidan (Talc) = 4 gram/1000 tablet
c. Antiadherent (Maize Starch) = 16 gram/1000 tablet
+
Total = 24 gram/1000 tablet

6. PROSEDUR
6.1 PROSEDUR GRANULASI
FASE INTERNAL:
a. Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
b. Ditimbang levofloxacin 250 gram dan eksipien formula
c. Milling levofloxacin dan eksipien untuk mengecilkan ukuran partikel
d. Dilakukan kalibrasi beaker glass 120 mL untuk melarutkan PVP K-30
e. Dimasukkan PVP K-30 ke dalam beaker glass lalu ditambahkan air panas sedikit demi
sedikit sambil diaduk hingga jernih dan hati-hati jangan sampai melewati batas kalibrasi
f. Dituang semua bahan yang telah ditimbang ke dalam V-mixer, ditutup, lalu dinyalakan
agar bahan dapat tercampur homogen
g. Diletakkan mixer bowl dibawah V-mixer lalu dikeluarkan isi bahan yang telah tercampur
homogen
h. Mixer bowl dipasang ke alat mixer lalu dinyalakan dan ditambahkan cairan pengikat
sedikit demi sedikit dengan pipet tetes
i. Dibasahi serbuk dengan aqua purificata hingga massa grantul terbentuk
j. Dicatat volume air yang ditambahkan ke dalam bahan
k. Dilakukan pengecekan massa granul dengan diambil sedikit ke kertas perkamen lalu
ditekan
l. Diayak granul yang sudah jadi menggunakan ayakan nomor 10. Gunakan sikat untuk
membersihkan sisa bahan pada ayakan
m. Diratakan granul yang sudah jadi dengan spatula agar proses pengeringan sempurna lalu
dimasukkan ke oven dengan suhu 5-60o C selama 10-12 jam
n. Dilakukan pengayakan granul pada mesh 16
o. Ditimbang bobot keseluruhan bahan
p. Dilakukan evaluasoi kontrol kualitas granul

SKEMA KERJA PEMBUATAN GRANUL BASAH


6.2 PROSEDUR PEMBUATAN TABLET
FASE EKSTERNAL:
a. Ditimbang magnesium stearate, talc, dan amilum jagung
b. Dicampur granul fase internal dan fase eksternal dalam V-mixer
c. Dikempa dengan mesin kempa berdiameter 12 mm dan berat 400 mg
d. Dilakukan uji evaluasi tablet

SKEMA KERJA PEMBUATAN TABLET


7. KONTROL KUALITAS
7.1 KONTROL KUALITAS GRANUL
Kontrol kualitas granul meliputi :
1. Distribusi ukuran partikel
Distribusi ukuran partikel mempengaruhi kemampuan alir granul. Distribusi ukuran yang luas
mengakibatkan aliran yang tidak seragam ke dalam ruang kompresi sehingga keseragaman bobot
tablet terpengaruh. Untuk mendapatkan tablet yang baik, distribusi ukuran harus sesuai dengan
kurva distribusi normal dengan sejumlah kecil fines dan coarse. Bentuk granul yang baik adalah
sferis, karena bentuk ini mengurangi gesekan antar partikel, mempunyai sifat alir yang baik dan
relatif tidak bermuatan.
Pengujian distribusi ukuran aprtikel dilakukan untuk menentukan ukuran partikel rata-rata dan
penyebaran ukuran granul. Distribusi ukuran partikel dapat mempengaruhi keseragaman bobot
tablet (homogenitas dari suatu tablet) dan sifat alir granul. Sifat alir dipengaruhi juga oleh ukuran
partikel, partikel yang lebih besar dan bulat menunjukkan sifat alir yang lebih baik ditimbangkan
ukuran partikel yang lebih kecil.
Pustaka lain terkait distribusi ukuran partikel :

Prosedur merujuk pada Farmakope Indonesia VI <1141> Pengayak dan Derajat Halus
Serbuk.

METODE PENETAPAN KESERAGAMAN DERAJAT HALUS


Untuk penetapan keseragaman derajat halus serbuk obat dan bahan kimia, cara yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan pengayak baku yang memenuhi persyaratan. Hindari
penggoyangan lebih lama, karena dapat menyebabkan peningkatan derajat halus serbuk selama
penetapan

PENGAYAK DAN DERAJAT HALUS SERBUK


Pengayak dan derajat halus serbuk tertulis dalam Farmakope Indonesia VI dinyatakan
dalam uraian yang dikaitkan dengan nomor yang ditetapkan untuk pengayak baku, tertera pada
Tabel 1.
Sebagai pertimbangan praktis, pengayak terutama dimaksudkan untuk pengukuran derajat
halus serbuk, untuk sebagian besar keperluan farmasi; walaupun penggunaannya tidak meluas
untuk keperluan pengukuran rentang ukuran partikel yang tujuannya untuk meningkatkan
penyerapan partikel dengan ukuran nominal kurang dari 100 µm , alat lain selain pengayak
mungkin lebih berguna. Efisiensi dan kecepatan pemisahan partikel termuat. Efektivitas
pemisahan menurun dengan cepat, jika kedalaman muatan melebihi lapisan dari 6 partikel sampai
8 partikel.
(Farmakope Indonesia VI, p. 2073)

PENGAYAK UNTUK PENGUJIAN SECARA FARMAKOPE


Pengayak untuk pengujian secara farmakope adalah anyaman kawat, bukan tenunan;
kecuali untuk ukuran nomor 230, nomor 270, nomor 325 dan nomor 400, anyaman terbuat dari
kuningan, perunggu, baja tahan karat, atau kawat lain yang sesuai, dan tidak dilapisi atau disepuh.
Tabel 2 memberikan ukuran rata-rata lubang pengayak baku anyaman kawat.
(Farmakope Indonesia VI, p. 2074)

Untuk serbuk sangat kasar, kasar dan setengah kasar.


Masukkan 25 g sampai 100 g serbuk uji pada pengayak baku yang sesuai. yang
mempunyai panci penampung dan tutup yang sesuai. Goyang pengayak dengan arah putaran
horizontal dan ketukkan secara vertikal pada permukaan yang keras selama tidak kurang dari 20
menit atau sampai pengayakan praktis sempurna. Timbang saksama jumlah yang tertinggal pada
pengayak dan dalam panci penampung
(Farmakope Indonesia VI, p. 2074)

Untuk serbuk halus atau sangat halus.


Lakukan penepatan seperti pada serbuk kasar kecuali contoh tidak lebih dari 25 g dan
pengayak yang digunakan digoyang selama tidak kurang dari 30 menit atau sampai pengayakan
praktis sempurna.
(Farmakope Indonesia VI, p. 2074)

Untuk serbuk berminyak atau serbuk lain yang cenderung menggumpal dan dapat
menyumbang lubang.
Sikat pengayak secara berkala dengan hatihati selama penetapan. Hancurkan gumpalan
yang terbentuk selama pengayakan. Derajat halus serbuk obat dan bahan kimia dapat juga
ditetapkan dengan cara melewatkan pada pengayak yang dapat digoyang secara mekanik yang
memberikan gerakan berputar dan ketukan seperti pada pengayak yang menggunakan tangan,
tetapi dengan gerakan mekanik yang seragam, mengikuti petunjuk dari pabrik pembuat pengayak.
(Farmakope Indonesia VI, p. 2074)
Alat-alat :
1. Timbangan
2. Seperangkat pengayak standar
3. Penggetar pengayak

Prosedur Kerja :
1. Timbang 100 g granul.
2. Timbang bobot masing-masing pengayak dan pan penampung yang akan digunakan.
3. Susun pengayak-pengayak tersebut dengan ukuran lubang terbesar diletakkan diatas dan
pan penampung dibawah.
4. Letakkan susunan pengayak tersebut diatas “Retsch Vibrator”.
5. Letakkan granul yang telah ditimbang pada pengayak paling atas, tutup dan kencangkan.
6. Getarkan pengayak dengan getaran amplitude sebesar 60 Herts selama 20 menit.
7. Timbang bobot masing-masing pengayak dan granul yang terdapat di dalamnya.
8. Hitung bobot granul yang terdapat pada masing-masing pengayak dan pada pan
penampung tersebut.
9. Buatlah tabel dan kurva distribusi ukuran granul yang diperoleh.
Hasil Pengamatan :
1. Tabel Distribusi Ukuran
Pengayak Bobot Bobot granul
pengayak +
Mesh D(m) bobot(g) granul (g) gram % % kumulatif

JUMLAH
Keterangan : D = diameter

2. Kurva Histogram Frekuensi


a) Diameter VS % Bobot Granul
b) Diameter VS % Bobot Kumulatif Granul

3. Prosentase fines
Fines adalah partikel-partikel dengan ukuran < 100 m.
Hasil Pengamatan :
Persyaratan : Jumlah fines yang diperbolehkan di dalam suatu massa tablet sekitar 10-
20%
Pustaka : Martini, Gloria, Yetri Elisa. 2018. Teknologi Sediaan Padat.
Jakarta, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 203
Kesimpulan :

2. Bobot Jenis/Kerapatan Serbuk/Granul


a. Bobot jenis/Kerapatan benar
Bobot jenis benar suatu bahan padat adalah bobot jenis bahan tersebut tanpa pori-pori. Bobot
jenis benar ditentukan dengan piknometer menggunakan cairan yang tidak melarutkan bahan
(biasanya digunakan parafin cair, heksan, dsb).
Alat-alat :
1. Piknometer
2. Timbangan

Prosedur kerja :
1. Timbang piknometer kosong.
2. Isi piknometer dengan cairan dan bersihkan kelebihan pada ujungnya. Timbang
piknometer + cairan.
3. Hitung bobot cairan.
4. Tuang sebagian cairan (2–3 cc) ke dalam tabung bersih, timbang bobotnya.
5. Timbang teliti 1–1,5 g bahan.
6. Masukkan secara kuantitatif bahan tersebut kedalam piknometer yang berisi cairan
Sebagian, timbang bobotnya.
7. Tambahkan cairan ke dalam piknometer sampai tanda batas dan timbang bobotnya.
8. Hitung bobot jenis benar.
Hasil Pengamatan :
Bobot piknometer + cairan saja = ………………g
Bobot piknometer kosong =…...………….g
Bobot cairan = ………………g
 cairan = bobot cairan/volume cairan
=………………….

Bobot piknometer + cairan sebagian + granul = …………….. g


Bobot piknometer + cairan sebagian = …………….. g
Bobot granul = …………….. g

Bobot piknometer + cairan penuh + granul = ..……………..g


Bobot piknometer kosong = ………………g
Bobot granul = ………………g
Bobot cairan diantara granul = ………………g

Volume cairan diantara granul = bobot cairan diantara granul


 cairan
= ……………….ml

Volume granul = Vol. pikno – Vol cairan diantara granul


= ……………….. ml

 benar = bobot granul/volume granul


= ………………………
b. Bobot jenis/Kerapatan nyata (bulk atau ruah)
Bobot jenis nyata adalah massa terhadap volume dari sejumlah bahan yang dituang bebas ke
dalam gelas ukur.
Prosedur merujuk pada Farmakope Indonesia VI <891> Kerapatan serbuk ruahan dan
kerapatan mampat

KERAPATAN SERBUK RUAHAN

Kerapatan serbuk ruahan adalah perbandingan antara massa serbuk yang belum
dimampatkan terhadap volume termasuk kontribusi volume pori antarpartikel. Oleh karena
itu, kerapatan serbuk ruahan tergantung pada kepadatan partikel serbuk dan susunan partikel
serbuk. Satuan internasional kilogram per meter kubik (1 g/mL = 1000 kg/m3 ), karena
pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur maka kerapatan serbuk ruahan
dinyatakan dalam gram per mL (g/mL). Hal ini dapat juga dinyatakan dalam gram per
sentimeter kubik (g/cm3 ). Sifat dari kerapatan serbuk tergantung pada penanganannya seperti
persiapan, perlakuan, dan penyimpanan. Partikel-partikel dapat dikemas untuk memiliki
berbagai kerapatan serbuk ruahan, tetapi sedikit gangguan pada serbuk dapat menyebabkan
perubahan pada kerapatan serbuk ruahan. Keberulangan pengukuran yang baik sering kali
sulit diperoleh sehingga dalam pelaporan hasil harus dinyatakan secara rinci bagaimana
pengukuran tersebut dilakukan. Kerapatan serbuk ruahan ditetapkan dengan mengukur
volume contoh serbuk yang telah diayak dan diketahui bobotnya kemudian dimasukkan ke
dalam gelas ukur (Metode I), atau menimbang massa serbuk yang telah diketahui volumenya
menggunakan volumeter ke dalam sebuah cawan (Metode II) atau pengukuran dengan bejana
pengukur (Metode III). Metode I dan Metode III lebih disukai.
(Farmakope Indonesia VI, p. 2023)

Metode I – Pengukuran Menggunakan Gelas Ukur


Prosedur Sejumlah serbuk yang mencukupi untuk pengujian jika perlu diayak dengan
ayakan yang memiliki lubang ayakan yang lebih besar atau sama dengan 1,0 mm untuk
memecah gumpalan yang mungkin terbentuk selama penyimpanan; hal ini harus dilakukan
secara perlahan untuk mencegah perubahan sifat materi. Timbang saksama lebih kurang 100 g
serbuk yang telah diayak, (M), dengan tingkat akurasi 0,1%, masukkan ke dalam gelas ukur
250 mL (dengan skala terkecil 2 mL), tanpa pemampatan. Ratakan permukaan serbuk dengan
hati-hati tanpa dimampatkan, jika perlu, dan bacalah volume yang terlihat (VO) ke skala
terdekat. Hitung kerapatan ruahan dalam g/mL dengan rumus M/VO. Lakukan pengukuran
secara berulang. Jika kepadatan serbuk terlalu rendah atau terlalu tinggi, sehingga contoh uji
memiliki volume yang belum dimampatkan lebih dari 250 mL atau kurang dari 150 mL, tidak
dimungkinkan untuk menggunakan100 g contoh serbuk. Oleh karena itu, jumlah serbuk yang
berbeda harus dipilih sebagai contoh uji, sehingga volume serbuk yang belum dimampatkan
berada diantara 150 mL sampai 250 mL (volume lebih besar atau sama dengan 60% dari
volume gelas ukur); bobot serbuk uji yang digunakan dicantumkan dalam hasil. Untuk serbuk
yang memiliki volume antara 50 mL dan 100 mL, gunakan gelas ukur 100 mL dengan skala 1
mL; volume gelas ukur yang digunakan dicantumkan dalam hasil.
Metode II – Pengukuran Menggunakan Volumeter

Peralatan Alat (Gambar 1) terdiri dari corong pada bagian atas yang dilengkapi dengan
ayakan 1,0 mm1 . Corong yang terpasang di atas kotak penyekat berisi empat lempeng
penyekat kaca dimana serbuk meluncur dan terpental saat melewatinya. Pada bagian bawah
kotak penyekat terdapat corong yang mengumpulkan serbuk dan memungkinkan untuk
dituang ke dalam cawan dengan kapasitas tertentu yang dipasang langsung di bawahnya.
Cawan bisa berbentuk silinder (volume 25,00 ± 0,05 mL dengan diameter dalam 30,00 ± 2,00
mm) atau persegi (volume 16,39 ± 0,2 mL dengan dimensi dalam 25,4 ± 0,076 mm).

Prosedur Alirkan serbuk dalam jumlah berlebih melalui alat tersebut ke dalam wadah
penampung (yang telah ditara) sampai melimpah. Gunakan wadah penampung dengan
volume minimum 25 cm3 untuk bentuk persegi dan 35 cm3 untuk bentuk silinder. Hati-hati
mengikis kelebihan serbuk dari atas wadah yaitu dengan cara gerakan perlahan pinggiran
spatula yang tajam secara tegak lurus dengan permukaan atas wadah itu, pertahankan posisi
spatula tegak lurus guna menjaga kemasan atau mengikis serbuk dari wadah. Bersihkan
dinding luar wadah, dan tentukan bobot, M, dari serbuk dengan tingkat akurasi 0,1%.
Hitung kerapatan ruahan, dalam g per mL, dengan rumus:

𝑀
𝑉0

VO adalah volume wadah dalam mL. Hitung rata-rata dari tiga pengukuran menggunakan tiga
contoh serbuk yang berbeda.
Metode III – Pengukuran Menggunakan Bejana Pengukur
Peralatan Alat terdiri dari sebuah bejana pengukur silinder tahan karat berukuran 100-mL
dengan ukuran yang ditetapkan seperti pada Gambar 2.

Prosedur Sejumlah serbuk yang mencukupi untuk pengujian jika perlu diayak dengan
ayakan yang memiliki lubang ayakan yang lebih besar atau sama dengan 1,0 mm untuk
memecah gumpalan yang mungkin terbentuk selama penyimpanan sehingga memungkinkan
contoh mengalir bebas ke dalam bejana pengukur (yang telah ditara) sampai berlebih. Secara
hati-hati kikis kelebihan serbuk dari bagian atas bejana pengukur seperti yang dijelaskan pada
Metode II. Tentukan bobot (MO) serbuk dengan pendekatan 0,1%. Hitung kerapatan serbuk
ruahan (g/mL) dengan rumus MO/100, dan catat rata-rata tiga pengukuran menggunakan tiga
contoh serbuk yang berbeda. Kerapatan serbuk mampat adalah tingkatan dari kerapatan
serbuk mampat yang diperoleh dengan cara mengetuk secara mekanis gelas ukur atau bejana
pengukur yang berisi serbuk. Setelah mengamati volume atau bobot serbuk awal, gelas ukur
atau bejana pengukur diketuk secara mekanik, dan pembacaan volume atau bobot dilakukan
setelah terjadi perubahan volume atau bobot. Pengetukan secara mekanik didapat dengan cara
meninggikan gelas ukur atau bejana pengukur sehingga memungkinkan serbuk untuk turun
karena pengaruh bobotnya sendiri sampai jarak tertentu, menurut salah satu dari tiga metode
seperti dijelaskan dibawah. Alat yang memutar gelas ukur atau bejana pengukur selama
pengetukan mungkin lebih disukai untuk meminimalkan kemungkinan pemisahan massa
selama pengetukan.

Metode I
Peralatan Alat (Gambar 3) terdiri dari:
➢ Sebuah gelas ukur 250 mL (skala 2 mL dengan massa 220 ± 44g)
➢ Sebuah alat pemampat yang mampu menghasilkan 250±15 ketukan per menit
dari ketinggian 3±0,2 mm atau 300±15 ketukan dari ketinggian 14±2 mm.
➢ Penyangga gelas ukur dengan massa 450±10 g.
Prosedur Lakukan seperti yang dijelaskan di atas untuk penentuan volume ruah (VO). Pasang
gelas ukur pada penyangga. Lakukan 10, 500, dan 1250 ketukan pada contoh serbuk yang sama dan
bacaV10,V500, V1250 ke satuan gelas ukur terdekat. Jika perbedaan antara V500 dan V1250 kurang
dari atau sama dengan 2mL, maka V1250 adalah volume pemampatan. Jika perbedaan antara V500
dan V1250melebihi 2 mL, ulangi peningkatan seperti pengetukan 1250, hingga perbedaan antara
pengukuran kurang dari atau sama dengan 2 mL. Mungkin diperlukan pengetukan yang lebih sedikit
untuk beberapa jenis serbuk, saat divalidasi. Hitung kerapatan serbuk mampat (g/mL) dengan
menggunakan rumus M/VF, VF adalah volume setelah pengetukan akhir. Lakukan pengukuran secara
berulang. Tetapkan ketinggian jatuh serta hasilnya. Jika tidak mungkin untuk menggunakan 100-g
contoh uji, gunakan contoh yang dikurangi jumlahnya dan gelas ukur 100-mL (skala 1mL) dengan
berat 130 ± 16 g dan terpasang pada dudukan dengan berat 240 ± 12 g. Jika perbedaan antara V500
dan V1250 kurang dari atau sama dengan 1 mL, maka V1250 adalah volume pemampatan. Jika
perbedaan antara V500 dan V1250 melebihi 1 mL, ulangi peningkatan seperti pengetukan 1250,
hingga perbedaan antara pengukuran kurang dari atau sama dengan 1 mL. Modifikasi kondisi uji
cantumkan dalam laporan hasil.

Metode II
Peralatan dan Prosedur Lakukan seperti yang tertera pada Metode I kecuali bahwa alat uji
mekanik memberikan tetesan tetap sebesar 3 ± 0,2 mm pada kecepatan 250 ketukan per menit.

Metode III
Peralatan dan Prosedur Lakukan seperti tertera pada Metode III Pengukuran Menggunakan
Bejana Pengukur dalam Kerapatan Serbuk Ruahan untuk mengukur kerapatan serbuk mampat
menggunakan perlengkapan bejana tertutup seperti Gambar 2. Bejana pengukur yang dilengkapi
dengan penutup, diangkat 50-60 kali per menit menggunakan alat uji kerapatan serbuk mampat yang
sesuai. Lakukan 200 kali pengetukan, buka penutup, dan secara hati-hati kikis kelebihan serbuk dari
atas bejana pengukur seperti yang dijelaskan dalam Metode III Pengukuran Menggunakan Bejana
Pengukur untuk mengukur kerapatan serbuk ruahan. Ulangi prosedur menggunakan 400 kali
pengetukan. Jika perbedaan antara dua massa setelah 200 dan 400 pengetukan melebihi 2%, lakukan
pengujian menggunakan tambahan 200 kali pengetukan lagi sampai diperoleh perbedaan antara kedua
pengukuran kurang dari 2%. Hitung kerapatan serbuk mampat (g/mL) dengan rumus MF/100, MF
adalah massa serbuk pada bejana pengukur. Hitung rata-rata dari tiga pengukuran menggunakan tiga
contoh serbuk yang berbeda.
(Sumber : Farmakope Indonesia, p. 2023-2025)

Prosedur merujuk USP <1174> Powder flow.


COMPRESSIBILITY INDEX AND HAUSNER RATIO
In recent years the compressibility index and the closely related Hausner ratio have become the
simple, fast, and popular methods of predicting powder flow characteristics. The compressibility
index has been proposed as an indirect measure of bulk density, size and shape, surface area, moisture
content, and cohesiveness of materials because all of these can influence the observed compressibility
index. The compressibility index and the Hausner ratio are determined by measuring both the bulk
volume and the tapped volume of a powder.
Basic Methods for Compressibility Index and Hausner Ratio
Although there are some variations in the method of determining the compressibility index and
Hausner ratio, the basic procedure is to measure (1) the unsettled apparent volume, VO, and (2) the
final tapped volume, Vf , of the powder after tapping the material until no further volume changes
occur. The compressibility index and the Hausner ratio are calculated as follows:
𝑉𝑜 −𝑉𝑓
Compressibility Index = 100 × [ ]
𝑉𝑜

Hausner Ratio = (V0-Vf)


Alternatively, the compressibility index and Hausner ratio my be calculated using measured
values for bulk density (𝜌𝑏𝑢𝑙𝑘 ) and tapped density (𝜌𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 ) as follows :
(𝜌𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 −𝜌𝑏𝑢𝑙𝑘
Compressibility Index = 100 x [ ]
𝜌𝑡𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑

Recommended Procedure for Compressibility Index and Hausner Ratio


User a 250 mL volumetric xylinder with a test sample weight of 100 g. smaller weights and
volumes may be used , but variations in the method shold be described with the results. An average of
three determinations is recommended

Alat-alat :
1. Gelas ukur
2. Timbangan
Prosedur Kerja :
1. Timbang bahan sejumlah 40 – 130 g pada kertas timbang.
2. Tuangkan bahan tersebut ke dalam gelas ukur 250 ml yang dimiringkan pada sudut 45 o
dengan cepat (dapat melalui corong).
3. Tegakkan gelas ukur dan goyangkan dengan cepat untuk meratakan permukaan bahan dan
baca volumenya (ml).
4. Hitung bobot jenis nyata dengan rumus sebagai berikut :
nyata = W/V g/ml
5. Dapat dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Hasil Pengamatan :

Replikasi W (g) V (ml)  nyata (g/ml)


1.
2.
3.
Rerata

c. Bobot jenis/Kerapatan mampat


Bobot jenis mampat adalah perbandingan massa terhadap volume setelah massa tersebut
dimampatkan sampai volume tetap. Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan
tapping machine.

Alat-alat :
1. Gelas ukur
2. Timbangan
3. Alat pengetuk (tapping machine)

Prosedur kerja :
1. Setelah pembacaan volume nyata pada pengukuran bobot jenis nyata, letakkan gelas ukur
yang berisi bahan tersebut pada alat pengetuk (tapping machine).
2. Jalankan alat dan amati volume bahan pada ketukan 10, 500, sampai 1250 ketukan (bisa
diulangi lagi dengan interval 1250 ketukan apabila selisih volumenya masih lebih dari 2
ml).
3. Catat volume bahan dalam gelas ukur pada tiap ketukan tersebut, sampai pengamatan
menunjukkan volume yang tetap atau mampat (V1 ml), yaitu selisih dengan volume
sebelumnya kurang dari sama dengan 2 ml.
4. Hitung bobot jenis mampat dengan rumus sebagai berikut :
mampat = W/V1 g/ml

Hasil Pengamatan :
Interval Volume (ml)
Pengetukan 1 2 3
10
500
1250
……
……

1 = ………………… g/ml
2 = ………………… g/ml mampat rata-rata =…… g/ml
3 = ………………… g/ml

d. Parameter-parameter turunan bobot jenis


• Rasio Hausner (Hausner Ratio)
Hausner Ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Hausner Ratio = mampat / nyata

Hasil Perhitungan : Hausner Ratio = ………………


Persyaratan :

Pustaka : USP Powder Flow <1174>, p. 2-3


Kesimpulan :
• Kompresibilitas (Carr’s Index)
Kompresibilitas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Carr’s Index = (mampat - nyata) x 100 %
mampat

Hasil Perhitungan : Carr’s index = ………………


Persyaratan :

Pustaka : USP Pwder Flow <1174>, p. 2-3


Kesimpulan :

3. Kandungan lembab (Moisture Content = MC) / Susut Pengeringan


Pengeringan granul yang terlalu cepat pada suhu tinggi dapat mengakibatkan permukaan granul
segera mengering sedang kelembaban yang ada di dalam sukar untuk lepas, apabila granul
dikompresi maka uap air akan dibebaskan sehingga granul akan melekat pada ruang cetak dan
stempel. Jika kadar lembab terlalu rendah maka kohesi dalam tablet tidak cukup, friabilitas makin
tinggi, dan tablet akan mudah pecah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan lembab
yang terlalu rendah meningkatkan kemungkinan capping, sedangkan kandungan lembab yang
terlalu tinggi meningkatkan kemungkinan terjadinya picking.

Prosedur merujuk pada Farmakope Indonesia VI <1121> Penetapan Susut Pengeringan.

Prosedur ini digunakan untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap
dan hilang pada kondisi tertentu. Untuk zat yang diperkirakan mengandung air sebagai satu-
satunya bahan mudah menguap, cara yang terdapat pada Penetapan Kadar Air sudah memadai
dan dicantumkan dalam masing-masing monografi.
Campur dan timbang saksama zat uji, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, lakukan penetapan menggunakan 1 g hingga 2 g. Apabila zat uji berupa hablur besar,
gerus secara cepat hingga ukuran partikel lebih kurang 2 mm. Tara botol timbang dangkal
bersumbat kaca yang telah dikeringkan selama 30 menit pada kondisi seperti yang akan
digunakan dalam penetapan. Masukkan zat uji ke dalam botol timbang tersebut, dan timbang
saksama botol beserta isinya. Perlahan-lahan dengan menggoyang, ratakan zat uji sampai setinggi
lebih kurang 5 mm dan dalam hal zat ruahan tidak lebih dari 10 mm. Masukkan ke dalam oven,
buka sumbat dan biarkan sumbat ini di dalam oven. Panaskan zat uji pada suhu dan waktu
tertentu seperti tertera pada monografi.
[Catatan Suhu yang tercantum dalam monografi haruslah dianggap dalam rentang  2
dari angka yang tertulis]. Jika dinyatakan “timbang hingga bobot tetap” dalam monografi,
pengeringan dilanjutkan hingga dalam dua kali penimbangan tidak berbeda lebih dari 0,50 mg per
g zat. Pada waktu oven dibuka, botol segera ditutup dan biarkan dalam desikator sampai suhunya
mencapai suhu kamar sebelum ditimbang.
Jika zat uji melebur pada suhu lebih rendah dari suhu yang ditetapkan untuk penetapan
Susut Pengeringan, biarkan botol beserta isinya selama 1 jam hingga 2 jam pada suhu 5 hingga
10 di bawah suhu lebur, kemudian keringkan pada suhu yang telah ditetapkan.
Jika contoh yang diuji berupa kapsul, gunakan sejumlah campuran isi tidak kurang dari 4
kapsul.
Jika contoh yang diuji berupa tablet, gunakan sejumlah serbuk tablet tidak kurang dari 4
tablet yang diserbukhaluskan.
Jika dalam monografi susut pengeringan ditetapkan dengan analisis termogravimetri,
gunakan timbangan analitik yang peka.
Jika dalam monografi ditetapkan pengeringan dalam hampa udara di atas zat pengering,
gunakan sebuah desikator vakum atau pistol pengering vakum atau alat pengering vakum lain
yang sesuai.
Jika pengeringan dilakukan dalam desikator; lakukan penanganan khusus untuk menjamin
zat pengering tetap efektif dengan cara menggantinya sesering mungkin.
Jika dalam monografi ditetapkan pemanasan dalam botol bersumbat kapiler dalam hampa
udara, gunakan botol atau tabung dengan sumbat kapiler berdiameter 225 m  25 m dan atur
bejana pemanas pada tekanan 5 mmHg atau kurang. Pada akhir pemanasan, biarkan udara kering
mengalir ke dalam bejana pemanas, angkat botol bersumbat kapiler, biarkan dingin dalam
desikator sebelum ditimbang.
(Farmakope Indonesia VI, p. 2072-2073)

Alat :
1. Ohaus Moisture Content Apparatus

Prosedur Kerja :
1. Timbang 5 g bahan, ratakan permukaannya pada wadah. Catat bobot granul yang tertera pada
alat (W).
2. Tutup alat dan tekan start untuk menyalakan lampu pemanas di atas granul (proses
pengeringan dimulai).
3. Pada saat proses pengeringan berlangsung, setiap 15 menit akan ditunjukkan bobot bahan,
proses pengeringan sempurna bila setelah interval 3 x 15 menit menunjukkan tidak terjadinya
perubahan bobot bahan (perhatikan kurva pada alat sudah konstan). Catat bobot granul yang
sudah kering pada alat (Wo).
4. Hitunglah kandungan lembab dengan rumus sebagai berikut :
% MC = W – Wo x 100%
Wo

% LOD = W – Wo x 100%
W

% MC = % kandungan lembab
% LOD = % susut pengeringan
W = bobot sampel basah
Wo = bobot sampel kering

Hasil Pengamatan :
No. W (g) Wo (g) % MC % LOD
1.
2.
3.
Rerata

Persyaratan : - Kandungan Lembab : Kandungan lembab berdasarkan persyaratan adalah 2-4%


Pustaka : Murtini Gloria, Yetri Elisa. 2018. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta
Kemenkes RI, p. 219
- Susut Pengeringan : -
Pustaka :
Kesimpulan :

4. Daya alir (Menggunakan Metode Corong Alir)


a. Kecepatan alir
Kecepatan alir merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet
yang dihasilkan. Untuk menghasilkan tablet dengan bobot yang seragam, diperlukan suatu
batas kecepatan alir minimum. Kecepatan alir dapat ditentukan secara langsung dengan
menggunakan corong.
Prosedur merujuk USP <1174> Powder flow.

FLOW THROUGH AN ORIFICE

The flow rate of a material depends upon many factors, some of which are particle-related
and some related to the process. Monitoring the rate of flow of material through an orifice has
been proposed as a better measure of powder flowability. Of particular significance is the
utility of monitoring flow continuously because pulsating flow patterns have been observed
even for free flowing materials. Changes in flow rate as the container empties can also be
observed. Empirical equations relating flow rate to the diameter of the opening, particle size,
and particle density have been determined. However, determining the flow rate through an
orifice is useful only with free-flowing materials.
The flow rate through an orifice is generally measured as the mass per time flowing from
any of a number of types of containers (cylinders, funnels, hoppers). Measurement of the flow
rate can be in discrete increments or continuous.

Basic Methods for Flow Through an Orifice

There are a variety of methods described in the literature. The most common method for
determining the flow rate through an orifice can be classified on the basis of three important
experimental variables:
1. The type of container used to contain the powder. Common containers are
cylinders, funnels, and hoppers from production equipment.
2. The size and shape of the orifice used. The orifice diameter and shape are
critical factors in determining powder flow rate.
3. The method of measuring powder flow rate. Flow rate can be measured continuously
using an electronic balance with some sort of recording device (strip chart recorder,
computer). It can also be measured in discrete samples (for example, the time it takes for
100 g of powder to pass through the orifice to the nearest tenth of a second or the amount
of powder passing through the orifice in 10 seconds to the nearest tenth of a gram).

Variations in Methods for Flow Through an Orifice

Either mass flow rate or volume flow rate can be determined. Mass flow rate is the easier
of the methods, but it biases the results in favor of high-density materials. Because die fill is
volumetric, determining volume flow rate may be preferable. A vibrator is occasionally
attached to facilitate flow from the container; however, this appears to complicate
interpretation of the results. A moving orifice device has been proposed to more closely
simulate rotary press conditions. The minimum diameter orifice through which powder flows
can also be identified.
Recommended Procedure for Flow Through an Orifice

Flow rate through an orifice can be used only for materials that have some capacity to
flow. It is not useful for cohesive materials. Provided that the height of the powder bed (the
“head” of the powder) is much greater than the diameter of the orifice, the flow rate is virtually
independent of the powder head. Use a cylinder as the container because the cylinder material
should have little effect on flow. This configuration results in flow rate being determined by the
movement of powder over powder rather than powder along the wall of the container. Powder
flow rate often increases when the height of the powder column is less than two times the
diameter of the column. The orifice should be circular and the cylinder should be free of
vibration. General guidelines for dimensions of the cylinder are as follows:
• Diameter of opening > 6 times the diameter of the particles
• Diameter of the cylinder > 2 times the diameter of the opening
Use of a hopper as the container may be appropriate and representative of flow in a
production situation. It is not advisable to use a funnel, particularly one with a stem, because flow
rate will be determined by the size and length of the stem as well as the friction between the stem
and the powder. A truncated cone may be appropriate, but flow will be influenced by the powder-
wall friction coefficient, making selection of an appropriate construction material an important
consideration.
For the opening in the cylinder, use a flat-faced bottom plate with the option to vary
orifice diameter to provide maximum flexibility and to better ensure a powder-over-powder flow
pattern. Rate measurement can be either discrete or continuous. Continuous measurement using
an electronic balance can more effectively detect momentary flow rate variations

Alat-alat :
1. Corong standar
2. Stopwatch

Prosedur Kerja :
1. Pasang corong pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke bidang datar = 10,0 
0,2 cm.
2. Timbang teliti bahan sejumlah 100 g (W).
3. Tuang bahan tersebut ke dalam corong dengan dasar lubang corong ditutup.
4. Buka tutup dasar lubang corong sambil menyalakan stopwatch.
5. Catat waktu yang diperlukan mulai bahan mengalir sampai bahan dalam corong habis (t).
6. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali.
7. Hitung kecepatan alir dengan rumus sebagai berikut :
Kecepatan alir = W / t g/detik
Hasil Pengamatan :

No. W (g) t (detik) Kecepatan Alir (g/detik)

1.

2.

3.

Rerata

Persyaratan :

Pustaka : Aulton Pharmaceutical The Science of Dosage Form Design


2nd edition
Pustaka yang lain : 100 gram granul mempunyai waktu alir tidak lebih dari
10 detik → Murtini Gloria et al, 2008, Teknologi Sediaan Solid.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, p. 220
Kesimpulan :

b. Sudut Istirahat
Penentuan sudut istirahat dapat dilakukan bersama-sama dengan penentuan kecepatan alir.

Prosedur merujuk USP <1174> Powder flow.


The angle of repose has been used in several branches of science to characterize the flow
properties of solids. Angle of repose is a characteristic related to interparticulate friction or
resistance to movement between particles. Angle of repose test results are reported to be very
dependent upon the method used. Experimental difficulties arise as a result of segregation of
material and consolidation or aeration of the powder as the cone is formed. Despite its
difficulties, the method continues to be used in the pharmaceutical industry, and a number of
examples demonstrating its value in predicting manufacturing problems appear in the
literature.
The angle of repose is the constant, three-dimensional angle (relative to the horizontal
base) assumed by a cone-like pile of material formed by any of several different methods
(described briefly below).

Basic Methods for Angle of Repose


A variety of angle of repose test methods are described in the literature. The most
common methods for determining the static angle of repose can be classified on the basis of
the following two important experimental variables:
1. The height of the “funnel” through which the powder passes may be fixed relative
to the base, or the height may be varied as the pile forms.
2. The base upon which the pile forms may be of fixed diameter or the diameter of
the powder cone may be allowed to vary as the pile forms.

Recommended Procedure for Angle of Repose


Form the angle of repose on a fixed base with a retaining lip to retain a layer of powder on the
base. The base should be free of vibration. Vary the height of the funnel to carefully build up a
symmetrical cone of powder. Care should be taken to prevent vibration as the funnel is moved. The
funnel height should be maintained approximately 2–4 cm from the top of the powder pile as it is
being formed in order to minimize the impact of falling powder on the tip of the cone. If a symmetrical
cone of powder cannot be successfully or reproducibly prepared, this method is not appropriate.
Determine the angle of repose by measuring the height of the cone of powder and calculating the angle
of repose, α, from the following equation:
𝒉𝒆𝒊𝒈𝒉𝒕
𝒕𝒂𝒏 (𝜶) =
𝟎. 𝟓 𝒃𝒂𝒔𝒆

Alat - alat :
1. Corong standar
2. Penggaris

Prosedur Kerja :
1. Ukur tinggi timbunan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan alir dengan
menggunakan bantuan penggaris (h cm).
2. Ukur jari-jari alas kerucut timbunan bahan tersebut (r cm).
3. Hitung sudut istirahat dengan rumus sebagai berikut :
 = tan -1
h/r
Hasil Pengamatan :

No. h (cm) r (cm)  (o)

1.

2.

3.

Rerata

Persyaratan :

Pustaka : USP Powder Flow <1174>, p. 1-2

Pustaka : Aulton’s Pharmaceutical: The Design and Manufacture of Medicines,


p. 197
Kesimpulan :

Anda mungkin juga menyukai