Anda di halaman 1dari 17

LEMBARAN KERJA MAHASISWA

MATA KULIAH FARMASI INDUSTRI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS

Dosen : Dr. Febriyenti, S.Si, M.Si, Apt


Pokok Bahasan : Pengembangan Obat Baru

IDENTITAS MAHASISWA DAN TUGAS


Nama 1. Rizka Mulyana
2. Rizka Pratiwi
3. Silvina Dwiyanti
4. Sri Juita Rahmadhona
5. Sustri Hartaki
6. Tika Apri Elni
7. Titis Utami Wahyu Ningsih
8. Vera Purwanti
9. Victor Hubert Parnasipan T.
10. Vivi Ramadani
11. Wahyu Eka Syaputra
12. Willyan Dari
13. Yoga Armeliani
14. Yulia Primasari
15. Yulia Wanirike
Yunita Mesrayani
kelompok C
Pertemuan Ke 1
Hari/Tanggal Senin, 14 Agustus 2017
Topik PENGEMBANGAN OBAT BARU

A KASUS

PT Andalas Farma, Tbk berencana mengembangkan sediaan obat generik


dengan zat aktif kloramfenikol. Manager R&D memerintahkan Saudara untuk
melakukan kajian terhadap kloramfenikol sehingga pada akhirnya dapat
ditetapkan bentuk sediaan yang tepat (bentuk cair) untuk kloramfenikol.
Jelaskan apa yang Saudara lakukan sebagai formulator di industri tersebut
dan buatlah juga bagan alur pengembangan obat ini mulai dari tahap feasibiity
studi hingga ke tahap registrasi.
B KEY WORDS/TERMINOLOGI FARMASI

C RUMUSAN KASUS

Alasan Pembuatan Suspensi Kering

1. Suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam pelarut air
terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik. Umumnya antibiotik
mempunyai stabilitas yang terbatas di dalam pelarut air.
2. Sediaan suspensi kering untuk kloramfenikol juga dipilih karena rasanya
yang pahit dapat tertutupi dengan menggunakan kloramfenikol palmitat
karena target pasar adalah anak – anak.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam suspensi (Lachman Practice, 479-


491)

1. Kecepatan sedimentasi
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai
pegangan supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka:
a. Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil,
dapat menggunakan sorbitol atau sukrosa.
b. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender atau
koloid mill.
c. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.

2. Pembahasan Serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai weeting agent atau
surfaktan, misal : span dan tween.

3. Floatasi (terapung) disebabkan oleh :


a. Perbedaan densitas.
b. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan.
c. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat yang digunakan untuk
membasahi zat padat. Mekanisme humektan : mengganti lapisan udara
yang ada dipermukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh :
gliserin, propilenglikol.

4. Pertumbuhan Kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi
perubahan suhu dapat terjadi pertumbuhan Kristal. Ini dapat dihalangi dengan
penambahan surfaktan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system,
vol. I, 158)
1. Gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit
2. Pilih bentuk Kristal obat yang stabil
3. Cegah penggunaan alat yang membutuhkan energy besar untuk
pengecilan ukuran partikel
4. Gunakan pembasah
5. Gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums dan lain-lain yang
akan membentuk lapisan pelindung pada partikel
6. Viskositas ditingkatkan
7. Cegah perubahan suhu yang ekstrim

BAHAN TAMBAHAN (Rowe, 2009).


1. Carboxymethylcelulosa (CMC)
Nama zat : Carboxymethylcelulosa sodium (Na CMC)
Sinonim : D & C yellow No. 10, Akucell; Aqualon CMC; Aquasorb;
Blanose; Carbose D; carmellosum natricum; Cel-O-Brandt;
cellulose gum; Cethylose; CMC sodium; E466;Finnfix;
Glykocellan; Nymcel ZSB; SCMC; sodium
carboxymethylcellulose; sodium cellulose
glycolate;Sunrose;Tylose CB; Tylose MGA; Walocel C;
Xylo-Mucine.
Nama kimia : Cellulose, carboxymethyl ether, sodium salt
Struktur :

Kegunaan : agen penstabil, agen pensuspensi.


Untuk suspensi kering (larutan oral) kadarnya 0,1 - 1 %
Kelarutan : tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluen,
mudah terdispersi dalam air.
Kompatibilitas : Na CMC tidak kompatibel dengan larutan asam kuat dan
dengan garam besi serta metal seperti Aluminium, Merkuri,
dan zink.
Na CMC tidak kompatibel dengan xanthan gum. Presipitasi
akan terjadi pada PH<2 dan juga ketika di campurkan
dengan etaol (95%).
Na CMC membentuk kompleks coacervates dengan gelatin
dan pektin.
Na CMC membentuk kompleks dengan kolagen dan dapat
mengendap dengan protein bermuatan positif.

2. Polysorbatum 80
Nama zat : Polysorbatum 80 (C64H124O26, BM= 1310)
Sinonim : Atlas E; Armotan PMO 20;Capmul POE-O;Cremophor PS
80; Crillet 4;Crillet 50;Drewmulse POE-SMO; Drewpone
80K; Durfax 80; Durfax 80K;E433;Emrite 6120; Eumulgin
SMO; Glycosperse O-20;Hodag PSMO-20;Liposorb O-
20;Liposorb O-20K;Montanox 80; polyoxyethylene 20
oleate; polysorbatum 80;Protasorb O-20;Ritabate 80;(Z)-
sorbitan mono-9-octadecenoate poly(oxy1,2-ethanediyl)
derivatives;Tego SMO 80; Tego SMO 80V; Tween 80
Nama kimia : polyoxyethylene 20 sorbitan monooleat
Struktur :
Kegunaan : Agen pendispersi, agen pengemulsi, surfaktan non ionik,
agen pelarut, agen pensuspensi, agen pembasah.

Kelarutan :Larut dalam etanol dan air

Kompatibilitas : Discolorisasi dan/atau presipitasi terjadi dengan


beberapa zat terutama fenol, tanin, tar, dan zat mirip tar.
Aktifitas animikroba preserfativ paraben menurun dengan
adanya polisorbat

3. Propilenglikol
Nama zat : Propilenglikol, (C3H8O2, BM 76.09)
Sinonim : 1,2-Dihydroxypropane; E1520; 2-hydroxypropanol;
methyl ethylene glycol; methyl glycol; propane-1,2-diol;
propylenglycolum
Nama kimia : 1,2-Propanediol
Struktur :

Kegunaan : Antimicrobial preservative, disinfektan, ; humectant;


plasticizer; solvent; stabilizing agent; water-miscible
cosolvent.

Untuk suspensi kering 15-30 %


Kelarutan : dapat bercampur dengan aseton, kloroform, ethanol (95%),
gliserin dan air, melarut 1:6 dalam eter, tidak bercampur
minyak mineral atau minyak, tetapi bercampur dengan
beberapa minyak esensial

Kompatibilitas : propilen glikol tidak kompatibel dengan reagen


pengoksidasi seperti kalium permanganat.

4. Quinolin yellow
Nama zat : Quinolin yellow (C18 H9NNa2O8S2, bm= 447,8)
Sinonim : D & C yellow No. 10, Amarillo de quinoleína; Canary
Yellow; CI Acid Yellow 3; CI Food Yellow 13; Colour
Index No. 47005;E104;
Nama kimia : Disodium 2-(1,3-dioxo-2-indanyl)-6,8-quinolinesulfates;
disodium 2-(2-quinolyl)-indan-1,3-dionedisulfonates
(principal component)
Struktur : unmethylated disulfonic acids

Kegunaan : agen pewarna obat, makanan dan kosmetik

Kelarutan : larut dalam air, sedikit larut dalam etanol

5. Sukrosa
Nama zat : sukrosa (C12H22O11, BM= 342.30)
Sinonim : Beet sugar; cane sugar;a-D-glucopyranosyl-b-D-
fructofuranoside; refined sugar; saccharose; saccharum;
sugar.
Nama kimia : b-D-fructofuranosyl-a-D-glucopyranoside
Struktur :
Kegunaan : agen penyalut; pembantu granulasi; agen pensuspensi;
sweetening agent; bahan pengisi tablet; tablet and capsule
diluent; agen peningkat viskositas

Untuk sweetening agent 67 % w/w


Kelarutan :

Kompatibilitas: bubuk sukrosa yang mungkin terkontaminasi oleh logam


berat dapat memicu inkompatibilitas pada zat aktiv. Sukrosa
yang terkontaminasi sulfit dari proses penyulingan, dengan
konsentrasi sulfit yang tinggi dapat menyebabkan
perubahan warna pada tablet salut.
Pada konsentrasi asam sukrosa terhidrolsis atau berubah
menjadi dekstrosa dan fruktosa
Sukrosa mungkin dapat memutus ikatan aluminium.

6. Aqua destilata
Nama zat : aqua destilata (H2O, bm= 18.02)
Sinonim : Aqua; aqua purificata; hydrogen oxide
Struktur : H2O
Kegunaan : pelarut
Kelarutan : dapat bercampur dengan pelarut polar

FORMULASI SKALA LAB


A. Menurut “Formularium Nasional” Edisi ke 2 Halaman 66 No 144

Tiap 5 ml suspensi kloramfenikol mengandung :


Kloramfenikol palmitat setara dengan
Kloramfenikol 125 mg
Karboximetil selulosa natrium 50 mg
Polisorbathum -80 25 mg
Propilenglikol 1g
Sirupus simplex 5g
Aquadest ad 5 ml

B. Setelah studi formulasi, disepakati formula suspensi kloramfenikol


Tiap 60 ml mengandung:
Chloramphenicol palmitate 1,5 g ( Zat aktif )
CMC Na 600 mg (Suspending Agent)
Polysorbathum-80 300 mg (Surfaktan)
Quinidine yellow 0,002 mg (pewarna)
Aquadest ad 60 ml

Evaluasi (Luh, 2011).


A. EVALUASI FISIKA

Cara evaluasi parameter secara fisika sebagai berikut :

1. Evaluasi organoleptis

Organoleptis diamati setiap percobaan meliputi bentuk, warna, bau, rasa


dan penampila

2. Evaluasi berat jenis

Evaluasi berat jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer

3. Evaluasi viskositas dan sifat alir sedian

Evaluasi viskositas dan sifat alir sediaan dilakukan dengan menggunakan


Viskometer Stormer

4. Evaluasi ukuran partikel

Evaluasi ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan mikroskopik

5. Evaluasi volume sedimentasi


Evaluasi volume sedimentasi dilakukan dengan cara suspensi dituang
dalam gelas ukur 10 ml, kemudian dikocok sampai homogen. Semua gelas
ukur ditutup dengan Aluminium Foil. Kemudian dikocok bersama-sama
dan diambil volume sedimentasi berdasarkan waktu yang telah ditetapkan
yaitu setiap hari sampai hari ke-7.

6. Evaluasi PH
Evaluasi PH dilakukan dengan menggunakan PH Meter.

B. EVALUASI KIMIA

Kadar zat aktif

Evaluasi kadar zat aktif yang terkandung dalam suspensi dilakukan dengan
menggunakan metode Spektrofotometri UV

PRA-REGISTRASI OBAT
Permohonan Pra-registrasi obat adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
penapisan registrasi obat, penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi,
penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat.

Permohonan Pra-registrasi diajukan dengan cara :

A. Mengisi formulir (lamp. I )

B. Menyerahkan bukti pembayaran biaya pra-registrasi

C. Melampirkan dokumen (Lamp XII)

 Dokumen Administratif --> Surat pengantar, sertifikat dan dan dokumen


administratif lain, dokumen pertimbangan penetapan jalur, dokumen obat
terkait

 Dokumen mutu --> Ringkasan dokumen mutu, informasi bersumber dari


bahan hewan dalam pembuatan zat aktif dan obat, identitas produsen yang
terlibat dalam pembuatan zat aktif, flowchart pembuatan dari bahan baku
hingga obat, hasil analisis bets bahan baku zat aktif & obat, DMF, Potokol
valiadasi proses, protokol validasi metoda, protokol uji stabilitas obat, data
ekivalensi, analisa, dan SMF.

 Dokumen non-klinik (Jika perlu)--> Tinjauan studi klinik dan matriks


sinopsis studi klinik

Paling lama dalam jangka 40 hari sejak diterimanya permohonana Pra-registrasi,


kepala badan memberikan surat Hasil Pra-Registrasi (HPR) kepada pendaftar.

HPR belaku satu tahun sejak tanggal dikeluarkan, bersifat final dan mengikat.
SKALA PILOT
Skala pilot adalah sistem pengolahan kimia dengan skala kecil yang
dioperasikan untuk menghasilkan informasi tentang perilaku sistem untuk
digunakan dalam desain fasilitas yang lebih besar. Skala pilot dilakukan untuk
mengurangi risiko yang terkait dengan produksi skala besar. Pertimbangan
dilakukannya skala pilot adalah secara ekonomi lebih murah dari produksi skala
besar (Mantry, 2013).

2. Skala pilot (10-50 L), meliputi:

 modifikasi

 validasi alat

 proses

 pembuatan SOP

 alur dokumen dan produksi

 personal

 kapasitas alat dalam proses

 pewadahan

(Mantry, 2013)

Pertimbangan penting dalam studi skala pilot (Mantry, 2013):

1. Evaluasi bahan baku: uji bahan baku berbagai pemasok, penyusunan


spesifikasi, kesinambungan pemasok.

2. Evaluasi formulasi dan peralatan: tetapkan modifikasi, kendala,


persyaratan proses (CPOB), dan kemasan.

3. Konfirmasi stabilitas dan keseragaman produk: stabilitas fisika dan


kimia bahan, stabilitas dalam wadah akhir, dan metoda analisis.

4. Proses dalam kecepatan penuh, artinya standar produk harus memenuhi


syarat.

5. Denah fisik: lay out produksi.

6. Persyaratan personalia: direncanakan kualitas personil.


7. Laporan pertanggungjawaban: evaluasi tahapan proses produksi dan
kendala serta hasil pengamatan (kendala yang dihadapi selama proses).

UJI BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALEN

Untuk obat baru dan produk obat baru, uji BE digunakan untuk
membandingkan (1) formulasi awal dan akhir uji klinis; (2) formulasi yang
digunakan dalam uji klinis dan uji stabilitasi, jika ada perbedaan; (3) formulasi uji
klinis dan produk obat yang akan dipasarkan, jika ada perbedaan; (4) ekivalensi
produk antar-potensi (FDA, 2014). Sedangkan untuk obat copy baru, uji BE akan
diminta pada saat registrasi untuk menunjukkan bahwa produk yang
diregistrasikan ekivalen farmasetik dan bioekivalen terhadap produk referensi,
yakni produk originator.

Metode uji bioekivalensi

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam penentuan uji BE. Urutan
berdasarkan prioritas dari pilihan utama hingga terakhir ditinjau dari tingkat
akurasi, sensitivitas, dan reprodusibilitas, metode tersebut adalah:

1. Uji farmakokinetik (PK)


2. Uji farmakodinamik (PD)

3. Uji klinis

4. Uji in vitro

1. Uji farmakokinetik
Sejauh ini, uji perbandingan farmakokinetik merupakan pilihan utama dan paling
banyak digunakan untuk produk obat yang diserap sistemik. Sedangkan uji
perbandingan farmakodinamik dan klinis lebih umum digunakan untuk produk
obat yang bekerja lokal.

2. Uji farmakodinamik
Uji PD tidak direkomendasikan selama obat diserap ke sirkulasi sistemik dan
pendekatan PK dapat digunakan untuk penilaian BE. Hal ini disebabkan
variabilitas pengukuran PD selalu lebih besar daripada PK. Selain itu, seringkali
terjadi efek plasebo yang dapat makin memperburuk variabilitas dan memperumit
disain eksperimen. Potensi munculnya efek plasebo harus dapat diantisipasi
sebelumnya dalam disain penelitian dengan menambahkan fasa ketiga
menggunakan plasebo dalam pengujian (WHO, 2006).

Meskipun demikian, dalam kondisi pendekatan PK tidak dapat dilakukan,


maka metode PD tervalidasi yang sesuai dapat digunakan untuk uji BE (FDA,
2003). Kondisi khusus ini dapat ditemukan pada produk obat yang bekerja lokal
dan beberapa produk obat yang bekerja sistemik tetapi kadarnya terlalu rendah
untuk diukur dari cairan biologis atau adanya masalah keamanan jika digunakan
pendekatan farmakokinetik untuk penilaian BE. Untuk produk yang bekerja lokal,
alasan lain tidak menggunakan pendekatan PK adalah karena keberadaan obat
dalam sirkulasi sistemik setelah pemberian produk tidak menggambarkan
ketersediaan obat di lokasi kerjanya.

UJI KLINIS (BPOM RI)

Uji Klinik adalah kegiatan penelitian dengan mengikutsertakan subjek


manusia disertai adanya intervensi produk uji, untuk menemukan atau
memastikan efek klinik, farmakologik dan/atau farmakodinamik lainnya, dan/atau
mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan, dan/atau mempelajari
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi dengan tujuan untuk memastikan
keamanan dan/atau efektifitas produk yang diteliti

Uji klinik secara umum dibagi dalam 4 fase. Pelaksanaan fase uji klinik
dilakukan secara berurutan, walaupun mungkin saja dapat bersamaan waktunya
atau saling melengkapi (overlap).

Keempat fase tersebut adalah:

A. Fase 1 Uji klinik fase 1


merupakan studi pemberian awal OPB kepada manusia. Uji klinik ini
dilakukan lazimnya pada subjek sehat. Uji klinik didesain untuk menentukan
metabolisme dan mekanisme farmakologi OPB pada manusia, melihat profil
efek samping yang berhubungan dengan peningkatan dosis dan jika mungkin
untuk memperoleh bukti efektivitas tahap awal. Uji klinik fase 1 juga dapat
merupakan studi metabolisme obat, hubungan struktur dan aktivitas, dan
mekanisme kerja pada manusia, termasuk studi-studi dimana Obat digunakan
untuk mengetahui fenomena biologik atau proses penyakit.
Selama uji klinik fase 1, harus diperoleh informasi efek farmakologik dan
farmakokinetik yang cukup, sehingga dapat berlanjut ke uji klinik fase 2 yang
terkontrol baik dan valid secara ilmiah. Jumlah total subjek bervariasi sesuai
jenis obat, dengan jumlah yang sesuai dengan perhitungan statistik.

B. Fase 2 Uji klinik

Fase 2 merupakan studi menggunakan pembanding yang dilakukan untuk


menilai efektivitas OPB untuk indikasi yang akan diajukan dan untuk
menentukan efek samping umum jangka pendek atau risiko yang berhubungan
dengan obat. Uji klinik fase 2 umumnya dilakukan dengan melibatkan subjek
sakit berjumlah relatif kecil, sesuai perhitungan statistik.

C. Fase 3

Uji klinik fase 3 adalah studi lebih lanjut dengan menggunakan


pembanding atau tanpa pembanding. Studi ini didesain sesudah mendapatkan
bukti awal efektivitas suatu obat, dan dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang efektivitas dan keamanan yang dibutuhkan untuk
menilai risiko-manfaat (benefit-risk) secara keseluruhan dari suatu obat, dan
menjadi dasar adekuat informasi pada penandaan/labeling. Uji klinik fase 3
biasanya melibatkan subjek sakit dengan jumlah lebih banyak dari subjek fase
2 sesuai perhitungan statistik.

D. Fase 4

Uji Klinik fase 4 adalah studi terhadap obat yang telah dipasarkan untuk
memperoleh profil efektivitas dan keamanan obat tersebut pada penggunaan
yang sebenarnya di masyarakat. Uji klinik fase 4 juga dapat merupakan studi
untuk mendukung perubahan seperti perubahan dosis, jadwal pemberian,
populasi berbeda.

REGISTRASI OBAT

Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk


mendapatkan izin edar. Registrasi baru adalah registrasi obat yang belum
mendapatkan izin edar di Indonesia. Reagistrasi obat dilakukan oleh Pendaftar
dengan menyerahkan dokumen registrasi. Registrasi obat harus memenuhi
persyaratan, yaitu memiliki izin industry farmasi dan memiliki sertifikat CPOB
yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasi.
Calon industry farmasi yang sedang melakukan pembangunan atau industry
farmasi yang melakukan perluasan fasilitas produksi, persyaratan registrasi dapat
berupa hasil inspeksi terhadap pelaksanaan pembangunan.

Registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi dengan menyerahkan


dokumen registrasi dan formulir registrasi. Dalam dokumen registrasi memuat
dokumen administrative, informasi produk, dan penandaan, doukmen mutu,
dokumen non-klinik, dan dokumen klinik dan dokumen penunjang. Terhadap
dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap dilakukan evaluasi sesuai
kriteria. Dokumen registrasi merupakan dokumen yang dipergunakan untuk
evaluasi oleh yang berwenang.
Evaluasi dilakukan oleh KOMNAS (Komite Nasional). Hasil evaluasi
disampaikan kepada Pendaftar selambat-lambatnya 30 hari setelah penyerahan
kelengkapan berkas registrasi. Keputusan dapat berupa pemberian persetujuan
atau penolakan. Pemberian persetujuan hanya diberikan kepada pendaftar yang
memenuhi persyaratan administrasi dan ketentuan yang berlaku. Persetujuan
berupa persetujuan Izin Edar. Izin edar obat berlaku paling lama 5 (lima) tahun
selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Pendaftar wajib memproduksi dan
mengedarkan obat yang telah mendapatkan izin edar selambat-lambatnya 1 tahun
setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.

Pemilik Izin Edar wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan dan


mutu obat selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Badan.
Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali.
Keputusan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud berupa perubahan
penandaan, perbaikan komposisi/formula, pemberia batasab penggunaan,
penarikan obat dari edaran, dan pembekuan izin edar/pembatalan izin edar.

SKALA INDUSTRI

Setelah melakukan produksi skala pilot dilanjutkan ke skala industri. Lalu


industri melapor ke BPOM untuk mendapatkan izin evaluasi, setelah surat izin
evaluasi dikeluarkan oleh BPOM maka produk tersebut dievaluasi oleh BPOM
dan apabila produk yang dievaluasi memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
maka izin edar dikeluarkan, waktu edar yang diberikan BPOM yaitu selama 1
tahun setelah izin edar dikeluarkan dan Produk tersebut siap diedarkan kepasaran.
D PETA KONSEP/MIND MAP

Formulasi

fisika
Evaluasi

kimia

Pra-Regitrasi

Dokumen Formulir
Hasil Pra-Regitrasi

Skala pilot Up scalling

Evaluasi

Uji BA/BE

Uji klinis

Registrasi

Dokumen Formulir

Produk teregistrasi

Skala industri

Izin evaluasi

Nomor Izin Edar

*produk di produksi selambat-lambatnya 1 tahun setelah keluar NIE


E RESUME/PENETAPAN LEARNING OBJECTIVE/LO

Berdasarkan uraian kasus di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Mengetahui berbagai tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam merancang
formula obat, mulai dari mengisi formulir perancangan obat baru,
monografi bahan baku obat dan bentuk sediaan yang sesuai.
2. Menjelaskan alur/proses dari formula pada trial skala lab sampai pada trial
skala pilot yang dapat digunakan untuk produksi skala industri.
3. Menjelaskan mekanisme dari pra registrasi obat ke BPOM.
4. Mengetahui kategori registrasi obat.
Pra registrasi obat pada industri farmasi merupakan salah satu tahap registrasi
untuk penapisan registrasi produk, penentuan kategori registrasi produk,
penentuan jalur evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi. Proses pra registrasi
hanya dilakukan untuk registrasi obat dengan kategori registrasi baru dan
registrasi variasi major. Untuk kategori registrasi minor dan registrasi ulang tidak
dipersyaratkan melakukan pra registrasi. Dalam hal ini kloramfenikol dibuat
dalam bentuk sediaan baru yaitu suspensi yang harus melewati pra registrasi
produuk

DAFTAR PUSTAKA

BPOM. (2011). Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta : BPOM RI.

EMA.(2010). Guideline on the Investigation of Bioequivalence. London : CMPM

FDA.(2003).Guidance for Industry: Bioavailability and Bioequivalence Studies


for Orally Administered Drug Products.

FDA.(2014).Draft Guidance for Industry: Bioavailability and Bioequivalence


Studies Submitted in NDAs or INDs – General Considerations.

FDA (2015) Draft Guidance for Industry: Dissolution Testing and Specification
Criteria for Immediate-Release Solid Oral Dosage Forms Containing
Biopharmaceutics Classification System Class 1 and 3 Drugs.

Lachman.L, dkk. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta :
UI Press.

Luh,Ni Dewi A., Sadono Riawati Jaya W. 2011. Formulasi Sirup Pembawa yang
di Dapar pada Ph 5,5 untuk Sediaan Racikan Serbuk. Surabaya :Universitas
Surabaya.
Mantry, Subbragit. 2013. Pilot Plant Scale up Techniques. Kottam Institute of
Pharmacy.

Rowe, Raymond, C. Sheskey. Paul, J. Qurn. Marean,E. (2009). Handbook of


Pharmaceutical Excipients 6th ed. Pharmaceutical Press.

WHO (2006) Multisource (Generic) Pharmaceutical Products: Guidelines on


Registration Requirements to Establish Interchangeability. Annex 7, WHO
Technical Report Series, No. 937.

Anda mungkin juga menyukai