Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

FARMASI FISIKA
SIFAT FISIKO-KIMIA ZAT AKTIF
DAN EKSIPIEN

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Candra Eka Saputra (F22011)
Mutiara Imania Saputri (F22030)
Senia Rahmatika (F22043)

Pembimbing :
Evi Nurul Hidayati, M.S.Farm.,Apt.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2022
LATAR BELAKANG
Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang
banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk Indonesia baik dalam bentuk
sediaan tunggal maupun kombinasi dengan obat lain seperti dalam obat flu, melalui resep
dokter atau yang dijual secara bebas. Oleh karena itu, risiko untuk terjadinya keracunan
akibat overdosis parasetamol menjadi lebih besar akibat mudahnya mendapat parasetamol
dan perilaku masyarakat yang cenderung mengonsumsi obat sendiri tanpa melalui resep
dokter (Apparavoo, 2012). Penggunaan parasetamol dalam dosis toksik merupakan salah satu
kasus yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat. Pada tahun 2005, telah dilaporkan
sebanyak 165.000 kasus yang 67.000 diantaranya adalah akibat pemakaian dalam sediaan
tunggal, sedangkan 98.000 kasus dalam bentuk kombinasi dengan
obatlain(MazerdanPerrone,2008).

Parasetamol merupakan obat bebas dan sangat mudah didapatkan, sehingga risiko
penyalahgunaan parasetamol menjadi lebih besar. Pada tahun 2006, setidaknya di Indonesia
terdapat 305 jenis obat yang mengandung parasetamol sebagai salah satu komposisinya, data
ini sangat jauh meningkat dibanding pada tahun 2002 yang hanya 60 jenis obat saja. Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan, di Indonesia jumlah kasus keracunan
akibat parasetamol sejak tahun 2002-2005 yang dilaporkan ke sentra informasi keracunan
BPOM adalah sebanyak 201 kasus dengan 175 kasus diantaranya merupakan upaya bunuh
diri(Mayasari,2007).

Menurut Food and Drug Administration (FDA), dosis aman penggunaan parasetamol
untuk dewasa dan anak yang lebih dari 12 tahun adalah maksimal 4 gram/hari. Konsumsi
parasetamol dosis toksik sebesar 15 gram akan menyebabkan kerusakan hati
(hepatotoxicity)dan kerusakan hati ini akan diiringi kerusakan organ lain, salah satunya
adalah ginjal berupa nekrosis tubulus akut (Rinietal,2013).

Pada sebagian kasus, kerusakan ginjal bisa terjadi tanpa adanya kerusakan hepar dan
dosis yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada ginjal lebih dibanding hepar
(Mazer dan Perrone 2008). Stres oksidatif telah dilaporkan sebagai mekanisme utama dalam
patogenesis kerusakan hati dan ginjal yang diinduksi oleh penggunaan dalam jumlah besar
parasetamol pada hewan percobaa (Ramadhan dan Schaalan a,2011).

Parasetamol juga disebut dengan asetaminofen telah digunakan secara luas sebagai
obat analgesik dan antipiretik. Penggunaan akut parasetamol dengan dosis yang berlebih
berpotensi menyebabkan gagal hati dan ginjal yang fatal dan pada beberapa kasus hingga
menyebabkan kematian (Lorz et al, 2004). Nefrotoksisitas akut oleh parasetamol dicirikan
dengan perubahan morfologi dan fungsional dari ginjal yang dibuktikan dengan kerusakan
tubulus proksimal pada manusia dan binatang percobaan, sedangkan penggunaan parasetamol
dosis terapi berisiko menyebabkan gagal ginjal akut pada pecandu alkohol. Oleh karena itu,
pemakaian parasetamol telah direkomendasikan hanya untuk jumlah dan waktu yang terbatas
(Lorz et al, 2005).

Gagal ginjal akut akan mulai tampak 7 hari setelah pemberian parasetamol, relatif
lebih lambat dibanding kerusakan hepar yang terjadi maksimal 2- 4 hari (Hook, 1993).
Pemakaian parasetamol yang berlebih akan menyebabkan hepatotoksik yang merupakan
suatu tanda khas dari overdosis parasetamol. Dampak pada ginjal yang disebabkan overdosis
parasetamol lebih jarang ditemukan dibanding dampaknya pada hati, namun gangguan ginjal
oleh karena penggunaan parasetamol yang berlebihan mulai telah banyak ditemukan
dibanding kasus – kasus sebelumnya. (Loh dan Ponampalam, 2006).

obat – obatan yang nefrotoksik telah dilaporkan sebagai factor penyebab pada lebih
dari 25% dari keseluruhan kasus gagal ginjal akut. Hal ini mungkin disebabkan karena ginjal
merupakan organ yang mendapat suplai darah sebanyak 20% dari total cardiac output. Oleh
karena itu, ginjal berisiko lebih besar untuk terkena efek samping obat dan metabolitnya yang
akan terakumulasi di saluran kemih melalui mekanisme pembuatan urin (Ramadhan dan
Schaalan,2011).

Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk seluruh obat yang digunakan secara
peroral. Dalam menjalankan fungsinya untuk mengeliminasi obat, ginjal mempunyai batasan
– batasan tertentu sehingga jika mengonsumsi obat dalam jumlah berlebihan akan
menyebabkan tertimbunnya obat dalam ginjal yang berdampak kepada cedera sel – sel ginjal,
terutama daerah tubulus proksimal (Sari, 2007). Studi terbaru menyebutkan, penambahan
parasetamol hingga dosis yang nefrotoksik pada tikus percobaan menghasilkan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum yang signifikan dibanding pada kelompok kontrol yang
normal. Karadeniz et al. (2008) dan Anjani et al. (2010) menyebutkan bahwa peningkatan
kadar urea dan kreatinin,serum memiliki korelasi yang kuat antara nefrotoksik dan oksidatif
stres. Peningkatan produksi radikal bebas (seperti H₂O₂ dan O ₂⁻) hasil samping metabolism
parasetamol menyebabkan perubahan pada luas permukaan filtrasi dan mengubah koefisien
filtrasi, kedua faktor ini akan menurunkan filtrasi glomerulus sehingga urea dan kreatinin
akan terakumulasi di darah (Ramadhan dan Schaalan, 2011).

Kerusakan yang ditimbulkan oleh parasetamol overdosis berdasarkan data


pengamatan yang dilakukan oleh Putri Maulidiana Sari pada tahun 2007 terhadap
histopatologi ginjal tikus didapatkan bahwa, pada gambaran mikroskopis terjadi cedera sel
yang dapat meliputi antara lain reaksi inflamasi, degenerasi, nekrosis bahkan fibrosis. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan cedera sel berupa degenerasi albuminosa
seiring dengan meningkatnya dosis parasetamol yang diberikan (Sari, 2007)
I. Acetaminnophen (crystalline)

1. Nama sediaan : Acetaminophen


2. Zat aktif : Acetaminophen atau parasetamol
3. Aktivitas farmakologis obat : analgesik (meredakan nyeri) dan
antipiretik (meredakan demam)
4. Sifat fisikokimia zat aktif
a. Rumus srtuktur :

b. Rumus molekul : C8H9NO2


c. Bobot molekul : 151,16 g/mol
d. Pemerian : serbuk halbur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit
e. Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam
nartium hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol.

II. Avicel TM PH 102


1. Nama sediaan : Avicel TM PH 102
2. Aktivitas farmakologis obat : filler binder dan SSG/Ac-Di-sol
3. Sifat fisikokimia eksipien :
a. Rumus struktur :

b. Rumus molekul : (C6H10 O5)


c. Bobot molekul : >3100 g/mol
d. Sinonim : Avicel PH. Cellets, Celex, Cellulose gel
Hellulosum, Microcristallinum, Celphere, Celus KG,
Crystalline, Cellulose, Emococel, Ethispheres, Fibrocel
MCC, Sanaq Pharmacel, Tabulose, Vivapur
e. Fungsi pada formula : bahan pengisi
f. Densitas : 0,195 dan 0,248
g. Titik lebur : (750-780)
h. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larutan asam dan
sebagian besar pelarut
i. Penyimpanan : disimpan diwadah tertutup rapa pada tempat
yang sejuk dan kering

III. Magnesium Streat


1. Nama sediaan : Magesium Streat
2. Aktivitas farmakologis obat : pelumas dalam kapsul
3. Sifat fisikokimia eksipien :
a. Rumus struktur

b. Rumus molekul : C36H70MgO4


c. Bobot molekul : 591,3 g/mol
d. Sinonim :Magnesium distearate, Magnesi stearas,
Oktadekanoat magnesium, Asam oktadekanoat, Garam
magnesium, Asam streat synpro 90
e. Fungsi pada formula : Digunakan dalam kosmetik, makanan,
dan formulasi farmasi
f. Densitas : 0,159 g/cm3 (baik), 0,268 g/cm3 (tapped), 1,092
g/cm3 (true)
g. Titik lebur : 117-150 oc
h. Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol,etanol 95% eter
dan air
i. Penyimpanan : disimpan pada wadah baik,pada tempat yang
j. sejuk dan kering

IV. Kollidon VA 64
1. Nama sediaan : kollidon VA 64
2. Aktivitas farmakologis obat : bahan disentegral dan disolusi 2-5%
3. Sifat fisikokimia eksipien
a. Rumus struktur :
b. Rumus molekul: (C6H9NO)n
c. Bobot molekul : >1.000.000 g/mol
d. Sinonim: Copolyvidone; Copovidone; VP/VAc copolymer
60/40; copolymer of 1-vinyl-2-pyrrolidone and vinyl acetate
in a ratio of 6 : 4 by mass.
e. Fungsi pada formula: bahan disentegral dan disolusi 2-5%
f. Kelarutan: Sangat larut dalam asam, kloroform, etanol
(95%), keton, metanol, dan air; praktis tidak larut dalam eter,
hidrokarbon, dan minyak mineral

V. Kollidon CL
1. Nama sediaan : kollidon CL
2. Aktivitas farmakologis obat : bahan disentegral dan disolusi 2-5%
3. Sifat fisikokimia eksipien
a. Rumus struktur :

b. Rumus molekul: (C6H9NO)n


c. Bobot molekul : >1.000.000 g/mol
d. Sinonim: crospovidone, crospovidonum, kollidonC1-M,
PVPP
e. Fungsi pada formula: bahan disentegral dan disolusi 2-5%
f. Kelarutan: Sangat larut dalam asam, kloroform, etanol
(95%), keton, metanol, dan air; praktis tidak larut dalam eter,
hidrokarbon, dan minyak mineral

VI. Aerosil 200


1. Nama sediaan : Aerosil 200
2. Aktivitas farmakologis obat : absorben anticakeking agent,
penstabil emulsi ( emulgator ), glidan.Suspending agent,
disintegran tablet, peningkat viskositas (American
PharmaceuticalAssociation and The Pharmaceutical Society of
Great Britian, 1986
3. Sifat fisikokimia eksipien
a. Rumus struktur :

b. Rumus molekul: SiO2


c. Bobot molekul : 60,08 g/mol
d. Sinonim: koloida silika, cab-O-Sil, siliks, koloida silikon
dioksida
e. Fungsi pada formula: memperbaiki sifat alir, glidant,
suspending agent, peningkat viskositas, absorben
f. Densitas: 0,029-0,042 g/m
g. Titik lebur: 1600-1725 0C
h. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, pelarut organik dan
asam, kecuali asam hidrofluorat; Larut dalam larutan panas
alkali hidroksida. Membentuk dispersi koloidal dalam air
i. Penyimpana : disimpan pada wadah baik,pada tempat yang
sejuk dan kering
Daftar Pustaka
Hope. Ed. 6, 2009:197
Hope. Ed. 6, 2009:208
Kementrian Kesehatan RI .Direktorat Jendral kefarmasian Alat Kesehatan, 2020, Farmakope
Indonesia Edisi VI , Jakarta

Anda mungkin juga menyukai